• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria rinosinusitis akut dan kronik pada penderita dewasa dan anak berdasarkan gambaran klinik, yaitu:

Tabel 2.1. Kriteria rinosinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut

International Conference on Sinus Disease 1993 & 2004 (Kennedy,1995)

No Kriteria Rinosinusitis Akut Rinosinusitis Kronik

Dewasa Anak Dewasa Anak

1 Lama gejala dan tanda < 12

minggu <12 minggu > 12 minggu > 12 minggu

2 Jumlah episode serangan akut,

masing-masing berlangsung minimal 10 hari < 4 kali / tahun < 6 kali / tahun > 4 kali / tahun > 6 kali / tahun

3 Jumlah episode serangan akut,

masing-masing berlangsung minimal 10 hari Dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa

Tidak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan

medikamentosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas adalah adanya pus di meatus medius atau di daerah meatus superior. (Mangunkusumo dan Rifki).

Rinoskopi anterior

Rinoskopi anterior adalah alat dasar untuk pemeriksaan fisik yang paling spesifik yang berkaitan dengan keadaan patologis pada daerah sinunasal. Ia adalah pemeriksaan yang tepat untuk mengevaluasi pasien sebelum dan sesudah pemakaian dekongestan topikal. Sebelum dekongesti, pemeriksa mengevaluasi permukaaan anterior nasal. Biasanya hanya setelah dekongesti, middle turbinate

Endoskopi nasal

Di samping memainkan peranan yang penting dalam mendiagnosa rinosinusitis, endoskopi nasal juga dapat membantu dalam pemberian terapi yang tepat. Sebilangan besar dokter menggunakan menggunakan endoskopi nasal karena alasan yang berikut :

- Gejala-gejala pasien sahaja tidak dapat menjadi patokan untuk mendiagnosa.

- Endoskopi merupakan fasilitas diagnostik yang lebih baik dan dapat mendeteksi kelainan yang tidak diketemukan pada saat anamnesa, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan pencitraan.

- Perubahan warna hijau kekuningan tampak pada permukaan nasal. - Kultur endoskopik berguna untuk organisme yang menyebabkan

rinosinusitis. (Rosenfeld, 2007).

Pemeriksaan mikrobiologi

Biakan dari hasil yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung bagian posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan mengaspirasi pus dari sinus yang terkena. Pemeriksaan ini sering dilakukan untuk mencari antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisma penyebab penyakit ini. (Brown, 2008)

Foto polos kavitas nasal dan sinus paranasal Rinosinusitis menunjukkan gambaran berupa : 1. Penebalan mukosa,

2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)

3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters.

Bagaimanapun juga, harus diingat bahwa foto polos ini memiliki kekurangan dimana foto polos gagal menunjukkan anatomi sinus yang diperlukan dan gagal menunjukkan peradangan yang meluas. (Rosenfeld, 2007).

CT csan

CT scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya tulang yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut. Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar, yang berbahaya bagi mata.(Rosenfeld, 2007).

MRI

Walaupun MRI tidak dapat menunjukkan anatomi tulang sinus paranasal seperti CT scan, namun MRI dapat menunjukkan kelainan pada mukosa dengan baik. (Rosenfeld,2007)

2.2.7. Terapi

Tujuan terapi rinosinusitis adalah untuk mempercepatkan penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah progresifitas penyakit menjadi lebih kronik. Prinsip kerja pengobatan rinosinusitis adalah dengan membuka sumbatan di kompleks osteo meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus dipulihkan secara alami.

1. Rinosinusitis akut

Bagi pengobatan rinosinusitis akut, antibiotik empirik diberikan 2x24 jam. Di sini,obat lini I golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan seperti dekongestan oral + topikal, mukolitik digunakan untuk memperlancarkan drainase. Analgetik juga dapat diberikan untuk menghilangkan rasa nyeri. Jika terdapat pembaikan, maka pemberian harus diteruskan selama 10-14 hari. Namun, apabila tidak ada kebaikan, antibiotik lini II diberikan selama 7 hari seperti amoksisilin klavulanat, atau ampisilin sulbaktam, sefalosporin generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Setelah pemberian pengobatan ini terdapat pembaikan, maka pemberian antibiotik diteruskan selama 10-14 hari. Namun apabila tidak terdapat pembaikan, maka pasien harus dijalani foto rontgen polos, CT scan atau naso-endoskopi. Menurut pemeriksaan ini,jika terdapat

kelainan,seterusnya dilakukan terapi rinosinusitis kronis. Jika tidak terdapat kelainan, maka harus dilakukan evaluasi diagnosa yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari sinus. (McCort,2005)

2. Rinosinusitis subakut

Pertama sekali harus diberikan pengobatan medikamentosa, dan apabila perlu sahaja maka dibantu dengan tindakan diatermi atau pencucian sinus. Dari segi pengobatan, antibiotik berspektrum luas diberikan sesuai dengan resistensi kuman selama 10-14 hari. Selain itu, obatan simptomatis juga dapat diberikan seperti dekongestan. Obatan seperti analgetik, antihistamin dan mukolitik juga dapat diberikan kepada pasien. Tindakan diatermi dengan sinar gelombang pendek

(Ultra Short Wave Diathermy) dilakukan sebanyak 5 hingga 6 kali pada daerah

yang sakit untuk memperbaiki atau melancarkan vaskularisasi sinus. Setelah tindakan ini masih tidak ada pembaikan, maka harus dilakukan pencucian sinus. Pada sinus maksila, ini dilakukan dengan pungsi irigasi manakala pada sinus etmoid, frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah, dilakukan dengan cuci sinus cara Proetz,di mana prinsip kerjanya adalah dengan membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus paranasal. . (Hansen, 2011)

3. Rinosinusitis kronis

Pada penatalaksanaan rinosinusitis, jika diketemukan faktor predisposisi, dapat dilakukan tatalaksana yang sesuai bersama terapi tambahan. Jika terdapat perbaikan setelah pemberian terapi, maka antibiotik yang diberi harus diteruskan selama 10-14 hari. Jika faktor predisposisi tidak diketemui, maka pemberian terapi sesuai episode akut lini II dan terapi tambahan dapat diberikan. Sambil menunggu hasil pemberian terapi, pasien dapat diberi antibiotik alternatif 7 hari atau dilakukan kultur. Jika ada pembaikan, diteruskan pemberian antibiotic selama 10-14 hari. Namun, jika tidak ada pembaikan, maka diteruskan proses evaluasi dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi sebanyak 5 kali tidak membaik). Jika terdapat obstruksi osteo meatal, maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Walaubagaimanapun, jika

tidak ada obstruksi kompleks osteo meatal, maka dilakukan kembali evaluasi diagnosa.

Dokumen terkait