• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden

5.1.2.6. Sisi Sinus RespondenYang Terinfeksi

Berdasarkan tabel 5.6, didapati bahwa kejadian rinosinusitis secara unilateral terjadi lebih sering pada penderitanya dengan bilngan sebanyak 92 orang (48,4%) berbanding dengan kejadian bilateral yaitu sebanyak 65 orang (34,2%). Sebanyak 33 orang dari 190 tidak dicantumkan infeksi sinus jenis bilateral atau unilateral karena pasien tidak berkunjung ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan tambahan dan mengambil foto polos SPN. Jenis sinus serta sisi yang terinfeksi ditentukan berdasarkan gambar foto polos atau CT scan sinus paranasal.

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Sisi Sinus Yang Terinfeksi pada Tahun 2011.

Bagian wajah Frekuensi Persentase

Unilateral 92 48,4

Bilateral 65 34,2

Tidak dicantumkan 33 17,4

Total 190 100,0

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis di RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011, diperoleh data mengenai gambaran yang didapati pada penderita rinosinusitis kronis, responden pada penelitian ini. Data-data tersebut yang akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini dan dijabarkan sebagai berikut.

Menurut tabel 5.1, kejadian rinosinusitis kronis paling sering terjadi pada penderita dengan rentang umur di antara 31-45 tahun. Pada penelitian sebelumnya Rizal A. Lubis (1998), kelompok umur tersering menghidap rinosinusitis kronis adalah 18-27 tahun (60%), Alfian Taher (1999) usia tersering 15-24 tahun (36.85%), Elfahmi (2001) usia terbanyak adalah 35-44 tahun (30%)

Menurut penelitian Hilger (1997), anak-anak dikatakan cenderung lebih rentan terhadap infeksi virus serta alergi pada saluran nafas atas berbanding orang dewasa. Namun penelitian ini tidak sejajar dengan kutipan Hilger. Kunjungan kelompok berumur 0-15 tahun adalah yang paling kurang mungkin karena perubahan sikap dan prilaku orang tua yang memilih usaha preventif terhadap dampak kesehatan anak. Insidensi ini juga mungkin terjadi akibat penderita pada kelompok umur 0-15 tahun datang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak oleh karena di RSUP Haji Adam Malik, Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak menerima pasien pada kelompok umur 0-18 tahun.

Kelompok umur 31-45 tahun paling sering mengunjung RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011 mungkin karena prilaku mereka di mana aktivitas sosial mereka lebih sering di luar rumah dengan polutan atmosfer yang buruk seperti asap rokok serta asap kenderaan bermotor. Ini menyebabkan mereka lebih berisiko besar tertular virus atau bakteri.

Menurut tabel 5.2, penyakit rinosinusitis kronis lebih sering terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 54,2% berbanding lelaki dengan persentase 45,8%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.M.Djamil Padang dimana insidensi penyakit rinosinusitis kronis pada

perempuan adalah sebanyak 60,7% manakala pada lelaki pula mencapai 39,3%. Menurut kutipan dari Falagas ME (2007), perempuan lebih cenderung menderita infeksi saluran nafas atas yaitu sinusitis, tonsillitis dan otitis externa, manakala lelaki pula lebih cenderung terkena infeksi saluran nafas bawah seperti otitis media dan batuk. Menurut penelitian Schachter J.Higgins MW (2003) pula, perempuan lebih sering terkena rinosinusitis kronis mungkin karena pengaruh hormonal.

Pada tabel 5.3, keluhan utama yang paling sering didapati pada penderita rinosinusitis kronis di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011 adalah hidung tersumbat dengan persentase 56,8%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Benninger (1996) juga,di mana keluhan terbanyak penderita sinusitis maksila kronis berupa hidung tersumbat. Hal yang sama juga didapati pada penelitian yang dilakukan Massudi (Semarang, 1991) dimana keluhan utama penderita adalah hidung tersumbat 42,4% dan sakit kepala 15,1%. Hidung tersumbat biasanya adalah akibat edema selaput lendir konka yang disebabkan oleh alergi serta sekret yang mengental karena infeksi sekunder sebelum terjadi rinosinusitis. Menurut Kennedy, hidung tersumbat dihubungkan dengan pembengkakan dalam celah hidung dan sinus yang menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase sinus sehingga mengakibatkan rinosinusitis.

Hasil pada tabel 5.4 menjabarkan bahwa pasien rinosinusitis kronis yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011 sebanyak 120 orang tidak dicantumkan mengenai faktor predisposisi yang memicu kejadian rinosinusitis kronis pada mereka. Kejadian ini terjadi oleh karena pada riwayat pasien tidak ditanyakan secara lengkap, sehingga sedikit informasi sahaja yang didapatkan, padahal ini merupakan hal yang paling penting dalam membantu menentukan faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau memperhebat gambaran klinis dari penyakit rinosinusitis kronis tersebut.

Sajian tabel 5.5 menunjukkan bahwa penderita rinosinusitis kronis paling sering membuat kunjungan ke RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011 dengan

kelainan pada sinus maksilaris yaitu dengan persentase 55,3%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Amaruddin dkk (2006) dan Tumbel (2005). Kejadian sinusitis maksilaris yang paling sering menandakan bahwa selain faktor rinogen atau tersumbatnya KOM, faktor dentogen juga memainkan peranan yang penting sebagai salah satu penyebab sinusitis maksilaris kronis.

Anatomi sinus maksilaris sedemikian rupa sehingga menyebabkan ia mudah terinfeksi. Dasar sinus maksilaris terletak lebih rendah dari ostium sehingga ia harus bergantung sepenuhnya pada pergerakan silia untuk mengeluarkan kuman atau bendasing yang masuk bersama udara pernafasan. Hambatan pada pergerakan silia akan menyebabkan sekret terkumpul dalam sinus yang seterusnya menjadi media pembiakan bakteri.

Selain itu, prosesus alveolaris adalah dasar sinus maksila, di mana ia menempatkan akar gigi premolar dan molar atas, sehingga jika terjadi infeksi apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal, maka dengan mudah ia dapat sebar secara langsung ke sinus melalui pembuluh darah dan limfe.

Data tabel 5.6 menjabarkan bahwa, kejadian rinosinusitis kronis paling sering terjadi secara unilateral yaitu dengan persentase sebanyak 48,4%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Hong Soo Shin (1986). Kejadian ini adalah karena walaupun penderita mengalami multisinusitis, namun infeksi sinus-sinus tersebut hanya terjadi pada satu daerah wajah sahaja. Contohnya seperti infeksi sinus maksilaris dan ethmoidalis kanan. Ini adalah karena faktor kelainan anatomi dan struktur hidung seperti deviasi septum, hipertrofi konka dan polip yang turut memainkan peranannya dalam memicu kejadian rinosinusitis kronis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait