BAGIAN-BAGIAN DARAH
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang sering dijumpai pada pasien dengan Dengue Hemorhagic Fever
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus dengue. b. Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output cairan.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. d. Resiko tinggi terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat, penurunan tekanan osmotik.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik f. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
g. Kecemasan orang tua/keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, dan kurang informasi.
( sumber : perawatan pasien DHF, Christiantie efendy ) 3. Rencana Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus dengue. Tujuan keperawatan :
Peningkatan suhu tubuh dapat teratasi, dengan criteria : - Suhu tubuh normal (35° C- 37,5° C)
- Pasien bebas dari demam Rencana intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji saat timbulnya demam.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
3. Beri kompres hangat pada dahi.
1. Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3. Kompres hangat dapat mengembalikan suhu normal memperlancar sirkulasi.
4. Beri banyak minum ( ± 1-1,5 liter/hari) sedikit tapi sering
5. Ganti pakaian klien dengan bahan tipis menyerap keringat.
6. Beri penjelasan pada keluarga klien tentang penyebab meningkatnya suhu tubuh.
7. Kolaborasi pemberian obat anti piretik.
4. Mengurangi panas secara konveksi (panas terbuang bersama urine dan keringat sekaligus
mengganti cairan tubuh karena penguapan).
5. Pakaian yang tipis menyerap keringat dan membantu
mengurangi penguapan tubuh akibat dari peningkatan suhu dan dapat terjadi konduksi.
6. Penjelasan yang diberikan pada keluarga klien bisa mengerti dan kooperatif dalam memberikan tindakan keperawatan.
7. Dapat menurunkan demam
b. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan (defisit volume cairan) tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output cairan.
Tujuan intervensi :
Volume cairan tubuh seimbang, dengan criteria : - Turgor kulit baik
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keadaan umum klien dan tanda-tanda vital.
1. Mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan
2. Kaji input dan output cairan.
3. Observasi adanya tanda-tanda syok.
4. Anjurkan klien untuk banyak minum.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan I.V.
normalnya.
2. Mengetahui balance cairan dan elektrolit dalam
tubuh/homeostatis.
3. Agar dapat segera dilakukan tindakan jika terjadi syok.
4. Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
5. Pemberian cairan I.V sangat penting bagi klien yang mengalami deficit volume cairan untuk
memenuhi kebutuhan cairan klien.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. Tujuan intervensi :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, dengan criteria : - Porsi makan yang disajikan dihabiskan.
Rencana intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keadaan umum klien
2. Beri makanan sesuai kebutuhan tubuh klien.
3. Anjurkan orang tua klien untuk memberi makanan sedikit tapi sering.
1. Memudahkan untuk intervensi selanjutnya
2. Merangsang nafsu makan klien sehingga klien mau makan.
3. Makanan dalam porsi kecil tapi sering memudahkan organ
pencernaan dalam metabolisme. 4. Makanan dengan komposisi TKTP berfungsi membantu mempercepat proses
4. Anjurkan orang tua klien memberi makanan TKTP dalam bentuk lunak
5. Timbang berat badan klien tiap hari.
6. Kolaborasi pemberian obat reborantia.
penyembuhan.
5. Berat badan merupakan salah satu indicator pemenuhan nutrisi berhasil.
6. Menambah nafsu makan
d. Resiko tinggi terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat, penurunan tekanan osmotic.
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik, dengan criteria : - Keadaan umum membaik
- Tanda-tanda vital dalam batas normal Rencana intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor keadaan umum klien
2. Observasi tanda-tanda vital
1. Memantau kondisi klien selama masa perawatan terutama saat terjadi perdarahan sehingga tanda pra syok, syok dapat ditangani. 2. Tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan umum klien baik
3. Perdarahan yang cepat diketahui dapat teratasi sehingga klien tidak sampai pada tahap syok hipovolemik akibat perdarahan yang hebat.
3. Monitor tanda-tanda perdarahan
4. Anjurkan pada pasien/ keluarga untuk segera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan.
5. Cek hemoglobin, hematokrit, trombosit
4. Keterlibatan keluarga untuk segera melaporkan jika terjadi perdarahan terhadap pasien sangat membantu tim perawatan untuk segera melakukan tindakan yang tepat.
5. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami klien dan untuk acuan melakukan tindak lanjut terhadap perdarahan.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan :
Klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dengan criteria : - Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
- Klien mampu mandiri setelah bebas demam Rencana intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
2. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan klien.
1. Mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.
2. Bantuan sangat diperlukan klien pada saat kondisinya lemah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa mengalami ketergantungan pada orang lain.
3. Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat membantu dan
meningkatkan kekuatan fisik klien.
4. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien
5. Jelaskan pada keluarga dan klien tentang pentingnya bedrest ditempat tidur.
3. Dengan penjelasan, pasien termotivasi untuk kooperatif selama perawatan terutama terhadap tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan fisiknya.
4. Keluarga merupakan orang terdekat dengan klien
5. Untuk mencegah terjadinya keadaan yang lebih parah
f. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi perdarahan intra abdominal, dengan criteria : - Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan
- Jumlah trombosit meningkat Rencana intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda-tanda klinis.
2. Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia (pada
1. Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang dapat menimbulkan tanda klinis berupa perdarahan nyata, seperti epistaksis, petechiae.
2. Agar pasien/ keluarga
mengetahui hal-hal yang mungkin terjadi pada pasien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan karena
keluarga.
3. Monitor jumlah trombosit setiap hari.
4. Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
5. Beri penjelasan pada pasien/ keluarga untuk segera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut seperti: hematemesis, melena, epistaksis.
trombositopenia
3. Dengan jumlah trombosit yang dipantau setiap hari dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami oleh klien
4. Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
5. Keterlibatan keluarga dengan segera melaporkan terjadinya perdarahan (nyata) akan membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
g. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan kurang informasi.
Tujuan :
Kecemasan keluarga teratasi, dengan criteria :
- Orang tua tidak bertanya lagi tentang penyakit anaknya - Ekspresi wajah ceria
Rencana intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan orang tua
1. Mengetahui kecemasan orang tua klien dan memudahkan
2. Jelaskan prosedur pengobatan perawatan anaknya.
3. Beri kesempatan pada orang tua untuk bertanya tentang kondisi anaknya.
4. Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien dan manfaatnya bagi pasien
5. Beri dorongan spiritual.
menentukan intervensi selanjutnya. 2. Untuk menambah pengetahuan dan informasi kepada klien yang dapat mengurangi kecemasan orang tua.
3. Untuk memperoleh informasi yang lebih banyak dan
meningkatkan pengetahuan dan mengurangi stress.
4. Memberikan penjelasan tentang proses penyakit,
menjelaskan tentang kemungkinan pemberian perawatan intensif jika memang diperlukan oleh pasien untuk mendapatkan perawatan yang lebih optimal
5. Memberi ketenangan kepada klien dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
C. Implementasi
Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.
D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan DHF adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan dalam memenuhi kebutuhan pasien penderita DHF.
Diagnosa yang akan di evaluasi diantaranya yaitu :
a. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus Dengue, teratasi dengan suhu tubuh normal (36-37 oC), klien tidak demam lagi
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output cairan akan teratasi.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, anoreksia. teratasi dengan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan porsi yang diberikan.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik teratasi dengan: klien mampu beraktifitas mandiri dan mampu memenuhi aktivtasnya sendiri.
e. Kecemasan orang tua/keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan dan kurang informasi.teratasi
f. Reaksi hospitalisasi berhubungan dengan Lingkungan baru dan jauh dari orang terdekat
1. Implementasi
Fase implementasi dari proses keperawatan mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Implementasi mengacu pada pelaksanaan intervensi keperawatan yang sudah disusun. Perawat memikul tanggung jawab untuk implementasi tetapi melibatkan pasien dan keluarga serta anggota tim keparawatan dan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kebutuhan.
2. Evaluasi
1. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh dengan kriteria : a. Suhu tubuh normal (36 - 37◦ C).
b. Pasien bebas dari demam. 2. Nyeri teratsi dengan kriteria : a. Rasa nyaman terpenuhi. b. Nyeri berkurang atau hilang.
3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria : Pasien mampu menghabiskan porsi makan yang diberikan / dibutuhkan.
4. Tidak terjadi perdarahan intra abdomen dengan kriteria : a. Tidak ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
5. Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan kriteria : klien / keluarga mengetahui tentang proses penyakit, diet dan perawatannya.
6. Klien mengetahui tentang proses penyakit diet dan perawatannya dengan kriteria : Klien dan keluarga mengetahui tentang proses penyakit.
7. Klien mampu beraktifitas dengan kriteria : a. Kebutuhan aktifitas sehari-hari terpenuhi.
b. Klien mampu mandiri setelah bebas dari demam.
ASKEP CA MAMAE / KANKER PAYUDARA 1. Pengertian
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di
payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit. (Erik T, 2005, hal : 39-40)
Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi ganas. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk)
2. Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu : 1. Tinggi melebihi 170 cm
Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah ke arah sel ganas. 2. Masa reproduksi yang relatif panjang.
1. Menarche pada usia muda dan kurang dari usia 10 tahun.
2. Wanita terlambat memasuki menopause (lebih dari usia 60 tahun) 3. Wanita yang belum mempunyai anak
Lebih lama terpapar dengan hormon estrogen relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah punya anak.
4. Kehamilan dan menyusui
Berkaitan erat dengan perubahan sel kelenjar payudara saat menyusui. 5. Wanita gemuk
Dengan menurunkan berat badan, level estrogen tubuh akan turun pula. 6. Preparat hormon estrogen
Penggunaan preparat selama atau lebih dari 5 tahun. 7. Faktor genetik
Kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2 – 3 x lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara. (Erik T, 2005, hal : 43-46)
3. Anatomi fisiologi 1. Anatomi payudara
Secara fisiologi anatomi payudara terdiri dari alveolusi, duktus laktiferus, sinus laktiferus, ampulla, pori pailla, dan tepi alveolan. Pengaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke aksila. Sebagian lagi ke kelenjar parasternal terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula pengaliran yang ke kelenjar interpektoralis.
2. Fisiologi payudara
Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. (Samsuhidajat, 1997, hal : 534-535)
4. Insiden
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lima besar kanker di dunia adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar dan kanker lambung
dan kanker hati. Sementara data dari pemeriksaan patologi di Indonesia
menyatakan bahwa urutan lima besar kanker adalah kanker leher rahim, kanker payudara, kelenjar getah bening, kulit dan kanker nasofaring (Anaonim, 2004). Angka kematian akibat kanker payudara mencapai 5 juta pada wanita. Data terakhir menunjukkan bahwa kematian akibat kanker payudara pada wanita menunjukkan angka ke 2 tertinggi penyebab kematian setelah kanker rahim. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk).
5. Patofisiologi
Kanker payudara bukan satu-satunya penyakit tapi banyak, tergantung pada jaringan payudara yang terkena, ketergantungan estrogennya, dan usia permulaannya. Penyakit payudara ganas sebelum menopause berbeda dari
penyakit payudara ganas sesudah masa menopause (postmenopause). Respon dan prognosis penanganannya berbeda dengan berbagai penyakit berbahaya lainnya. Beberapa tumor yang dikenal sebagai “estrogen dependent” mengandung reseptor yang mengikat estradiol, suatu tipe ekstrogen, dan pertumbuhannya dirangsang oleh estrogen. Reseptor ini tidak manual pada jarngan payudara normal atau dalam jaringan dengan dysplasia. Kehadiran tumor “Estrogen Receptor Assay (ERA)” pada jaringan lebih tinggi dari kanker-kanker payudara hormone dependent. Kanker-kanker ini memberikan respon terhadap hormone treatment (endocrine
chemotherapy, oophorectomy, atau adrenalectomy). (Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1589)
6. Gejala klinik
Gejala-gejala kanker payudara antara lain, terdapat benjolan di payudara yang nyeri maupun tidak nyeri, keluar cairan dari puting, ada perlengketan dan lekukan pada kulit dan terjadinya luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama, rasa tidak enak dan tegang, retraksi putting, pembengkakan lokal. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, Harianto, dkk)
Gejala lain yang ditemukan yaitu konsistensi payudara yang keras dan padat, benjolan tersebut berbatas tegas dengan ukuran kurang dari 5 cm, biasanya dalam stadium ini belum ada penyebaran sel-sel kanker di luar payudara. (Erik T, 2005, hal : 42)
7. Klasifikasi kanker payudara 1. Tumor primer (T)
1. Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan 2. To : Tidak terbukti adanya tumor primer
3. Tis : Kanker in situ, paget dis pada papila tanpa teraba tumor 4. T1 : Tumor < 2 cm
T1a : Tumor < 0,5 cm T1b : Tumor 0,5 – 1 cm T1c : Tumor 1 – 2 cm
5. T2 : Tumor 2 – 5 cm 6. T3 : Tumor diatas 5 cm
7. T4 : Tumor tanpa memandang ukuran, penyebaran langsung ke dinding thorax atau kulit.
T4a : Melekat pada dinding dada
T4b : Edema kulit, ulkus, peau d’orange, satelit T4c : T4a dan T4b
T4d : Mastitis karsinomatosis 2. Nodus limfe regional (N)
1. Nx : Pembesaran kelenjar regional tidak dapat ditentukan 2. N0 : Tidak teraba kelenjar axila
3. N1 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang tidak melekat.
N2 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya.
N3 : Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral 3. Metastas jauh (M)
1. Mx : Metastase jauh tidak dapat ditemukan 2. M0 : Tidak ada metastase jauh
3. M1 : Terdapat metastase jauh, termasuk kelenjar subklavikula 8. Stadium kanker payudara :
1. Stadium I : tumor kurang dari 2 cm, tidak ada limfonodus terkena (LN) atau penyebaran luas.
2. Stadium IIa : tumor kurang dari 5 cm, tanpa keterlibatan LN, tidak ada penyebaran jauh. Tumor kurang dari 2 cm dengan keterlibatan LN
3. Stadium IIb : tumor kurang dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. Tumor lebih besar dari 5 cm tanpa keterlibatan LN
4. Stadium IIIa : tumor lebih besar dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. semua tumor dengan LN terkena, tidak ada penyebaran jauh
5. Stadium IIIb : semua tumor dengan penyebaran langsung ke dinding dada atau kulit semua tumor dengan edema pada tangan atau keterlibatan LN supraklavikular. 6. Stadium IV : semua tumor dengan metastasis jauh.
(Setio W, 2000, hal : 285) 9. Pemeriksaan diagnostik
1) Mammagrafi, yaitu pemeriksaan yang dapat melihat struktur internal dari payudara, hal ini mendeteksi secara dini tumor atau kanker.
2) Ultrasonografi, biasanya digunakan untuk membedakan tumor sulit dengan kista. 3) CT. Scan, dipergunakan untuk diagnosis metastasis carsinoma payudara pada organ lain
4) Sistologi biopsi aspirasi jarum halus
tumor pada peredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah. (Michael D, dkk, 2005, hal : 15-66)
10. Pencegahan
Perlu untuk diketahui, bahwa 9 di antara 10 wanita menemukan adanya benjolan di payudaranya. Untuk pencegahan awal, dapat dilakukan sendiri. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan sehabis selesai masa menstruasi. Sebelum menstruasi, payudara agak membengkak sehingga menyulitkan pemeriksaan.
Cara pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan pada payudara. Biasanya kedua payudara tidak sama, putingnya juga tidak terletak pada ketinggian yang sama. Perhatikan apakah terdapat keriput, lekukan, atau puting susu tertarik ke dalam. Bila terdapat kelainan itu atau keluar cairan atau darah dari puting susu, segeralah pergi ke dokter.
2. Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali kedua payudara. 3. Bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke bawah, dan periksa lagi. 4. Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tangan kiri di belakang kepala, dan sebuah bantal di bawah bahu kiri. Rabalah payudara kiri dengan telapak jari-jari kanan. Periksalah apakah ada benjolan pada payudara. Kemudian periksa juga apakah ada benjolan atau pembengkakan pada ketiak kiri.
5. Periksa dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada umumnya kelenjar susu bila diraba dengan telapak jari-jari tangan akan terasa kenyal dan mudah
digerakkan. Bila ada tumor, maka akan terasa keras dan tidak dapat digerakkan (tidak dapat dipindahkan dari tempatnya). Bila terasa ada sebuah benjolan sebesar 1 cm atau lebih, segeralah pergi ke dokter. Makin dini penanganan, semakin besar kemungkinan untuk sembuh secara sempurna.
6. Lakukan hal yang sama untuk payudara dan ketiak kanan (www.vision.com jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Ramadhan)
11. Penanganan Pembedahan
1. Mastektomi parsial (eksisi tumor lokal dan penyinaran). Mulai dari lumpektomi sampai pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena).
2. Mastektomi total dengan diseksi aksial rendah seluruh payudara, semua kelenjar limfe dilateral otocpectoralis minor.
3. Mastektomi radikal yang dimodifikasi
Seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan aksial 1) Mastektomi radikal
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor dibawahnya : seluruh isi aksial. 2) Mastektomi radikal yang diperluas
Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar limfe mamaria interna. Non pembedahan
1. Penyinaran
Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut; pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe aksila.
2. Kemoterapi
Adjuvan sistematik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut. 3. Terapi hormon dan endokrin
Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, antiestrogen, coferektomi adrenalektomi hipofisektomi.
(Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1596 - 1600)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta review catatan sebelumnya.
Langkah-langkah pengkajian yang sistemik adalah pengumpulan data, sumber data, klasifikasi data, analisa data dan diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data
Adalah bagian dari pengkajian keperawatan yang merupakan landasan proses keperawatan. Kumpulan data adalah kumpulan informasi yang bertujuan untuk mengenal masalah klien dalam memberikan asuhan keperawatan .
Sumber data
Data dapat diperoleh melalui klien sendiri, keluarga, perawat lain dan petugas kesehatan lain baik secara wawancara maupun observasi.
Data yang disimpulkan meliputi : Data biografi /biodata
Meliputi identitas klien dan identitas penanggung antara lain : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
Riwayat keluhan utama.
Riwayat keluhan utama meliputi : adanya benjolan yang menekan payudara, adanya ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri.
Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama .
Pengkajian fisik meliputi : Keadaan umum
Tingkah laku BB dan TB
Pengkajian head to toe Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit meningkat, trombosit meningkat jika ada penyebaran ureum dan kreatinin.
Pemeriksaan urine, diperiksa apakah ureum dan kreatinin meningkat.
Tes diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita carsinoma mammae adalah sinar X, ultrasonografi, xerora diagrafi, diaphanografi dan pemeriksaan reseptor hormon.
Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi : Nutrisi
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan sesudah masuk RS. Eliminasi
Kebiasaan BAB / BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan sesudah masuk RS.
Istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah sakit. Personal hygiene
1. Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari 2. Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu
3. Dikaji sebelum dan pada saat di RS
Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spritual : Status psikologis
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap cepat sembuh, merasa asing tinggal di RS, merasa rendah diri, mekanisme koping yang negatif.