• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari anamnesis harus didapatkan:

o Identitas pasien: nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status pernikahan.

o Keluhan utama: Benjolan di payudara, nyeri pada payudara, ulserasi, bentuk puting yang berubah, perubahan pada kulit, benjolan di aksila dan edema lengan serta payudara terasa panas, cairan pada payudara.

o Keluhan tambahan: Nyeri tulang, sesak nafas atau batuk-batuk, rasa penuh, mual, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, nyeri kepala yang hebat, dan lain sebagainya.

o Identifikasi pasien dengan menanyakan hal yang bersangkutan dengan faktor risiko kanker payudara (riwayat keluarga, usia menarche, sudah menopause atau tidak, pola hidup), riwayat penyakit terdahulu, alergi (Purwanto, 2014).

2.7.2 PEMERIKSAAN FISIK o Inspeksi

Pengamatan ukuran dan bentuk kedua payudara pasien, serta kelainan pada kulit, antara lain: benjolan, perubahan warna kulit (eritema), tarikan pada kulit (skin dimpling), luka/ulkus, gambaran kulit jeruk (peau de orange), nodul satelit, kelainan pada areola dan puting, seperti puting susu tertarik (nipple retraction), eksema dan keluar cairan dari puting. Ada atau tidaknya benjolan pada aksila atau tanda-tanda radang serta benjolan infra dan supra klavikula juga diperhatikan.

Gambar 2.3 Teknik melakukan inspeksi payudara dan daerah sekitarnya dengan lengan di samping, di atas kepala, dan bertolak pinggang (Purwanto, 2014)

o Palpasi

Perabaan dengan menggunakan kedua tangan bagian polar distal jari 2, 3 dan 4, dimana penderita dalam posisi berbaring dengan pundak diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala. Palpasi harus mencakup regio, terutama daerah lateral atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi tersering. Cara melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier dan dilakukan dari pinggir payudara menuju ke areola dan meraba seluruh bagian payudara bertahap.

Apabila ditemukan benjolan hal yang harus diamati adalah lokasi benjolan (5 regio payudara, aksila, infra dan supra klavikula), konsistensi (keras, kenyal, lunak/fluktuasi), permukaan (licin rata, berbenjol-benjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir jaringan sekitarnya), batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada), ukuran. Pada saat palpasi daerah subareola, amati apakah ada keluar sekret dari puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut. Sekret yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu, cairan jernih, bercampur darah, dan pus. Palpasi kelenjar aksila dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat yang bersamaan dengan benjolan pada payudara didapati juga benjolan pada kelenjar getah bening aksila yang merupakan tempat penyebaran

limfogen kanker payudara. Begitu juga dengan palpasi pada infra dan supra klavikula (Purwanto, 2014).

2.7.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.7.3.1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah rutin, alkaline phospatase, SGOT, SGPT, dan tumor marker. Alkaline phosphatase, SGOT dan SGPT digunakan sebagai indikasi terjadinya metastasis pada liver.

2.7.3.2 PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI

Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi pemeriksaan sitologi, morfologi (histopatologi), pemeriksaan immunohistokimia, in situ hibridisasi dan gene array (hanya dilakukan pada penelitian dan kasus khusus. Salah satu cara melakukan pemeriksaan patologi yaitu dengan biopsi yang menggunakan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB). Selain mengetahui status ER, PR dan HER2, juga dilakukan pemeriksaan jaringan dengan tumor marker. Tumor marker yang dianjurkan untuk penderita kanker payudara adalah CEA, CA 15-3, dan CA 27.29, BRCA-1 & BRCA-2. Ada juga pemeriksaan dengan biopsi kelenjar sentinel yang merupakan teknik dimana ahli bedah akan mengangkat kelenjar getah bening yang pertama kali menerima aliran limfatik dari tumor dan meminta ahli patologi untuk melakukan pemeriksaan histopatologi.

2.7.3.3 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

o USG : merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk membedakan masa kistik dengan solid dengan menggunakan gelombang suara.

Pemeriksaan ini lebih sering digunakan pada pasien muda.

o Mammografi: proses pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar – X. Pemeriksaan ini relative aman dan sangat mudah untuk dilakukan. Akurasi mammografi untuk prediksi malignansi adalah

70-80%. Pemeriksaan mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari pertama masa menstruasi; pada masa ini akan mengurangi rasa tidak nyaman pada wanita pada waktu di kompresi dan akan memberi hasil yang optimal.

o MRI: digunakan sebagai metode skrining bagi perempuan yang usianya muda dan memiliki payudara dengan densitas yang padat.

Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesifisitasnya rendah.

o PET dan PET/CT: pemeriksaan atau diagnosa pencitraan untuk kasus residif. Banyak literatur menunjukkan bahwa PET memberikan hasil yang jelas berbeda dengan pencitraan yang konvensional. ( KEPMENKES, 2018)

Gambar 2.4 Algoritma pemeriksaan dan mammografi pada benjolan payudara (Purwanto, 2014)

2.7.3.4 PEMERIKSAAN MOLEKULER

Pemeriksaan molekuler di Indonesia dilakukan dengan metode immunohistokimia (menggunakan antibodi sebagai probe untuk mendeteksi antigen dalam potongan jaringan ataupun bentuk preparasi sel lainya) dan hibridisasi in situ. Terdapat tiga molecular biomarker yang sering diperiksa dalam penatalaksanaan kanker payudara, antara lain:

 Reseptor Estrogen (ER)

Karsinoma payudara invasif akan mengekspresikan ER pada inti sel kanker, dengan proporsi bervariasi dari <1% sampai 100% sel positif.

Hasil dinyatakan positif apabila >1% inti sel terwarnai (baik dengan intensitas lemah, sedang, ataupun kuat). Status ER positif, meskipun sangat rendah tetap bermakna nyata dibandingkan ER negatif. Maka dianjurkan penetapan sebagai “ER positif” dimulai sejak > 1% positif terpulas ER (KEPMENKES RI, 2018).

 Reseptor Progesteron (PR)

Reseptor estrogen meregulasi ekspresi reseptor progesteron, sehingga jika didapatkan ekspresi reseptor progesteron, maka merupakan indikasi bahwa terdapat jalur estrogen-ER yang utuh dan fungsional. Kanker payudara invasif akan mengekspresikan PR di inti sel, dengan proporsi intensitas bervariasi dari 0% sampai 100% sel positif (sama seperti ER). Meskipun ekspresi PR sangat berhubungan dengan ER, terdapat 4 fenotip kombinasi ekspresi ER-PR yaitu fenotip ER+/PR+ (respond rate terhadap terapi hormonal 75%), ER-/PR-( respond rate terhadap terapi hormonal 5-10%), ER-/PR+( respond rate terhadap terapi hormonal 30-40%) dan ER+/PR- yang memiliki respond rate terhadap terapi hormonal 50-60% (Ramli, 2015).

 HER 2

Gen HER2 (nomenklatur standar, ERBB2), berlokasi di kromosom 17, mengkode faktor pertumbuhan pada permukaan sel epitel payudara normal. Gen diamplifikasi pada sekitar 15% tumor pada pasien dengan

kanker payudara primer dan amplifikasi berkaitan dengan peningkatan ekspresi protein. Pemeriksaan status (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini telah direkomendasikan untuk karsinoma payudara invasif. Untuk kasus karsinoma ductal invasive in situ (DCIS) tidak dilakukan evaluasi untuk HER2. Bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan HER2 harus berasal dari blok paraffin jaringan yang difiksasi dengan NBF 10% dan tidak dapat dilakukan dari apusan sitologi (KEPMENKES RI, 2018).

2.7.3.5 PENGUNAAN TRIPLE DIAGNOSTIC

Triple diagnostic pada kanker payudara adalah usaha yang dilakukan untuk membantu menentukan keganasan pada kanker payudara yang terdiri dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan pencitraan, dan pemeriksaan sitologi. Bila dengan usaha ini (triple diagnostic) diagnosis belum dapat ditegakkan maka perlu dilakukan diagnosis patologi jaringan. Keadaan berikut merupakan indikasi untuk dilakukan triple diagnostic:

• semua tumor padat pada usia >35 tahun

• semua tumor yang diragukan sebagai tumor jinak pada semua usia

• nipple discharge yang berupa darah disertai atau tanpa disertai tumor

Dokumen terkait