• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIAGNOSIS BANDING

Dalam dokumen Malformasi Vaskular Medula Spinalis (Halaman 36-42)

Tipe II : disebut sebagai glomus AVM

III.9. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding pada SVM cukup luas, mengingat gejala dan tanda nya yang tidak spesifik, mencakup polineuropati, tumor dan penyakit diskus degeneratif, sehingga tidak mengejutkan jika pasien dengan SVM sering terlebih dahulu berobat ke ahli ortopedi atau urologi (karena keluhan retensio urin). Dari sudut pandang imejing, temuan MRI adanya edema medula spinalis bersama dengan pembuluh darah perimedularis yang berdilatasi tanpa adanya nidus intramedularis merupakan temuan tipikal untuk DAVFs spinal, dan diagnosis banding lainnya dalah jenis SVM lainnya, glioma, lesi inflamasi atau iskemik spinalis.13

III.10. PENATALAKSANAAN

Pemilihan tindakan bedah bergantung pada lokalisasi, struktur jaringan vaskular dan karakteristik hemodinamik pada AVM. Lokasi lenghtwise (berdasarkan level vertebra) dan aksial (hubungan anatomis dengan medula spinalis, yaitu intramedularis, perimedularis, dural, epidural) merupakan karakteristik malformasi vaskular yang paling penting. Tipe pembuluh darah yang mensuplai dan yang mendrainase akan bergantung pada lokalisasi tersebut karena suplai darah ke suatu malformasi akan selalu disediakan oleh pembuluh darah di sekitarnya. Karakteristik terpenting kedua adalah tipe struktural malformasi (AVF atau AVM).6 Untuk AVM

spinal intramedularis, dapat dilakukan tindakan endovaskular maupun intervensi mikrosurgikal. Lesi AVM intramedularis dengan aliran yang rendah dan sedang dapat diterapi dengan mikrosurgikal, sedangkan AVM dengan aliran yang nyata harus diembolisasi terlebih dahulu dan kemudian direseksi secara mikrosurgikal.

Lesi AVF perimedularis dapat diterapi dengan bedah mikro atau embolisasi atau kombinasi keduanya. Dengan tindakan embolisasi terdapat kemungkinan rekurensi yang lebih besar dan frekuensi komplikasi yang tinggi, sedangkan jika menggunakan teknik bedah mikro, frekuensi komplikasi lebih rendah dan efikasi intervensi lebih tinggi. Pada AVM dan AVF dural, teknik bedah mikro ataupun intervensi endovaskular dapat dilakukan. Tindakan endovaskular relatif lebih mudah dan kurang memiliki komplikasi. Namun begitu,walaupun pemeriksaan angiografi

follow up menunjukkan bahwa intervensi endovaskular dapat dilakukan dengan

sukses, rekurensi dapat dijumpai pada beberapa kasus. Hal ini mungkin disebabkan oleh aliran darah kolateral yang baik pada duramater.

Pada saat ini, ada 2 cara utama untuk pengobatan AVF dural yaitu melalui tindakan pembedahan dan endovaskular. Pada tindakan bedah, tujuan pembedahan adalah secara fisik memutuskan hubungan fistula dalam dura dengan perhatian khusu menghilangkan draining vein.

6,7

16

Literatur mengenai tindakan endovaskular pada AVM

medula spinalis belum cukup banyak dan sebagian besar terdiri dari laporan kasus dan seri kasus kecil. Tujuan penatalaksanaan pada DAVFs adalah untuk menutup zona shunting ( yaitu bagian paling distal dari arteri bersama dengan bagian proksimal dari draining vein, gambar 10). Oklusi arterial proksimal akan menyebabkan perbaikan gejala sementara; namun begitu, karena adanya kolateral yang baik pada dura, fistula ini rentan untuk kembali terbentuk dalam beberapa bulan.

Terdapat dua pilihan pada penatalaksanaan DAVFs: oklusi bedah dari vena intradural yang menerima darah dari zona shunt, suatu intervensi yang relatif aman dan sederhana; atau terapi endovaskular menggunakan agen embolik pada arteri radikulomeningeal.

13

15,16

Tindakan endovaskular melibatkan teknik teknik penggunaan kateter untuk penyemprotan “glue” (atau komposisi partikel sejenis) ke dalam lumen dari arteri yang masuk ke dalam (feeding arteries) atau secara langsung ke dalam draining vein pada AVF dural. Proses ini dikenal dengan nama embolisasi.15 Prosedur embolisasi telah berkembang sebagai salah satu aspek neurointervensi modern. Terdapat sejumlah agen emboli yang digunakan dalam praktek klinis. Pilihan agen tergantung pada beberapa faktor: teritori vaskular yang akan ditangani, jenis kelainan yang akan ditangani, kemungkinan sampainya agen oklusif, tujuan prosedur, dan permanen tidaknya oklusi. Untuk malformasi vaskular, permanen tidaknya adalah hal yang paling signifikan. Dari berbagai literatur, dilaporkan bahwa embolisasi dengan alkohol polyvinyl, perekat jaringan (glue), fibered coils, dan sejenisnya jarang bersifat kuratif, tetapi dapat memberikan pemulihan sementara. Dengan munculnya penggunaan etanol, pengobatan jangka panjang telah didapatkan dan telah didokumentasikan oleh banyak penulis.15

Gambar 10. Endovaskular pada SVM

Dikutip dari : Eddleman CS, Jeong H, Cashen T, et al. Advanced noninvasive imaging of spinal vascular malformations.Neurosurg Focus 2009; 26 (1): E9

III.11. PROGNOSIS

Penatalaksanaan bertujuan untuk memperlambat perkembangan penyakit, dan prognosisnya bergantung pada durasi gejala sebelum terapi dan disabilitas sebelum terapi. Setelah oklusi komplit pada fistula, perkembangan penyakit dapat berhenti pada sebagian besar kasus; namun begitu dua pertiga pasien melaporkan regresi dari gejala motoriknya (termasuk gait dan kekuatan motorik) dan hanya sepertiga menunjukkan suatu perbaikan pada gangguan sensorik. Gangguan sfingter jarang bersifat reversible, dan nyeri dapat menetap. Pada kasus yang lama, pasien dapat mengalami perburukan walaupun oklusi komplit. Perburukan gejala setelah perbaikan

awal harus menimbulkan kecurigaan adanya rekanalisasi shunt atau suatu shunt

sekunder.13

IV. DISKUSI KASUS

Pada kasus ini dilaporkan seorang laki-laki berusia (D), 54 tahun, suku Batak, agama Kristen, alamat Perumnas Sopo Indah Bengkulu, datang ke RS H. Adam Malik Medan pada tanggal 29 November 2011 dengan keluhan utama lemah kedua tungkai. Hal ini dialami OS sejak lebih kurang 2 tahun sebelum masuk RS yang terjadi secara perlahan-lahan, diawali dengan kelemahan tungkai kanan dan diikuti dengan kelemahan tungkai kiri 4 bulan setelahnya sehingga OS berobat ke Bagian Neurologi RSCM Jakarta. Kelemahan kedua tungkai semakin lama semakin memberat sehingga OS tidak dapat berjalan dalam 4 bulan terakhir ini dan OS berobat ke Bagian Neurologi RSUP H.Adam Malik Medan. Nyeri punggung bawah dialami OS sejak 10 tahun yang lalu, menjalar hingga ke bokong dan tungkai, disertai rasa kebas pada kedua tungkai. OS juga mengeluhkan kelemahan kedua tungkai yang dirasakan OS jika berjalan sekitar 100 meter sehingga OS harus berhenti dan beristirahat. Gangguan BAK dan BAB dialami OS sejak 2 tahun yang lalu dimana OS merasa BAK dan BAB tertahan dan harus mengejan saat BAK dan BAB. Riwayat trauma (-), riwayat demam (-), riwayat penyakit kronis (-), riwayat hipertensi (+).

Dari pemeriksaan neurologis dijumpai paraparesis tipe UMN dengan hipestesi Th11-12 kebawah dan retensio urine et alvi. Pasien sebelumnya berobat ke RSCM Jakarta dan telah dilakukan MRI dengan hasil AVM intradural level L1-L3 dengan buldging diskus intervertebralis L3-4 tanpa penekanan radiks. Hasil MRI di RS Columbia Asia pada tanggal 4 Januari 2012 menunjukkan lesi serpiginous intradural setinggi T2 sampai dengan L2, suggestive malformasi vaskular. Disc buldging L2/3, L3/4, L4/5 + disc degenerasi L2/3, L3/4 + spondilosis lumbalis + penyempitan foramen intervertebralis L2/3, L3/4,L4/5 kanan/kiri dengan tanda sedikit penekanan radiksnya.

Pasien didiagnosis banding dengan SOL medula spinalis, namun disingkirkan karena pada MRI tidak dijumpai gambaran massa. Diagnosis banding myelitis disingkirkan karena pada pasien tidak dijumpai gejala demam dan pada pemeriksaan

MRI tidak dijumpai gambaran hiperintens pada T2W. Pasien diterapi suportif dan dikonsultasikan ke departemen bedah saraf untuk penatalaksanaan selanjutnya. Di departemen bedah saraf pasien didiagnosis banding dengan arakhnoiditis sehingga dilakukan tindakan lumbal punksi, namun hasil analisa likuor serebrospinal normal, sehingga diagnosis arakhnoiditis disingkirkan. Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan angiografi, namun akibat fungsi ginjal yang semakin memburuk, pasien pindah rawat alih ke departemen bedah urologi untuk penatalaksanaan nefrolitiasis.

V. PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pasien ini sudah benar?

2. Bagaimana penatalaksanaan terbaik untuk pasien ini?

VI. KESIMPULAN

1. Diagnosis malformasi vaskular medula spinalis ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan klinis, pemeriksaan neurologis serta pemeriksaan penunjang.

2. Penatalaksanaan dilakukan dengan tindakan suportif dan tindakan bedah.

VII. SARAN

Perlunya penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit dan prognosis penyakit serta pengobatan dan tindakan yang akan dilakukan.

Dalam dokumen Malformasi Vaskular Medula Spinalis (Halaman 36-42)

Dokumen terkait