• Tidak ada hasil yang ditemukan

Malformasi Vaskular Medula Spinalis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Malformasi Vaskular Medula Spinalis"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

MALFORMASI VASKULAR

MEDULA SPINALIS

FASIHAH IRFANI FITRI

NIP : 198307212008012007

DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

(2)
(3)

III.4. Anatomi vaskular medula spinalis 12 III.5. Klasifikasi 17 III.6. Patofisiologi 19 III.7. Gambaran Klinis 20 III.8. Prosedur Diagnostik 23 III.9. Diagnosis Banding 28 III.10. Penatalaksanaan 28 III.11. Prognosis 30

IV. DISKUSI KASUS 31

V. PERMASALAHAN 32

VI. KESIMPULAN 32

VII. SARAN 32

DAFTAR PUSTAKA 33

(4)

DAFTAR SINGKATAN

AVM : aretriovenous malformation

AVF : arteriovenous fistula

DAVF : dural arteriovenous fistula

DSA : digital substraction angiography

MRA : magnetic resonance angiography

MRI : magnetic resonance imaging

(5)

DAFTAR TABEL

(6)

DAFTAR GAMBAR

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

(8)

ABSTRAK

Pendahuluan : Malformasi vaskular medula spinalis merupakan sekelompok

kelainan pembuluh darah yang mengenai parenkim medula spinalis baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat menyebabkan defisit neurologis. Diagnosis yang akurat sangat penting karena lesi ini merupakan salah satu penyebab mielopati yang reversible.

Laporan Kasus : Seorang laki-laki berusia 54 tahun datang dengan keluhan lemah kedua tungkai sejak 2 tahun yang lalu secara perlahan-lahan dan semakin memberat dalam 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri punggung bawah dialami os sejak 10 tahun yang lalu disertai rasa kebas dan kelemahan pada tungkai jika os berjalan sehingga os harus berhenti. Gangguan BAK dan BAB dirasakan os sejak 2 tahun yang lalu. Pemeriksaan neurologis menunjukkan paraparesis tipe UMN dengan hipestesi setinggi Th11-12 ke bawah dan retensio urine et alvi. Pemeriksaan MRI dengan kontras menunjukkan lesi serpiginous intradural setinggi T2 sampai dengan L2, suggestive malformasi vaskular

Diskusi dan Kesimpulan : Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan

gambaran klinis serta gambaran radiologis. Pada pasien diberikan terapi suportif dan dikonsulkan ke bagian bedah saraf untuk penatalaksanan selanjutnya.

(9)

ABSTRACT

Introduction : Spinal vascular malformations represent a heterogenous group of blood

vessel disorders that affect the spinal cord parenchyma either directly or indirectly and may cause neurologic deficits. An accurate diagnosis is important because these lesions may represent a reversible cause of myelopathy.

Case Report : A 54-year-old man was admitted to the hospital with weakness of lower extremities since 2 years which was gradually progressive and worsened since the last 4 months. He had suffered from low back pain and numbness of lower

xtremities since 10 years before, along with bilateral leg fatigue with

moderateactivity. He ad also complained urinary and fecal retention since 2 years ago. Neurologic examination revealed paraparesis UMN type and hypesthesi Th 11-12 and urinary and fecal retention . The contrast MRI revealed intradural

serpiginous lesions from Th2 until L2, suggestuve of vascular malformation.

Discussion and Conclusion : The diagnosis was based on history, neurologicand MRI examinations. The patient was given supportive therapy and consulted to neurosurgery department.

(10)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Malformasi vaskular medula spinalis (spinal vascular malformations (SVMs)) merupakan sekelompok kelainan pembuluh darah yang mengenai medula spinalis, yang dapat menyebabkan manifestasi neurologis yang berat jika tidak didiagnosis dan diterapi dengan tepat.1,2 Hingga kini belum ada kesepakatan tentang istilah malformasi vaskular medula spinalis sehingga terdapat berbagai istilah untuk abnormalitas yang sama.3 Malformasi vaskular secara garis besar diklasifikasikan menjadi dural dan intradural. Dural arteriovenous malformations (AVMs) merupakan lesi vaskular spinal dimana nidus vaskular dari AV shunt melekat pada dura. Intradural AVMs merupakan lesi dimana nidus vaskular berlokasi dalam medula spinalis atau piamater. Intradural AVMs disuplai oleh arteri medularis dan dapat diklasifikasikan menjadi AVMs intramedularis (juvenile dan glomus) dan fistula

arteriovenous (AV).4

Abormalitas vaskular juga dapat diklasifikasikan menjadi malformasi ekstramedularis, yang terdapat pada permukaan medula spinalis dan malformasi intramedularis yang berada dalam medula spinalis itu sendiri.

3

Klasifikasi malformasi vaskular medula spinalis yang kini paling umum diterima terdiri dari empat tipe: tipe

I (spinal dural arteriovenous fistulas (DAVFs)); tipe II (intramedullary glomus

malformation); tipe III (extensive juvenile or metameric malformations); dan tipe IV

(perimedullary spinal cord arteriovenous fistulas).1,2,4,5,6

Malformasi ekstramedularis terjadi akibat adanya fistula antara arteri dan vena pada medula spinalis.

3

(11)

progresif dan gangguan sensorik pada tungkai. Nyeri punggung juga sering dijumpai, walaupun tidak berat. Neurogenic intermittent claudication, dimana gejala diakibatkan atau dicetuskan oleh berjalan, juga sering dijumpai. Jika tidak diterapi, gangguan gait yang signifikan akan dijumpai setelah beberapa tahun.3,4

Malformasi vaskular intramedularis biasanya simptomatik pada anak-anak dan dewasa muda. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kelemahan progresif dan kehilangan sensorik, namun sekitar sepertiga pasien menunjukkan gejala medula spinalis yang mendadak dan biasanya berat, akibat perdarahan atau infark medula spinalis. Gambaran MRI (magnetic resonance imaging) biasanya menunjukkan peningkatan sinyal dalam medula spinalis pada T2 weighted images. Walaupun begitu, gambaran ini tidak spesifik. Pemeriksaan MR angiografi dapat memberikan informasi tambahan; diagnosis pasti ditegakkan dengan angiografi spinal.

Terapi dengan endovaskular pada malformasi vaskular medula spinalis berbeda berdasarkan klasifikasi malformasi vaskular medula spinalis.

3,4

7,8

Malformasi vaskular spinal secara umum diterapi dengan obliterasi fistula dengan tindakan bedah atau teknik embolisasi. Sebagian besar pasien yang diterapi tetap menunjukkan perburukan neurologis, sedangkan sebagian lain menunjukkan perbaikan.3

I.2. Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini dibuat untuk melaporkan satu kasus malformasi vaskular medula spinalis dan membahas membahas aspek definisi, epidemiologi, klasifikasi, gambaran klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita malformasi vaskular medula spinalis.

I.3. Manfaat Penulisan

(12)

II. LAPORAN KASUS

II.1. Identitas Pribadi

Seorang Laki-laki (D), 54 tahun, suku Batak, agama Kristen, alamat Perumnas Sopo Indah Bengkulu, datang ke RS H. Adam Malik Medan pada tanggal 29 November 2011.

II.2. Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan Utama : Lemah kedua tungkai

Telaah : Hal ini dialami OS sejak lebih kurang 2 tahun sebelum masuk

RS yang terjadi secara perlahan-lahan, diawali dengan kelemahan tungkai kanan dan diikuti dengan kelemahan tungkai kiri 4 bulan setelahnya sehingga OS berobat ke Bagian Neurologi RSCM Jakarta. Kelemahan kedua tungkai semakin lama semakin memberat sehingga OS tidak dapat berjalan dalam 4 bulan terakhir ini dan OS berobat ke Bagian Neurologi RSUP H.Adam Malik Medan. Nyeri punggung bawah dialami OS sejak 10 tahun yang lalu, menjalar hingga ke bokong dan tungkai, disertai rasa kebas pada kedua tungkai. OS juga mengeluhkan kelemahan kedua tungkai yang dirasakan OS jika berjalan sekitar 100 meter sehingga OS harus berhenti dan beristirahat. Gangguan BAK dan BAB dialami OS sejak 2 tahun yang lalu dimana OS merasa BAK dan BAB tertahan dan harus mengejan saat BAK dan BAB. Riwayat trauma (-), riwayat demam (-), riwayat penyakit kronis (-), riwayat hipertensi (+). Riwayat Penyakit Terdahulu : nefrolithiasis, hipertensi

Riwayat Pemakaian Obat : captopril

II.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum :

Sensorium : Compos Mentis Tekanan Darah : 160/90 mmHg Nadi : 82 x/menit Pernafasan : 22 x/menit Temperatur : 37,3°C

(13)

Thoraks : Simetris fusiform

Jantung : Bunyi jantung normal,desah (-) Paru – paru : Pernafasan vesikuler, ronkhi (-)

Abdomen : Soepel, peristaltik normal

II.4. Pemeriksaan Neurologis

Sensorium : Compos Mentis Tanda perangsangan meningeal :

Kaku kuduk ( - ), Kernig sign (-),Brudzinski I/II ( - )

(14)

Kekuatan otot : ESD 55555 ESS 55555 Vegetatif : retensio urine et alvi

Vertebra : dalam batas normal Gejala Serebellar : tidak dijumpai Gejala ekstrapiramidal : tidak dijumpai Fungsi luhur : dalam batas normal

II.5. Hasil Pemeriksaan Penunjang

II.5.1. Hasil Pemeriksaan Penunjang dari RSCM Jakarta

1. Hasil Laboratorium tanggal 20 April 2010

Hb : 12,2 g/dL Ureum : 47 mg/dL

2. Foto polos vertebra torakal tanggal 13 Januari 2010 Spur minimal pada vertebra Th 7-9

3. Hasil USG Ginjal tanggal 19 Januari 2010

(15)

4. Hasil BNO tanggal 19 Januari 2010 Nefrolitiasis bilateral

5. Hasil USG Ginjal tanggal 15 April 2010

Hidronefrosis (grade IV) dengan nefrolitiasis multipel bilateral + sistitis 6. Hasil MRI tanggal 16 April 2010

Pemeriksaan MRI lumbosakral, potogan aksial T1,T2 dan sagital T1,T2, dilanjutkan dengan pemberian contras Gd-DTPA potongan aksial, koronal, dan sagital T1 dengan hasil sebagai berikut:

Alignment vertebra torakolumbal. Tidak tampak listhesis. Kelengkungan vertebra torakolumbal melurus. Struktur korpus vertebra, pdeikel, lamina, prosesus spinosus dan transversus masih intak. Tak tampak intensitas patologis pada tulang. Tampak spur formation di anterior corpus vertebra L1 s.d L5 dan posterior L5. Tampak degenerasi diskus intervertebralis L3-4 disertai penonjolan ringan diskus intervertebtalis L3-4 tanpa penekanan radiks. Sendi apophysis kanan-kiri dalam batas normal. Conus medullaris terlihat pada level L1. Tampak lesi serpiginous difus di anterior intradural canalis spinalis setinggi L1 sampai L3. Jaringan lunak paravertebra baik.

Kesimpulan :

Lesi serpiginous anterior intradural canalis spinalis setinggi L1 sampai

L3  suspek AVM intradural

• Bulging diskus intervertebralis L3-4 tanpa penekanan radiks 7. Hasil Konsul Bedah Saraf tanggal 19 April 2010

Pasien dengan paraparesis dan MRI curiga AVM intradural. Saat ini perlu penegakan diagnosis AVM karena akan berpengaruh terhadap tindakan dan prognosis. Saran : MRI/MRA 3 tesla

II.5.2. Hasil Pemeriksaan Penunjang dari RSUP H.Adam Malik Medan

1. Hasil Laboratorium tanggal 1 Desember 2011

(16)

PLT : 504.000/mm3 Kolesterol total : 222 mg/dL

2. Hasil pemeriksaan urine rutin tanggal 28 November 2011 Warna : kuning keruh Sedimen urine :

4. Hasil Foto Lumbosakral AP/Lateral tanggal 1 Desember 2011 :

Spondilosis lumbalis dengan suspek nefrolitiasis bilateral dan ureterolitiasis kanan

5. Hasil Konsul ke Bagian Nefrologi Penyakit Dalam tanggal 1 Desember 2011 Diagnosis : Batu Saluran Kemih + Hipertensi stage II + AKI std injury

Terapi : Diet ginjal 2100 kkal dengan 42 gram protein Noperten 1 X 10 mg

Hindari obat-obat nefrotoksik Anjuran : USG ginjal dan saluran kemih BNO

(17)

7. Hasil Konsul ke Bagian Bedah Saraf tanggal 9 Desember 2011

Pasien laki-laki usia 54 tahun dengan paraparese dan hipestesia dan inkontinensia urin et alvi. MRI lumbosakral : dijumpai canal stenosis pada level L1,L2,L3. Bagian ventral dengan bayangan hipointens pada T1W1

SOL Extradural pada level L1-L3 Acc alih rawat ke bagian bedah saraf

Hasil Pemeriksaan MRI di RS Columbia Asia tanggal 4 januari 2012

Dilakukan pemeriksaan MRI thoracolumbal spine potongan sagital T1W, T2W, dan potongan axial T1W, T2W tanpa pemberian kontras i.v dan potongan axial, sagital T1W dengan pemberian kontras gadolinium intravenous. Alignment

vertebra thoracolumbalis baik. Tampak osteophytes yang prominent pada vertebra lumbalis. Tidak tampak signal patologis pada marrow vertebra thoracolumbalis. Discus intervertebralis L2/3, L3/4 mempunyai signal yang berkurang. Discus intervertebralis L2/3, L3/4, L4/5 bulging ke arah spinal canal. Spinal cord kalibernya normal, tidak tampak signal patologis. Pedicles, lamina dan ligamentum flavum tampak normal. Foramen intervertebralis L2/3, L3/4, L4/5 menyempit. Tampak lesi serpiginous intradural setinggi T2 s.d L2.

Kesimpulan : lesi serpiginous intradural setinggi T2 sampai dengan L2,

suggestive malformasi vaskular. Disc buldging L2/3, L3/4, L4/5 + disc

degenerasi L2/3, L3/4 + spondilosis lumbalis + penyempitan foramen intervertebralis L2/3, L3/4, L4/5 kanan/kiri dengan tanda sedikit penekanan radiksnya.

II.6. Kesimpulan Pemeriksaan

(18)

Kelemahan kedua tungkai semakin lama semakin memberat sehingga OS tidak dapat berjalan dalam 4 bulan terakhir ini dan OS berobat ke Bagian Neurologi RSUP H.Adam Malik Medan. Nyeri punggung bawah dialami OS sejak 10 tahun yang lalu, menjalar hingga ke bokong dan tungkai, disertai rasa kebas pada kedua tungkai. OS juga mengeluhkan kelemahan kedua tungkai yang dirasakan OS jika berjalan sekitar 100 meter sehingga OS harus berhenti dan beristirahat. Gangguan BAK dan BAB dialami OS sejak 2 tahun yang lalu dimana OS merasa BAK dan BAB tertahan dan harus mengejan saat BAK dan BAB. Riwayat trauma (-), riwayat demam (-), riwayat penyakit kronis (-), riwayat hipertensi (+).

Pemeriksaan neurologis menunjukkan paraparesis tipe UMN dengan hipestesi Th11-12 kebawah dan retensio urine et alvi. Pasien sebelumnya berobat ke RSCM Jakarta dan telah dilakukan MRI dengan hasil AVM intradural level L1-L3 dengan buldging diskus intervertebralis L3-4 tanpa penekanan radiks. Hasil MRI di RS Columbia Asia pada tanggal 4 Januari 2012 menunjukkan lesi serpiginous intradural setinggi T2 sampai dengan L2, suggestive malformasi vaskular. Disc buldging L2/3, L3/4, L4/5 + disc degenerasi L2/3, L3/4 + spondilosis lumbalis + penyempitan foramen intervertebralis L2/3, L3/4,L4/5 kanan/kiri dengan tanda sedikit penekanan radiksnya.

II.7. Diagnosis

Diagnosis fungsional : Paraparesis tipe UMN + hipestesi Th11-12 kebawah + retensio urine et alvi

Diagnosis Anatomis : medula spinalis torakalis Diagnosis Etiologis : AVM medula spinalis

Diagnosis Banding : Paraparesis tipe UMN + hipestesi Th11-12 kebawah + retensio urine et alvi ec 1. AVM medula spinalis

2. SOL medula spinalis 3. Myelitis transversalis

(19)

II.7. Penatalaksanaan

- Captopril 25 mg 2 X 1 - Roboransia 3 X 1 - Fisioterapi

- Konsul Bedah Saraf

II.10. Prognosa

• Ad vitam : dubia ad bonam

• Ad functionam : dubia ad malam

• Ad sanationam : dubia ad malam

(20)

III.1. DEFINISI

Malformasi vaskular medula spinalis (arteri dan vena) merupakan sekelompok kelainan pembuluh darah yang mengenai parenkim medula spinalis baik secara langsung ataupun tidak langsung.1

III.2. EPIDEMIOLOGI

Frekuensi malformasi vasular pada medula spinalis tidak dapat ditentukan dengan pasti, karena malformasi ini dapat berkembang tanpa gejala klinis. Secara kolektif, malformasi dan neoplasma vaskular diperkirakan sekitar 5-10% dari seluruh ‘tumor’ primer pada spinal. Malformasi vaskular lebih sering dijumpai dibandingkan tumor vaskular.4 Insidensi pasti dari spinal DAVFs juga belum diketahui. Pada suatu sentra yang melayani populasi sejumlah 1.4 juta penduduk, insidensinya sekitar 1-3 kasus per tahun. Spinal DAVFs lima kali lipat dijumpai lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan usia rerata saat diagnosis adalah 55-60 tahun, dan lokasi yang paling sering adalah daerah torakolumbar.8 Spinal DAVFs merupakan

SVM yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar 60-80% dari seluruh kasus dan terutama mengenai lelaki dekade kelima dan ketujuh.5 Malformasi tipe II atau glomus

AVM merupakan lesi spinal AVM terbanyak kedua yang biasanya berlokasi di regio servikal atau torakal atas. Insidensi dari SVM jenis ini sama pada kedua jenis kelamin dan sering dijumpai pada dekade ketiga atau keempat.5

III.3. SEJARAH

Dari perspektif sejarah, terdapat tiga periode perkembangan konsep dan terapi

(21)

III.4. ANATOMI VASKULAR MEDULA SPINALIS

Untuk memahami malformasi arteri dan vena, diperlukan pengetahuan tentang pembuluh darah medula spinalis yang normal. Namun, distribusi dari pembuluh darah spinal ini cukup bervariasi dan tidak konsisten, pada tiap individu walaupun pembuluh darah yang besar cukup konsisten.1 Aorta memberikan kontribusi aliran darah melalui arteri segmental, yang, kemudian mensuplai arteri spinalis medularis dan arteri radikuler. Arteri radikuler memberikan sirkulasi ke nerve root dural sleeve. Arteri ini adalah arteri yang paling sering terlibat dalam AVF dengan hubungannya dengan vena spinalis medularis.

Medulla spinalis menerima darah arteri dari dua sistem yaitu longitudinal dan horizontal. Sistem longitudinal terdiri dari arteri spinalis anterior tunggal dan sepasang arteri spinalis posterior. Arteri spinalis anterior memasok dua pertiga anterior dari medula spinalis.

1

5,10-12

Arteri ini turun dari foramen magnum ke filum terminale dan terletak di garis tengah. Arteri ini disuplai sepanjang perjalannya oleh beberapa feeders. Arteri sentral, cabang dari arteri spinalis anterior, berjalan melalui sulkus median anterior, memasuki medula spinalis, dan menyediakan suplai darah ke

gray matter dan dan white matter sekitarnya. Sepertiga posterior dari

medula spinalis, yang meliputi kornu posterior dan kolumna dorsal, disuplai oleh sepasang arteri spinalis posterior. Arteri ini terletak pada permukaan dorsal medula spinalis, medial terhadap dorsal roots dan terhubung dengan cabang-cabang arteri pial yang berjalan sekitar medula spinalis untuk menyediakan darah ke kornu posterior dan white matter medula spinalis. Cabang intramedularis yang menembus medula spinalis berasal dari arteri spinalis anterior dan cabangnya, arteri sentral. Cabang arteri intramedularis ini merupakan end

arteries—arteri terminal yang tidak beranastomosis.

Medula spinalis mendapat suplai darah arteri dari suatu rangkaian anastomosis pada permukaannya.

5

10,11

(22)

arteries.Arteri ini bercabang secara segmental dari arteri spinal anterior dan berjalan secara transversal melalui fisura mediana, dan dari sini arteri ini memasuki parenkim. Struktur penting yang disuplainya adalah kornu anterior, traktus spinotalamikus, dan sebagan traktus piramidal (gambar 1). Arteri spinal posterolateral merupakan pembuluh darah longitudinal pada sisi dorsal medula spinalis, yang berjalan turun di sepanjang medula spinalis di antara radiks posterior dan kolumna lateralis pada kedua sisi. Seperti halnya arteri spinal anterior, arteri ini berasal dari gabungan dari arteri segmental; gabungan ini dapat tidak lengkap pada beberapa tempat.Arteri spinal posterolateral mensuplai kolumna posterios, radiks posterior, dan kornu dorsalis (gambar 1). Aksis longitudinal terhubungan oleh anastomosis radikular, yang mensuplai kolumna anterior dan lateral melalui cabang perforating.10

.

Gambar 1. Arterial network pada medula spinalis

Dikutip dari : Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology, 4th ed. New York. Thieme. 2005. p 489-492.

(23)

berasal dari cabang utama dari arteri vertebralis, ascending cervical, interkostalis, lumbalis, dan iliaka internal.5 Medula spinalis embrionik menerima suplai darahnya dari arteri segmental, sesuai dengan segmentasi spinal. (gambar 2) Seiring perkembangannya, sebagian dari arteri ini mengalami regresi, sehingga hanya beberapa arteri besar yang tetap ada untuk mensuplai medula spinalis yang hanya dapat diketahui dengan angiografi. Walaupun begitu, suplai darah ke medula spinalis relatif konstan berasal dari beberapa level segmental (gambar 3).

Gambar 2. Arteri segmentalpada medula spinalis

Dikutip dari : Mumenthaler M, Mattle m. Fundamentals of neurology an illustrated guide. New York. Thieme. 2006.

(24)

terbagi menjadi cabang anterior dan posterior, yang memasuki kanalis spinalis bersamaan dengan radiks anterior dan posterior.10 Arteri terbesar pada daerah ini adalah arteri Adamkiewycz, juga disebut arteri radikularis magna atau great radicular

artery. Arteri ini biasanya ditemukan di daerah torakolumbal, antara T9 dan L2 di sisi

kiri dan mensuplai darah arteri ke medula spinalis torakal distal dan konus medularis.

Berdasarkan anatominya, pasokan darah ke medula spinalis dapat dibagi menjadi 3 daerah anatomi. Daerah yang pertama adalah daerah cervicothoracic, yang menerima pembuluh darah segmental dari arteri vertebralis dan pembuluh darah besar pada leher (yaitu, aorta, arteri subklavia dan arteri karotis). Daerah yang kedua adalah daerah midthoracic, yang menerima sebagian besar suplai darah segmental dari aorta. Daerah yang ketiga adalah wilayah torakolumbalis, yang menerima pembuluh darah segmental dari aorta abdominal dan arteri iliaka.

5

1

Gambar 3. Kontribusi arteri segmental pada arterial network pada medula spinalis

Dikutip dari : Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology, 4th ed. New York. Thieme. 2005. p 489-492.

(25)

anterior median dan radial. Darah dari sepertiga anterior medula spinalis mengalir ke vena spinalis anterior median. Vena radial mengalirkan darah ke dalam pleksus koronal vena dan mendrainase bagian perifer medula spinalis. Sistem ekstrinsik mengangkut darah vena ke dalam vena medula yang berjalan pada akar saraf.5 Darah vena medula spinalis terdrainasi ke vena epimedularis yang membentuk venous

network di ruang subarakhnoid, yang disebut pleksus venosus spinalis internal atau

epimedullary venous network. Pembuluh darah ini berkomunikasi melalui vena

radikular dengan pleksus venosus epidural (external venous plexus, anterior and

posterior external vertebral venous plexus). Darah vena kemudian terdrainase dari

epidural venous plexus ke vena-vena besar pada tubuh. Drainase vena medula spinalis

terlihat pada gambar 4. Kemampuan vena radikular untuk mendrainase darah dari vena epimedularis dapat melebihi kapasitas jika ada AVM, bahkan saat volume shunt

relatif rendah sehingga terjadi peningkatan tekanan vena. 10

Gambar 4. Sistem Drainase Vena Medula Spinalis

Dikutip dari : Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology, 4th ed. New York. Thieme. 2005. p 489-492.

(26)

Terdapat beberapa klasifikasi malformasi vaskular medula spinalis.1,2,3,4 Dengan menggunakan arteriografi pada tahun 1977, Kendall dan Logue mengklasifikasikan SVMs menjadi dua jenis utama, dural dan intradural. Dural AVMs

adalah fistula arteriovenous (disebut juga dural AVFs) dan didefiniskan sebagai lesi vaskular spinal dimana nidus vaskular dari AV shunt melekat pada dura, biasanya di proximal nerve root sleeve. Intradural AVMs didefinisikan sebagai lesi di mana nidus vaskular terletak di dalam medula spinalis atau pia mater. Intradural AVMs disuplai oleh arteri medularis, dan selanjutnya diklasifikasikan sebagai AVMs intramedularis (tipe juvenile dan glomus) dan direct AV fistulas.4 Klasifikasi malformasi vaskular medula spinalis yang kini diterima secara umum terdiri dari empat kategori : 1,2,4,5 Tipe I termasuk tipe dural dan tipe II-IV termasuk intradural. Perbandingan keduanya terlihat pada tabel 1. 4

Tabel 1. Perbandingan karakteristik SAVM tipe dural dan intradural.

Dikutip dari : Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. Diseases of the spine and spinal cord. Oxford University Press. 2000.p. 217-225

(27)

radiks saraf spinal.1 Feeding artery biasanya merupakan cabang dari suatu arteri interkostalis atau lumbal. Cabangnya memasuki dura pada daerah root sleeve yang menciptakan suatu fistula di dalam atau di bawah dura dan aliran ke dalam vena medularis pada permukaan dorsal medula spinalis.4 Pada tipe ini dijumpai fistula intradural-ekstramedularis. Fistula ini berdrainase ke sistem vertebral venous

outflow.5 Dural AVF paling sering dijumpai pada regio torakolumbal. 1,4 Pasien

dengan malformasi tipe 1 menjadi simptomatik karena AVF menyebabkan kongesti dan hipertensi vena, yang menyebabkan hipoperfusi, hipoksia dan edema medula spinalis.1 Gejala timbul akibat peningkatan tekanan vena, yang menyebabkan stasis vena dalam medula spinalis. Perubahan ini menyebabkan peningkatan tekanan intramedularis dan kongesti. Edema medula spinalis dan penurunan perfusi berkembang menjadi iskemik dan, akhirnya, terjadi kerusakan medula spinalis yang

irreversible.

Tipe II : disebut sebagai glomus AVM.

5

1,4

Malformasi ini terdiri dari tightly

compacted sekelompok pembuluh arteri dan vena (nidus) di dalam segmen medula

(28)

Tipe III : Malformasi ini merupakan abnormalitas arteriovenous pada parenkim medula spinalis yang disuplai oleh beberapa pembuluh darah.. Malformasi ini dapat berlokasi baik di intramedularis atau ekstramedularis, dan biasanya dijumpai pada pasien dewasa muda dan anak-anak.1 Malformasi ini disebut juga dengan

extensive juvenile atau metameric malformations. 1,4 Lesi ini merupakan lesi yang

kongenital yang high-flow, high-pressure, dan cukup jarang dijumpai. Lesi ini biasanya berukuran cukup besar, dan mungkin disuplai oleh arteri dari beberapa level spinal yang berbeda.4 Lesi ini dapat meluas ke parenkim spinal atau ke ruang esktramedularis atau bahkan ke lokasi ekstraspinal. Lesi ini sangat sulit untuk diobati karena keterlibatan ekstraspinal, kolumna spinalis dan medula spinalis.

Tipe IV : disebut juga pial AVFs atau AVFs medula spinalis perimedularis. Malformasi ini merupakan AVFs intradural ekstramedularis pada permukaan medula spinalis yang disebbakan oleh adanya komuniasi langsung antara arteri spinal dan vena spinal tanpa suatu interposed vascular network. Tipe ini biasanya dijumpai pada pasien dekade ketiga dan keenam kehidupan.

4

1

Malformasi vaskular tipe IV ini merupakan fistula AV yang intradural, ekstramedularis, atau perimedularis. Sebagian besar terletak di anterior medula spinalis dan disuplai oleh arteri spinal anterior.4,5 Pasien biasanya muncul dengan defisit neurologis progresif akibat hipertensi vena.4

III.6. PATOFISIOLOGI

(29)

vena intradural dan terjadi aliran terbalik di sistem vena intradural. Oleh karena itu, pleksus vena koronal dan vena radial intraparenkim pada medula spinalis mengalami pembesaran, menyebabkan hipertensi vena dalam medula spinalis.4Tangle pembuluh darah yang abnormal terbentuk pada permukaan medula spinalis ini menjadi suatu

venous outflow system, yang sebelumnya dianggap suatu AVM intradural.

Sebenarnya, pembuluh darah ini merupakan suatu arterialized coronal venous

plexus, yang menerima darah dari komunikasi fistulous antara arteri dural dan

vena medularis.4 Spinal AVFs, suatu lesi yang didapat, merupakan hubungan abnormal antara arteri radikularis spinalis dan vena medularis medula spinalis. Fistula ini menciptakan suatu malformasi dengan aliran lambat yang biiasanya berkembang selama beberapa bulan hingga tahun. Aliran arteri dengan tekanan tinggi dari arteri radikular akan menyebabkan dilatasi sistem vena perimedularis, menyebabkan stasis vena dan hipertensi. Hipertensi vena menyebabkan penurunan gradien arteriovenous. Hasil akhirnya adalah obstruksi outflow vena, hipoperfusi dan hipoksia medula spinalis.

Lesi spinal intradural AVMs/AVFs merupakan suatu lesi kongenital yang terdiri dari sistem vaskular yang abnormal. Lesi ini terdiri dari pembuluh darah arteri dan memiliki pembuluh darah vena yang berdinding tipis. Perdarahan terjadi saat sistem arteri dengan aliran tinggi melebihi kapasitas pembuluh vena yang abnormal.

1

1

Penjelasan tentang disfungsi neurologis pada spinal AVMs meliputi hipertensi vena,

arterial steal, perdarahan,trombosis vena dan, efek penekanan dari dilatasi varises

dan aneurisma.4 Presentasi klinis dan patogenesis manifestasi neurologis sebagian besar ditentukan oleh jenis AVM. Pada kasus DAVFs, sistem vena yang valveless

memungkinkan tekanan vena yang tinggi dari fistula AV ditransmisikan ke vena spinal, mielopati kongestif. 4

III.7. GAMBARAN KLINIS

(30)

motorik, kehilangan sensori, dan gangguan sfingter (tabel 2). Nyeri dapat lokal atau radikuler. Seperti yang terlihat pada tabel 2, paresis adalah gejala yang paling umum pada pasien dengan AVMs dural, sedangkan perdarahan, yang sering pada intradural

AVMs, tidak dijumpai pada fistula dural. Profil temporal dan presentasi klinis malformasi vaskular bervariasi dari secara luas dan tergantung pada jenis AVM. 4

Tabel 2. Gejala awal dan gejala saat diagnosis SAVM

Dikutip dari : Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. Diseases of the spine and spinal cord. Oxford University Press. 2000.p. 217-225

(31)

mungkin menyerupai profil temporal suatu neoplasma spinal.4 Presentasi yang paling umum dari AVM tipe I adalah mielopati yang berkembang perlahan. Selama beberapa bulan atau tahun, pasien mengalami defisit motorik yang semakin memberat dan gangguan sensorik. Selanjutnya gangguan dalam berkemih mungkin juga terjadi. Mielopati terjadi sekunder akibat peningkatan tekanan vena yang berkelanjutan, yang menghasilkan kongesti vena dan iskemia medula spinalis.5

Pasien dengan malformasi tipe II-IV biasanya berusia kurang dari 30 tahun dan muncul dengan perdarahan subarakhnoid atau intraparenkim, vascular steal

phenomenon,atau yang lebih jarang, efek massa pada medula spinalis. Pasien dengan

maformasi intradural spinal biasanya muncuk dengan perdarahan subarakhnoid atau intraparenkim akut.1 Pada perdarahan intraparenkim, pasien menunjukkan perburukan neurologis yang tiba-tiba, nyeri yang tiba-tiba, dan disfungsi neurologis. Lebih jarang, pasien muncul dengan gejala akibat vascular steal phenomenon, di mana oksigen darah arteri yang terpintas melalui AVM menyebabkan parenkim normal di sekitarnya menjadi hipoperfusi. Terakhir, pasien dengan lesi intradural dapat muncul dengan gejala akibat efek massa yang disebabkan oleh pertumbuhan AVM. Pembesaran malformasi pembuluh darah menekan jaringan saraf di sekitarnya dan menimbulkan defisit neurologis.1 Malformasi vaskular intradural spinal ini (tipe II-IV) berkembang selama masa embriogenesis dan, karenanya, dapat dijumpai pada setiap tingkat medula spinalis. Oleh karena itu, pasien dengan AVMs intradural dapat muncul dengan kelemahan ekstremitas atas ataupun bawah,sedangkan pasien dengan dural

AVFs biasanya hanya menunjukkan kelemahan ekstremitas bawah.

Malformasi vaskular tipe II dan III merupakan lesi high-flow, yang seperti halnya AVMs serebral, menunjukkan risiko signifikan untuk terjadinya perdarahan intramedularis atau subarakhoid. Lebih lanjut lagi, lesi tipe II dan tipe III terjadi lebih merata di sepanjang aksis spinal dan terdistribusi lebih merata pada kedua jenis kelamin. Oleh karena itu, pasien dengan tipe II atau III AVM lebih sering dijumpai pada usia muda dengan onset akut disfungsi neurologis di mana saja di sepanjang sumbu spinal. Presentasi klinis lesi tipe IV lesi tergantung pada ukuran lesi dan kecepatan aliran. Pasien dapat muncul dengan manifestasi progresif lambat atau mendadak. Kedua ekstremitas atas dan bawah dapat terkena, dan distribusi yang

(32)

relatif merata pada kedua jenis kelamindan biasanya dijumpai antara dekade ketiga dan keenam.4,5

III.8. PROSEDUR DIAGNOSTIK

Prosedur dagnostik meliputi temuan MRI, dibantu dengan MR angiografi (MRA) dan dikonfirmasi dengan DSA (digital substraction angiography).

III.8.1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibandingkan dengan CT Scan. Pada T1WI, medula spinalis tampak hipointens. Temuan MRI ynag paling sensitif namun tidak spesifik adalah peningkatan sinyal medula spinalis pada T2WI. Walaupun begitu, temuan ini juga dapat dijumpai pada keadaan infeksi, penyakit demielinasi, vaskulitis dan neoplasma. Peningkatan sinyal ini akan menghilang setelah embolisasi atau reseksi fistula. Pleksus venosus koronal juga dapat tampak enhance. Pada permukaan medula spinalis dapat juga dijumpai multiple flow voids, yang berhubungan dengan vena pial yang berdilatasi, dan dapat dijumpai pada separuh kasus.Temuan lain yang sering dijumpai adalah efek massa atau edema medula spinalis, yang biasanya tampak pada beberapa level medula spinalis dan dapat menimbulkan kecurigaan adaya tumor medula spinalis. Dengan pemberian kontras, akan terlihat multiple serpentine veins

pada permukaan medula spinalis dengan patchy enhancement dalam medula spinalis. Tidak ada satupun temuan ini yang patognomonis untuk AVM. Kombinasi dari beberapa temuan ini dapat menguatkan dugaan adanya AVM, dimana pemeriksaan angiografi harus dilakukan, yang memungkinkan untuk melihat pleksus venosus koronal. Temuan yang mendukung adanya venous hypertensive myelopathy adalah hipointensitas medula spinalis perifer pada T2W1. Temuan ini, mungkin disebabkan oleh aliran darah yang lambat yang mengandung deoksihemoglobin dalam sistem kapiler yang terdistensi.

Pada pemeriksaam T2W,edema medula spinalis hiperintens pada beberapa segmen yang sering disertai dengan batas yang hipointens, yang tampaknya menggambarkan darah yang deoksigenasi dalam pembuluh darah kapiler yang terdilatasi yang mengelilingi edema kongestif (gambar 5). Pembuluh darah

(33)

perimedularis terdilatasi dan melingkar dan dapat terlihat pada T2W sebagai gambaran flow void, yang seringkali lebih nyata pada permukaan dorsal,namun jika volume shunt kecil, hanya akan terlihat setelah pemberian kontras (gambar 5). Pada T1W, medula spinalis yang edema, tampak sedikit hipointens dan membesar. Setelah pemberian kontras, enhancement difus akan terlihat dalam medula spinalis sebagai suatu tandan kongesti vena yang kronik. (gambar 6).

Gambar 5. Temuan MRI pada DAVF

(34)

Gambar 6. Dilatasi vena perimedularis pada MRI

Dikutip dari : Krings T, Geibprasert S. Spinal dural arteriovenous fistulas. Am J Neuroradiol 2009 ; 30: 639-48.

Pemeriksaan MRA dengan kontras diperlukan untuk mengetahui lokasi lesi. (gambar 7). Teknik MRA dengan kontras dapat menunjukkan early venous filling, sehingga mengkonfirmasi adanya shunt dan pada sebagian besar kasus dapat menunjukkan level shunt.

III.8.2. Magnetic Resonance Angiography (MRA)

13

Gambar 7. MR Angiografi pada SAVM

Dikutip dari : Krings T, Geibprasert S. Spinal dural arteriovenous fistulas. Am J Neuroradiol 2009 ; 30: 639-48.

(35)

Dengan angiografi selektif, stasis materi kontras pada arteri radikulomedularis, terutama arteri spinalis anterior dapat terlihat. Adanya delayed

venous return setelah injeksi pada arteri spinalis anterior mengindikasikan adanya

kongesti vena dan perlunya mencari shunting lesion, sedangkan pada sebagian besar kasus, venous return yang normal dapat menyingkirkan kemungkinan DAVFs

(gambar 8). Setelah pemberian kontras ke arteri segmental yang mensuplai AVF,

early venous filling dan uptake zat kontras yang retrograde dari vena

radikulomedularis dapat terlihat. Sering juga terlihat gambaran rangkaian vena perimedularis yang terdilatasi yang cukup ekstensif. 13 Angiografi spinal dapat bermanfaat dalam (1) konfirmasi diagnosis, (2) identifikasi anatomi vaskular dari lesi, dan (3) kalsifikasi AVM. Informasi ini penting dalam perencanaan terapi dalam memilih antara tindakan bedah dan endovaskular. 4

Gambar 8. Delayed venous return pada SAVM

Dikutip dari : Krings T, Geibprasert S. Spinal dural arteriovenous fistulas. Am J Neuroradiol 2009 ; 30: 639-48.

(36)

yang baik. Namun, angiografi spinal 2D DS juga memiliki risiko. Kateterisasi arteri yang memasok suatu SVMs sering memakan waktu, membutuhkan beberapa kateterisasi, melibatkan waktu paparan radiasi yang panjang, dan menggunakan zat kontras yang berpotensi nefrotoksik dengan volume besar nefrotoksik. Lebih jauh lagi, kateterisasi arteri segmental dapat menyebabkan infark medula spinalis akibat embolisasi atau oklusi. Oleh karena itu, kemajuan dalam modalitas pencitraan non-invasif (MR dan CT angiografi) telah meningkat selama beberapa dekade terakhir dan telah meningkatkan kemampuan untuk mendiagnosis anomali vaskular spinal secara akurat. Selain itu, teknik pencitraan intraoperatif teknik telah dikembangkan untuk membantu penilaian intraoperatif sebelum, selama, dan setelah reseksi lesi ini dengan penggunaan angiografi DS spinal yang minimal danatau optimal.2

Gambar 9. MRA dan DSA pada SVM

Dikutip dari : Eddleman CS, Jeong H, Cashen T, et al. Advanced noninvasive imaging of spinal vascular malformations.Neurosurg Focus 2009; 26 (1): E9

(37)

Diagnosis banding pada SVM cukup luas, mengingat gejala dan tanda nya yang tidak spesifik, mencakup polineuropati, tumor dan penyakit diskus degeneratif, sehingga tidak mengejutkan jika pasien dengan SVM sering terlebih dahulu berobat ke ahli ortopedi atau urologi (karena keluhan retensio urin). Dari sudut pandang imejing, temuan MRI adanya edema medula spinalis bersama dengan pembuluh darah perimedularis yang berdilatasi tanpa adanya nidus intramedularis merupakan temuan tipikal untuk DAVFs spinal, dan diagnosis banding lainnya dalah jenis SVM lainnya, glioma, lesi inflamasi atau iskemik spinalis.13

III.10. PENATALAKSANAAN

Pemilihan tindakan bedah bergantung pada lokalisasi, struktur jaringan vaskular dan karakteristik hemodinamik pada AVM. Lokasi lenghtwise (berdasarkan level vertebra) dan aksial (hubungan anatomis dengan medula spinalis, yaitu intramedularis, perimedularis, dural, epidural) merupakan karakteristik malformasi vaskular yang paling penting. Tipe pembuluh darah yang mensuplai dan yang mendrainase akan bergantung pada lokalisasi tersebut karena suplai darah ke suatu malformasi akan selalu disediakan oleh pembuluh darah di sekitarnya. Karakteristik terpenting kedua adalah tipe struktural malformasi (AVF atau AVM).6 Untuk AVM

spinal intramedularis, dapat dilakukan tindakan endovaskular maupun intervensi mikrosurgikal. Lesi AVM intramedularis dengan aliran yang rendah dan sedang dapat diterapi dengan mikrosurgikal, sedangkan AVM dengan aliran yang nyata harus diembolisasi terlebih dahulu dan kemudian direseksi secara mikrosurgikal.

Lesi AVF perimedularis dapat diterapi dengan bedah mikro atau embolisasi atau kombinasi keduanya. Dengan tindakan embolisasi terdapat kemungkinan rekurensi yang lebih besar dan frekuensi komplikasi yang tinggi, sedangkan jika menggunakan teknik bedah mikro, frekuensi komplikasi lebih rendah dan efikasi intervensi lebih tinggi. Pada AVM dan AVF dural, teknik bedah mikro ataupun intervensi endovaskular dapat dilakukan. Tindakan endovaskular relatif lebih mudah dan kurang memiliki komplikasi. Namun begitu,walaupun pemeriksaan angiografi

follow up menunjukkan bahwa intervensi endovaskular dapat dilakukan dengan

(38)

sukses, rekurensi dapat dijumpai pada beberapa kasus. Hal ini mungkin disebabkan oleh aliran darah kolateral yang baik pada duramater.

Pada saat ini, ada 2 cara utama untuk pengobatan AVF dural yaitu melalui tindakan pembedahan dan endovaskular. Pada tindakan bedah, tujuan pembedahan adalah secara fisik memutuskan hubungan fistula dalam dura dengan perhatian khusu menghilangkan draining vein.

6,7

16

Literatur mengenai tindakan endovaskular pada AVM

medula spinalis belum cukup banyak dan sebagian besar terdiri dari laporan kasus dan seri kasus kecil. Tujuan penatalaksanaan pada DAVFs adalah untuk menutup zona shunting ( yaitu bagian paling distal dari arteri bersama dengan bagian proksimal dari draining vein, gambar 10). Oklusi arterial proksimal akan menyebabkan perbaikan gejala sementara; namun begitu, karena adanya kolateral yang baik pada dura, fistula ini rentan untuk kembali terbentuk dalam beberapa bulan.

Terdapat dua pilihan pada penatalaksanaan DAVFs: oklusi bedah dari vena intradural yang menerima darah dari zona shunt, suatu intervensi yang relatif aman dan sederhana; atau terapi endovaskular menggunakan agen embolik pada arteri radikulomeningeal.

13

15,16

(39)

Gambar 10. Endovaskular pada SVM

Dikutip dari : Eddleman CS, Jeong H, Cashen T, et al. Advanced noninvasive imaging of spinal vascular malformations.Neurosurg Focus 2009; 26 (1): E9

III.11. PROGNOSIS

(40)

awal harus menimbulkan kecurigaan adanya rekanalisasi shunt atau suatu shunt

sekunder.13

IV. DISKUSI KASUS

Pada kasus ini dilaporkan seorang laki-laki berusia (D), 54 tahun, suku Batak, agama Kristen, alamat Perumnas Sopo Indah Bengkulu, datang ke RS H. Adam Malik Medan pada tanggal 29 November 2011 dengan keluhan utama lemah kedua tungkai. Hal ini dialami OS sejak lebih kurang 2 tahun sebelum masuk RS yang terjadi secara perlahan-lahan, diawali dengan kelemahan tungkai kanan dan diikuti dengan kelemahan tungkai kiri 4 bulan setelahnya sehingga OS berobat ke Bagian Neurologi RSCM Jakarta. Kelemahan kedua tungkai semakin lama semakin memberat sehingga OS tidak dapat berjalan dalam 4 bulan terakhir ini dan OS berobat ke Bagian Neurologi RSUP H.Adam Malik Medan. Nyeri punggung bawah dialami OS sejak 10 tahun yang lalu, menjalar hingga ke bokong dan tungkai, disertai rasa kebas pada kedua tungkai. OS juga mengeluhkan kelemahan kedua tungkai yang dirasakan OS jika berjalan sekitar 100 meter sehingga OS harus berhenti dan beristirahat. Gangguan BAK dan BAB dialami OS sejak 2 tahun yang lalu dimana OS merasa BAK dan BAB tertahan dan harus mengejan saat BAK dan BAB. Riwayat trauma (-), riwayat demam (-), riwayat penyakit kronis (-), riwayat hipertensi (+).

Dari pemeriksaan neurologis dijumpai paraparesis tipe UMN dengan hipestesi Th11-12 kebawah dan retensio urine et alvi. Pasien sebelumnya berobat ke RSCM Jakarta dan telah dilakukan MRI dengan hasil AVM intradural level L1-L3 dengan buldging diskus intervertebralis L3-4 tanpa penekanan radiks. Hasil MRI di RS Columbia Asia pada tanggal 4 Januari 2012 menunjukkan lesi serpiginous intradural setinggi T2 sampai dengan L2, suggestive malformasi vaskular. Disc buldging L2/3, L3/4, L4/5 + disc degenerasi L2/3, L3/4 + spondilosis lumbalis + penyempitan foramen intervertebralis L2/3, L3/4,L4/5 kanan/kiri dengan tanda sedikit penekanan radiksnya.

(41)

MRI tidak dijumpai gambaran hiperintens pada T2W. Pasien diterapi suportif dan dikonsultasikan ke departemen bedah saraf untuk penatalaksanaan selanjutnya. Di departemen bedah saraf pasien didiagnosis banding dengan arakhnoiditis sehingga dilakukan tindakan lumbal punksi, namun hasil analisa likuor serebrospinal normal, sehingga diagnosis arakhnoiditis disingkirkan. Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan angiografi, namun akibat fungsi ginjal yang semakin memburuk, pasien pindah rawat alih ke departemen bedah urologi untuk penatalaksanaan nefrolitiasis.

V. PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pasien ini sudah benar?

2. Bagaimana penatalaksanaan terbaik untuk pasien ini?

VI. KESIMPULAN

1. Diagnosis malformasi vaskular medula spinalis ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan klinis, pemeriksaan neurologis serta pemeriksaan penunjang.

2. Penatalaksanaan dilakukan dengan tindakan suportif dan tindakan bedah.

VII. SARAN

(42)

DAFTAR PUSTAKA

1. Harrop JS, Wyler AR. Vascular malformations of the spinal cord. Available from

2. Eddleman CS, Jeong H, Cashen T, et al. Advanced noninvasive imaging of spinal vascular malformations.Neurosurg Focus 2009; 26 (1): E9

3. Woolsey RM, martin DS. Chronic nontraumatic myelopathies. In: Wen LV, ed. Spinal cord medicine principles and practice. New York. Demos medical publishing. 2003. p. 419-428.

4. Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. Diseases of the spine and spinal cord. Oxford University Press. 2000.p. 217-225

5. Fast A, Goldsher D. Navigating the adult spine. Bridging clinical practice and neurology. New York.Demos Medical Publishing. 2007.p 125-133.

6. Zozulya YP, Slinko EI, Qashqish II. Spinal arteriovenous malformations: new classification and surgical treatment. Neurosurg Focus 2006; 20 (5): E7

7. Medel R, Crowley RW, Dumont AS. Endovascular management of spinal vascular malformations: history and literature review. Neurosurg Focus 2009; 26 (1): E7

8. Jose Diaz R, Wong JH. Spinal dural arteriovenous fistula: a treatable cause of myelopathy. CMAJ 2008 ; 178 (10) : 1286-1288.

9. Black P. Spinal vascular malformations: an historical perspective. Neurosurg Focus 2006; 21 (6): E11.

10.Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology, 4th ed. New York. Thieme. 2005. p 489-492.

11.Mumenthaler M, Mattle m. Fundamentals of neurology an illustrated guide. New York. Thieme. 2006.

12.Goshgarian HG. Anatomy and function of the spinal cord. In: Wen LV, ed. Spinal cord medicine principles and practice. New York. Demos medical publishing. 2003. p. 419-428.

(43)

14.Mascalchi M, Ferrito G, Quilici N, et al. Spinal vascular malformations: MR angiography after treatment. Radiology 2001; 219: 346-353.

15.Swatan H, Pantoro S, Yuwono E, Usman FS. Fistula dura arterivena (FDAV). Neurona 2008 ; 26 (1): 4-8.

(44)

Lampiran 1

(45)

Lampiran 2

Gambar

Gambar 1. Arterial network pada medula spinalis
Gambar 4. Sistem Drainase Vena Medula Spinalis
Tabel 1. Perbandingan karakteristik SAVM tipe dural dan intradural.
Tabel 2. Gejala awal dan gejala saat diagnosis SAVM
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang

Tuntutan alam sekitar yang berhubungan erat dengan terapi medik dan religius yang menuntut suasana sejuk, tenang, lingkungan yang tidak bising, serta unsur alam yang tertata akan

Nilai realisasi (dari penerimaan kas berhubungan dengan account Nilai realisasi (dari penerimaan kas berhubungan dengan account ang lebih tua). ang lebih

Ruam Popok adalah peradangan di daerah yang tertutup popok, seperti sekitar alat kelamin, pantat, dan pangkal paha bagian dalam. Ruam popok sering dialami oleh bayi

Contoh kondisi yang membahayakan kepentingan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta antara lai n kondisi keuangan perusahaan memburuk secara drastis, pemegang saham tidak

keputusan bagi manajemen rumah sakit.. Pengumpulan data Pengolahan data Analisis data Penyajian Data Informasi..  Dengan Komputer terintegrasi berdiri sendiri  Manual

(1) Beban studi program magister reguler bagi mahasiswa yang telah berpendidikan sarjana atau yang sederajat sekurang-kurangnya 36 (tiga puluh enam) sks dan sebanyak-banyaknya 50

konvensional dilakukan oleh teknisi yang terampil menggunakan instrumen meratakan seperti roh atau tingkat elektronik Sulit untuk memantau tingkat alat mesin karena alat