• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnosis Banding 1. Gangguan metabolik

Dalam dokumen Epilepsi pada Anak (Halaman 21-38)

a. Hipoglikemia

Kadar gula plasma < 45 mg/dl pada bayi atau anak-anak dengan atau tanpa gejala.

Kadar gula plasma < 35 mg/dl pada neonatus aterm < 72 jam Kadar gula plasma < 25 mg/dl pada neonatus preterm dan KMK

Ketika kadar glukosa dalam darah rendah, sel-sel dalam tubuh terutama otak, tidak menerima cukup glukosa dan akibatnya tidak dapat menghasilkan cukup energi untuk metabolisme dan dapat menimbulkan kejang yang dapat berakibat pada rusaknya sel-sel otak serta saraf dan sel-sel otak serta saraf yang rusak dapat menyebabkan cerebral palsy, retardasi mental, dll.18

Penyebab hipoglikemia pada anak :

o Peningkatan pemakaian glukosa / hiperinsulin yaitu pada neonatus dari ibu penderita diabetes, besar masa kehamilan (BMK), neonatus yang menderita eritroblastosis fetalis,dll18

o Penurunan produksi/simpanan glukosa seperti pada bayi prematur, IUGR, Asupan kalori yang tidak adekuat, penundaan pemberian asupan(susu/minum), dll.18

o Peningkatan pemakaian glukosa dan atau penurunan produksi glukosa seperti pada stress perinatal, sepsis, syok, asfiksia, hipotermi, pasca resusitasi, dll.18

b. Hiponatremia

- Kadar natrium serum < 120 mEq/L sering bergejala kejang, syok dan lethargi.8

- Hiponatremia dapat mengakibatkan penurunan kesadaran hingga koma, dan penderita juga dapat mengalami kejang, hemiparesis, ataksia, tremor, afasia dan gejala gangguan jaras kortikospinalis. Apajika disertai kejang, harus segera dilakukan koreksi natrium karena penderita mempunyai mortalitas yang tinggi.19

c. Hipomagnesemia

- Hypomagnesemia didefinisikan sebagai konsentrasi magnesium plasma <1,6 mEq/L (<1,9 mg/dl). Magnesium direkomendasikan sebagai anti konvulsan pada preeklampsia dan eklampsia. Penghambatan N-metil- D aspartat (NMDA) reseptor glutamat dan meningkatnya produksi prostaglandin vasodilator dalam otak dapat menganggu mekanisme antikonvulsan dari magnesium. Selain itu, magnesium juga berfungsi untuk menstabilkan membran saraf.8

- Gelaja biasanya muncul apajika kadar magnesium dalam tubuh < 1,2 mEq/L, dan untuk kejang yang timbul biasanya tonik klonik umum. Selain kejang gejala lain yang dapat timbul adalah iritabilitas neuromuscular, hipereksitabilitas SSP dan aritmia jantung.8

d. Defisiensi vitamin B6

- Fungsi sistem saraf cukup tergantung pada piridoksin, defisiensi piridoksin dapat menyebabkan kejang-kejang dan neuropati perifer. Piridoksin berperan serta dalam transport aktif asam amino melewati membran sel, chelates metal dan berperan serta dalam sintesis asam arakhidonat dari asam linoleat. Piridoksin tersedia dalam asi, susu sapi dan dalam tepung, tetapi proses pemanasan yang lama pada susu sapi dan tepung dapat menghancurkan piridoksin.8

- Piridoksal fosfat merupakan koenzim untuk dekarboksilase glutamat dan asam Y-aminobutirat transaminase yang masing-masingnya berfungsi untuk metabolisme otak normal8

- Bayi yang minum susu formula yang kurang vitamin B6 selama 1-6 bulan menunjukkan iritabilitas dan kejang menyeluruh8

- Selain dari defisiensi vitamin B6, ketergantungan atau berlebihannya vitamin B6 juga dapat menyebabkan kejang-kejang yang bersifat mioklonik khas dengan gambaran hipsaritmik pada elektroensefalogram. Ini terjadi biasanya pada bayi-bayi yang mendapat dosis besar piridoksin selama kehamilan ibunya. Oleh karena itu diet seimbang vitamin B6 sangatlah diperlukan.8

e. Gangguan metabolik bawaan

Defek metabolisme tubuh yang disebabkan oleh mutasi pada gen yang mengkode protein spesifik sehingga terjadi perubahan struktur protein atau jumlah protein yang disintesis yang dapat menimbulkan berbagai sindrom, antara lain sindrom neurologis berupa disfungsi neurologis yaitu kejang.8

2. Kejang Demam

 Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.20  Terjadi pada 2%-4% anak berumur 6 bulan hingga 5 tahun, apajika anak

berumur < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami kejang yang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain seperti epilepsi atau infeksi sistem saraf pusat.20

 Kejang demam kompleks dapat meningkatkan risiko kejadian epilepsi hingga 4%-6%.20

a. Meningitis

- Peradangan selaput jaringan otak dan medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh bakteri patogen.18

- Sering didahului infeksi pada saluran nafas atas atau saluran cerna seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah serta saat pemeriksaan akan ditemukan ubun-ubun besar yang menonjol, kaku kuduk atau tanda ransangan meningeal (brudzinski dan kernig).18

- Untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis perlu dilakukan pemeriksaan cairan cerebrospinal dengan lumbal pungsi.20

b. Encephalitis

- Infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme (virus,bakteri,jamur dan protozoa) namun yang tersering adalah virus.18

- Gejala yang timbul antara lain demam tinggi mendadak (hiperpireksia), terdapatnya gejala peningkatan tekanan intrakranial dan tanda kelumpuhan tipe upper motor neuron (spastis, hiperrefleks, refleks patologis dan klonus).18

- Kejang pada encephalitis bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsivus dan dapat ditemukan sejak awal ataupun kemudian dalam perjalanan penyakitnya.18

4. Keracunan Teofilin

Digunakan untuk mengatasi apneu pada bayi yang dilahirkan dengan persalinan yang sulit, efek samping penggunaan obat ini salah satunya yaitu kejang.

5. Encephalopati Hipertensi

Dapat terjadi pada hipertensi emergensi yaitu suatu keadaan yang menunjukkan tekanan darah yang harus diturunkan dalam waktu satu

jam karena didapatkan kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan atau payah jantung. 21

6. Tumor Otak

Tumor otak adalah keganasan nomor 2 yang sering terjadi pada anak setelah leukemia. Tumor otak supratentorial lebih sering menunjukkan gejala kejang dibanding tumor otak infratentorial. Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan MRI dan CT Scan.18

7. Perdarahan Intrakranial

Perdarahan intrakranial didiagnosis atas dasar riwayat, manifestasi klinis, ultrasonografi atau CT scan transfontanela kranium dan pengetahuan tentang risiko spesifik-berat badan lahir terhadap tipe perdarahan. Diagnosis perdarahan subdural pada bayi cukup bulan yang berat badan lahirnya besar menurut kehamilan (BBLB) dengan disproporsi kepala-panggul dapat tertunda 1 bulan sampai volume cairan subdural kronis bertambah menyebabkan sefalomegali, dominasi frontal, fontanela cembung, kejang-kejang dan anemia. Apajika neonatus sehat namun terdapat kejang-kejang, kemungkinan neonatus tersebut menderita perdarahan subarakhnoid ringan18

2.9. Tatalaksana

Dampak epilepsi terhadap anak lebih luas cakupannya daripada dewasa. Efek jangka panjang yang akan terjadi pada anak baik dari segi kesehatan fisiknya dan juga efek terhadap kehidupan anak sehari-hari. Untuk itu terapi pada epilepsi ini bukan hanya medikamentosa, tetapi juga disertai dengan terapi motivasi terhadap anak dan keluarga.11

Tatalaksana awal yang diberikan pada anak dengan kejang adalah penatalaksanaan emergensinya. Lalu dilanjutkan dengan mencari tahu penyebab dari serangan kejang.9

Manajemen yang dilakukan saat serangan terjadi adalah sebagai berikut: - Pindahkan dan jauhi penderita dari benda-benda yang dapat

mencelakai seperti api, air, atau jalan raya - Jauhkan penderita dari benda-benda tajam

- Longgarkan pakaian yang melekat pada penderita, dan lepaskan kacamata jika penderita mengenakan kacamata

- Letakkan benda yang lembut pada kepala

- Putar kepala penderita sehingga saliva dan mukus keluar dari mulut penderita

- Jangan letakkan benda apapun kedalam mulut penderita - Jangan beri penderita minum

- Jangan coba untuk menghentikan gerakan ataupun menahannya - Tetap berada didekat penderita sampai kesadaran penderita kembali - Biarkan penderita beristirahat dan melanjutkan aktivitas yang

sedang dilakukannya.

Gambar 1. Memposisikan Penderita saat Serangan

Selain dalam memposisikan, pada saat kejang diberikan juga antikonvulsan agar kejang dapat berhenti. Manajemen emergensi dalam penanganan kejang dapat dilihat pada gambar berikut:11

Skema 1. Penghentian Kejang22

Berdasarkan skema 1 pembagian kejang menurut waktu adalah: 1. 0 – 5 menit

- Longgarkan pakaian penderita, dan miringkan. Jika perlu letakkan kepala lebih rendah dari kaki penderita agar tidak terjadi aspirasi - Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik, berikan oksigen jika

ada.

- Berikan diazepam rektal 0,5mg/kg (berat badan < 10 kg = 5mg, sedangkan berat badan > 10 kg = 10 mg) dosis maksimal adalah 10 mg/dosis.

2. 5 – 10 menit

- Jika masih kejang, dapat diberikan diazepam rektal dalam dosis yang sama.

- Lakukan pemasangan akses intravena sekaligus mengambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, glukosa, dan elektrolit.

- Jika masih kejang berikan diazepam 0,2 – 0,5 mg/kgbb secara intravena (kecepatan 5 mg/menit).22

3. 10 – 30 menit

- Pada waktu ini cenderung menjadi status konvulsifus

- Berikan fenitoin 20mg/kg intravena dengan pengenceran setiap 10 mg fenitoin dengan 1 ml NaCl 0,9% dan diberikan dengan kecepatan 50mg/menit. Dosis maksimal adalah 1g fenitoin.

- Jika kejang tidak berhenti diberikan fenobarbital 20mg/kg intravena bolus perlahan-lahan dengan kecepatan 100mg/menit. Dosis maksimal yang diberikan adalah 1000mg fenobarbital. - Jika kejang masih berlangsung diberikan midazolam 0,2mg/kg

diberikan bolu perlahan dilanjutkan dengan dosis 0,02-0,06mg/kg/jam yang diberikan secara drip. Cairan dibuat dengan cara 15 mg midazolam berupa 3 ml midazolam diencerkan dengan 12 ml NaCl 0,9% menjadi 15 ml larutan dan diberikan perdrip dengan kecepatan 1ml/jam (1mg/jam).22

4. > 30 menit

- Jika kejang berhenti dengan pemberian fenitoin dan selama perawatan timbul kejang kembali, diberikan fenitoin tambahan dengan dosis 10mgkg intravena dengan pengenceran. Dosis rumatan fenitoin selanjutnya adalah 5 – 7 mg/kg intravena dengan pengenceran diberikan 12 jam kemudian

- Jika kejang berhenti dengan fenobarbital dan selama perawatan timbul kejang kembali, diberikan fenobarbital tambahan dengan dosis 10mg/kg intravena secara bolus langsung. Dosis rumatan fenobarbital adalah 5 – 7 mg/kg intravena diberikan 12 jam kemudian.

- Jika kejang berhenti dengan midazolam, maka rumatan fenitoin dan fenobarbital tetap diberikan.

- Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan kebutuhan seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah. Dilakukan koreksi terhadap kelainan yang ada dan awasi tanda-tanda depresi pernafasan.22

Terdapat perbedaan antara penatalaksanaan kejang dari beberapa negara dengan penatalaksanaan kejang di Indonesia. Dimana pada awal kejang, IDAI menyarankan untuk pemberian diazepam baru diikuti dengan pemberian fenitoin dan fenobarbital jika kejang tidak berhenti. Sebaliknya, menurut guideline epilepsi dari Indian Pediatrik mengatakan seperti yang tergambar dalam skema berikut.

Skema 2. Penatalaksanaan emergensi penderita kejang23

Kejang dapat terjadi lebih dari satu kali dan penyebab lain untuk kejang harus diidentifikasi sebelum dilakukannya pengobatan rutin antiepilepsi. Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk mencegah serangan kejang lebih lanjut baik sepenuhnya ataupun untuk mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan dengan sedikit mungkin efek samping.23

Obat antiepilepsi diberikan setiap hari selama bertahun-tahun atau terkadang seumur hidup sampai periode bebas kejang. Periode bebas kejang setidaknya dua tahun pada epilepsi idiopatik dan setidaknya tiga tahun pada epilepsi simtomatik. Setelah itu dosis dapat dikurangi secara bertahap selama berbulan-buln dan jika tidak kambuh lagi obat dapat dihentikan. Dalam kasus di mana epilepsi itu sangat berat sebelum pengobatan dimulai, atau jika terdapat lesi

otak, lebih baik untuk melanjutkan pengobatan lebih lama, karena kemungkinan kambuh dikemudian hari jauh lebih besar. Prinsip-prinsip bagaimana memulai pengobatan pada penderita yang baru didiagnosis diringkas sebagai berikut:9

- Hati-hati dalam menegakkan diagnosis

- Mulai pengobatan dengan satu jenis macam obat - Mulai pengobatan dengan dosis minimal

- Naikkan dosis secara bertahap sampai kejang terkontrol. Dosis ini merupakan dosis minimum pemeliharaan.

- Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencapai dosis minimum pemeliharaan.

- Pengobatan dengan menaikkan dosis secara bertahap menghasilkan terapi secepat inisiasi dengan dosis besar tetapi dengan efek samping minimum.

- Efek samping berupa keracunan yang berat muncul pada awal pengobatan dengan dosis yang terlalu besar atau peningkatan terlalu cepat. Efek samping lainnya termasuk kelelahan, kebutuhan tidur yang berlebih, pusing, atau kesulitan belajar (ataksia).

- Jika obat yang diberikan tidak ditoleransi dengan baik (efek samping timbul atau dosis maksimum tidak menghentikan kejang) maka obat digantikan dengan obat antikonvulsan lain yang juga lini pertama.

- Antikonvulsan yang kedua harus ditambah secara bertahap dan antikonvusan pertama perlahan-lahan ditarik.

- Dalam kasus acute withdrawal syndrom, kekambuhan kejang digunakan diazepam

- Kepatuhan dalam meminum obat adalah kunci untuk mengontrol kejang dan konseling pada pada keluarga adalah faktor yang terpenting dalam kepatuhan9

Idealnya pemberian obat awal tergantung dari jenis epilepsi dan jenis yang terjadi. Tetap dalam prakteknya kembali kepada ketersediaan dan keterjangkauan obat. Karena pada awal kejadian kejang sulit menentukan jenis epilepsi yang terjadi, maka pengobatan biasanya dimulai sesuai dengan jenis kejang. Kejang yang umum terjadi adalah tonik-klonik. Terapi antiepilepsi yang digunakan untuk kejang ini ada empat jenis yang utama yakni fenobarbital, phenitoin, carbamazepin, dan valproate. Jika kita mampu membedakan antara kejang tonik-klonik primer dan sekunder, maka fenobarbital atau valproate digunakan untuk kejang klonik primer dan phenitoin atau carbamazepin untuk kejang tonik-klonik sekunder.23

1. Fenobarbital

Fenobarbital merupakan obat antikonvulsan yang efektif dan murah, tetapi penggunaan fenobarbital tidak lagi dianjurkan pada negara maju. Jika obat jenis ini satu-satunya obat yang ada, maka pengobatan semua penderita epilepsi dimulai dengan fenobarbital. Tetapi jika tidak ada perbaikan atau bahkan kondisi menjadi lebih buruk, penderita dirujuk ke pusat kesehatan lain yang memiliki obat antikonvulsan jenis lain.9

Efek samping utama fenobarbital adalah mengantuk terutama selama minggu pertama pengobatan dan perlahan-lahan menghilang, dan hanya berulang ketika dosis menjadi terlalu tinggi. Pada beberapa anak mungkin terdapat penurunan kinerja belajar atau perubahan perilaku, seperti hiperaktif dan kadang-kadang agresif. Fenobarbital memiliki waktu paruh yang panjang dan oleh karena itu akan memakan waktu beberapa minggu sebelum mencapai tingkat terapeutik dan efektif. Ini juga berarti bahwa obat ini dapat diberikan hanya sekali sehari, sebaiknya setelah makan malam sebelum tidur.9

Indikasi utama adalah epilepsi umum idiopatik. Tetapi juga cukup efektif dalam kejang umum lainnya dan kejang parsial. Hal ini tidak efektif dalam absen umum, dan mungkin memperburuk kejang malam hari, karena akan meningkatkan tidur. Ini adalah obat pilihan

ketika pengobatan profilaksis yang ditunjukkan untuk kejang demam, namun jika diazepam rektal dapat dengan mudah diperoleh dengan harga yang wajar maka obat ini bukan merupakan pengobatan profilaksis.9

2. Fenitoin

Phenitoin merupakan antikonvulsan yang sangat efektif untuk untuk kejang parsial, kejang tonik-klonik, dan kejang saat tidur. Tetapi phenitoin memiliki jarak yang kecil antara dosis terapeutik dan dosis toksik.9

Efek samping dari phenitoin adalah mengantuk, hipertropi gusi, dan hirsutisme. Jika dosis terlalu tinggi akan terjadi ataksia dan nistagmus. Jika gejala toksisitas telah muncul, dosis harus dihilangkan selama satu hari dan kemudian restart pada tingkat yang lebih rendah. Jika memungkinkan, mengganti obat ke antikonvulsan lain dapat dilakukan untuk mencegah kecelakaan lebih lanjut.9

Obat-obat dengan zat aktif yang sama banyak diproduksi dari pabrik yang berbeda. Dalam hal ini memungkinkan untuk terjadi perbedaan antara penyerapan obat satu dengan yang lainnya. Sebuah peningkatan dalam penyerapan dapat mengakibatkan efek toksik, sedangkan menurunnya sebuah penyerapan phenitoin dapat menyebabkan terulangnya kejang karena dosis terapeutik tidak tercapai.9

3. Carbamazepine

Carbamazepine adalah obat yang dipasarkan setelah tahun 1960. Indikasi utama pemakaian carbamazepine adalah untuk kejang parsial kompleks. Tetapi juga efektif untuk kejang parsial lainnya dan untuk semua tonik-klonik. Hal ini tidak efektif untuk absen umum dan kejang mioklonik. Pada awal pengobatan biasanya akan terjadi efek seperti mengantuk dan pusing, dan terjadi lagi ketika dosis menjadi

terlalu tinggi. Efek samping lain ada juga penglihatan ganda dan ataksia. Obat ini tidak memiliki waktu paruh yang lama dan karena itu tidak dapat diberikan sekali sehari. Obat ini harus diberikan dua kali sehari dan jika dikombinasikan dengan obat lain harus diberikan tiga kali sehari.9

4. Valproate

Valproatetelah dipasarkan sejak tahun 1966. Indikasi utama adalah absen umum, kejang mioklonik, dan serangan drop. Obat ini juga digunakan untuk kejang tonik-klonik. Jika perlu dapat digunakan untuk semua jenis kejang lainnya. Phenobarbitone tidak dapat digunakan sebagai profilaksis untuk kejang demam. Obat ini memiliki waktu paruh pendek. Walaupun farmakodinamik dalam sistem saraf pusat melebihi jumlah di serum, obat ini harus diberikan tiga kali sehari untuk menghindari konsentrasi puncak tinggi. Efek samping spesifik adalah peningkatan berat badan, rambut rontok, dan iritasi lambung.9

5. Diazepam

Diazepam digunakan untuk status epileptikus dan kejang demam. Diazepam harus diberikan secara intravena, tetapi jika tidak dapat akses intravena maka pemberian melalui rektum diperbolehkan.9

Dosis yang diberikan untuk masing-masing obat dapat dilihat dalam tabel berikut.

Jenis Obat Dosis (perhari) Efek Samping

Fenobarbital 3-8 mg/kg Hiperaktif, penurunan kinerja belajar, mengantuk

Fenitoin 5-15 mg/kg Hipersutisme, ataxia,

Valparin 10-60 mg/kg Mual, muntah, peningkatan berat badan, rambut rontok

Carbamazepine 10-30 mg/kg Mengantuk, pusing

Tabel 1. Dosis obat-obat epilepsi23

2.10. Prognosis

Prognosis dari epilepsi tergantung dari jenis epilepsi yang ada. Beberapa prognosis jenis epilepsi dijelaskan pada tabel berikut.

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Epilepsi adalah bangkitan kejang tanpa didahului demam yang berfrekuensi lebih dari satu kali dengan interval waktu lebih dari 24 jam. Berdasarkan etiologi, epilepsi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu, epilepsi simtomatik dan epilepsi idiopatik. Epilepsi dicetuskan oleh inaktivasi sinaps inhibisi atau oleh stimulasi berlebihan sinaps eksitasi atau perubahan keseimbangan neurotransmitter.

Faktor risiko yang diketahui dapat meningkatkan insiden epilepsi adalah kelainan kongenital pada sistem saraf pusat, trauma kepala sedang dan berat, infeksi cairan serebro-spinal, gangguan metabolik bawaan, dan faktor genetik. Faktor ini dapat dikelompokkan menjadi faktor prenatal, natal, postnatal, dan faktor herediter.

Diagnosis epilepsi ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan, fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang paling sensitif adalah elekroensefalografi (EEG). Penatalaksanaan epilepsi pada saat terjadi bangkitan kejang adalah sama dengan penatalaksaan kejang anak pada umumnya. Perbedaan terletak pada pengobatan jangka panjang yaitu sampai dua tahun periode bebas kejang.

3.2 Saran

Diharapkan tenaga kesehatan dapat mendiagnosis epilepsi secara dini sehingga dapat melakukan tata laksana secara tepat. Selain itu, diperlukan edukasi kepada keluarga mengenai epilepsi sehingga keluarga dapat berpartisipasi aktif dalam pengobatan penderita.

Dalam dokumen Epilepsi pada Anak (Halaman 21-38)

Dokumen terkait