• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Dismenorea

2.3.6. Diagnosis

2.3.6.1. History Taking / Anamnesis

Inti utama dalam penegakan diagnosa dismenorea adalah dengan melakukan anamnesa. Seorang dokter harus mampu mengidentifikasi nyeri menstruasi pada anamnesa, untuk dapat membedakan antara dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Pertanyaan harus difokuskan pada riwayat menstruasinya, berupa umur menarche, panjang dan regularitas dari siklusnya, tanggal dari 2 mens terakhirnya, dan lama dan banyaknya perdarahan. Panjang waktu berlalu antara menarche dan awal mulanya dismenorea harus ditanyakan. Nyeri yang timbul ditentukan jenis nyerinya, lokasi, penjalaran, dan gejala lain yang berhubungan, begitu juga dengan kronologi dari onset nyeri dalam hubungan pada onset dari perdarahan menstruasi. Tingkat keparahan dan durasi dari simptom, prosesnya sejalan dengan waktu, dan tingkat dari ketidak-mampuan pasien juga mesti dipertanyakan.29

Untuk nyeri haid yang dirasakan juga dijabarkan intesitasnya agar kita dapat mengetahui cara menangani nyerinya. Pengukuran derajat nyeri dapat di lakukan dengan Numeric Rating Scale (NRS). NRS menggunakan angka 0 hingga 10 untuk menggambarkan tingkat nyerinya. Ujung yang satu mewakili tidak nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Interpretasi skalanya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 0 = no pain (tidak ada nyeri); 1-3 = mild pain (nyeri ringan) ; 4-6 = moderate pain (nyeri sedang); dan 7-10 = severe pain (nyeri berat).50

Pertanyaan tentang riwayat seksual juga perlu dipertanyakan tentang : nyeri pada saat melakukan hubungan seksual, aktivitas seksual, dan penggunaan kontrasepsi. Riwayat tentang penyakit obstetrik dan ginekologi terdahulu, seperti : penyakit menular seksual, infeksi daerah pelvis, infertilitas,

dan operasi daerah pelvis, begitu juga dengan masalah medis lainnya yang mesti dipertanyakan. Riwayat dalam keluarga yang menderita endometriosis perlu juga di lihat.29

Pasien juga perlu ditanyakan tentang semua jenis terapi yang pernah digunakan sebelumnya. Karena banyak pasien yang tidak menggunakan obat dengan dosis yang adekuat, ini menjadi hal yang penting dalam mendapatkan cara seluruh obat digunakan sebaik mungkin. Campbell dan McGrath melaporkan dalam sekelompok perempuan di sekolah menengah ke atas yang berusia 14 hingga 21 tahun menggunakan obat yang disediakan di apotek untuk mengatasi ketidak-nyamanannya, hanya 31% dari mereka yang menggunakan obat dengan dosis yang telah direkomendasikan. Dari obat yang diresepkan, di laporkan 13% menggunakan dosis yang lebih rendah dari yang dianjurkan. Dalam studi yang sama, peserta menunggu waktu tengah dari 30 menit setelah onset dari dismenorea sebelum menggunakan obat mereka dan hanya 16% dari mereka yang hanya menggunakannya secara profilaksis.30 Banyak pasien yang mengatakan bahwa obat kontrasepsi oral tidak efektif dalam menangani nyeri dismenorea, karena mereka tidak menggunakan obat kontrasepsi oral dalam jangka waktu yang lama untuk mendapatkan nilai efektivitas yang maksimum dalam penanganan nyeri.29

2.3.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik tidak begitu dianjurkan dalam penegakan diagnosa untuk dismenorea primer, karena pada remaja wanita yang tidak seksual aktif dan tidak memiliki riwayat nyeri dismenorea yang berat tidak dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan fisik. Tetapi beberapa ahli menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan luar dari bagian genitalianya untuk menyingkirkan adanya kelainan bentuk pada hymen. Dengan kata lain, ketika anamnesa mengarah ke kelainan organik atau kelainan malformasi genitalia ataupun

ketika pasien tidak respon terhadap pengobatan konvensional pada dismenorea primer, maka pemeriksaan lengkap pada bagian pelvis dianjurkan untuk dilakukan.29

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan inspeksi berikut:

1. Inspeksi pada bagian eksternal genitalia untuk melihat apakah ada kemerahan, pembengkakan, dan perubahan warna.

2. Inspeksi pada liang vagina untuk melihat apakah ada sekret, darah dan benda asing.

3. Inspeksi bagian serviks untuk kelainan di atas, dan tambahan untuk massa atau tanda-tanda dari infeksi.

4. Pemeriksaan bimanual untuk melihat pergerakan kelembutan dari cervikal, uterus atau aksenal, atau massa lain di bagian pelvis.

Wanita dengan dismenorea sekunder mungkin mempunyai kelainan patologi di pelvis, walaupun pada pemeriksaan normal tidak menyingkirkan kemungkinan tersebut. Wanita dengan endometriasis yang juga memiliki dismenorea sekunder dapat ditemukan dengan pemeriksaan fisik sebanyak 40% setiap kalinya.31,32

2.3.6.3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan imaging tidak begitu diperlukan untuk menegakan diagnosa dari dismenorea primer. Ini hanya dilakukan ketika dicurigai adanya dismenorea sekunder.

Tidak ada bukti untuk melakukan Ultrasound secara rutin untuk melihat apakah ada perubahan pada dismenorea primer. Untuk wanita yang menderita dismenorea yang tidak kunjung sembuh pada pemberian terapi lini awal, atau wanita yang mengalami kelainan abnormalitas pada pemeriksaan pelvis, Ultrasound

mungkin dapat mengetahui penyebab dari dismenorea sekunder. Pada remaja yang pada pemeriksaan pelvis tidak begitu memungkinkan atau tidak memuaskan , Ultrasound mungkin dapat melihat massa di pelvis atau adanya obstruksi di bagian mullerian malformation. Ultrasonography tidak dapat mendeteksi tanda yang kecil dari penyakit organik seperti uterosacral ligament tenderness atau nodul-nodul dan motion cervical tenderness.

Magnectic resonance imaging telah menunjukan sebagai alat diagnostik yang menarik dalam menunjukan adanya adenomiosis tetapi karena ketepatan diagnosa untuk patologi ini sangat langka digunakan untuk pilihan terapetik, alat yang mahal ini juga mempunyai ketebertasan dalam penggunaannya secara klinis.

Hysteroscopy dan saline sonohysterohraphy juga membantu dalam mendiagnosis polip endometrium dan submucosal leiomyomas.

Laparoscopy adalah prosedur yang hanya memiliki diagnosis definit untuk endometriosis, penyakit inflamasi pelvis atau pelvic adhesions. Ini harus dilakukan ketika kelainan patologi ini di curigai kuat atau ketika terapi lini awal tidak sukses. Pada remaja wanita yang gagal dalam pengobatan obat lini awal, diagnosa dengan Laparoscopy tidak perlu di tunda karena prognosis dari endometriosis dapat membaik dengan penegakan diagnosa yang lebih awal. Ginekologis yang biasanya berpengalaman dengan laparoskopi dapat menegakan diagnosa endometriosis. Namun, pada remaja, penampakan dari penanaman endometrium dapat memiliki perbedaan morfologi. Pada pasien yang lebih muda, merah api, putih, dan lesi yang bening lebih sering terlihat daripada biru-hitam klasik dan luka bakar bubuk yang ditemukan pada orang dewasa. Laufer menyatakan bahwa penggunaan cairan sebagai medium distensi selama laparoskopi yang terfasilitasi dapat mengidentifikasi dari lesi bening yang biasanya dapat tidak terlihat selama prosedur teknik laparoskopi konvensional. Ini tidak digunakan secara umum. Biopsi dari lesi yang terlihat khususnya dalam bentuk

atipikal, direkomendasikan untuk dikonfirmasi bentuk histologinya untuk diagnosa lebih lanjut.29

Dokumen terkait