• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TUMOR LEHER

3.4 Diagnosis

leher. Visualisasi dan palpasi adalah komponen yang paling penting dari pemeriksaan fisik. Hal ini membantu menentukan lokasi massa sesuai dengan daerah drainase limfatik, ukuran lesi dan hubungannya dengan struktur sekitarnya (terfiksasi atau tidak terfiksasi), konsistensi massa, dan berdenyutan atau bruit.10

Dokter tidak boleh terfokus pada massa leher dan mengabaikan untuk melakukan evaluasi menyeluruh pemeriksaan kepala dan leher. Saluran aerodigestif atas harus diperiksa secara menyeluruh, baik dengan kaca cermin ataupun endoskopi.10

Massa leher berdenyut, bruit atau thrill, ultrasonografi dapat dilakukan untuk membedakan masalah vaskular degeneratif (misalnya aneurisma) dari kondisi neoplastik (misalnya, glomus dan tumor karotis). Ultrasonografi juga dapat membantu untuk membedakan massa yang solid dan kistik, atau kista brankialis bawaan dan kista tiroglosus dari kelenjar getah bening yang solid, tumor neurogenik, dan ektopik.10

Pada pasien yang memiliki massa leher yang membingungkan namun diduga memiliki proses inflamasi, terapi antibiotik dan observasi, tidak lebih dari 2 minggu, dapat diterima sebagai uji klinis. Jika massa tersebut terus-menerus atau meningkat dalam ukuran setelah pemberian antibiotik, pemeriksaan tambahan lain diperlukan. Biopsi dengan pemeriksaan patologi adalah tes diagnostik definitif. Biopsi terbuka harus dilakukan, namun hanya setelah dokter telah melakukan pemeriksaan kepala dan leher lengkap dengan menggunakan metode langsung dan tidak langsung dan telah melakukan awal biopsi aspirasi jarum halus (FNAB), yang merupakan standar perawatan untuk biopsi awal.10

Gambar 3.3 Evaluasi dan manajemen massa leher pada pasien dewasa2

Hal ini terutama diperlukan untuk orang dewasa. Biopsi umumnya harus dilakukan bila massa leher yang semakin memperbesar, massa leher asimetris tunggal, massa leher keras tanpa tanda-tanda infeksi aktif dan kondisi aktif menular yang tidak merespon terhadap antibiotik konvensional dan di mana penentuan bakteriologis rutin tidak berhasil, sehingga sampel jaringan yang dibutuhkan untuk studi bakteriologis lanjut.10

Gambar 3.4 Algoritma evaluasi dan manajemen massa leher11

Pemeriksaan diagnostik dan tes untuk massa pada kepala dan leher :10

1. Pemeriksaan fisik: Diulang; yang paling penting

2. Radionucleotide scanning: pada lesi kompartemen leher anterior; membantu dalam lesi tiroid dan melokalisasi lesi berada dalam kelenjar ludah. PET scan dapat membantu mengidentifikasi metastasis jauh.

3. Ultrasonografi: Untuk membedakan solid dari massa kistik; sangat berguna dalam kista kongenita, dapat juga berguna untuk lesi vaskular

4. Arteriografi: Untuk lesi vaskular dan tumor yang menmpel pada arteri karotis 5. Sialografi: Untuk mendiagnosa sialadenopati atau untuk mencari massa

dalam atau di luar kelenjar ludah.

6. CTscan dan MRI: membedakan kista dari lesi padat, mengetahui lokasi massa dalam atau di luar kelenjar, menjelaskan hubungan anatomi

7. X-ray: Jarang membantu dalam membedakan massa leher

8. Antibiotik: uji klinis untuk kecurigaan inflamasi, pemeriksaan lanjutan jika massa masih ada.

9. Kultur dan sensitivitas: jaringan inflamasi pada biopsi terbuka 10. Tes kulit: Digunakan bila lesi inflamasi kronis atau granulomatosa

11. Jarum biopsi: standar emas dalam diagnosis massa leher; menggunakan jarum kecil halus; mendapatkan jaringan limfoid

12. Endoskopi dan biopsi: Untuk mengidentifikasi tumor primer sebagai sumber metastasis; digunakan dalam semua pasien yang diduga menderita neoplasia 13. Biopsi terbuka: Gunakan hanya setelah semua pemeriksaan dilakukan dan

jika diagnosis tidak jelas, spesimen untuk pemeriksaan patologi.

Jika anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik rutin tidak mengarah ke diagnosis definitif, setiap massa leher tidak diketahui, terutama unilateral, massa leher tanpa gejala yang sesuai dengan lokasi kelompok kelenjar getah bening, harus dipertimbangkan lesi neoplastik metastasis sampai terbukti sebaliknya.10

3.4.1 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (FNAB) dan Biopsi Terbuka

FNAB dilakukan sebelum endoskopi tapi setelah pemeriksaan kepala dan leher yang menyeluruh. Seorang ahli patologi diperlukan untuk hasil FNAB yang akurat. FNAB telah menjadi standar dalam membuat keputusan diagnostik dan manajemen pada massa leher.10

FNAB juga digunakan pada pasien dengan keganasan untuk konfirmasi metastasis yang diperlukan untuk stadium tumor dan perencanaan terapi, pada pasien dengan tumor primer leher untuk memulai terapi non-bedah, dan pada pasien dengan massa leher tidak diketahui. FNAB biasanya dapat membedakan lesi kistik dan inflamasi, lesi tumor jinak dan keganasan, limfoma dan karsinoma.2, 10 Khusus untuk lesi limfoma harus bilakukan biopsi eksisi untuk pemeriksaan patologi yang digunakan untuk diagnosis dan rencana kemoterapi.12 Untuk lesi persisten dan curiga ganas, FNAB dapat diindikasikan. FNAB juga pemeriksaan diagnostik pilihan pada sebagian besar yang dicurigai keganasan leher. Di tangan yang berpengalaman, sensitivitas dan spesifisitas FNAB lebih besar dari 90%.5

3.4.2 Endoskopi dan biopsi Dipandu

Pencarian untuk lesi primer harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh baik langsung dan tidak langsung, yaitu pemeriksaan rongga mulut, nasofaring, hipofaring, laring, tiroid, kelenjar ludah, dan kulit kepala dan wajah. Pemeriksaan toraks dan abdomen juga dapa dilakukan, tetapi biasanya jarang membantu dalam membedakan massa leher. FNAB adalah standar evaluasi setelah pemeriksaan fisik lengkap. Jika sifat massa atau sumber dari metastasis yang diidentifikasi oleh

FNAB tetap sulit ditentukan, saluran aerodigestive harus diperiksa secara endoskopi, terutama di daerah sumber drainase limfatik. Jika ditemukan lesi tumor pada saluran aerodigestif, lesi tumor tersebut harus dibiopsi, bila tidak ada lesi tumor, biopsi dipandu (guided biopsy) harus dilakukan dari daerah yang paling logis untuk tumor primer berdasarkan drainase limfatik. Daerah ini biasanya pada nasofaring sekitar fossa Rosenmüller, tonsil (dalam hal ini tonsilektomi menggantikan biopsi insisi), dasar lidah, dan sinus piriformis. Tumor primer seringkali submukosa atau timbul jauh di dalam kripta dari tonsil palatine atau lipatan jaringan limfoid lingual. Hal ini yang menjadi alasan megapa harus dilakukan biopsi pada saluran aerodigestif.10

3.4.3 Biopsi Eksisi

Ketika pemeriksaan FNAB positif untuk karsinoma, pemeriksaan klinis dan endoskopi tidak mengungkapkan lokasi tumor primer, biopsi eksisi adalah langkah berikutnya dalam mengkonfirmasikan atau mendiagnosis massa leher.10

Ketika biopsi eksisi dilakukan, harus segera dilakukan pemeriksaan patologi di bawah mikroskop. Jika diagnosis karsinoma sel skuamosa, melanoma, atau adenokarsinoma (kecuali massa adalah supraklavikula), diseksi leher radikal harus dilakukan.10 Khusus untuk lesi limfoma harus bilakukan biopsi eksisi untuk pemeriksaan patologi yang digunakan untuk diagnosis dan rencana kemoterapi.12 3.4.4 Sentinel Lymph Node Biopsy (SLND)

Sentinel Lymph Node Biopsy (SLND) adalah prosedur di mana kelenjar getah

bening sentinel diidentifikasi, diambil, dan diperiksa untuk menentukan apakah terdapat sel-sel kanker.13

Pada SLNB dilakukan limfoskintigrafi pra operasi, pemetaan limfatik intraoperatif menggunakan gamma probe portabel atau pewarna biru (blue dye) dan dilakukan pemeriksaan patologi dari kelenjar.14

Gambar 3.5 Drainase limfatik dari tumor primer untuk sentinel kelenjar getah bening14

Hasil SLNB negatif menunjukkan bahwa kanker menyebar ke kelenjar getah bening terdekat atau organ lainnya. Hasil SLNB positif menunjukkan bahwa sel kanker terdapat di kelenjar getah bening terdekat (sentninel), dan mungkin ada dalam kelenjar getah bening di sekitarnya (kelenjar getah bening regional) dan, mungkin organ-organ lain. Informasi ini dapat membantu dokter menentukan stadium kanker dan menentukan manajemen yang tepat.13, 15

Hasil penelitian meta analisis meunjukan bahwa SLNB mempunya sensitifits dan spesifitas lebih baik daripada CT scan dan MRI bahkan PET scan dalam menetukan ketrlibatan metasatasis kelenjer getah bening. Namun, harus diketahui

lesi primernya.13, 15

3.4.5 Pemeriksaan pencitraan

PET Scan memiliki akurasi penentuan stadium kanker sekitar 69-78%, nilai prediksi positif 56-83%, nilai prediksi negatif 75-86%, sensitivitas 63-100% dan spesifisitas 90-94%. Tumor wilayah supraglottic dan cincin tonsil Waldeyer adalah yang paling sulit untuk dapat didiagnosis dengan FDG-PET. Hal ini karena volume tumor rendah kecil, lesi superfisial, terdapat jaringan limfoid normal, dan akumulasi FDG disekresikan oleh kelenjar ludah ke dalam valekula dan sinus piriformis. Semua kelenjar getah bening leher metastasis terdeteksi oleh CT dikonfirmasi oleh PET scan.16

CT scan dengan kontras untuk massa leher dapat melokalisasi dan karakterisasi lesi leher. Karena CT scan dapat dilakukan cepat, ditoleransi dengan baik, dan cukup tersedia, dapat digunakan untuk evaluasi awal, perencanaan pra operasi, penargetan biopsi, dan evaluasi pasca-operasi. Namun, histopatologi tetap standar emas.17

Evaluasi harus terdiri dari pemeriksaan menyeluruh diikuti dengan scan MRI, jika memungkinkan. MRI memungkinkan untuk perbedaan jaringan lunak yang lebih baik daripada CT scan. Oleh karena itu, MRI lebih baik dapat menilai lokasi tumor kecil serta lebih jelas menunjukkan metastasis leher.2

PET scan menunjukkan peningkatan aktivitas glikolitik sel tumor, mengidentifikasi lokasi tumor yang potensial. PET scan dapat mengidentifikasi tumor kecil, biasanya di pangkal lidah dan di tonsil. PET scan dan kombinasi PET / CT scan telah digunakan untuk menindaklanjuti pasien setelah pengobatan untuk

mengevaluasi rekurensi.2

Dokumen terkait