• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat juga sering juga disebut diagram tulang ikan (fishbone

diagram) atau diagram Ishikawa adalah suatu diagram yang terdiri dari garis dan

design symbol yang menunjukkan arti hubungan antara sebab dan akibat.

Diagram Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab problem / masalah. Diagram “tulang ikan” ini dikenal dengan cause and effect diagram. Kenapa

diagram Ishikawa juga disebut dengan “tulang ikan” karena kalau diperhatikan rangka analisis diagram Fishbone bentuknya ada kemiripan dengan ikan, dimana ada

bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya

digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul.

Diagram ini dimulai dengan akibat sebuah masalah dan membuat daftar terstruktur dari penyebab – penyebab potensial. Diagram ini berguna untuk :

1. Mengumpulkan ide dan masukan – masukan yang merupakan dasar dari brainstorming terstruktur.

2. Mengelompokkan penyebab – penyebab yang mungkin sehingga dapat diidentifikasi banyak kemungkinan daripada hanya menfokuskan pada beberapa area tipikal.

3. Membantu dimulainya fase analisa. Dengan menggunakan fishbone diagram

dapat dilakukan identifikasi beberapa penyebab yang diduga menjadi penyebab utama.

Bentuk umum diagram sebab – akibat ditunjukkan dalam gambar dibawah ini : Vincent G asperz Fishbone D iagram A K IB A T M oney M aterials M achines

M anpower M edia M ethods

A kar Penyebab A kar Penyebab A kar Penyebab A kar Penyebab A kar Penyebab A kar Penyebab

Gambar 2.8 Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat

Setiap akar dari penyebab masalah dimasukkan ke dalam diagram sebab akibat yang dikategorikan berdasarkan prinsip 5M, yaitu :

1. Manpower (tenaga kerja)

Berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan (tidak terlatih dan tidak berpengalaman), kekurangan dalam ketrampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dan sebagainya.

2. Machines (mesin - mesin)

Berkaitan dengan tidak adanya sistem perawatan preventif terhadap mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, terlalu rumit, terlalu panas, dan sebagainya.

3. Methods (metode kerja)

Berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dan sebagainya.

4. Materials (bahan baku dan bahan tambahan)

Berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan tambahan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan tambahan yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan tambahan tersebut, dan sebagainya.

5. Media (lingkungan dan waktu kerja)

Berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek – aspek kebersihan, keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan yang kondusif, kekurangan alat penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan, dan sebagainya.

Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia, media dan metode yang saat ini dituliskan dan dianalisa faktor mana yang terindikasi menyimpang dan berpotensi terjadi problem. Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar penyebab

terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan.

2.11 FMEA (failure mode effects analyses)

Failure mode adalah sejenis kegagalan yang mungkin terjadi, baik kegagalan

secara spesifikasi maupun kegagalan yang mempengaruhi konsumen. Dari failure

mode ini kemudian dianalisis terhadap akibat dari kegagalan dari sebuah proses

terhadap mesin setempat maupun proses lanjutan bahkan konsumen. Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi dua yaitu FMEA Design yang dipergunakan untuk

memprediksi kesalahan yang terjadi pada design proses produksi, sedangkan FMEA

process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah dijalankan.

FMEA mengevaluasi penyebab terjadinya kegagalan yang berasal dari peralatan atau operasi-operasi yang tidak diperlukan yang menyebabkan terjadinya kegagalan. FMEA bertujuan melakukan perbaikan dengan cara:

1. Mengidentifikasikan model-model kegagalan pada konsumen, peralatan dan system.

2. Menentukan akibat-akibat yang potensial pada peralatan, system yang berhubungan dengan setiap model kegagalan.

3. Membuat rekomendasi untuk menambah keandalan komponen, peralatan dan system.

Adapun tahapan-tahapan dari FMEA adalah :

1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa.

3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan defect potensial pads proses.

4. Mengidentifikasi potensial cause penyebab dari kesalahan/defect yang terjadi

5. Mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan.

6. Menetapkan nilai nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point.

7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat sebelumnya.

8. Dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai

SOD (Severity, Occurance, Detection).

9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan.

10. Buat Implementation action plan, lalu terapkan.

11. Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah yang sama.

Adapun nilai severity, occurance dan detection dijelaskan pada tabel dibawah ini :

1. Severity

Adalah suatu estimasi/perkiraan subyektif tentang bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan itu / seberapa serius kondisi yang ditimbulkan oleh kegagalan.

Tabel 2.3. Nilai Severity

Ranking Kriteria

1 Negligible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan).Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan meperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.

2 3

Mild severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler (reguler maintenance).

4 5 6

Moderate severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat

7 8

High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Downtime akan berakibat biaya yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan dengan peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanan dan keselamatan. 9

10

Potential safety problem (masalah keselamatan/keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Bertentangan dengan hukum.

2. Occurrence

Adalah suatu perkiraan subyektif tentang probabilitas/peluang bahwa penyebab itu akan terjadi, akan mengakibatkan failure mode yang

Tabel 2.4. Nilai Occurance

Ranking Kriteria Verbal Tingkat

Kegagalan/ Kecacatan

1 Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang

mengakibatkan mode kegagalan

1 dalam 1.000.000

2 3

Kegagalan akan jarang terjadi Kegagalan akan jarang terjadi

1 dalam 20.000 1 dalam 40.000 4

5 6

Kegagalan agak mungkin terjadi Kegagalan agak mungkin terjadi Kegagalan agak mungkin terjadi

1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80 7

8

Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

1 dalam 40 1 dalam 20 9

10

Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

1 dalam 8 1 dalam 2

3. Detection

Merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential cause.

Tabel 2.5. Nilai Detection

Ranking Kriteria Verbal Tingkat Kejadian Penyebab

1 Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif.

Spesifikasi akan dapat dipenuhi secara konsisten

1 dalam 1.000.000

2

3

Kemungkinan kecil bahwa spesifikasi tidak akan dipenuhi

1 dalam 20.000 1 dalam 40.000

Lanjutan Tabel 2.5. Nilai Detection

Ranking Kriteria Verbal Tingkat Kejadian Penyebab 4

5

6

Kemungkinan bersifat moderat. Metode pencegahan atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang spesifikasi itu tidak dipenuhi.

1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80

7

8

Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif.

1 dalam 40 1 dalam 21

9

10

Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi sangat tinggi. Metode pencegahan atau deteksi tidak efektif.

1 dalam 8 1 dalam 2

(Gaspersz,2002)

2.12 DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, andControl)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan kegiatan bernilai tambah (value

added). DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan

fakta. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak menghasilkan nilai tambah (non value added). (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).

a. DEFINE

Tahap Define adalah tahap pertama dari proses DMAIC, tahap ini bertujuan

untuk menyatukan pendapat dari tim dan sponsor mengenai proyek yang akan dilakukan, baik itu ruang lingkup, tujuan, biaya dan target dari proyek yang akan dilakukan. Tools yang digunakan dalam tahapan Define yaitu :

1. Brainstorming

Suatu tools yang digunakan untuk menghasilkan ide dalam jangka waktu yang pendek, brainstorming juga merangsang kreativitas dalam berpikir tetapi tetap mempertimbangkan semua ide yang telah didapat.

2. Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer)

SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk

menunjukkan aktivitas mayor, atau subproses dalam sebuah proses bisnis, bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier, Input, Process, Output, Costumer. Dalam

mendefinisikan proses-proses kunci beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati dengan model SIPOC (supplier-Inputs- Process- Output-Costumer).

b. MEASURE

Tahap Measure bertujuan untuk mengetahui proses yang sedang terjadi,

mengumpukan data mengenai kecepatan proses, kualitas dan biaya yang akan digunakan untuk mengetahui penyebab masalah yang sebenarnya. Tahapan-tahapan pada Measure yaitu :

1. Mengidentifikasi pemborosan

Pada tahap ini waste diidentifikasi secara jelas. Hal ini diperlukan untuk

mempermudah dalam pembuatan value stream map.

2. Menentukan tools yang dipakai dan membuat value stream mapping

Pembuatan value stream map, yaitu peta yang memperlihatkan proses

nyata secara lebih rinci.

3. Melakukan pengumpulan data untuk perhitungan

Mengandung informasi yang lengkap seperti tahapan proses.

Pengumpulan semua data yang akan dibutuhkan untuk melakukan perhitungan pada tahap measure dengan mengalikan pembobotan waste dengan valsat.

Tools yang digunakan dalam tahapan Measure adalah VALSAT. Value Stream

Map yaitu peta yang menggambarkan semua aliran yang terjadi pada suatu

dibandingkan dengan peta yang lain tetapi peta ini paling lengkap dalam memberikan informasi mengenai proses dan biasayan digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan. Cara membuat value stream map :

1. Tentukan produk individual atau pelayanan apa yang akan dibuat 2. Gambarkan aliran proses yang terjadi dalam pembuatan produk atau

layanan

3. Tambahkan aliran fisik/material yang terjadi

4. Tambahkan aliran informasi yang terjadi

5. Kumpulkan data proses dan hubungkan dengan kotakan pada gambar

     

6. Verifikasi peta yang dihasilkan

Gambar 2.13 Simbol Value Stream Map Sumber : George, 2005 c. ANALYZE

Tujuan tahap Analyze adalah untuk memverifikasi penyebab yang mempengaruhi

waste. Tahapan pada Analyze :

1. Megidentifikasi waste

2. Melakukan analisa data dan analisa proses. 3. Menentukan akar penyebab masalah

4. Menyusun prioritas akar penyebab permasalahan 5. Melakukan peninjauan ulang terhadap tahap Analyze

Tools yang digunakan dalam tahapan Analyze :

1. Cause and Effect Diagram

Cause Effect Diagram adalah suatu tools yang membantu tim untuk

menggabungkan ide-ide mengenai penyebab potensial dari suatu masalah. Diagram ini juga biasa disebut dengan diagram fishbone karena bentuknya

yang seperti tulang ikan. Masalah yang terjadi dianggap sebagai kepala ikan sedangkan penyebab masalah dilambangkan dengan tulang-tulang ikan yang dihubungkan menuju kepala ikan. Tulang paling kecil adalah penyebab yang paling spesifik yang membangun penyebab yang lebih besar (tulang yang lebih besar).

     

2. Failure Modes and Effects Analysis(FMEA)

Yaitu suatu pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi kegagalan suatu produk, jasa atau proses sehingga bisa memperkecil akibat yang terjadi. FMEA ini bisa digunakan saat mendesign suatu sistem baru, merubah suatu sistem dll. Pada penelitian ini FMEA digunakan sebagai alat untuk mengetahui jenis kegagalan yang paling kritis sehingga memerlukan penanganan terlebih dahulu. Cara melakukan FMEA:

a) Melakukan peninjauan terhadap proses atau produk yang akan diteliti b) Melakukan brainstorming terhadap kegagalan yang mungkin tejadi c) Tulis akibat yang akan terjadi dari setiap kegagalan yang mungkin

terjadi

d) Hitung nilai Severity dan Occurance dari kegagalan tersebut. Severity (keparahan) merupakan tingkat/ rating yang mengindikasikan keseriusan efek dari jenis kegagalan potensial sedangkan Occurrence

yaitu rating yang berhubungan dengan probabilitas terjadinya kegagalan.

e) Tulis bentuk control yang yang sudah dilakukan terhadap jenis kegagalan serta hitung nilai detectionnya. Control merupakan

tindakan yang diambil untuk mengontrol terjadinya kegagalan. Detection adalah rating yang berhubungan dengan kemungkinan

bahwa control proses yang ada akan mendeteksi suatu jenis

kegagalan pelayanan sebelum sampai kepada pelanggan.

f) Hitung nilai RPN untuk setiap akibat kegagalan dengan cara mengalikan nilai Severity dan Occurance serta Detection

g) Gunakan nilai RPN untuk menentukan kegagalan mana yang harus diprioritaskan untuk ditangani terlebih dahulu

h) Buat rencana untuk mengurangi atau menghilangkan akibat yang muncul jika kegagalan tersebut terjadi.

d. IMPROVE

Tujuan tahap Improve adalah menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah sebagai rekomendasi perbaiikan waste. Tahapan yang dilakukan pada

Improve :

1. Mencari solusi potensial

Mendokumentasikan semua solusi, analisa statistik atau tools lain yang digunakan untuk mengembangkan solusi, mendaftar semua usulan yang diberikan oleh partisipan proses, pemilik proses.

2. Memilih dan menyusun prioritas terhadap solusi.

Memprioritaskan solusi yang telah didaftar dari tahap sebelumnya, kemudian memilih solusi yang harus dilaksanakan terlebih dahulu.

e. CONTROL

Tujuan tahap Control adalah untuk melengkapi semua kerja proyek dan

menyampaikan hasil proses perbaikan kepada up management. dan memastikan

bahwa setiap orang bekerja telah dilatih untuk melakukan prosedur perbaikan yang baru. Tahapan pada Control :

1. Mengadakan pemantauan terhadap hasil implementasi

2. Mendokumentasikan standard operating procedure baru

3. Membuat rencana pengendalian proses

4. Membuat peta perjalanan/ histori proyek

5. Melakukan proses transisi dan pengalihan tanggung jawab .

Dokumen terkait