Gambar 0.24 Penguatan martensit
1.5 Diagram Fasa
Gambar 0.25 Diagram Fasa
1. Definisi Diagram Fasa
Diagram fasa adalah diagram tekanan-temperatur dari zat tunggal,seperti air. Sumbu-sumbu diagram berkoresponden dengan tekanan dan temperatur.diagram
fasa pada ruang tekanan-temperatur menunjukan garis kesetimbangan atau sempadan fase antara tiga fase padat,cair,gas.
2. Pengertian fasa
Fasa adalah bagian homogen dari sistem yang mempunyai kharakteristik fisik dan kimia yang uniform. Contoh fasa ,material murni,larutan padat,larutan cair dan gas
3. Reaksi invariant adalah reaksi yang melibat kan tiga fasa dimana dua fasa menjadi satu fasa atau sebaliknya.
Terdapat 3 titik invariant yang penting yaitu : 1. Titik eutectoid
Dimana pada titik ini terjadi perubahan 1 fasa padat menjadi 2 fasa padat atau sebaliknya
2. Titik eutectic
Dimana pada titik ini terjadi perubahan 1 fasa cair menjadi 2 fasa padat atau sebaliknya
3 .Titik perritic
Dimana pada titik ini terjadi perubahan 1 fasa cair di tambah 1 fasa padat menjadi 1 fasa padat atau sebaliknya.
Fasa Tunggal : Ferit (α) o Kelarutan C maksimal 0,022 % o Suhu < 912 OC o Cukup Ulet Austenit (γ) o Kelarutan C maksimal 2,14 % o Suhu 912 OC - 1394OC
o Intermetalik
o Kandungan C = 6,67 % o Keras dan Getas Fasa Campuran :
Perlit
o Campuran Ferit + Sementit o Kandungan C 0,76 % o Suhu < 727 OC Ledeburit o Austenit + Sementit o Kandungan C 4,3 % o Suhu 727 OC- 1147 OC
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam sebuah industri diperlukan material yang berkualitas, agar produk
yang dibuat lebih sempurna. Pada dasarnya sifat material yang digunakan adalah
keras, sedangkan material dengan tingkat kekerasan yang rendah tidak begitu
diperlukan dan terlebih dahulu ditingkatkan kekerasannya, Untuk itu diperlukan
proses pengerasan. Dan salah satu cara meningkatkan kekerasan yaitu dengan metode
recovery dan rekristalisai.
Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa khususnya teknik mesin harus
mengetahui cara dan fungsi pengolahan yang harus dilakukan.
1.2 Tujuan Pratikum
1. Mengetahui pengaruh tingkat deformasi plastis terhadap kekerasan
logam.
2. Mengetahui pengaruh temperatur pemanasan terhadap kekerasan
logam setelah mengalami deformasi plastis.
1.3 Manfaat
Dalam pratikum ini, manfaat yang kita peroleh yaitu kita mengetahui
bagaimana proses recovery dan rekristalisasi ini, kita juga dapat mengetahui
bagaiman pengaruh temperatur terhadap kekerasan material dan tingkat reduksi yang
berbeda-beda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Recovery dan Rekristalisasi
Material logam bila dideformasi pada temperatur terutama pada temperatur
kamar menunjukan perubahan sifat mekanismenya. Bentuk butir berubah dari bentuk
sebelumnya dari equaxe grain menjadi elongated grain sehingga kekerasan dan
kekuatannya bertambah. Hal ini disebabkan pertambahan dislokasi lebih banyak dari
pada pengurangan dislokasi akibatnya secara termodinamika logam tidak berada
dalam kesetimbangan atau tidak stabil dimana adanya peningkatan energi dalam yang
tersimpan pada dislokasi.
Seiring dengan peningkatan temperatur terjadi pengurangan energi dalam
dimana adanya pengurangan kerapatan dislokasi akibat terjadinya proses ambilisi dari
dua dislokasi yang berbeda jeni tanpa diikutipertumbuhan butir baru, sedangkan
dislokasi berjenis sama akan membentuk susunan teratur sehingga terjadi proses
poligonisasi dengan sudut orientasi rendah, proses poligonisasi ini dikenal sebagai
proses pemulihan (recovery). Pada proses recovery ini kekuatan dan kekerasan
material tidak berubah.
Sejalan dengan peningkatan temperatur terjadi pertumbuhan butir di
daerah-daerah yang paling tinggi tingkat energi dalamnya yang tersimpan dalam dislokasi.
Pertambahan butir baru ini dikenal dengan rekristalisasi. Butir menjadi halus di
banding butir sebelum di rekristalisasi. Dalam hal ini terjadi penurunan kekerasan,
kekuatan, dan terjadi peningkatan elongation bahan.
Biasanya pertumbuhan butir baru ini kebanyakan terjadi pada daerah batas
butir lama karena di sana terjadi penumpukan dislokasi. Seperti diketahui bahwa
batas butir merupakan salah satu penyebab terhalanganya pergerakan dislokasi.
Kristal yang mengalami deformasi plastis mempunyai lebih banyak energi dari pada
kristal yang tidak mempunyai regangan karena mengandung dislokasi dan cacat-cacat
Bila ada kesempatan, atom
lebih sempurna. Tanpa regangan, hal ini dapat terlaksana bila kristal dipanaskan dan
melalui suatu proses yang disebut
suhu dingin menyebabkan terjadinya pengaturan kembali atom
butiran-butiran yang lebih sempurna.
Pada proses rekristalisasi atom
Penataan kembali ini lebih mudah pada suhutinggi bahkanterjadi penurunan
kekuatan dalam contoh yang dipanaskan pada suhu 300
yang mengalami pengerjaan dingin sebesar 75%, hamp
Sebaliknya contoh yang dibiarkan selam satu
memiliki kekuatan yang didapat sewaktu paada 75%. Jadi dapat kita tarik kesimpulan
bahwa :
Recovery yaitu proses pemulihan material
penurunan kekerasan sedikit tanpa perubahan struktur bu
salah arah secara vertikal akan kembali menyusun diri dan jumlahnya sedikit
berkurang tetapi tegangan sisa turun banyak.
Bila ada kesempatan, atom-atom akan bergerak dan membentuk susunan yang
lebih sempurna. Tanpa regangan, hal ini dapat terlaksana bila kristal dipanaskan dan
melalui suatu proses yang disebut anealling. Getaran termal kisi yang besar dari pada
suhu dingin menyebabkan terjadinya pengaturan kembali atom-atom dan membentuk
butiran yang lebih sempurna.
Pada proses rekristalisasi atom-atom bergerak dan menata diri kembali.
ini lebih mudah pada suhutinggi bahkanterjadi penurunan
kekuatan dalam contoh yang dipanaskan pada suhu 300 ºC selama satu jam. Contoh
yang mengalami pengerjaan dingin sebesar 75%, hampir semua terkristalisasi.
contoh yang dibiarkan selam satu jam pada suhu dibawah 200
memiliki kekuatan yang didapat sewaktu paada 75%. Jadi dapat kita tarik kesimpulan
yaitu proses pemulihan material. Selama proses pemulihan terjadi
penurunan kekerasan sedikit tanpa perubahan struktur butir, dilokasi-dislokasi yang
salah arah secara vertikal akan kembali menyusun diri dan jumlahnya sedikit
berkurang tetapi tegangan sisa turun banyak.
atom akan bergerak dan membentuk susunan yang
lebih sempurna. Tanpa regangan, hal ini dapat terlaksana bila kristal dipanaskan dan
. Getaran termal kisi yang besar dari pada
atom dan membentuk
atom bergerak dan menata diri kembali.
ini lebih mudah pada suhutinggi bahkanterjadi penurunan
ºC selama satu jam. Contoh
r semua terkristalisasi.
jam pada suhu dibawah 200 ºC tetap
memiliki kekuatan yang didapat sewaktu paada 75%. Jadi dapat kita tarik kesimpulan
Selama proses pemulihan terjadi
dislokasi yang
salah arah secara vertikal akan kembali menyusun diri dan jumlahnya sedikit
Rekristalisasi yaitu pertumbuhan butir baru. Proses rekristalisasi bisa terjadi
pada pengerjaan panas atau pengerjaan dingin asalkan material terdeformasi minimal
50%. Deformasi bisa dilakukan dengan proses pembentukan yaitu pengerolan,
ekstrusi, penempaan. Penyebab rekristalisasi adalah adanya energi dari tumpukan
kerapatan dislokasi. Sehingga terjadi peningkatan energi dalam, atom cenderung
untuk kembali pada tingkat energi rendah dengan cara membentuk butir baru.
Gambar 1.2 proses rekristalisasi
Proses rekristalisasi diklasifikasikan menjadi:
Dinamik
Rekristalisasi yang terjadi selama berlangsungnya deformasi. Terjadi
pada pengerjaan panas
Statik
2.2 Skematik Recovery Dan Rekristalisasi
Berikut ini adalah skematik dari proses recovery dan rekristalisasi.
Gambar 1.3 skematik recovery dan rekristalisasi
Dari skematik diatas dijelaskan dimana pada proses rekristalisasi terjadi
penurunan kekerasan, dan peningkatan elongation bahan. Sedangkan pada proses
material tersebut berkurang. Adapun ukuran butirnya menjadi lebih kecil dan pipih
dari semula. Dengan penambahan temperatur setelah proses pemberian deformasi,
terjadi pertumbuhan butir baru pada material yang menyebabkan nilai kekerasan,
kekuatan dan tegangan sisa menjadi menurun, sedangkan keuletannya meningkat.
Pertumbuhan butir baru inilah yang disebut dengan rekristalisasi. Butir baru ini
lambat laun menjadi besar, akhirnya sifat material kembali kepada bentuk semula.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rekristalisasi
Jumlah deformasi
Semakin besar jumlah deformasi maka semakin mudah rekristalisasi terjadi
Temperatur
Semakin tinggi temperatur maka material lebih cepat mencapai rekristalisasi.
Waktu
Semakin lama waktu rekristalisasi maka persentasi yang terkristalisasi juga
semakin banyak.
Ukuran butir
Semakin kecil ukuran butir awal, maka makin banyak batas butir maka
setelah deformasi akan mudah terjadi rekristalisasi.
Komposisi (Paduan)
Rekristalisasi mudah terjadi pada paduan dibandingkan pada logam murni.
2.4 Pengerjaan Dingin Dan Pengerjaan Panas
Pada proses recorvery dan rekristalisasi ada dua jenis pengerjaan, yaitu:
1) Pengerjaan Dingin(Cold Working)
Didalam pengerjaan dingin ini temperatur yang digunakan dibawah temperatur
rekristalisasi (T kerja < T rekristalisasi), T kerja ≤ 0,3 T melt. Pada pengerjaan
dingin, material mengalami deformasi plastis sehingga keuletan material menjadi
turun sedangkan kekuatan dan kekerasan material mengalami peningkatan. Ada
beberapa kekurangan dan kelebihan dalam proses pengerjaan dingin ini.
Kelebihan dari proses pengerjaan dingin diantaranya yaitu:
Peningkatan kekuatan cukup berarti
Peningkatan sifat mampu mesin
Kualitas permukaan halus
Tidak terbentuk terak oksida
Ketelitian dimensi
Kekurangan dari proses pengerjaan dingin diantaranya yaitu:
Terjadi tegangan sisa
Butir yang pecah dan adanya distorsi
Keuletan rendah
Daya pembentukan besar
Kaang-kadang efek strain hardening tidak disukai
2) Pengerjaan Panas(Hot Working)
Pada pengerjaan panas ini temperatur yang digunakan diatas temperatur
rekristalisasi (T kerja > T rekristalisasi), T kerja ≤ 0,6 T melt. Dimana pada proses
pengerjaan panas ini, material mengalami perubahan struktur mikronya yang mana
keuletan dari material tersebut meningkat sedangkan kekuatan dan kekerasannya
mengalami penurunan. Pengerjaan panas ini dilakukan didalam tungku pada
temperature tiggi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari pengerjaan panas ini yaitu :
Kelebihan pengerjaan panas :
Daya pembentukan rendah
Peningkatan kekuatan rendah
Kekurangan pengerjaan panas :
Butuh pemanasan
Mudah terbentuk terak
Kualitas permukaan kurang bagus
Ketelitian dimensi sulit dikontrol
Umur perkakas rendah
2.5 Diagram Fasa Fe-Fe
3C, Reaksi Invariant, dan Jenis Fasa
Diagram fasa merupakan diagram yang memperlihatkan fasa yang terbentuk
bila dua fasa dipadukan. Fasa adalah sistem homogen yang mempunyai karakteristik
fisik dan kimia yang sama. Pada diagram fasa dapat dilihat fasa-fasa yang ada,
temperatur material, komposisi masing-masing fasa, dan fraksi fasa.
Reaksi invariant adalah reaksi yang melibatkan tiga fasa dimana dua fasa
menjadi satu fasa atau sebaliknya.
Terdapat tiga titik invariant yang penting yaitu :
1. Titik eutektoid
Dimana pada titik ini terjadi perubahan satu fasa padat menjadi dua
fasa padat, atau sebaliknya.
γ
(s)α
(s)+ Fe
3C
(s)2. Titik eutektik
Dimana pada titik ini terjadi perubahan satu fasa cair menjadi dua fasa
padat, atau sebaliknya.
L
(c)γ
(s)+ Fe
3C
(s)Pada kadar C 4,3% dan suhu 1148
oC terjadi reaksi eutektik yaitu
pembentukan fasa austenit (2,11% C), sementiti (6,67% C) dari fasa
cair (4,3% C). Campuran anatara austenit dengan sementit disebut
3. Titik peritik
Dimana pada titik ini terjadi perubahan satu fasa cair ditambah stu fasa
padat menjadi satu fasa padat, atau sebaliknya.
L
(c)+ δ
(s)γ
(s)Pembentukan besi-dendrit dan liquid dari fasa austenit. Selubility limit
merupakan batas karbon maksimum didalam paduan Fe3C yaitu
6,67%, jika tidak larut maka akan timbul grafhit (karbon bebas, tidak
berikatan dengan Fe)
Gambar 1.4 Diagram Fasa Fe-F3C
Fasa terbagi tiga, yaitu :
1. Fasa tunggal
mempunyai sel satuan BCC
terbentuk pada temperature ruang sampai 910
oC
c. Austenit (γ)
mempunyai kelarutan C maksimum 2,1 % pada 910
oC
mempunyai sel satuan FCC
d. Besi-dendrit (δ)
Sama dengan ferrit, hanya temperatur yang berbeda.
2. Fasa Ganda
Fasa yang terdiri dari dua buah fasa tunggal, contoh : α + γ, α + δ, dan
γ + δ.
3. Fasa Campuran
Gabungan antara fasa tunggal dengan fasa sementit(Fe
3C), contoh :
BAB III
METODOLOGI
3.1 Peralatan
1.Spesimen
2.Tungku
3.Gergaji
4.Gerinda
5.Alat uji tekan
6.Alat uji keras
Gambar1.7 Ultimate Testing Machine
3.3 Prosedur Percobaan
1. Siapkan spesimen dan segala peralatan pendukung untuk proses penekanan.
2. Tekan tujuh buah spesimen untuk regangan yang sama, ε
1= 20% penekanan
pada suhu kamar.
3. Potong dua satu buah spesimen yang arah potongnya tegak lurus terhadap gaya
penekanan. Ukur distribusi kekerasan mulai dari satu sisi melewati bagian
tengah smpai ke sisi berikutnya.
4. Kemudian panaskan 6 spesimen yang tersisa dalam tugku untuk T = 200 ºC,
300 ºC, 350 ºC, 400 ºC, 450 ºC, dan 500 ºC masing-masing selama 15 menit
dan kemudian celupkan kedalam air.
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
1.Deformasi 20%
a. Kekerasan Sebelum Dipanaskan (HRA)
Titik 1 = 16
Titik 2 = 16,5
Titik 3 = 16
Titik 4 = 15,5
Titik 5 = 14
2.Deformasi 30%
a. Kekerasan Sebelum Dipanaskan (HRA)
Titik 1 = 12
Titik 2 = 15
Titik 3 = 15
Titik 4 = 15,5
Titik 5 = 15
b. Kekerasan Setelah Dipanaskan (HRA) , T = 450
oC
Titik 1 = 12
Titik 2 = 15
Titik 3 = 15
Titik 4 = 15,5
Titik 5 = 15
4.2 Perhitungan
1.Deformasi 20%
a. Kekerasan Sebelum Dipanaskan (HRA)
Titik 1 = 16 , BHN =
Titik 2 = 16,5 , BHN =
Titik 3 = 16 , BHN =
Titik 4 = 15,5 , BHN =
Titik 5 = 14 , BHN =
-2.Deformasi 30%
a. Kekerasan Sebelum Dipanaskan (HRA)
Titik 1 = 12 , BHN =
Titik 2 = 15 , BHN =
Titik 3 = 15 , BHN =
Titik 4 = 15,5 , BHN =
Titik 5 = 15 , BHN =
-b. Kekerasan Setelah Dipanaskan (HRA) , T = 450
oC
Titik 1 = 12 , BHN =
Titik 2 = 15 , BHN =
Titik 3 = 15 , BHN =
Titik 4 = 15,5 , BHN =
Titik 5 = 15 , BHN =
-4.3 Tabel Hasil Perhitungan
Tabel1.1 Kekerasan Spesimen
Deformasi
Kekerasan Sebelum
Dipanaskan
Kekerasan Setelah
Dipanaskan
HRA BHN HRA BHN
20%
16
-16.5
-16
-15.5
-14
-30%
12 - 92.5
-15 - 90
-15 - 92
-15.5 - 88
-15 - 94.4
-4.4 Grafik
Gambar1.8 Grafik Pengaruh Deformasi Terhadap Kekerasan Material
Gambar1.9 Grafik Pengaruh Temperatur Terhadap Kekerasan Material
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 1 2 3 4 5 6 KE KE RA SA N (H RA ) TITIK
GRAFIK PENGARUH DEFORMASI TERHADAP
KEKERASAN MATERIAL
20% 30% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 KE KE RA SA N (H RA ) TITIKGRAFIK PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP
KEKERASAN MATERIAL
T = 450 C T kamar
4.5 Analisa
Pada pratikum recovery and recrystallization,digunakan 2 buah spesimen
pengujian baja dengan perlakuan yang berbeda. Untuk mencapai recovery,
rekristalisasi dan grain growth diperlukan suatu proses pembentukan (forming) dan
pada kali ini proses yang digunakan adalah dengan menekan spesimen menggunakan
mesin freis hidrolik. Penekanan dilakukan dengan deformasi 20% dan 30%.
Spesimen dengan deformasi 20% akan berbeda kekerasanya dibandingkan
spesimen dengan deformasi 30%. Secara teori,deformasi 30% akan menghasilkan
kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan deformasi 20% karena ukuran butir
spesimen dengan deformasi 30% akan lebih halus disbanding deformasi 20%.Namun
,hasil pratikum tidak menunjukkan hal demikian. Hasil pratikum menunjukkan bahwa
spesimen dengan deformasi 30% memiliki kekerasan yang lebih rendah dibandingkan
deformasi 20%.Hal ini menunjukkan adanya kesalahan dalam melakukan
percobaan,kesalahan ini disebabkan oleh kurang halusnya atau kurang ratanya
spesimen saat melakuakn uji keras sehingga akurasi dalam pengujian yang dilakukan
berkurang,dan kesalahan ini juga dapat disebabkan ketidak telitian dan ketidak hati
-hatian pratikan dalam melakukan percobaan yakni dalam pembacaa skala pada mesin
uji keras Rockwell Hardness Tester dan kekurang terampilan pratikan dalam
penggunaan alat tersebut.
Setelah dideformasi spesimen dengan deformasi 30% akan dibagi 2 untuk
mendapatkan 2 perlakuan.Bagian 1 dibiarkan pada temperatur kamar dan bagian lain
diberi perlakuan panas.Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bagian 1 telah
dilakukan uji keras pada temperatur kamar,dan hasilnya kekerasanya akan bernilai
lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan deformasi 20%.Sedangkan bagian
dibiarkan saja, karena quenching akan menghasilkan fasa martensit yang bersifat
keras dang getas.
Dalam pengkorvesian nilai kekerasan HRA ke BHN,pratikan mengalami
hambatan karena nilai HRA yang didapatkan tidak memilki nilai BHN yang cocok
atau nilai BHN nya tidak didapatkan,hal ini disebabkan karena nilai HRA yang
didapatkan diluar range yang ada yakni terlalu tinggi dan terlalu rendah,sehingga
tidak dapat dikonversikan ke BHN.Penyebab utama hal ini adalah karena material
yang digunakan terlalu lunak atau karena komposisi material yang digunakan tidak
homogen. Selain itu juga dapat disebabkan karena ketidak telitian dan ketidak hati
-hatian pratikan dalam melakukan percobaan yakni dalam pembacaan skala Rockwell
pada pengujian keras material tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dalam pratikum kali ini yaitu :
1. Tingkat deformasi palstis berbanding terbalik dengan kekerasan material
yang digunakan.Semakin besar deformasi plastis yang diberikan
kekerasan material akan menurun,begitupun sebaliknya.
2. Material yang diberikan perlakuan panas setelah deformasi akan memiliki
nilai kekerasan yang lebih tinggi dibanding material tanpa perlakuan
panas (temperatur kamar).
3. Terjadi kesalah dalam percobaan saat mengetahui tinggkat deformasi
plastis terhadap kekerasan material karena hasil yang didapatkan tidak
Sesuai dengan teori yang ada
5.2 Saran
Pada pratikum kali ini pratikan disarankan agar memahami bahwa
pemanasan dan reduksi yang berbeda sangat mempengaruhi nilai kekerasan,
agar lebih hati-hati dalam melakukan pengujian serta praktikan harus teliti
dalam mengukur spesimen sebelum dn setelah proses penekanan.
LAMPIRAN
TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM
1. Mekanisme penumpukan dan perbanyakan dislokasi :
Mekanisme penumpukan dislokasi terjadi karena adanya pembebanan.
Dislokasi-dislokasi yang ada menumpuk dan terkonsentrasi pada satu tempat hingga
terjadilah strain hardening umumnya penumpukan dislokasi merupakan dislokasi
yang terhambat pergerakannya.
Gambar1.10 penumpukan dan perbanyakan dislokasi
2. Grafik Gibbs Free Energy
SOLID LIQUID Critical point
1 atm
GAS
0 0.0098 100
L
L + S
S
Grafik menunjukkan kesetimbangan logam akan berada pada fas yang sesuai
tergantung dari temperatur logam itu sendiri.
3. Fenomena anihilasi yaitu peristiwa menghilangnya dislokasi karena bentuk
dislokasi tidak sama tapi kongruen.
Fenomena poligonisasi yaitu peristiwa mantul atau bertolaknya dislokasi karena
bentuk dislokasi adalah sama.
Gambar :
TUGAS SETELAH PRAKTIKUM
1. Skematik Recovery dan Rekristalisasi :
Annealing temperature ( ˚F )
recovery rekristalisasi grain growth
pradeformasi postdeformasi
Gambar1.14 Skematik Recovery dan Rekristalisasi
Pengertian :
Dari skematik diatas dijelaskan dimana pada proses rekristalisasi terjadi penurunan
kekerasan, dan peningkatan elongotion bahan. Sedangkan pada proses recovery
kekuatan dan kekerasan material tidak berubah.
Pada saat mengalami deformasi, tegangan sisa mengalami kenaikan, begitu pula
dengan kekuatan dan kekerasan juga mengalami kenaikan yang cukup drastis.
Sedangkan keuletan material saat mengalami deformasi malah menurun. Pada
tegangan sisa menurun dan keuletan mengalami kenaikan. Selanjutnya pada
peristiwa rekristalisasi tegangan sisa beserta kekuatan dan kekerassannya
cenderung mengalami penurunan, akan tetapi nilai keuletannya meningkat.
Perubahan yang terjadi cenderung kembali ke posisi semula pada peristiwa grain
growth. Begitu juga halnya dengan keuletan, kekerasan, kekuatan, ukuran butir
dan tegangan sisa. Semuanya kembali ke keadaan sebelum di deformasi seiring
dengan pertumbuhan ukuran butir.
2. Range temperatur transisi terjadi penurunan kekerasan adalah 400 ˚F – 950 ˚F.
Break point antara kekuatan dan elongasi adalah pada temperatur 700 ˚F dengan
tensile strerngth 475 Mpa range salah satu pilhan dan break point akan terjadi
pada salah satu pilihan temperatur pemanasan yang digunakan.
3. Material tidak perlu/tidak bisa terkristalisasi jika regangan atau deformasinya nol.
Hal yang menyebabkan terkristalisasinya suatu material adalah akibat pemanasan
material yang terdeformasi, kalau seandainya tidak terdeformasi karena istilah
rekristalisasinya tidak ada.
4. Penyearah besar deformasi terhadap kecepatan temperatur rekristalisasi :
Semakin besar deformasi yang diberikan dan semakin besar atau semakin tinggi
pula temperatur pemanasan makam material makin cepat mengalami rekristalisasi
namun tingkat kekuatan dan kekerasannya menurun.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDalam dunia industri kita membutuhkan material yang kuat untuk suatu produk. Material yang keras sangat menentukan kualitas produk yang kita buat. Kekerasan suatu logam bisa ditingkatkan dengan beberapa cara, salah satunya dengan cara melakukan perlakuan termal pada logam tersebut.
Untuk mengetahui sifat mampu keras dari logam dapat kita lakukan percobaan Jominy. Setelah logam dipanaskan, dilakukan pendinginan dengan menyemprotkan air pada ujung spesimen dan dilakukan uji keras.