• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagram fasa

Dalam dokumen Acc Metfis Kelompok 2 (Halaman 29-61)

Gambar 0.24 Penguatan martensit

1.5 Diagram Fasa

Gambar 0.25 Diagram Fasa

1. Definisi Diagram Fasa

Diagram fasa adalah diagram tekanan-temperatur dari zat tunggal,seperti air. Sumbu-sumbu diagram berkoresponden dengan tekanan dan temperatur.diagram

fasa pada ruang tekanan-temperatur menunjukan garis kesetimbangan atau sempadan fase antara tiga fase padat,cair,gas.

2. Pengertian fasa

Fasa adalah bagian homogen dari sistem yang mempunyai kharakteristik fisik dan kimia yang uniform. Contoh fasa ,material murni,larutan padat,larutan cair dan gas

3. Reaksi invariant adalah reaksi yang melibat kan tiga fasa dimana dua fasa menjadi satu fasa atau sebaliknya.

Terdapat 3 titik invariant yang penting yaitu : 1. Titik eutectoid

Dimana pada titik ini terjadi perubahan 1 fasa padat menjadi 2 fasa padat atau sebaliknya

2. Titik eutectic

Dimana pada titik ini terjadi perubahan 1 fasa cair menjadi 2 fasa padat atau sebaliknya

3 .Titik perritic

Dimana pada titik ini terjadi perubahan 1 fasa cair di tambah 1 fasa padat menjadi 1 fasa padat atau sebaliknya.

Fasa Tunggal :  Ferit (α) o Kelarutan C maksimal 0,022 % o Suhu < 912 OC o Cukup Ulet  Austenit (γ) o Kelarutan C maksimal 2,14 % o Suhu 912 OC - 1394OC

o Intermetalik

o Kandungan C = 6,67 % o Keras dan Getas Fasa Campuran :

 Perlit

o Campuran Ferit + Sementit o Kandungan C 0,76 % o Suhu < 727 OC  Ledeburit o Austenit + Sementit o Kandungan C 4,3 % o Suhu 727 OC- 1147 OC

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam sebuah industri diperlukan material yang berkualitas, agar produk

yang dibuat lebih sempurna. Pada dasarnya sifat material yang digunakan adalah

keras, sedangkan material dengan tingkat kekerasan yang rendah tidak begitu

diperlukan dan terlebih dahulu ditingkatkan kekerasannya, Untuk itu diperlukan

proses pengerasan. Dan salah satu cara meningkatkan kekerasan yaitu dengan metode

recovery dan rekristalisai.

Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa khususnya teknik mesin harus

mengetahui cara dan fungsi pengolahan yang harus dilakukan.

1.2 Tujuan Pratikum

1. Mengetahui pengaruh tingkat deformasi plastis terhadap kekerasan

logam.

2. Mengetahui pengaruh temperatur pemanasan terhadap kekerasan

logam setelah mengalami deformasi plastis.

1.3 Manfaat

Dalam pratikum ini, manfaat yang kita peroleh yaitu kita mengetahui

bagaimana proses recovery dan rekristalisasi ini, kita juga dapat mengetahui

bagaiman pengaruh temperatur terhadap kekerasan material dan tingkat reduksi yang

berbeda-beda.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Recovery dan Rekristalisasi

Material logam bila dideformasi pada temperatur terutama pada temperatur

kamar menunjukan perubahan sifat mekanismenya. Bentuk butir berubah dari bentuk

sebelumnya dari equaxe grain menjadi elongated grain sehingga kekerasan dan

kekuatannya bertambah. Hal ini disebabkan pertambahan dislokasi lebih banyak dari

pada pengurangan dislokasi akibatnya secara termodinamika logam tidak berada

dalam kesetimbangan atau tidak stabil dimana adanya peningkatan energi dalam yang

tersimpan pada dislokasi.

Seiring dengan peningkatan temperatur terjadi pengurangan energi dalam

dimana adanya pengurangan kerapatan dislokasi akibat terjadinya proses ambilisi dari

dua dislokasi yang berbeda jeni tanpa diikutipertumbuhan butir baru, sedangkan

dislokasi berjenis sama akan membentuk susunan teratur sehingga terjadi proses

poligonisasi dengan sudut orientasi rendah, proses poligonisasi ini dikenal sebagai

proses pemulihan (recovery). Pada proses recovery ini kekuatan dan kekerasan

material tidak berubah.

Sejalan dengan peningkatan temperatur terjadi pertumbuhan butir di

daerah-daerah yang paling tinggi tingkat energi dalamnya yang tersimpan dalam dislokasi.

Pertambahan butir baru ini dikenal dengan rekristalisasi. Butir menjadi halus di

banding butir sebelum di rekristalisasi. Dalam hal ini terjadi penurunan kekerasan,

kekuatan, dan terjadi peningkatan elongation bahan.

Biasanya pertumbuhan butir baru ini kebanyakan terjadi pada daerah batas

butir lama karena di sana terjadi penumpukan dislokasi. Seperti diketahui bahwa

batas butir merupakan salah satu penyebab terhalanganya pergerakan dislokasi.

Kristal yang mengalami deformasi plastis mempunyai lebih banyak energi dari pada

kristal yang tidak mempunyai regangan karena mengandung dislokasi dan cacat-cacat

Bila ada kesempatan, atom

lebih sempurna. Tanpa regangan, hal ini dapat terlaksana bila kristal dipanaskan dan

melalui suatu proses yang disebut

suhu dingin menyebabkan terjadinya pengaturan kembali atom

butiran-butiran yang lebih sempurna.

Pada proses rekristalisasi atom

Penataan kembali ini lebih mudah pada suhutinggi bahkanterjadi penurunan

kekuatan dalam contoh yang dipanaskan pada suhu 300

yang mengalami pengerjaan dingin sebesar 75%, hamp

Sebaliknya contoh yang dibiarkan selam satu

memiliki kekuatan yang didapat sewaktu paada 75%. Jadi dapat kita tarik kesimpulan

bahwa :

Recovery yaitu proses pemulihan material

penurunan kekerasan sedikit tanpa perubahan struktur bu

salah arah secara vertikal akan kembali menyusun diri dan jumlahnya sedikit

berkurang tetapi tegangan sisa turun banyak.

Bila ada kesempatan, atom-atom akan bergerak dan membentuk susunan yang

lebih sempurna. Tanpa regangan, hal ini dapat terlaksana bila kristal dipanaskan dan

melalui suatu proses yang disebut anealling. Getaran termal kisi yang besar dari pada

suhu dingin menyebabkan terjadinya pengaturan kembali atom-atom dan membentuk

butiran yang lebih sempurna.

Pada proses rekristalisasi atom-atom bergerak dan menata diri kembali.

ini lebih mudah pada suhutinggi bahkanterjadi penurunan

kekuatan dalam contoh yang dipanaskan pada suhu 300 ºC selama satu jam. Contoh

yang mengalami pengerjaan dingin sebesar 75%, hampir semua terkristalisasi.

contoh yang dibiarkan selam satu jam pada suhu dibawah 200

memiliki kekuatan yang didapat sewaktu paada 75%. Jadi dapat kita tarik kesimpulan

yaitu proses pemulihan material. Selama proses pemulihan terjadi

penurunan kekerasan sedikit tanpa perubahan struktur butir, dilokasi-dislokasi yang

salah arah secara vertikal akan kembali menyusun diri dan jumlahnya sedikit

berkurang tetapi tegangan sisa turun banyak.

atom akan bergerak dan membentuk susunan yang

lebih sempurna. Tanpa regangan, hal ini dapat terlaksana bila kristal dipanaskan dan

. Getaran termal kisi yang besar dari pada

atom dan membentuk

atom bergerak dan menata diri kembali.

ini lebih mudah pada suhutinggi bahkanterjadi penurunan

ºC selama satu jam. Contoh

r semua terkristalisasi.

jam pada suhu dibawah 200 ºC tetap

memiliki kekuatan yang didapat sewaktu paada 75%. Jadi dapat kita tarik kesimpulan

Selama proses pemulihan terjadi

dislokasi yang

salah arah secara vertikal akan kembali menyusun diri dan jumlahnya sedikit

Rekristalisasi yaitu pertumbuhan butir baru. Proses rekristalisasi bisa terjadi

pada pengerjaan panas atau pengerjaan dingin asalkan material terdeformasi minimal

50%. Deformasi bisa dilakukan dengan proses pembentukan yaitu pengerolan,

ekstrusi, penempaan. Penyebab rekristalisasi adalah adanya energi dari tumpukan

kerapatan dislokasi. Sehingga terjadi peningkatan energi dalam, atom cenderung

untuk kembali pada tingkat energi rendah dengan cara membentuk butir baru.

Gambar 1.2 proses rekristalisasi

Proses rekristalisasi diklasifikasikan menjadi:

 Dinamik

Rekristalisasi yang terjadi selama berlangsungnya deformasi. Terjadi

pada pengerjaan panas

 Statik

2.2 Skematik Recovery Dan Rekristalisasi

Berikut ini adalah skematik dari proses recovery dan rekristalisasi.

Gambar 1.3 skematik recovery dan rekristalisasi

Dari skematik diatas dijelaskan dimana pada proses rekristalisasi terjadi

penurunan kekerasan, dan peningkatan elongation bahan. Sedangkan pada proses

material tersebut berkurang. Adapun ukuran butirnya menjadi lebih kecil dan pipih

dari semula. Dengan penambahan temperatur setelah proses pemberian deformasi,

terjadi pertumbuhan butir baru pada material yang menyebabkan nilai kekerasan,

kekuatan dan tegangan sisa menjadi menurun, sedangkan keuletannya meningkat.

Pertumbuhan butir baru inilah yang disebut dengan rekristalisasi. Butir baru ini

lambat laun menjadi besar, akhirnya sifat material kembali kepada bentuk semula.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rekristalisasi

 Jumlah deformasi

Semakin besar jumlah deformasi maka semakin mudah rekristalisasi terjadi

 Temperatur

Semakin tinggi temperatur maka material lebih cepat mencapai rekristalisasi.

 Waktu

Semakin lama waktu rekristalisasi maka persentasi yang terkristalisasi juga

semakin banyak.

 Ukuran butir

Semakin kecil ukuran butir awal, maka makin banyak batas butir maka

setelah deformasi akan mudah terjadi rekristalisasi.

 Komposisi (Paduan)

Rekristalisasi mudah terjadi pada paduan dibandingkan pada logam murni.

2.4 Pengerjaan Dingin Dan Pengerjaan Panas

Pada proses recorvery dan rekristalisasi ada dua jenis pengerjaan, yaitu:

1) Pengerjaan Dingin(Cold Working)

Didalam pengerjaan dingin ini temperatur yang digunakan dibawah temperatur

rekristalisasi (T kerja < T rekristalisasi), T kerja ≤ 0,3 T melt. Pada pengerjaan

dingin, material mengalami deformasi plastis sehingga keuletan material menjadi

turun sedangkan kekuatan dan kekerasan material mengalami peningkatan. Ada

beberapa kekurangan dan kelebihan dalam proses pengerjaan dingin ini.

Kelebihan dari proses pengerjaan dingin diantaranya yaitu:

 Peningkatan kekuatan cukup berarti

 Peningkatan sifat mampu mesin

 Kualitas permukaan halus

 Tidak terbentuk terak oksida

 Ketelitian dimensi

Kekurangan dari proses pengerjaan dingin diantaranya yaitu:

 Terjadi tegangan sisa

 Butir yang pecah dan adanya distorsi

 Keuletan rendah

 Daya pembentukan besar

 Kaang-kadang efek strain hardening tidak disukai

2) Pengerjaan Panas(Hot Working)

Pada pengerjaan panas ini temperatur yang digunakan diatas temperatur

rekristalisasi (T kerja > T rekristalisasi), T kerja ≤ 0,6 T melt. Dimana pada proses

pengerjaan panas ini, material mengalami perubahan struktur mikronya yang mana

keuletan dari material tersebut meningkat sedangkan kekuatan dan kekerasannya

mengalami penurunan. Pengerjaan panas ini dilakukan didalam tungku pada

temperature tiggi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari pengerjaan panas ini yaitu :

Kelebihan pengerjaan panas :

 Daya pembentukan rendah

 Peningkatan kekuatan rendah

Kekurangan pengerjaan panas :

 Butuh pemanasan

 Mudah terbentuk terak

 Kualitas permukaan kurang bagus

 Ketelitian dimensi sulit dikontrol

 Umur perkakas rendah

2.5 Diagram Fasa Fe-Fe

3

C, Reaksi Invariant, dan Jenis Fasa

Diagram fasa merupakan diagram yang memperlihatkan fasa yang terbentuk

bila dua fasa dipadukan. Fasa adalah sistem homogen yang mempunyai karakteristik

fisik dan kimia yang sama. Pada diagram fasa dapat dilihat fasa-fasa yang ada,

temperatur material, komposisi masing-masing fasa, dan fraksi fasa.

Reaksi invariant adalah reaksi yang melibatkan tiga fasa dimana dua fasa

menjadi satu fasa atau sebaliknya.

Terdapat tiga titik invariant yang penting yaitu :

1. Titik eutektoid

Dimana pada titik ini terjadi perubahan satu fasa padat menjadi dua

fasa padat, atau sebaliknya.

γ

(s)

α

(s)

+ Fe

3

C

(s)

2. Titik eutektik

Dimana pada titik ini terjadi perubahan satu fasa cair menjadi dua fasa

padat, atau sebaliknya.

L

(c)

γ

(s)

+ Fe

3

C

(s)

Pada kadar C 4,3% dan suhu 1148

o

C terjadi reaksi eutektik yaitu

pembentukan fasa austenit (2,11% C), sementiti (6,67% C) dari fasa

cair (4,3% C). Campuran anatara austenit dengan sementit disebut

3. Titik peritik

Dimana pada titik ini terjadi perubahan satu fasa cair ditambah stu fasa

padat menjadi satu fasa padat, atau sebaliknya.

L

(c)

+ δ

(s)

γ

(s)

Pembentukan besi-dendrit dan liquid dari fasa austenit. Selubility limit

merupakan batas karbon maksimum didalam paduan Fe3C yaitu

6,67%, jika tidak larut maka akan timbul grafhit (karbon bebas, tidak

berikatan dengan Fe)

Gambar 1.4 Diagram Fasa Fe-F3C

Fasa terbagi tiga, yaitu :

1. Fasa tunggal

 mempunyai sel satuan BCC

 terbentuk pada temperature ruang sampai 910

o

C

c. Austenit (γ)

 mempunyai kelarutan C maksimum 2,1 % pada 910

o

C

 mempunyai sel satuan FCC

d. Besi-dendrit (δ)

Sama dengan ferrit, hanya temperatur yang berbeda.

2. Fasa Ganda

Fasa yang terdiri dari dua buah fasa tunggal, contoh : α + γ, α + δ, dan

γ + δ.

3. Fasa Campuran

Gabungan antara fasa tunggal dengan fasa sementit(Fe

3

C), contoh :

BAB III

METODOLOGI

3.1 Peralatan

1.Spesimen

2.Tungku

3.Gergaji

4.Gerinda

5.Alat uji tekan

6.Alat uji keras

Gambar1.7 Ultimate Testing Machine

3.3 Prosedur Percobaan

1. Siapkan spesimen dan segala peralatan pendukung untuk proses penekanan.

2. Tekan tujuh buah spesimen untuk regangan yang sama, ε

1

= 20% penekanan

pada suhu kamar.

3. Potong dua satu buah spesimen yang arah potongnya tegak lurus terhadap gaya

penekanan. Ukur distribusi kekerasan mulai dari satu sisi melewati bagian

tengah smpai ke sisi berikutnya.

4. Kemudian panaskan 6 spesimen yang tersisa dalam tugku untuk T = 200 ºC,

300 ºC, 350 ºC, 400 ºC, 450 ºC, dan 500 ºC masing-masing selama 15 menit

dan kemudian celupkan kedalam air.

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan

1.Deformasi 20%

a. Kekerasan Sebelum Dipanaskan (HRA)

 Titik 1 = 16

 Titik 2 = 16,5

 Titik 3 = 16

 Titik 4 = 15,5

 Titik 5 = 14

2.Deformasi 30%

a. Kekerasan Sebelum Dipanaskan (HRA)

 Titik 1 = 12

 Titik 2 = 15

 Titik 3 = 15

 Titik 4 = 15,5

 Titik 5 = 15

b. Kekerasan Setelah Dipanaskan (HRA) , T = 450

o

C

 Titik 1 = 12

 Titik 2 = 15

 Titik 3 = 15

 Titik 4 = 15,5

 Titik 5 = 15

4.2 Perhitungan

1.Deformasi 20%

a. Kekerasan Sebelum Dipanaskan (HRA)

 Titik 1 = 16 , BHN =

 Titik 2 = 16,5 , BHN =

 Titik 3 = 16 , BHN =

 Titik 4 = 15,5 , BHN =

 Titik 5 = 14 , BHN =

-2.Deformasi 30%

a. Kekerasan Sebelum Dipanaskan (HRA)

 Titik 1 = 12 , BHN =

 Titik 2 = 15 , BHN =

 Titik 3 = 15 , BHN =

 Titik 4 = 15,5 , BHN =

 Titik 5 = 15 , BHN =

-b. Kekerasan Setelah Dipanaskan (HRA) , T = 450

o

C

 Titik 1 = 12 , BHN =

 Titik 2 = 15 , BHN =

 Titik 3 = 15 , BHN =

 Titik 4 = 15,5 , BHN =

 Titik 5 = 15 , BHN =

-4.3 Tabel Hasil Perhitungan

Tabel1.1 Kekerasan Spesimen

Deformasi

Kekerasan Sebelum

Dipanaskan

Kekerasan Setelah

Dipanaskan

HRA BHN HRA BHN

20%

16

-16.5

-16

-15.5

-14

-30%

12 - 92.5

-15 - 90

-15 - 92

-15.5 - 88

-15 - 94.4

-4.4 Grafik

Gambar1.8 Grafik Pengaruh Deformasi Terhadap Kekerasan Material

Gambar1.9 Grafik Pengaruh Temperatur Terhadap Kekerasan Material

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 1 2 3 4 5 6 KE KE RA SA N (H RA ) TITIK

GRAFIK PENGARUH DEFORMASI TERHADAP

KEKERASAN MATERIAL

20% 30% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 KE KE RA SA N (H RA ) TITIK

GRAFIK PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP

KEKERASAN MATERIAL

T = 450 C T kamar

4.5 Analisa

Pada pratikum recovery and recrystallization,digunakan 2 buah spesimen

pengujian baja dengan perlakuan yang berbeda. Untuk mencapai recovery,

rekristalisasi dan grain growth diperlukan suatu proses pembentukan (forming) dan

pada kali ini proses yang digunakan adalah dengan menekan spesimen menggunakan

mesin freis hidrolik. Penekanan dilakukan dengan deformasi 20% dan 30%.

Spesimen dengan deformasi 20% akan berbeda kekerasanya dibandingkan

spesimen dengan deformasi 30%. Secara teori,deformasi 30% akan menghasilkan

kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan deformasi 20% karena ukuran butir

spesimen dengan deformasi 30% akan lebih halus disbanding deformasi 20%.Namun

,hasil pratikum tidak menunjukkan hal demikian. Hasil pratikum menunjukkan bahwa

spesimen dengan deformasi 30% memiliki kekerasan yang lebih rendah dibandingkan

deformasi 20%.Hal ini menunjukkan adanya kesalahan dalam melakukan

percobaan,kesalahan ini disebabkan oleh kurang halusnya atau kurang ratanya

spesimen saat melakuakn uji keras sehingga akurasi dalam pengujian yang dilakukan

berkurang,dan kesalahan ini juga dapat disebabkan ketidak telitian dan ketidak hati

-hatian pratikan dalam melakukan percobaan yakni dalam pembacaa skala pada mesin

uji keras Rockwell Hardness Tester dan kekurang terampilan pratikan dalam

penggunaan alat tersebut.

Setelah dideformasi spesimen dengan deformasi 30% akan dibagi 2 untuk

mendapatkan 2 perlakuan.Bagian 1 dibiarkan pada temperatur kamar dan bagian lain

diberi perlakuan panas.Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bagian 1 telah

dilakukan uji keras pada temperatur kamar,dan hasilnya kekerasanya akan bernilai

lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan deformasi 20%.Sedangkan bagian

dibiarkan saja, karena quenching akan menghasilkan fasa martensit yang bersifat

keras dang getas.

Dalam pengkorvesian nilai kekerasan HRA ke BHN,pratikan mengalami

hambatan karena nilai HRA yang didapatkan tidak memilki nilai BHN yang cocok

atau nilai BHN nya tidak didapatkan,hal ini disebabkan karena nilai HRA yang

didapatkan diluar range yang ada yakni terlalu tinggi dan terlalu rendah,sehingga

tidak dapat dikonversikan ke BHN.Penyebab utama hal ini adalah karena material

yang digunakan terlalu lunak atau karena komposisi material yang digunakan tidak

homogen. Selain itu juga dapat disebabkan karena ketidak telitian dan ketidak hati

-hatian pratikan dalam melakukan percobaan yakni dalam pembacaan skala Rockwell

pada pengujian keras material tersebut.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dalam pratikum kali ini yaitu :

1. Tingkat deformasi palstis berbanding terbalik dengan kekerasan material

yang digunakan.Semakin besar deformasi plastis yang diberikan

kekerasan material akan menurun,begitupun sebaliknya.

2. Material yang diberikan perlakuan panas setelah deformasi akan memiliki

nilai kekerasan yang lebih tinggi dibanding material tanpa perlakuan

panas (temperatur kamar).

3. Terjadi kesalah dalam percobaan saat mengetahui tinggkat deformasi

plastis terhadap kekerasan material karena hasil yang didapatkan tidak

Sesuai dengan teori yang ada

5.2 Saran

Pada pratikum kali ini pratikan disarankan agar memahami bahwa

pemanasan dan reduksi yang berbeda sangat mempengaruhi nilai kekerasan,

agar lebih hati-hati dalam melakukan pengujian serta praktikan harus teliti

dalam mengukur spesimen sebelum dn setelah proses penekanan.

LAMPIRAN

TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM

1. Mekanisme penumpukan dan perbanyakan dislokasi :

Mekanisme penumpukan dislokasi terjadi karena adanya pembebanan.

Dislokasi-dislokasi yang ada menumpuk dan terkonsentrasi pada satu tempat hingga

terjadilah strain hardening umumnya penumpukan dislokasi merupakan dislokasi

yang terhambat pergerakannya.

Gambar1.10 penumpukan dan perbanyakan dislokasi

2. Grafik Gibbs Free Energy

SOLID LIQUID Critical point

1 atm

GAS

0 0.0098 100

L

L + S

S

Grafik menunjukkan kesetimbangan logam akan berada pada fas yang sesuai

tergantung dari temperatur logam itu sendiri.

3. Fenomena anihilasi yaitu peristiwa menghilangnya dislokasi karena bentuk

dislokasi tidak sama tapi kongruen.

Fenomena poligonisasi yaitu peristiwa mantul atau bertolaknya dislokasi karena

bentuk dislokasi adalah sama.

Gambar :

TUGAS SETELAH PRAKTIKUM

1. Skematik Recovery dan Rekristalisasi :

Annealing temperature ( ˚F )

recovery rekristalisasi grain growth

pradeformasi postdeformasi

Gambar1.14 Skematik Recovery dan Rekristalisasi

Pengertian :

Dari skematik diatas dijelaskan dimana pada proses rekristalisasi terjadi penurunan

kekerasan, dan peningkatan elongotion bahan. Sedangkan pada proses recovery

kekuatan dan kekerasan material tidak berubah.

Pada saat mengalami deformasi, tegangan sisa mengalami kenaikan, begitu pula

dengan kekuatan dan kekerasan juga mengalami kenaikan yang cukup drastis.

Sedangkan keuletan material saat mengalami deformasi malah menurun. Pada

tegangan sisa menurun dan keuletan mengalami kenaikan. Selanjutnya pada

peristiwa rekristalisasi tegangan sisa beserta kekuatan dan kekerassannya

cenderung mengalami penurunan, akan tetapi nilai keuletannya meningkat.

Perubahan yang terjadi cenderung kembali ke posisi semula pada peristiwa grain

growth. Begitu juga halnya dengan keuletan, kekerasan, kekuatan, ukuran butir

dan tegangan sisa. Semuanya kembali ke keadaan sebelum di deformasi seiring

dengan pertumbuhan ukuran butir.

2. Range temperatur transisi terjadi penurunan kekerasan adalah 400 ˚F – 950 ˚F.

Break point antara kekuatan dan elongasi adalah pada temperatur 700 ˚F dengan

tensile strerngth 475 Mpa range salah satu pilhan dan break point akan terjadi

pada salah satu pilihan temperatur pemanasan yang digunakan.

3. Material tidak perlu/tidak bisa terkristalisasi jika regangan atau deformasinya nol.

Hal yang menyebabkan terkristalisasinya suatu material adalah akibat pemanasan

material yang terdeformasi, kalau seandainya tidak terdeformasi karena istilah

rekristalisasinya tidak ada.

4. Penyearah besar deformasi terhadap kecepatan temperatur rekristalisasi :

Semakin besar deformasi yang diberikan dan semakin besar atau semakin tinggi

pula temperatur pemanasan makam material makin cepat mengalami rekristalisasi

namun tingkat kekuatan dan kekerasannya menurun.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia industri kita membutuhkan material yang kuat untuk suatu produk. Material yang keras sangat menentukan kualitas produk yang kita buat. Kekerasan suatu logam bisa ditingkatkan dengan beberapa cara, salah satunya dengan cara melakukan perlakuan termal pada logam tersebut.

Untuk mengetahui sifat mampu keras dari logam dapat kita lakukan percobaan Jominy. Setelah logam dipanaskan, dilakukan pendinginan dengan menyemprotkan air pada ujung spesimen dan dilakukan uji keras.

Dalam dokumen Acc Metfis Kelompok 2 (Halaman 29-61)

Dokumen terkait