• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BELAJAR DAN MENGENAL KITAB AYUB

B. Struktur Penulisan Kitab Ayub

2. Dialog

Bagian dialog merupakan bagian terbesar dari Kitab Ayub, dan bagian ini dapat terbagi menjadi tiga bagian lagi. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Wilcox. Perlu kita ketahui bahwa dialog yang dimaksud dalam kitab ini mempunyai pengertian yang berbeda dari yang kita pahami saat ini. Pada kitab ini, yang dimaksud “dialog” tidak terdapat proses saling menanggapi satu sama lain. Maksudnya, setelah seorang berbicara tidak ada lagi yang memberi tanggapan, namun setelah seseorang berbicara maka yang lainnya serta merta beralih pada pembicaraan lain. Sepaham dengan Wilcox, Robini (1998: 24) membagi bagian dialog menjadi tiga lingkaran.

a. Lingkaran Pertama

Lingkaran pertama terdiri dari Ayb 3-14. Pada bab ini ingin diperlihatkan bagaimana bagian puisi dari kitab ini memiliki karakteristik dan bentuk “Mazmur” yang berisi tentang pujian yang diiringi oleh keluh kesah. Dialog dimulai pada bab 3 yaitu pada saat Ayub mulai meratapi hari kelahirannya (Ayb 3: 1-16). Ayb 3: 20- 26 Pada bagian puisi ini Ayub mulai meratapi nasibnya sehingga ia merasa bahwa Allah tidak adil kepadanya (Robini, 1998: 25).

Berikut dinamika argumentasi Ayub melawan sahabt-sahabatnya: • Ayb 3 keluh kesah Ayub, dia menyesali hari kelahirannya.

• Ayb 4-5 Elifas memberanikan diri berbicara untuk menanggapi ratapan Ayub. Elifas berusaha menguatkan Ayub, menyarankan Ayub

supaya lebih berpengharapan (4:6). Bukankah orang tidak bersalah dan jujur dilindungi oleh Allah? (4:7). Elifas memberi penghiburan pada Ayub sesuai dengan keyakinannya, bahwa pada akhirnya orang yang tidak bersalah, tidak akan binasa. Maksud Elifas yakni kita akan menuai apa yang kita tabur (4: 7- 9). Pada bagian ini, Elifas mengingatkan Ayub, ia hidup di dunia yang diatur secara moral, sehingga kesalehan akan mendapatkan upah yang baik “pemikiran tradisional: prinsip pembalasan di Bumi” (Atkinson, 2002: 53).

Pada bab 5, Elifas menyarankan Ayub supaya berhenti mengeluh karena penderitaan yang dihadapinya, dan ia harus mengaku bersalah kepada Allah yang transenden. Elifas tidak terbuka pada kemungkinan lain yang terjadi pada masalah Ayub. Elifas terlalu berpegang pada keyakinan tentang pemahaman tradisional mengenai prinsip pembalasan di bumi (Atkinson., 2002: 57). • Ayb 6 Ayub kecewa pada sahabat-sahabatnya, menurut Ayub mereka

terlalu skeptis dalam menanggapi kasus penderitaan yang menimpa dirinya.

• Ayb 7 hidup itu berat. Pada bagian ini, Ayub meratapi nasibnya yang malang, begitu berat dan mengerikan untuk disadari. Ratapan Ayub seolah mengarah langsung pada Allah, dan berharap Allah akan mendengarkan dan menjawab ratapan yang keluar dari mulutnya.

• Ayb 8 Bildad membela keadilan hukuman Allah. Bildad adalah model teolog yang berpegang pada masa lalu. Bildad memulai

pembicaraannya dengan nada kesal: “Berapa lamakah lagi engkau akan berbicara begitu, dan perkataan mulutmu seperti angin yang menderu?” (8:2). Bildad seperti mempunyai argumentasi bahwa anak-anak Ayub meninggal karena kesalahan mereka sendiri (8:4). Jika Elifas memuliakan ke-Mahakudusan Allah. Maka bildad lebih menekankan kekuatan dan keadilan Allah (lih Ayb 8:3), disitu Bildad seperti bertanya tetapi ingin menegaskan keyakinannya.

• Ayb 9 Jawab Ayub: tidak seorangpun dapat bertahan di hadapan Allah. Pada bagian ini Ayub mau mengakui bahwa Allah mempunyai kuasa penuh atas dunia dan seisinya, termasuk penderitaan yang menimpa dirinya. Meski Ayub sangat menyadari bahwa dirinya tidak bersalah, dan menurutnya tidak ada alasan yang tepat jika Allah menimpakan penderitaan pada dirinya. Tetapi Ayub mengakui, betapa kuat Allah dibanding dirinya yang tidak berdaya karena tertimpa penderitaan, Ayub hanya bias pasrah kendati hatinya bergumul akan keadilan Allah (9: 19-20).

• Ayb 10 Apakah maksud Allah dengan penderitaan? Ayub menyatakan bahwa dirinya tidak mengerti dengan maksud Allah membiarkan penderitaan terjadi pada dirinya. Padahal dia tidak pernah melakukan kesalahan yang membuat Allah murka. Tetapi mengapa penderitaan itu harus dialaminya? (Robini, 1998: 25, 43).

• Ayb 11 Anjuran Zofar supaya Ayub merendahkan diri di hadapan Allah. Pada bagian ini menunjukan bagaimana Zofar memuliakan

hikmat Allah. Zofar sangat marah karena Ayub belum berhenti mengeluh, dan menurut Zofar Ayub terlalu banyak bicara (11: 2- 3). Zofar mengandalkan hikmat Allah yang tidak terselami. Zofar yakin bahwa di dunia ini terdapat banyak hal yang tidak kita pahami. Namun Allah tetap adil. Allah menghukum yang jahat dan memberikan ganjaran bagi yang berbuat baik. Zofar menyarankan supaya Ayub bertobat dan mengaku salah. Bagaimana mungkin Ayub mengaku salah jika dirinya sungguh benar atau tidak melakukan kesalahan sedikitpun. Zofar memang mempunyai jalan pikir yang sama dengan kedua sahabat Ayub lainnya yakni Bildad dan Elifas. Mereka sama-sama berpegang pada penadangan tradisional (Atkinson, 2002: 74).

• Ayb 12 Ayub mengakui kekuasaan dan hikmat Allah, tetapi Ayub tidak merasa bersalah. Ayub tetap bersikeras berpegang teguh pada keyakinan bahwa dirinya benar.

• Ayb 13 Ayub membela perkaranya di hadapan Allah. Ayub menuntut keadilan Allah (13:15). Ayub jujur mengatakan bahwa dia benar (13:18)

• Ayb 14 setelah mati tidak ada harapan lagi

Pada bagian puisi Ayub menunjukkan karakter yang jauh berbeda dari sebelumnya yakni pada bagian prosa (Ayb 1-2). Pada bagian puisi, Ayub menjadi pemarah. Dalam kemarahan jiwanya yang mendalam, Ayub menyatakan kebenarannya. Bagian puisi dalam Kitab Ayub merupakan perjuangan hebat pengarang untuk menggali makna sesungguhnya dari hidup manusia, khususnya ketika dilanda penderitaan dan ketidakadilan, apalagi tanpa alasan yang jelas.

Dalam keadaan kecewa, Ayub memberontak kepada Allah. Ia mulai mempertanyakan keadilan Allah. Ia berseru: “Di mana keadilan Allah?” Diri Ayub merasa saleh dan benar, tidaklah pantas untuk menderita. Ayub berkeluh kesah dan mengutuk hari kelahirannya (Ayb 3).

Melihat kondisi Ayub yang menderita, Elifas teman Ayub berbicara seakan penderitaan yang diterima Ayub adalah karena perbuatan dosa (Ayb 4: 8). Teman- teman Ayub bersikap skeptis, mereka masih percaya pada pendapat tradisional tentang adanya pembalasan di bumi: “Allah akan memberi ganjaran pada orang yang saleh dengan kebahagiaan, melindungi orang yang lemah, dan hukuman kepada orang jahat” (Robini, 1998: 51). Ayub merasa dirinya orang benar, tiddak pantas menderita, dan ia tidak terima mendapat tuduhan telah melakukan kesalahan yang membuat Allah murka.

b. Lingkaran Kedua

Lingkaran kedua terdiri atas bab 15-21. Bagian ini memuat struktur yang sama dengan lingkaran pertama, yaitu Ayub berbicara dan kemudian ditanggapi oleh sahabat-sahabatnya (Robini: 1998: 25).

Ayb 15 Pendapat Elifas bahwa orang fasik akan binasa Ayb 16-17 Ayub mengeluh tentang perlakuan Allah

Ayb 18 pendapat Bildad, bahwa orang fasik pasti akan binasa

Ayb 19 Keyakinan Ayub, bahwa Allah tetap akan memihak kepadanya Ayb 20 Pendapat Zofar, bahwa sesudah kemujuran sebentar, orang fasik

akan binasa

c. Lingkaran Ketiga

Lingkaran ketiga dimulai dari Ayub 22-31. Pada lingkaran ketiga ini ada sedikit kejanggalan. Zofar tidak berbicara dan Ayub menginterupsi pembicaraan tanpa memberi kesempatan pada Zofar untuk menyampaikan argumentasinya. Pada lingkaran ini, bagian dialog yang seharusnya diisi oleh zofar dan diakhiri dengan sebuah himne tentang kebijaksanaan Allah justru dilihat oleh para ahli tafsir tidak sesuai, karena hal ini berhubungan dengan konteks makro dari kisah, apabila diletakkan pada mulut Ayub (Robini, 1998: 25).

Ayub berharap kedatangan sahabat-sahabatnya dapat memberi penghiburan bagi dirinya namun ternyata para sahabatnya justru membuatnya semakin menderita. Bagi mereka, penderitaan yang dialami Ayub merupakan akibat kesalahan yang diperbuatnya sendiri (Robini, 1998:25).