III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
B. Parameter Pendukung 4.4.4 Kualitas Air
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.3 Diameter Telur
Hasil pengamatan ukuran diameter telur berdasarkan 30 sampel oosit pada setiap perlakuan diperoleh nilai rata-rata diameter telur. Hasil kanulasi dan
pengamatan telur pada calon induk nilem betina yang diinduksi hormon Oodev mengalami fase maturasi (matang gonad) mulai terjadi pada hari ke-10 untuk perlakuan 4 pada dosis 1 mL/kg, disusul secara berturut–turut perlakuan 3 dosis 0,75 mL/kg pada hari ke-14, perlakuan 2 dosis 0,50 mL/kg pada hari ke-23 dan perlakuan 1 dosis 0,25 mL/kg pada hari ke-30, sedangkan pada kontrol belum ditemukan butiran–butiran kuning telur pada gonad.
Analisis statistik menunjukkan bahwa induksi hormon Oodev berpengaruh nyata terhadap diameter telur dibanding dengan kontrol (p<0,05) (Lampiran 8). Telur merupakan hasil akhir dari proses gametogenesis setelah oosit mengalami fase pertumbuhan yang sangat bergantung pada adanya hormon gonadotropin. Perkembangan diameter telur pada oosit telesotei ini umumnya disebabkan adanya akumulasi kuning telur (Ismail et al. 2011).
Diameter tertinggi terdapat pada perlakuan dosis 0,75 mL/kg sebesar 1,1075±0,0095 mm dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 0,0000±0,0000 mm. Diagram diameter telur dapat ditunjukkan Tabel 4.
Tabel 4. Diameter telur
Dosis Diameter telur (mm) ± SD
0 mL/kg 0,0000a± 0,0000
0,25 mL/kg 1,1025b± 0,0050
0,50 mL/kg 1,1050b± 0,0057
0,75 mL/kg 1,1075c± 0,0095
1 mL/kg 1,1050b± 0,0057
Keterangan : Superskrip berbeda dalam satu baris menunjukkan ada perbedaan yang nyata (p<0,05).
Gambar 4. Ukuran diameter telur calon induk ikan nilem betina 5.1.4 Kualitas Air
Pengukuran kualitas air seperti suhu, pH dan oksigen terlarut (DO) dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Pengukuran suhu menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH pen, dan pengukuran oksigen menggunakan DO test kit. Kisaran data kualitas air selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 5. Data kualitas air selama penelitian ditunjukkan pada Lampiran 10. Tabel 5. Kisaran parameter kualitas air
Parameter Kisaran
Oksigen terlarut (mg/l) 0,39-1,37
Suhu(ᵒC) 28,1-28,2
pH 6,7-6,9
5.2 Pembahasan
Perkembangan gonad ikan adalah proses berkembang folikel oosit sampai kemudian berhenti apabila telah mencapai ukuran maksimum (fase dorman).
Untuk mempercepat perkembangan gonad ikan nilem, perlu adanya induksi hormonal, pada penelitian ini menggunakan hormon Oodev. Hormon Oodev merupakan kombinasi hormon yang mengandung pregnant mare’s serum
gonadotropin (PMSG) dan antidopamin (Fadhillah, 2016). Pada penelitian ini
menggunakan parameter laju pertumbuhan spesifik, indeks kematangan gonad dan diameter telur.
Hasil pada perlakuan dosis hormon Oodev 0,75 mL/kg merupakan dosis yang stabil kenaikan laju pertumbuhan spesifik, nilai indeks kematangan gonad dan ukuran diameter telur. Kemudian pada perlakuan dosis 1 mL/kg menjadi urutan kedua dosis hormon Oodev untuk mempercepat tahap matang gonad, selanjutnya perlakuan dosis 0,50 mL/kg dan 0,25 mL/kg. Perlakuan kontrol atau tanpa diinduksi hormon Oodev pada calon induk ikan nilem belum mengalami matang gonad.
Induksi hormon Oodev terhadap calon induk ikan nilem dapat meningkatkan laju pertumbuhan spesifik karena adanya peningkatan persentase pertumbuhan gonad. Berdasarkan hasil analisis data hubungan laju pertumbuhan spesifik dengan kematangan gonad calon induk ikan nilem yang diinduksi hormon Oodev menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan spesifik tertinggi pada perlakuan dosis 0,75 mL/kg berbeda nyata dengan perlakuan dosis 1 mL/kg, 0,50 mL/kg, 0,25 mL/kg, dan 0 mL/kg (kontrol). Pada pengamatan akhir menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan spesifik tertinggi pada perlakuan dosis 0,75 mL/kg (1,24225%/hari) dan rata-rata laju pertumbuhan spesifik terendah pada perlakuan dosis 0 mL/kg atau kontrol (0,73150%/hari). Hal ini menunjukkan ada pengaruh
induksi hormon Oodev terhadap pertambahan laju pertumbuhan spesifik calon induk ikan nilem betina karena menurut Effendi (1979) perkembangan gonad hingga stadium matang, bobot ikan akan mencapai 10-25% dari bobot tubuh ikan.
Pengaruh perkembangan gonad ini yang menyebabkan naiknya laju pertumbuhan spesifik. Peningkatan bobot juga dipengaruhi oleh proses perkembangan gonad yang berdampak pada konsumsi energi sehingga memerlukan energi yang lebih banyak untuk pembentukan gamet pada calon induk. Laju pertumbuhan spesifik (LPS) atau Spesific Growth Rate (SGR) ikan sangat bervariasi. Macam-macam faktor laju pertumbuhan spesifik ikan antara lain faktor luar merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, seperti kandungan oksigen terlarut, suhu air, amonia, salinitas dan fotoperiod. Fakor dalam yaitu faktor yang sukar dikontrol, seperti seks, umur, keturunan, parasit dan penyakit, selain faktor luar dan dalam terdapat faktor lain yang dapat memacu pertumbuhan ikan yaitu aspek fisiologi pakan dan pencernaan. Lambatnya laju pertumbuhan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu kondisi ekternal pakan, dimana sumber nutrien yang terkandung di dalam formulasi pakan belum lengkap bagi ikan, sehingga tidak dapat memacu pertumbuhan pada tingkat optimal. Faktor internal ikan sehubungan dengan kemampuan ikan dalam memanfaatkan dan mencerna pakan untuk pertumbuhan bobot tubuh (Amin, 1998).
Pengamatan gonad dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menghitung nilai IKG dan secara histologi gonad, namun pada penelitian ini pengamatan indeks kematangan gonad hanya dilakukan dengan menghitung nilai IKG. Pengamatan indeks kematangan gonad sangat penting dalam proses kematangan gonad tahap
awal yang dipengaruhi oleh induksi hormon Oodev karena aktivitas metabolisme reproduksi ikan sebagian besar tertuju pada proses perkembangan gonad (Mylones et al., 2010). Pada hasil pengamatan menunjukkan nilai IKG yang berbeda karena dosis yang berbeda, hal ini karena hormon Oodev yang mempunyai daya kerja dominan FSH yang bekerja optimum pada calon induk ikan nilem pada perkembangan gonad tahap awal (GTH I). Peningkatan nilai IKG dapat disebabkan oleh perkembangan oosit yang berisi vitelogenin. Vitelogenin yaitu bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sedang berkembang. Saat proses vitelogenisis berlangsung maka granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukuran sehingga volume oosit menjadi membesar, seiring dengan adanya perkembangan oosit yang ditandai dengan semakin meningkatnya IKG.
Tampubolon et al., (2002) menyatakan bahwa perkembangan bobot gonad beriringan dengan nilai IKG, yaitu semakin besar bobot gonad maka nilai IKG akan semakin besar pula namun nilai IKG akan menurun setelah pemijahan. Nilai IKG calon induk ikan nilem setelah diinduksi hormon Oodev ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai indeks kematangan gonad ikan nilem yang tinggi menujukkan bahwa ukuran gonad ikan nilem besar (Rochmatin dkk., 2014). Pada penelitian ini, nilai indeks kematangan gonad bervariasi diantara kelima perlakuan, dari rata-rata nilai indeks kematangan yang dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai indeks kematangan gonad pada perlakuan dosis 0,75 mL/kg lebih besar daripada keempat perlakuan yang lainnya. Rata-rata nilai indeks kematangan gonad pada penelitian ini adalah 3,8575±1,1000%.
Ukuran rata-rata diameter telur ikan nilem yang diamati selama penelitian menunjukkan perkembangan karena diinduksi oleh hormon Oodev. Oocyte
developer (Oodev) yang berasal dari campuran pregnant mare`s serum
gonadotropin (PMSG) dan antidopamin (AD) (Farastuti, 2014). Mekanisme
hormonal Oodev yakni PMSG sebagai FSH yang berasal dari luar merangsang gonad kemudian gonadotropin releasing hormone (GnRH) akan merangsang hipofisa untuk sekresi hormon gonadotropin yang memiliki fungsi yaitu pematangan awal atau vitelogenesis.
Antidopamin pada hormon Oodev merupakan salah satu zat kimia yang dapat menghentikan kerja dopamin, sedangkan dopamin itu sendiri merupakan penghambat aktivitas pelepasan hormon GnRH dari hipotalamus. Dopamin menghambat pematangan gonad dengan menjadi gonadotropin-release inhibiting
factor (GRIH) (Dufour et al., 2005). Antidopamin sebagai neurotransmitter yang
menghambat pematangan gonad dapat dihambat sehingga pematangan gonad dapat lebih cepat tercapai (Sudrajat dkk., 2014). Akitivitas hormon Oodev yang menghasilkan FSH lebih tinggi mampu menstimulasi gonad untuk terjadinya percepatan kematangan gonad. Secara alamiah hipotalamus memproduksi dopamin untuk menghambat sekresi FSH yang dilepaskan. Dopamin menghambat pematangan gonad dengan menstimulasi sekresi hormon penghambat perkembangan gonad (Ogawa dan Parhar, 2014). Penggunaan antidopamin pada kombinasi hormon berperan sebagai penghambat kerja dopamin yang akan memblok sekresi FSH, sehingga aktivits FSH yang terdapat pada hormon Oodev mampu merangsang perkembangan gonad tanpa adanya blokade dari dopamin.
Metoklopramid yang terkandung dalam senyawa antidopamin memberikan pengaruh untuk memblok reseptor melalui peningkatan pembakaran neuro dopaminergik (Mabudi et al., 2013).
Nagahama (1983) mengungkapkan bahwa alur mekanisme FSH yang terbawa oleh darah dan masuk ke dalam gonad selajutnya akan menginduksi lapisan sel teka untuk memproduksi testosteron, dan secara parakrin testosteron akan masuk ke sel granulosa kemudian dikoversi oleh enzim aromatase menjadi estradiol 17β. Estradiol 17β merupakan hormon yang sangat penting yang dihasilkan oleh ovari terutama pada ikan betina yang sedang mengalami proses vitelogenesis. Estradiol 17β menglami peningkatan secara bertahap pada fase vitelogenesis sejalan dengan peningkatan diameter telur. Peningkatan konsentrasi estradiol 17β dalam darah akan memacu hati melakukan proses vitelogenesis dan selanjutnya akan mempercepat proses pematangan gonad oleh karena itu, kadar estradiol 17β dalam darah dapat digunakan sebagai indikator dari pematangan gonad (Zairin et al., 1992).
Berkaitan dengan tingkat kematangan telur adalah kadar estradiol 17β akan menurun menjelang kematangan akhir. Menurut Singh dan Singh (1990) pada saat ovarium mencapai tingkat kematangan akhir, sintesis estradiol 17β akan menurun karena hal ini merupakan umpan balik negatif estrogen terhadap hormon yang menstimulasi sintesis estradiol 17β, lebih lanjut Zohar dan Mylonas (2001) mengemukakan bahwa secara alami konsentrasi hormon estradiol 17β tinggi pada fase vitelogenesis dan mencapai puncaknya pada fase mGV (migration Germinal
Vesicle) dan kemudian mengalami penurunan pada fase pGV(peripheral
Germinal Vesicle).
Tingkat kematangan gonad ikan nilem pada awal penelitian (hari ke-0) 100% ikan nilem dalam TKG I yaitu tahap dara dengan ciri-ciri gonad yang masih kecil, berwarna putih abu-abu, bobot gonad 0,01-0,06 gr dan telur belum terbentuk. Menurut Effendie (2002) menyatakan bahwa TKG I yaitu tahap dara yang ditandai organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung, ovarium transparan, tidak berwarna sampai abu-abu dan belum terbentuk telur. Tingkat kematangan gonad ikan nilem pada masing-masing perlakuan munujukkan hasil antara lain TKG pada perlakuan 4 dosis 1 mL/kg telah menunjukkan tahap TKG IV pada hari ke-10, pada perlakuan 3 dosis 0,75 mL/kg menunjukkan tahap TKG IV pada hari ke-14, kemudian pada perlakuan 2 dosis 0,50 mL/kg terjadi tahap TKG IV pada hari ke-23 dan terakhir pada hari ke-30 di perlakuan 1 dosis 0,25 mL/kg menunjukkan tahap TKG IV. Tingkat kematangan gonad (TKG) IV yaitu tahap bunting dengan ciri-ciri gonad berwarna kuning dan terbentuk telur berdiameter sekitar 1,1 mm, sedangkan pada perlakuan 0 mL/kg atau kontrol hanya dominan ada yang TKG II.
Hasil ini menunjukkan berbeda dosis mengakibatkan berbeda waktu untuk mencapai kematangan gonad dan induksi hormon Oodev terhadap ikan nilem dapat mempercepat kematangan gonad. Hal ini seperti hasil penelitian Farastuti (2014) yang melalukan penelitian berbagai dosis dimulai 0 mL/kg,0,50 mL/kg, 1,0 mL/kg dan 1,5 mL/kg yang mengalami kematangan gonad ikan tor soro
terbaik menggunakan dosis 1 mL/kg pada dosis perlakuan 3 dalam waktu 1 minggu.
Vitelogenesis merupakan suatu penggabungan protein-protein vitelogenin oleh oosit dan memprosesnya menjadi protein kuning telur sehingga menyebabkan peningkatan ukuran gonad ikan betina hingga maturasi akhir (Libzens et al., 2010). Penggunaan hormon Oodev yang mengandung PMSG dan antidopamin ternyata dapat mengningkatkan produksi telur dengan menginduksi kematangan gonad (Farastuti, 2014). Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kisaran rata-rata diameter telur setelah diinduksi hormon oodev sebesar 1,1075±0,0095 mm. Peningkatan ukuran diameter telur ini disebabkan karena penyerapan glikolipoprotein dalam jumlah besar yang disebut vitelogenesis. Glikopopretein dibuat di liver dibawah kontrol hormon steroid yang terdapat pada ovarian folikel. Glikopoprotein ini jug berperan dalam perkembangan telur. pada keadaan ini telur dalam tahap oosit sekunder dan dapat terlihat dengan ukuran beraneka macam. Rata-rata diameter telur saat matang gonad pada penelitian ini sekitar 1,1 mm. Menurut Subagja dkk., (2006) menyatakan tingkat kematangan gonad dicirikan dengan diameter oosit mencapai 1,1 mm.
Induksi hormon Oodev dengan dosis berbeda terhadap kematangan gonad calon induk ikan nilem berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua ikan dapat matang gonad. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan dan kematangan gonad dapat dipercepat selama 14 hari pada dosis 0,75 mL/kg melalui induksi hormon Oodev dibandingkan tanpa induksi hormon Oodev, karena secara
alami pada ikan nilem mengalami kematangan gonad dalam waktu 3 bulan (Subagja dkk., 2006) .
Hasil pengamatan yang didapatkan dari beberapa parameter diatas membuktikan bahwa induksi menggunakan hormon Oodev untuk kematangan gonad calon induk ikan nilem dapat mempercepat kematangan gonad. Pada perlakuan hormon Oodev dosis 0,75 mL/kg menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pada perlakuan dosis di atas 0,75 mL/kg hal ini dikarenakan dosis yang berlebihan dapat menghambat kerja organ target menyebabkan proses umpan balik negatif dari sekresi hormon gonadotropin akibat tingginya kandungan FSH yang dilepas. Nagahama dan Yamashita (2008) menyebutkan adanya kemungkinan mekanisme feedback negatif sehingga kandungan FSH yang cukup tinggi dapat menekan kerja LH endogen selanjutnya akan menekan gonadotropin untuk menghentikan sintesis estradiol 17β. Induksi hormon yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan jumlah hormon dalam tubuh ikan, sehingga kelebihan hormon dikeluarkan oleh tubuh melalui sistem sekresi (Mylones et al., 2010). Pada berbagai dosis 0,25 mL/kg, 0,50 mL/kg, 0,75 mL/kg dan 1 mL/kg telah mengakibatkan kematangan gonad, namun perlakuan Oodev dosis 0,75 mL/kg diduga sebagai dosis yang optimum untuk mempercepat kematangan gonad.
Pada perlakuan dosis oodev 0,75 mL/kg telah mengakibatkan organ target bekerja efektif untuk merangsang sintesis FSH eksogenus dalam mempercepat kematangan gonad dan meningkatkan kualitas telur dalam waktu 14 hari. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian masih menujukkan batas yang sewajar
untuk kehidupan ikan nilem. Hasil pengukuran kualitar air selama penelitian adalah suhu 28,1-28,2°C, pH 6,7-6,9 dan DO 0,39-1,37 ppm. Hasil pengukuran kualitas air pada penelitian ini umumnya masih berada dalam batas toleransi hidup bagi ikan. Menurut pendapat Boyd (1990) menyatakan suhu optimum bagi ikan pada umumnya berkisar 26-32°C. Kisaran pH selama penelitian 6,7-6,9 masih bisa ditoleransi, nilai pH yang terlalu rendah dan terlalu tinggi dapat mematikan ikan, pH yang ideal dalam budidaya perikanan adalah 5-9 (Syafriadiman et al., 2005).
Pada saat penelitian jumlah oksigen terlarut adalah 0,39-1,37 ppm, kisaran tersebut masih ditoleransi namun kurang baik, karena menurut Sedana (1996), apabila oksigen yang terlarut kurang dari 1 ppm. Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor seperti kekeruhan air dan suhu. kadar oksigen dalam air akan berkurang dengan semakin rendahnya suhu dan semakin tingginya kekeruhan air. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik akan menyebabkan kematian pada ikan dan bila hidup pada ikan akan mengalami pertumbuhan yang lambat.