• Tidak ada hasil yang ditemukan

YAYASAN PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR

J. Profil KH. Abdul Wahab Chasbullah 1.Latar Belakang Keluarga

1. Dibidang Kelembagaan

KH. Abdul Wahab Chasbullah senang akan perkembangan pendidikan.26 Melihat akan perkembangan yang cukup pesat di kedua lembaga yang beliau dirikan tersebut, maka KH. Abdul Wahab Chasbullah mencoba menerapkan sistem belajar di Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan pada sistem pendidikan di pesantren Tambakberas.

Sistem pendidikan yang ditawarkan beliau yaitu dengan memperbarui sistem yang dulunya sistem salafi yang komponen pendidikannya hanya antara pengajar dan pendidik (Kyai dan Santri) dengan metode pengajaran yang sangat sederhana; kyai ceramah, santri mencatat. Beliau menerapkan sistem modern atau sistem madrasah yang beliau adopsi dari sistem pendidikan luar/barat dengan cara menambah komponen sistem pendidikan lainnya yang bisa menunjang minat santri untuk belajar, komponen tersebut berupa fasilitas; ruangan untuk kelas serta papan tulis sebagai media pembelajaran.

Menurut Gus Edi, kelas yang digunakan KH. Abdul Wahab Chasbullah pada masa itu adalah wustho dan kurikulumnya pada penguasaan ilmu alat; Nahwu dan Shorof, Fiqih, Tauhid, al-Qur’an dan

25

Majalah Nahdlatul Ulama AULA hal. 15

26

Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012.

Hadits. Tujuan KH. Abdul Wahab Chasbullah menambahkan komponen sistem pendidikan pesantren tersebut agar para santri lebih terarah dalam penguasaan ilmu agama. Seperti yang dituturkan oleh Gus Edi, menurut KH. Abdul Wahab Chasbullah, bahwa dasar pendidikan agama yang meliputi al-Qur’an; Tajwid dan Tafsir, Fiqih, Tauhid, serta Hadits harus

dikuatkan pada pribadi anak didik, karena dasar pendidikan agama tersebut sebagai modal utama masa depan, agar anak didik kuat prinsip dan pendirian dalam langkah kehidupannya.27

Tentang kenapa banyaknya santri yang suka dan mengikuti pengajian KH. Abdul Wahab Chasbullah, Nyai Hizbiyah menuturkan hal itu dikarenakan ketika mengkaji satu ayat penjelasan yang diberikan oleh beliau begitu luas. Beliau lebih banyak bercerita tentang sejarah Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, memberikan contoh nyata ucapan dan perbuatan Rasulullah.28

Menurut Nyai Hizbiyah, KH. Abdul Wahab Chasbullah memang terkenal akan penguasaan ilmu Tafsir, fiqh dan mantiq.29dan oleh karena itu beliau lebih menekankan penguasaan ke ilmu-ilmu tersebut.

Dalam kurikulun pendidikan pesantren Tambakberas juga terdapat ilmu-ilmu yang berkaitan tentang Ahlussunah wal jama‟ah (ASWAJA). Pengertian Ahlussunah wal jama‟ah sendiri adalah golongan mengikuti sunnah dan ajaran-ajaran Rasulullah diatas garis yang dipraktekan oleh sahabat-sahabat Nabi.30 Dalam ASWAJA terdapat istilah manhajul fikr dan manhaj taghayyur al-ijtima‟i, bahwasanya Ahlussunah wal jama‟ah sebagai manhajul fikr merupakan metode berpikir yang digariskan oleh para sahabat Nabi dan tabi‟in yang sangat erat kaitannya dengan situasi politik dan sosial yang meliputi masyarakat muslim waktu itu. Dari manhajul fikr inilah lahir

27

Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012

28

Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012

29

Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012

30

Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan Penggerak NU, Cetakan Pertama (Tuban: GP Anshor dan Yogyakarta : Aura Pustaka, 2012), hlm 6.

pemikiran-pemikiran keislaman, baik di bidang aqidah, syari’ah, maupun

akhlak/tasawuf. Begitu juga dengan Ahlussunah wal jama‟ah sebagai manhaj taghayyur al-ijtima‟i, yaitu pola perubahan sosial-kemasyarakatan yang sesuai dengan nafas perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya. Inti dari keduanya adalah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ma ana

„alaihi wa ashabi (segala sesuatu yang datang dari rasulullah dan sahabatnya). Inti Ahlussunah wal jama‟ah kemudian diwujudkan dengan empat nilai: Tawassuth (moderat), Tasamuh (toleran), Tawazun (keseimbangan), dan Ta‟adul (keadilan). Dapat disimpulkan bahwa keberadaan ilmu ASWAJA di pesantren Tambakberas dimaksudkan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah agar santri mampu memahami dan mengilhami serta mengamalkan metode berpikir serta perjuangan yang digariskan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dalam perubahan sosial masyarakat.

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa secara tidak langsung KH. Abdul Wahab Chasbullah menanamkan unsur ilmu politik dalam sistem pendidikan pesantren Tambakberas. 31 Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya alumni yang terjun dalam dunia politik, salah satunya adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menjadi presiden RI ke-IV.

Berbicara tentang KH. Abdul Wahab Chasbullah, tidak akan pernah lepas dari Pondok Pesantren Tambakberas, yang merupakan salah satu pondok pesantren terbesar di Jawa Timur, tempat dimana beliau dilahirkan dan berpulang. Selain pengabdian KH. Abdul Wahab Chasbullah untuk umat yang terbungkus dalam organisasi masyarakat terbesar Nahdlatul Ulama, beliau juga mengabdikan diri sepenuhnya dalam pesantren Tambakberas, pesantren yang didirikan oleh kakeknya sendiri, KH. Abdussalam (Mbah Shichah) yang merupakan Pembabat pertama dusun Gedang, cikal bakal Pondok Pesantren Tambakberas. Kedatangannya di dusun ini membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang

31

Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012

dimilikinya. Menurut silsilah, beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya (kerajaan Majapahit) dan merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Abdussalam adalah putra Abdul Jabbar (Mbah Jabbar ) putra Abdul Halim (Pangeran Benowo) putra Abdurrohman (Jaka Tingkir/Mas Karebet). Sebelum kedatangan Abdusaalam, desa itu masih merupakan hutan belantara yang tidak dihuni. Selama kurang lebih 13 tahun beliau bergelut dengan semak belukar dan kemudian menjadikan desa itu sebagai perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia. Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, mulailah beliau membuat gubuk tempat beliau berdakwah yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari sebuah langgar, bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana. Pondok pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok Selawe dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang. Disebut juga dengan Pondok Telu karena bidang atau materi keilmuan yang dikaji

meliputi tiga ilmu yaitu syari’at, hakikat dan kanuragan. Dari sisi lain

dinamakan Pondok Telu karena jumlah bangunannya terdiri dari 3 lokal. Hal ini terjadi pada tahun 1825 Masehi.32

Setelah KH. Abdussalam berusia lanjut, tampuk kepemimpinan Pondok Selawe atau Pondok Telu diserahkan kepada dua menantunya yang

tidak lain adalah santrinya sendiri, yaitu KH. Ustman dan KH. Sa’id. Pada

tahap selanjutnya, atas restu dari Mbah Shoichah keduanya kemudian melakukan pengembangan terhadap pondok pesantren. Jika KH. Usman lebih menitikberatkan pesantrennya dalam ritual thoriqoh di timur sungai

Tambakberas, maka sebaliknya KH. Sa’id lebih fokus pada pengembangan

pesantren dengan kajian-kajian yang bersifat syari’at. Karena itulah maka Pondok Pesantren KH. Sai’d yang berada di sebelah barat sungai Tambakberas ini dikenal dengan sebutan Pondok Syari’at. Dan karena

pondok yang dikembangkan oleh KH. Ustman yang lebih fokus pada thoriqot, maka pondok ini dinamakan Pondok Thoriqot.33

32

http://tambakberas.com/sejarah.html (online) diakses 04 April 2012

33

Setelah KH. Ustman dan KH. Sa’id wafat, yang meneruskan tampuk pimpinan pesantren adalah KH. Chasbullah, putra KH. Sa’id. Sedangkan pesantren KH. Ustman tidak ada yang meneruskan karena beliau tidak mempunyai putra laki-laki. Oleh sebab itu santrinya diboyong ke pesantren sebelah barat sungai dijadikan satu dibawah pimpinan KH. Chasbullah. Beliau adalah seorang yang kaya raya dan dermawan, beliau memiliki tanah pertanian yang sangat luas. Dari hasil pertanian ini beliau banyak memiliki gudang-gudang beras yang menyebar dimana-mana bagaikan tambak. Konon karena hal itu daerah ini disebut Dusun Tambakberas dan pondok pesantren beliau dikenal dengan sebutan Pondok Tambakberas. Dibawah pimpinan KH. Chasbullah pondok pesantren berkembang sangat pesat.

Pada tahun 1914 KH. Abdul Wahab Chasbullah (Putra tertua KH. Chasbullah) kembali dari tugas belajarnya di tanah suci Makkah. Namun beliau tidak langsung kembali ke Tambakberas untuk membantu dan mengajar di pesantren asuhan ayahnya, melainkan menggembara ke Surabaya. Dan beliau berhasil berdakwah serta mendirikan dua lembaga madrasah yaitu Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan, baru pada tahun 1918 beliau kembali ke Tambakberas. Sejak saat itu KH. Abdul Wahab Chasbullah mulai melakukan pembaharuan pondok pesantren Tambakberas.34

Untuk mengelola pesantren, KH. Abdul Wahab Chasbullah dibantu oleh kedua adiknya, yaitu KH. Abdul Hamid yang berkonsentrasi terhadap pengelolaan pondok sedangkan untuk Pengelolaan madrasah dibantu oleh KH. Abdurrochim, dan ketika KH. Abdurrochim wafat, pengelolaan dilimpahkan kepada keponakannya, KH. Abdul Fattah Hasyim. Karena kesibukan KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam perjuangan NU dan kenegaraan, beliau hanya memantau perkembangan madrasah, hal tersebut yang menjadikan nama beliau tak sepopuler KH. Abdul Fattah Hasyim dalam hal pengembangan pendidikan di Tambakberas.35

34

Ibid.

35

Karena perkembangan yang ada, maka dalam pengelolaan pesantren KH. Abdul Wahab Chasbullah juga mengadakan perubahan, yaitu dengan memberikan nama untuk pesantrennya, pada tahun 1965, Pondok Pesantren

Tambakberas berganti nama menjadi Pondok Pesantren Bahrul „Ulum.

Nama tersebut diambil dari bahasa Arab, Bahr berarti Laut dan „Ulum adalah jama’ dari isim mufrod Ilmu yang jika digabungkan menjadi Bahrul

„Ulum yang bermakna Lautan Ilmu. Bersamaan dengan itu juga diadakan sayembara pembuatan simbol (logo) Pondok Pesantren Bahrul „Ulum, yang berhasil memenangkan sayembara tersebut adalah Abdullah Yazid BA. Hingga pada tanggal 6 September 1966, KH. Abdul Wahab Chasbullah mendirikan yayasan Pondok Pesantren Bahrul „Ulum.36

KH. Abdul Wahab Chasbullah merupakan pilar dan kiblat utama dalam kelanggengan wujudnya pesantren Tambakberas. Pemikiran-pemikiran beliau yang menjadikan pesatnya perkembangan pesantren

Bahrul „Ulum, pemikiran melakukan pembaharuan selalu ada di benak KH.

Abdul Wahab Chasbullah. Salah satunya adalah adanya pembangunan

Al-Ma‟had Al-Aly, menurut cerita yang dituturkan Machfudhoh, bahwa KH. Abdul Wahab Chasbullah membeli tanah milik orang cina yang dulunya dipakai gudang susu, beliau membelinya untuk diberikan kepada KH. Najib nanti setelah pulang dari Makkah. Dan membangun Al-Ma‟had Al-Aly di tempat itu.37

Dokumen terkait