PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM TAMBAKBERAS
JOMBANG JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh :
ACHMAD ISTIKHORY YAHYA NIM : 108011000002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
▸ Baca selengkapnya: kh zubaidi abdul ghofur mursyid thoriqoh
(2)(3)(4)(5)i
NIM : 108011000002
Judul : Kontribusi Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Pengembangan Pendidikan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur.
Sumbangsih atau kontribusi dalam pengembangan pendidikan itu sangat penting. Apalagi pendidikan untuk pondok pesantren. Saat ini pendidikan pesantren adalah warisan yang sangat berharga untuk anak bangsa. Apa mereka dibelakali dengan ilmu maka hidup mereka akan sejahtera. Semua orang juga berhak menerima pendidikan pesantren, oleh karena itu pada saat ini banyak bermunculan berbagai pondok pesantren di Indonesia.
Kontribusi adalah sumbangsi yang dilakukan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam pengembangan pendidikan pondok pesantren dengan meneruskan ayahnya KH. Chasbullah di Tambakberas Jombang Jawa Timur. Kontribusinya baik dibidang kelembagaan, ide dan gagasan.
Dari penelitian yang dilakukan, penulis mencoba menganalisa mengenai kontribusi KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam pengembangan pendidikan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur.
Setelah data terkumpul dan tercatat dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah mengalisa data. Proses analisa data dimulai menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, atau dokumentasi lainnya. Kemudian, data tersebut dibaca, dipelajari secara cermat. Dan dideskripsikan memberikan gambaran, penafsiran dan uraian.
Hasil penelitian yang penulis lakukan adalah kontribusi yang dilakukan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah diantaranya: 1. Dibidang Kelembagaan, dibidang kelembagaan ini KH. Abdul Wahab Chasbullah dengan memperbaharui system yang dulunya system salafi yang komponen pendidikannya hanya antara pengajar dan pendidik (Kyai dan Santri) menjadi system modern atau system madrasah yang beliau adopsi dari system pendidikan luar/ barat dan system pendidikannya selalu mengikuti perkembngan zaman. 2. Ide dan Gagasan KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah ide-ide yang lahir hanya sekedar teori, melainkan diwujudkan dengan praktek. Sebagai bukti nyata kebenaran ide tersebut adalah
kebesaran pesantren Bahrul „Ulum serta kebesaran Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
ii
Penyayang dan Maha Kuasa karena dengan izin dan kekuatan-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Kontribusi Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Pengembangan Pendidikan pondok pesantren Bahrul Ulum”, yang merupakan
persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan strata 1 (S1) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu kepada Nabi Muhammad SAW sehingga selama pemyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, baik menyangkut waktu, pengumpulan data, maupun biaya yang tidak sedikit dan sebagainya. Namun dengan niat, tekad dan kesungguhan hati serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan meskipun disadari masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu dengan rasa syukur serta hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam hal menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu dengan kerendahan hati, ucapan terima kasih ini penulis tujukan terutama kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan beserta Pembantu Dekan, Bagian Akademik, Administrasi dan Keuangan.
2. Bahrissalim, MA selaku Ketua Jurusan. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan dan Faza Amri, S.Th.I selaku Staf Jurusan.
3. Abdul Ghofur, MA selaku Penasehat Akademik
4. Drs. Abdul Haris, M.Ag sebagai pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya guna memberi bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Hj. Hizbiyah Rochim, MA dan Ir. H. Edi Labib Patriaddin yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian dan telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Kedua Orangtuaku tersayang dan tercinta Ayahanda Yahya dan Ibunda Suherni, yang
selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan moril, spiritual maupun material yang tiada henti. Terima kasih semua atas jasamu, semoga apa yang Ayahanda dan Ibunda berikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
iii
9. Kawan-kawan Langkar Hijau Hitam HMI Cabang Ciputat dan Inada Ciputat.
10.Teruntuk My Honey Sarah Zein yang menginspirasi dan juga memotivasi penulis, terima kasih sudah membantu dan menemani penulis dari kejauhan sampai skripsi ini selesai dan selalu ada untuk penulis baik suka maupun duka.
11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas segala bantuan, perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis.
Penulis memohon kepada Allah SWT agar melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua yang telah membantu penulis, sebagai imbalan jasa yang telah dilakukan.
Hanya kepada Allah SWT sajalah penulis berharap semoga apa yang penulis kerjakan mendapatkan keridhaan dan kecintaan-Nya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.
Jakarta, 21 Desember 2012
Penulis
iv
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ……… i
KATA PENGANTAR ... ... ii
DAFTAR ISI ………...……… iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Identifikasi Masalah ………. 6
C. Pembatasan Masalah ……… 6
D. Rumusan Masalah ……… 7
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pondok Pesantren 1. Pengertian Pesantren ………..…….. 8
2. Sejarah Perkembangan Pesantren ………...…...…. 9
3. Unsure-unsur Pondok Pesantren ……….….….. 14
a. Kiai ……….….….………. 14
b. Santri ………..…….….. 14
c. Masjid ………..…..…… 15
d. Pondok ………...…..…....….. 15
e. Kitab Kuning ………...…..………. 15
f. Sistem Pendidikan Pesantren ………...…....….. 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Objek Penelitian ……...……….. 26
B. Tempat dan Waktu Penelitian ……….…… 27
C. Metode Penelitian ……….…….. 27
D. Analisis …………..……….……… 29
v
A. Deskripsi Pondok Pesantren ………..…….. 30
1. Lokasi ………. 31
2. Sejarah singkat pendok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jawa Timur a. Periode Rintisan Pertama ……….……..… 31
b. Periode Rintisan Kedua ……….…..…….. 32
c. Periode Pengembangan Pertama ……….……..…. 32
3. Visi dan Misi ……….………….... 33
4. Sejarah dan Lambang Pesantren……….……….….. 35
5. Struktur Organisasi ……….………….…...… 38
6. Sistem Pendidikan ……….……….….. 38
7. Daftar Unit Asrama ……….………….….... 40
8. Daftar Unit Pendidikan Formal ……….…….…....….. 41
9. Pengasuh dan Tenaga Pengajar ………..……..…… 42
10.Alumni ……….……...…….. 42
11.Susunan Pengurus Yayasan Pesatren ……….……..…… 43
B. Biografi KH. Abdul Wahab Chasbullah 1. Latar Belakang Keluarga ………. 47
2. Masa Pendidikan dan Pengalaman ……….………….. 49
3. Latar Belakang Sosial Politik ………..………. 52
4. Karya-karyanya ……….….………... 58
5. Guru-gurunya ………..……….. 58
C. Kontribusi Pengembangan KH. Abdul Wahab Chasbullah 1. Periode Pengembangan Pertama ………....…....….... 58
2. Periode Pengembangan Kedua …………...….………… 59
3. Periode Pengembangan Tahun 2012 ………...…..….. 63
4. Bidang Kelembagaan ………..……… 64
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak Indonesia merdeka pendidikan Islam sebagai lembaga telah dimasukkan ke dalam sistem pendidikan nasional. Dalam setiap perundang-undangan yang muncul, pendidikan Islam selalu saja dimasukkan di dalam undang-undang tersebut, setidaknya dalam peraturan pemerintah yang berkenaan dengan pendidikan, seperti halnya Undang-undang Nomor 4 tahun 1950 dan undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, begitu juga pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 terakhir Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Di dalam mengaplikasikan pendidikan Islam tersebut, pemerintah memberi wewenang kepada Kementerian Agama untuk mengelola, mengatur agar lebih dapat dilaksanakan peranannya sebagai lembaga pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkenaan dengan itu dilakukan berbagai hal untuk merevitalisasi pendidikan Islam, baik sebagai mata pelajaran maupun sebagai lembaga.1
Revitalisasi juga terjadi pada berbagai pondok pesantren. Dengan kata lain pondok pesantren juga mengalami pergeseran yang sangat signifikan terutama dalam pendidikan Islam.
Pondok pesatren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Pesatren di Indonesia mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum datangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama ada di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. Pesantren tidak hanya melahirkan tokoh-tokoh nasional yang berpengaruh di negeri ini, tetapi juga diakui telah berhasil membentuk watak bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Asal asul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh walisongo abad XV-XVI di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik di Indonesia. Lembaga pendidikan ini telah berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad.2Dengan mendasarkan pada latar belakang kesejarahan itu, seperangkat teori pendidikan harus diajukan dalam pengembangan pondok pesantren. Kepemimpinan kyai-ulama di pondok adalah sangat unik, karena mereka memakai sistem kepemimpinan pra modern. Relasi sosial antara kya-ulama-santri dibangun atas landasan kepercayaan, bukan karena patron klien sebagaimana dilakukan masyarakat pada umumnya. Ketaatan santri kepada kiai-ulama lebih diutamakan karena mengharapkan barakah.
Hubungan yang kurang harmonis antara pemerintahan colonial disatu sisi dengan pesantren disisi lain berlanjut hingga memasuki era kemerdekaan Republik ini. Hal ini tercermin dalam berbagai dokumen sejarah, misalnya hasil rapat BPKNIP tanggal 12 Desember 1945 yang diantaranya menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren hendaklah mendapatkan perhatian dan bantuan. Artinya, pesantren tidak diperlukan sebagai bagian internal dari sistem pendidikan nasional ketika itu seperti halnya sekolah. Keadaan semacam ini disatu sisi dapat mempertegas kemandirian pesantren, tetapi disisi lain membuat pesantren semakin tertinggalkan. Akibatnya, ada semacam
2 Abdurrahman Mas’ud,
kendala ketika pemerintah Orde Baru bermaksud menggelindingkan roda medernisasi, termasuk dalam wilayah pesantren.
Belakangan ini, seiring dengan gencarnya program-program pemberdataan pesantren, baik yang diprakarsai Pemerintah maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), lambat laun asumsi itu semakin kabur. Kini,
label “tradisional” yang diidentikan dengan dunia pesantren tampaknya mulai
diabaikan. Hingga saat ini, dunia pesantren terus mengalami perubahan atas sistem pendidikan yang sering dilabelkan tradisional itu.
Dalam pengamatan Zamakhsyari Dhofier, banyak pendidikan formal model madrasah-madrasah tentunya termasuk yang berada dalam lingkungan pesntren berubah status menjadi sekolah umum berciri khas Islam, mulai dari Madrasah Ibtidaiyyah (MI) yang ditransformasikan menjadi Sekolah Dasar (SD) yang berciri khas Islam, Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang ditransformasikan menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berciri khas Islam, sampai Madrasah Aliyah (MA) yang ditransformasikan juga menjadi Sekolah Menengah Ats (SMA) yang berciri khas Islam pula. Meski tidak semua pesantren mengalami perubahan dengan seperti itu, tetapi seiring perkembangan dunia pendidikan umumnya dan kebutuhan tenaga kerja terampil, tampaknya gejala transformasi dunia pesantren tidak bisa dielakan. Selain perubahan status kelembagaan, metode pembelajaran, dan sistem pengelolaan, perubahan-perubahan yang menandai transformasi pesantren juga terjadi pada pergeseran spectrum keilmuan yang dikembangkan di pesantren itu sendiri.3
Perubahan juga terjadi pada pesantren-pesantren NU sebuah organisasi besar yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (31 Januari 1926) di Surabaya. Pendiri NU adalah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa Timur. Secara Etimologi Nahdhatul Ulama terdiri dari dua bahasa Arab, Nahdlatul artinya bangkit dan Ulama adalah komunitas cendikiawan yang mampu menerima, melestarikan dan meneruskan tradisi dan budaya generasi
3
bermanfaat. NU adalah organisasi berhaluan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah
dengan berpegang teguh pada salah satu dari 4 madzhab yaitu: Syafi’I, Maliki,
Hambali, dan Hanafi.4
Sebenarnya keinginan mendirikan organisasi ini telah lama muncul sejak 1924. Waktu itu KH. Abdul Wahab Hasbullah telah menyampaikan
kepada KH. Hasyim Asy’ari masih belum berkenan. KH. Abdul Wahab
Hasbullah menyadari arti pentingnya organisasi untuk memperkokoh kesatuan
diantaranya para ulama. KH. Hasyim Asy’ari baru merestui berdirinya
organisasi para ulama setelah adanya desakan-desakan perlunya mendirikan organisasi oleh situasi ketika itu dan setelah memperoleh restu dari KH. Khalil Madura.
NU berasasakan Islam dan bertujuan diantaranya: menegakkan Syari’at
Islam dengan berhaluan salah satu pada empat madzhab yaitu: Syafi’I, Hanafi, Maliki, dan Hambali, serta melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam dalam masyarakat.
Diawal masa berdirinya, NU menitik beratkan perjuangan dibidang pendidikan, sosial, dan perkembangan. Sedangkan dibidang pendidikan Nahdlatul Ulama berupaya memperbanyak lembaga-lembaga pendidikan berbasiskan Islam. Sistem Madrasah atau Sekolah diperkenalkan dengan tetap melestarikan sistem pendidikan ala pesantren.
Dibidang pendidikan dan pengajaran formal, Nahdlatul Ulama membentuk satu bagian khusus mengelola kegiatan bidang ini dengan nama Al-Ma’rifah yang bertugas untuk membuat dan perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah yang berada di bawah naungan NU. Dalam salah satu keputusan dari suatu konferensi besar Al-Ma’rifah NU seluruh Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-26 Februari 1954, ditetapkan susunan sekolah atau madrasah Nahdlatul Ulama sebagai berikut: Raudhatul Athfal, SR (Sekolah Rakyar) atau SD, SMP NU,
4
MMP NU (Madrasah Menengah Pertama), MMA NU (Madrasah Menengah Atas), Mualimin atau NU.5
Dengan demikian, tampak organisasi NU bermaksud mempertahankan praktek keagamaan yang sudah mentradisi di Nusantara untuk mengimbangi gencarnya ekspansi pembaharuan Islam. Para ulama yang tergabung dalam organisasi ini khawatir bila pembaharuan atau modernisasi Islam akan melenyapkan paham keagamaan yang selama ini mereka jalani.
Pembaharuan pendidikan yang diterapkan di pesantren Tebuireng merupakan awal yang bagus bagi kemajuan, khususnya di pulau Jawa dan Madura, pada perkembangan berikutnya, mdernisasi tersebut merupakan contoh bagi pesatren di Jawa untuk lebih terbuka lagi terhadap sistem pendidikan modern.
Berbarengan dengan itu Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) didirikan oleh KH. Abdus Salam seorang keturunan Raja Majapahit, pada tahun 1838 M di desa Tambakberas, 5 km arah utara kota Jombang Jawa Timur. Cerita yang mengisahkan kenapa KH. Abdus Salam seorang keturunan ningrat, bisa sampai ke desa kecil yang kala itu masih berupa hutan belantara penuh dengan binatang buas dan dikenal sebagai daerah angker. KH. Abdus Salam meninggalkan kampung halamannya menuju Tambakberas untuk bersembunyi menghindari kerajaan tentara Belanda. Bersama pengikutnya kemudian beliau membangun perkampungan santri dengan mendirikan sebuah langgar (Musholla) dan tempat pondokkan sementara untuk 25 orang pengikutnya. Karena itu, pondok pesantren itu juga dikenal dengan pondok selawe (dua Puluh Lima). Perkembangan pondok pesantren ini menonjol saat kepemimpinan pesantren dipegang oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, dan pada tahun 1967 beliau memberikan nama dengan Bahrul Ulum yaitu lautan ilmu.6 Beliau adalah cicit KH. Abdus Salam. Setelah kembali dari belajar di Mekkah, ia segera melakukan revitalisasi pondok pesatren. Ia yang pertama kali mendirikan madrasah Mubdil Fan. Ia juga membentuk kelompok diskusi
5
Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. 10, hal. 181-182
6
Taswirul Afkar dan mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Deklarasi
itu ia lakukan bersama dengan KH. Hasyim Asy’ari dan ulama lainnya pada
tahun 1926.
Nama Bahrul Ulum itu tidak muncul saat KH. Abdus Salam megasuh pesantren tersebut. Nama itu justru berasal dari KH. Abdul Wahab Hasbullah. Beliau memberikan nama resmi pesantren pada tahun 1967. Beberapa tahun kemudian pendiri NU itu pulang ke Rahmatullah.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan kontribusi pemikiran pendidikan yang diterapkan oleh pondok pesantren Bahrul Ulum ke dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “KONTRIBUSI PEMIKIRAN KH. ABDUL WAHAB
HASBULLAH DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
PESANTREN BAHRUL TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR”
B. Identifikasi Masalah
1. Alasan yang melatarbelakangi KH. Abdul Wahab Hasbullah untuk membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
2. Konsep pemikiran pendidikan pesantren Bahrul Ulum KH. Abdul Wahab Hasbullah
3. Tantangan dan hambatan apa saja yang dihadapi KH. Abdul Wahab Hasbullah untuk membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang 4. Respon masyarakat terhadap gagasan KH. Abdul Wahab Hasbullah
tentang pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
5. Landasan filosofis pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah dan membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
C. Pembatasan Masalah
Ranah pemikiran pendidikan KH. Abdul Wahab Hasbullah yang sangat luas. Maka penulis membatasi penelitian mengenai:
2. Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah tentang kelembagaan pondok pesantren Bahrul Ulum
3. Bagaimana Ide-ide KH Abdul Wahab Chasbullah
D. Rumusan Masalah
1. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah tentang kelembagaan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
2. Ide-ide KH Abdul Wahab Chasbullah
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Memberikan informasi mangenai pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang yang ditawarkan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah
b. Memberikan sebuah wacana dalam pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
c. Memberikan wacana tentang pentingnya pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
2. Kegunaan Penelitian
a. Menambah wacana kajian sejarah pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
b. Meningkatkan kualitas pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Pesantren 1. Pengertian Pesantren
Pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu; “pondok” dan “pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa Arab “fundug” yang berate hotel atau asrama. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu (karena pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat tinggalnya).1 Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata pondok mempunyai dua arti, yaitu bangunan untuk tempat sementara seperti yang didirikan di ladang, hutan dan lain sebagainya dan diartikan juga dengan tempat mengaji dan belajar ilmu agama Islam.2
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dengan bentuk khas sebagai tempat dimana proses pengembangan keilmuan, moral dan ketrampilan para santri menjadi tujuan utamanya. Istilah pesantren berasal
dari kata santri dengan awalan “Pe” dan akhiran “An” yang berarti tempat tinggal santri. Kata santri sendiri John berasal dari Bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sedangkan Berg berasal dari kata Shantri yang dalam
1
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1982), Cet,1, hal. 18
2
Bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau sarjana ahli kitab Hindu. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren memilki lima elemen penting yaitu pondok tempat penginapan santri, masjid, pengajaran kitab-kitab kalsik, dan Kiai.
Sedangkan dalam pandangan KH Abdurrahman Wahid, terdapat tiga elemen dasar yang membentuk pondok pesantren sebagai subkultur (1). Pola kepemimpinan pondok pesantren yang madiri tidak terkooptasi oleh Negara, (2). Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad, (3). Sistem nilai (value sistem) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas. Kepemimpinan Kiai di pondok menggunakan sistem kepemimpinan pra-modern dengan mendasarkan pada asas saling percaya. Ketaatan santri pada Kiainya lebih didasarkan pada sebuah pengharapan yaitu dapat limpahan barakah (grace).
Pengertian pondok pesantren versi KH. Imam Zarkasyi:
a. Pesantren harus berbentuk asrama (full residential Islamic Boarding School)
b. Funngsi kyai sebagai central figure (Uswah Hasanah) yang berperan sebagai guru (mu‟allim), pendidik (murabbi), dan pembimbing (mursyid)
c. Masjid sebagai pusat kegiatan
d. Materi yang diajarkan tidak terbatas kepada kitab kuning saja.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pondok merupakan tempat tinggal sementara bagi para pelajar yang mengaji dan belajar ilmu agama Islam yang jauh dari rumahnya.
2. Sejarah Perkembangan Pesantren
Lembaga seperti pesantren dikenal di Jawa, di Sumatera disebut dengan surau, meunasah, dayah, rangkang. Dalam lembaga-lembaga seperti itula tradisi perkumpulan atau halaqah diperkenalkan. Delam perkumpulan itu,
secara tradisonal dikenal istilah „kaji’ atau „ngaji’, di mana murid (santri)
menyimak, sementara guru (kyai) menerangkan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa salah satu alasan pokok munculnya pesantren adalah untuk menyampaikan ajaran Islam sebagimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik atau kitab kuning.3
Diketahui secara persis pada pesantren pertama Wakullah yaitu yang dipimpin oleh Sunan Ampel muncul sebagai pusat pendidikan agama di Indonesia. Namun kita bisa melihat arah perkembangan dari masa awal kedatangan agama Islam ke Indonesia. Sejarah membuktikan bahawa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M/I H/ tetapi baru meluas pada abad ke-13 M. perluasan Islam ditandai berdirinya kerajaan Islam tertua di Indonesia, seperti Perlak dan Samudra Pasai di Aceh pada tahun 1292 dan tahun 1297. Melalui pusat-pusat perdagangan di daerah pantai Sumatra Utara dan melalui urat nadi perdagangan di Malaka, agama Islam kemudian menyebar ke pulau Jawa dan seterusnya ke Indonesia bagian Timur. Walaupun di sana ada peperangan, tetapi Islam masuk ke Indonesia, dan peralihan dari agama Hindu ke Islam secara umum berlangsung dengan damai.4
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, lembaga yang serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak pada masa kekuasaan Hindu-Buddha. Sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam memelopori pendidikan di Indonesia.
3
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 2
4
Seandainya negeri ini tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesatren itu. Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang ada sekarang ini tidak akan berupa UI, ITB, IPB, UGM, Unair, atau pun yang lain,
tetapi mungkin namanya “Universitas” Tremas, Krapyak, Tebuireng,
Bangkalan, Lasem, dan seterusnya. Kemungkinan ini bisa kita tarik setelah melihat dan membandingkan secara kasar dengan pertumbuhan sistem pendidikan di negeri-negeri Barat sendiri, dimana hampir semua universitas terkenal cikal-bakalnya adalah perguruan-perguruan yang semula berorientasi keagamaan. Mungkin juga, seandainya kita tidak pernah dijajah, pesantren-pesantren itu tidaklah begitu jauh terpencil di daerah pedesaan seperti kebanyakan pesantren sekarang ini, melainkan akan berada di kota-kota pusat kekuasaan atau ekonomi, atau sekurang-kurangnya tidak terlalu jauh dari sana, sebagaimana halnya sekolah-sekolah keagamaan di Barat yang kemudian tumbuh menjadi universitas-universitas tersebut.5
Pondok Pesantren merupakan salah satu cikal bakal dan pilar pendidikan di Indonesia, selain pendidikan umum dan madrasah. Pesatren merupakan suatu lembaga yang telah terbukti berpern penting dalam melakukan transmisi ilmu-ilmu keagamaan di masyarakat. Jumlah pesantren di Indonesia pada tahun 2003-2004 terdapat 14.656 pesantren. Sebanyak 4.692 buah (32%) merupakan pesantren salafiyah (jalur luat persekolahan yang hanya memfokuskan pada bentuk pengkajian kitab dengan metode tradisional,
halaqah), sebanyak 3.368 buah (23%) merupakan pesantren
ashriyah-khalafiyah (jalur sekolah), dan 6.596 buah (45%) sebagai pesantren kombinasi,
yaitu pesantren yang memadukan sistem salafiyah dan ashriyah-khalafiyah. Jumlah santri seluruhnya sebanyak 3.369.193 orang, terdiri dari 1.699.474 (50.4%) sebagai santri mukim dan sisanya sebagai santri kalong (tidak menetap). Dari besarnya jumlah santri ini, belum lagi alumni, tentunya tidak dapat diabaikan peranannya dalam berpartisipasi dan mendorong pencapaian tujuan pendidikan nasional.
5
3. Unsur-unsur Pondok Pesantren a. Kyai
Kyai adalah tokoh ulama atau tokoh yang memimpin pondok pesantre. Sebutan kyai sangat popular digunakan di kalangan kominitas santri. Kyai merupakan elemen sentral dalam kehidupan pesantren, tidak saja Karen kyai yang menjadi penyangga utama kelangsungan sistem pendidikan di pesantren, tetapi juga karena sosok kyai merupakan cerminan dari nilai yang hidup di lingkungan komunitas asntri.
Kyai juga mempunyai pengaruh yang sangat besar di lingkungan komunitas santri. Kedudukan dan pengaruh kterletak pada keutamaan yang dimiliki pribadi kyai, yaitu penguasaan dan kedalaman ilmu agama; kesalehan yang tercermin dalam sikap danperilakunya sehari-hari yang sekaligus mencerminkan nilai-nilai yang hidup di lingkungan komunitas santri. Nilai-nilai yang hidup dan menjadi cirri dari pesantren seperti ikhlas, tawadhu‟, dan orientasi kepada kehidupan ukhrowi untuk mencapai riyadhah. 6
b. Santri
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata santri berarti orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sunguh-sungguh, orang yang saleh.7 Santri merupakan sebutan bagi seorang yang mendalami ilmu agama Islam di suatu tempat atau di pedesaan, dalam hal ini santri terbagi menjadi dua, yaitu santri mukin dan santri kalong (setelah mengaji pulang ke rumah). Santri mukim adalah santri yang bertempat tinggal di pondokkan yang sudah ditetapkan oleh kyainya dan harus mentaati peraturan yang sudah ditetapkan oleh pesantren itu sendiri, ini sering kita temui pada Boarding School yang berada di Indonesia. Sedangkan santri kalong adalah santri yang kerjanya cuma mengaji saja di pondok tersebut setelah selesai mengaji langsung pulang ke rumah dan
6
Nurhayati Djmas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan,
(Jakarta: Rajawali Pres, 2009), hal. 55
7
tidak terikat dengan peraturan pondok, biasanya santri kalong ini berada di pondok-pondok salafiyah.
c. Masjid atau Mushalla
Pada zaman Rasulullah masjid sudah digunakan untuk bermusyawarah oleh para sahabat-sahabat, kemudian pada zaman walisongo pun sama, kedudukan masjid sangat signifikan terutama pada pondok pesantren karena masjid digunakan untuk pengajian kitab-kitab kuning yang dipimpin langsung oleh kyai dan merupakan pusat pendidikan Islam.
d. Pondok
Pada dasarnya pondok adalah tempat tinggal seorang santri-santri yang dibimbing langsung oleh kyai, pondokkan ada yang berupa asrama atau komplek-komlpek yang di dalam terdapat rumah pada Ustad atau Ustdzah yang mengajar para santru-santri dan rumah kyai itu sendiri yang masih satu lingkungan dengan para santri-santri. Karena untuk memudahkan pengawasan santri-santri maka para Ustad, Ustadzah, dan Kyai tinggal di tempat yang sama.
e. Kitab Kuning
Kitab kuning adalah sebutan untuk literature yang digunakan sebagai rujukan umum dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan Islam tradisional pesantren. Kitab kuning digunakan secara luas di lingkungan pesantren, terutama pesantren yang masih menggunakan metode pengajaran dalam bentuk halaqah. Penggunaan kitab kuning merupakan tradisi keilmuan yang melekat dalam sistem pendidikan di pesantren. Sebagai elemen utama dalam sistem pendidikan Islam di pesantren.
4. Sistem Pendidikan Pesantren
Pertama, pembaharuan substansi atau isi pendidikan pesantren dengan
memasukan subjek-subjek umum dan vocational.
Kedua, pembaharuan metodologi, seperti sistem klasikal dan
penjenjangan.
Ketiga, pembaharuan kelembagaan, seperti perubahan kepemimpinan pesantren dan diversifikasi lembaga pendidikan.
Keempat, pembaharuan fungsi sosial ekonomi. Di anatara bentuk perubahan yang terjadi dalam sistem pendidikan di pesantren adalah penyelenggaraan pendidikan umum, madrasah regular, madrasah diniyah di samping pesantren salafiyah secara bersamaan, dan pelaksanaan pesantren kilat secara terporer.8
Terdapat dua macam pengajian di pesantren, yaitu weton dan sorogan. Weton adalah pengajian yang ini siatifnya berasal dari kyai sendiri, baik dalam menetukan tempat, waktu, maupun lebih-lebih lagi kitabnya. Sedangkan sorongan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seorang atau beberapa orabf santri kepada kyainya untuk diajari kitab tertentu. Pengajian sorongan biasanya hanya diberikan kepada santri-santri yang cukup maju, khususnya yang berminat untuk menjadi kyai.9
Pada lembaga pendidikan pesantren tradisional (salaf) kurikulum (materi pengajaran) sangatlah bervariasi, karena kurikulum pada model pesantren ini sangat ditentukan oleh pengelola lembaganya (kyai). Tapi secara umum pengajaran pada lembaga pendidikan pesantren salaf adalah kitab-kitab kalsik, terutama karangan para ulama yang menganut faham Syafi;iyah yang merupakan satu-satunya materi pengajaran yang diberikan dalam lingkungan lembaga pesantren pada saat itu. Pada perkembangan selanjutnya, banyak lembaga pesantren yang telah member pengajaran ilmu-ilmu umum yang dianggap tidak menyimpang dari tujuan utamanya, yaitu mendidik para calon ulama yang tetap konsisten pada ajaran agama Islam.
8
Nurhayati Djmas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan,
(Jakarta: Rajawali Pres, 2009), hal.19-20
9
Pada saat ini kita-kitab yang idjarakan pada beberapa lembaga pendidikan pesantren sifatnya mulai beragam, meskipun lembaga pesantren tersebut tidak atau belum menggunakan bentuk klasikal atau menggunakan kurikulum nasional. Namun, pada hakikatnya lembaga-lembaga tersebut mulai berusaha melakukan perubahan kurikulum berdasarkan pada tenaga pendidikan yang tersedia pada lembaga tersebut. Maka tidaklah heran yang terjadi kemudian adalah adanya variasi yang unik yang muncul pada lembaga ini mulai berusaha memunculkan cirri khasnya masing-masing. Dengan demikian tampaklah lembaga pendidikan pesantren yang lebih dikenal dengan spesialisasi jenis keahliyannya, meski keahlian tersebut masih sebatas pada keahlian di bidang keagamaan.
Dari gambaran di atas, maka sudah barang tentu setiap lembaga pendidikan pesantren menetapkan sendiri kurikulumnya (bila tidak menggunakan kurikulum nasional terutama pada bentuk lembaga terpada dengan madrasah). Karen itu lembaga pendidikan pesantren bebas menetapkan secara mandiri kitab-kitab yang harus diajarakan kepada para santrinya. Sebagai gambaran, pada umumnya kitab-kitab yang diajarkan oleh kebanyakan lembaga pendidikan pesantren dari tingkat yang dianggap terendah sampai pada kitab yang dianggap tertinggi adalah:
a. Nahwa Sharaf, terdiri dari Matan „Awamil, Matan Jurumiyah, Mutammimah, Imriti, dan Alfiyah ibn Malik, Matan Bina, Al-Kailani, Matan Izi, Yaqulu, dan sebagainya.
b. Fiqih, terdiri dari Durus al-fiqh, Matan Taqrib, Al-Bajuri, Fath al-Mu‟in atau I‟anat al-Talibin.10
Sistem pendidikan pesantren juga terjadi pada semua pesantren yang berada di Indonesia diantaranya:
a. Pondok Salafiyah
Berbicara Pesantren Salafiyah tidak terlepas dengan Kitab Kuning. Istilah Kitab Kuning pada mulanya diperkenalkan oleh kalangan pesantren
10
sekitar dua dasawarsa yang silam. Dalam pandangan mereka dianggap sebagai kitab berkadar keilmuan rendah, ketinggalan zaman, dan menjadi salah satu penyebab terjadi stagnasi berpikir umat.
Ada dua metode yang dikembangkan di lingkungan pesantren untuk mempelajari Kitab Kuning: Metode sorogan dan metode bandungan. Pada cara pertama santri membaca Kitab Kuning di hadapan Kyai Ulama yang langsung menyaksikan keabsahan para santri, baik dalam konteks makna maupun bahasa (nahwu dan sharaf). Sementara itu, pada cara kedua, santri secara kolektif mendengarkan bacaan dan penjelasan sang Kyai Ulama sambil masing-masing memberikan catatan pada kitabnya. Catatan itu bias berupa syakl atau makna mufradat atau penjelasan (keterangan tambahan). Penting ditegaskna bahwa kalangan pesantren, terutama yang klasik (Salafi), memiliki cara membaca sendiri,yang dikenal dengan cara utawi-iki-uki, sebuah cara membaca dengan pendekatan grammar (nahwu dan sharaf) yang ketat.
Selain kedua metode di atas, sejalan dengan usaha kontekstualsasi kajian Kitab Kuning, di lingkungan pesantren dewasa ini telah berkembang metode jalasah (diskusi kelompok) dan halaqah (seminar). Kedua metode ini lebih sering digunakan di tingkat Kyai Ulama atau pengasuh pesantren untuk, antara lain, membahas isu-isu kontemporer dengan bahan-bahan pemikiran yang bersumber dari Kitab Kuning.11
Dan ada juga Halaqah metode yang Unik dalam sistem pendidikan Islam. Melalui halaqah pembelajaran di masjid terjadi secara intrnsif dan massif. Pelayanan individual oleh seorang syaikh dapat dilakukan karena lingkaran murid atau mahasiswa yang belajar jumlahnya tidak banyak. Dengan pengertian lain, rasio guu murid cukup ideal sehingga proses belajara mengajar dapat berjalan dengan baik.12
11
KH. Abdurrahman Wahid, Pesantren Masa Depan, (Bandung, Pustaka Hidayah), Cet, 1, hal, 223-224
12
KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren,
Waktu mengajar biasanya diberikan pada malam hari agar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Tempat-tempat pendidikan Islam nin-formal seperti inilah yang menjadi embirio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren. Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren masih hamper sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Dapat ditarik kesimpulan Pondok Salafiyah adalah Pondok yang mengajarkan para santri-santrinya mengaji kitab-kitab saja selama santri tersebut masih mempunyai niat belajar yang kuat dan tinggi, tidak ada batasan sampai berapa tahun untuk belajar di Pondok Salafiyah, biasanya santri-santri yang mengaji di Pondok Salafiyah tidak terikat dengan peraturan yang ada, bahkan tidak ada peraturan yang terpenting ketika mengaji ada, dan yang paling ditekankan adalah kesadaran dari santri-santri untuk menuntut ilmu Allah SWT.
b. Pondok Salafiyah dan Bersekolah di luar
Dalam Pondok Salafiyah dan bersekolah di luar itu ada sedikit perbedaan yang mana para santrinya datang ke Pondok Salafiyah hanya untuk mengaji kitab-kitab saja, sedang mereka melakukan kegiatan sekolah di luar Pondok Salafiyah yang mana para santrinya tidak mengikuti disiplin yang ada dan tidak terikat asalkan ketika mengaji mereka datang.
Biasanya setelah selesai sekolah para santrinya tidak langsung pulang ke Pondok melaikan ada yang bermain dengan teman-temannya, dan ketika adzan maghrib tiba barulah para santri-santrinya pulang ke pondok untuk mengikuti pengajian yang akan dipimpin oleh Kyai, setelah shalat subuh juga biasa ada pengajian lagi tapi biasanya berbeda kitabnya dengan setelah shalat maghrib.
c. Pesantren Klasikal Berjenjang atau Boarding School Kurikulum Sesuai Pemerintah.
Sistem pendidikan yang diterapkan di Pesantren ini terbagi pada dua wilayah: wilayah pengasuhan dan wilayah pengajaran. Seluruh kegiatan belajar formal di dalam kelas termasuk daalam wilayah pengajaran. Sementara kegiatan di luar belajar formal di dalam kelas tersebut, yakni soal asrama, soal makan di dapur, soal ibadah di masjid, soalh berbahsa Arab-Inggris sehari-hari, soal berlatih pidato dalam tiga bahasa (Arab, Inggris, dan Indonesia), soal berolah-raga dan lainnya, masuk dalam wilayah penagsuhan. Tampaknya wilayah pengasuhan inilah yang mampu membentuk dan mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi sehingga secara emosional dan spiritual para santri mampu melakukan berbagai tindakan secara mudah dalam segala kondisi.
Aspek pendidikan model pesantren (Boarding School) ini, yang meliputi aspek pengajaran dan pengasuhan sekaligus, memiliki beberapa keunggulan yang umumnya tidak dimilki oleh sekolah-sekolah yang siswanya pilang ke rumah alias tidakn mukim. Dengan pola pengasuhan yang penuh disiplin, menjadikan para santri memiliki pribadi-pribadi terdidik dan terpelajar (Being Educated) dengan tingkatan kemandirian dan kewirausahaan (Entrepreneurship) yang tangguh dan karakter yang kuat. Aspek-aspek itulah yang kini oleh para sarjana luar dan dalam negeri disebut dengan personality development dan character building. Dan dalam hidup ini, berdasarkan survey dan penelitian mutakhir yang dilakukan oleh banyak ahli, justru aspek-aspek yang terakhir disebutkan itulah yang lebih menentukan sukses tidaknya seseorang di kemudian hari.13
Menarik kesimpulan di atas bahwasannya pesantren boarding school itu adalah suatu yayasan atau lembaga yang di dalamnya ada peraturan yang harus ditaati oleh para santri-santrinya, dan bagi santri
13
Muhamad Wahyuni nafis, Pesantren Daar El-Qolam Menjawab Tantangan Zaman,
yang melanggar akan dikenakan hukuman atau ikob. Dan setiap harinya harus menggunakan dua bahasa Arab dan Inggris yang harinya ditentukan
oleh para pengurusa santri (santri kelas akhir Niha’i).
Jenjang pada bording school berpariasi ada yang 6 tahun MTs sampai Aliyah dan ada yang 3 atau 4 tahun Aliyah saja, kebanyakan lulusan dari boarding school biasanya diarahkan oleh kyainya untuk mengabdi selama 1 tahun dan tempatnya sudah ditentukan oleh kyai itu sendiri, agar mempunyai bekal dikehidupan yang mendatang.
d. Boarding School Kurikulum Sendiri. 1) Tujuan Pendidikan
Peran Imam Zarkasyi di Pondok Modern baru dimulai pada tahun 1936, pada kesempatan hari terjadinya yang ke-10. Pada waktu itu ia sedang menjalankan tugas dari gurunya, Mahmud Yunus untuk mengepalai sekolah Muhammadiyah di Padang Sidempuan. Di panggial kakaknya, Ahmad Sahal, untuk kembali ke Gontor guna menetukan masa depan Tarbiyatul Atfal (Pendidikan Kanak-kanak). Dalam musyawarah Trimurti (Ahmad Sahal, Zainudin Fanani, dan Imam Zarkasyi) muncul beberapa program usulan. Imam Zarkasyi
mengusulkan program Kulliyatul Mu’alimin al-Islamiyah (KMI). Usaha tersebut diterima. Maka dia sendiri kemudian disepakati untuk memimpinnya karena dipandang lebih menguasai tentang program tersebut.
Pembaharuan pondok pesantren yang dilakukan Imam Zarkasyi juga didasarkan pada hasil penelitian para ahli yang melihat sejumlah kelemahan pondok pesantren tradisional yang perlu dan diatasi sebagai berikut.
Pertama, dalam bidang kurikulum pesantren tradisional hanya mengajarkan pengetahuan agama, sehingga lulusannya tidak dapat memasuki lapangan kerja yang mensyarakat memiliki pengetahuan umum, penguasaan teknologi dan keterampilan.
Kedua, dalam bidang metodologi pengajaran, pesantren
tradisional kurang dapat memperdayakan lulusannya. Para pelajar pesantren tradisional (santri) diajari berbagai ilmu bahasa Arab dengan susah payah dan menjelimet, tapi mereka tidak dapat berbicara dan menulis bahasa Arab dengan baik. Mereka terlihat minder dan kurang memiliki rasa percaya diri.
Ketiga, dalam bidang manajemen, pesantren tradisional
menerapkan sistem manajemen yang sentralistik, tertutup, emosional, dan tidak demokrastis. Semua hal yang berkaitan dengan pengaturan pesantren sepenuhnya di tangan kyai yang memiliki otorits penuh sampai ia merasa tidak sanggup lagi, atau meninggal dunia.
Imam Zarkasyi terpanggil untuk mengatasi berbagai kelemahan pendidikan pondok pesantren tersebut, dengan menekankan pada tujuan pendidikan yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar siap dan mampu hidup bermasyarakat sesuai dengan bidang keahliannya.
Dasar pemikiran lainnya yang mendasari pengembangan Pesantren Gontor Ponorogo tersebut adalah ide-ide yang berkembang dalam Kongres Umat Islam yang berlangsung di Surabaya dan dilaksanakan pada pertengahan tahun 1926.
2) Kurikulum Pendidikan
Imam Zarkasyi untuk menjadikan Pesantren Gontor Darussalm selain sebagai lembaga pendidikan yang dapat menghasilkan lulusannya yang mahir dalam bahasa Arab dan Inggris. Hal ini mendorong Imam Zarkasyi untuk melakukan pembaharuan terhadap kurikulum pendidikan yang ada di pondok pesantren modern Gontor Ponorogo. Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi di Pondok Pesantren Modern Gontor adalah 100% umum dan 100% agama. Di samping pelajaran tafsir, hados fiqih, ushul fiqih yang biasa diajarakan di pesantren tradisional, Imam Zarkasyi menambahkan ke dalam kurikulum lembaga pendidikan yang diasuhnya itu ilmu pengetahuan umum, sperti ilmu alam, ilmu hayat, ilmu pasti (berhitung, aljabar, dan ilmu ukur), sejarah, tata Negara, ilmu bumi, ilmu pendidikan, ilmu jiwa, dan sebagainya. Selain itu ada pula mata pelajaran yang amat ditekankan dan harus menjadi karakteristik lembaga pendidikannya itu, yaitu pelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris. Pelajaran bahasa Arab lebih ditekankan pada penguasaan kosa kata, sehingga para santri kelas satu sudah diajarkan mengarang dalam bahasa Arab dengan perbendaharaan kosa kata yang dimilikinya. Pelajaran ilmu alat, yaitu nahwu dan sharaf diberikan kepada santri saat menginjak kelas II, yaitu ketika mereka sudah lancer berbicara dan memahami struktur kalimat. Bahakan pelajaran Balaghah dan Adabullaghah baru diajarkan pada saat santri menginjak kelas V. Demikian halnya dengan bahasa Inggris, Grammar baru diajarkan ketika para santri menginjak kelas III, sedangkan materi bahasanya sudah diajarkan dari kelas 1.
3) Metode Pengajaran Bahasa
maupun tulisan, Imam Zarkasyi juga menerapkan semboyan al-karimah al-wahidah fi alf jumlatin khairun min alf kalimah fi jumlatin
wahidah (kemampuan menggunakan satu kalimat dalam seribu
susunan kalimat lebih baik daripada penguasaan seribu kata secara hafalan dalam satu kalimat saja).14
4) Pembaharuan Manajemen Pesantren
Demi kepentingan dan pengajaran Islam yang tetap sesuai dengan perkembangan zaman, Imam Zarkasyi dan dua saudaranya telah mewakafkan Pondok Pesantren Gontor kepada sebuah lembaga yang disebut Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor. Ikrar pewakafan ini telah dinyatakan di muka umum oleh tiga pendiri pondok tersebut. Dengan ditandatanganinya Piagama Penyerahan Wakaf itu, maka Pondok Modern Gontor tidak lagi menjadi milik pribadi atau perorangan sebagimana yang umumnya dijumpai dalam lembaga pendidikan tradisional. Dengan cara demikian, secara kelembagaan Pondok Modern Gontor menjadi milik umat Islam, dan semua umat Islam bertanggung jawab atasnya.
5) Independensi Pesantren
Keberadaan lembaga pendidikan pesantren di Indonesia pada umumnya berada di bawah organisasi keagamaan tertentu, khususnya Nahdlatul Ulama. Jika organisasi tersebut memihak pada salah satu pertain tertentu maka lembaga pendidikan yang ada di bawahnya menjadi bagian dari kepentingan partai politik tertentu.
Gagasan independensi Imam Zarkasyi tersebut direalisasikan dengan menciptakan Pondok Modern Gontor yang benar-benar steril dari kepentingan politik dan golongan apa pun. Hal ini diperkuat dengan semboyan: Gontor di atas dan untuk semua golongan.
Selanjutnya untuk mewujudkan kebeasan dan kemadirian tersebut, di Gontor para santri diberi kebebasan memilih
14
pilihan mata pelajaran yang ada. Dalam pelajaran hukum Islam misalnya, kitab yang diajarkan adalah Kitab Bidayah al-Mujtahid, karya Ulama Besar Ibn Rusyd yang hidup pada abad ke-12 M. ulama yang dikenal sebagai komentator Aristoteles ini menulis bukunya dengan pendekatan komparatif (perbandingan mazhab). Hal ini merupakan salah satu bukti, di mana paham keagamaan para santri berada di atas semua aliran politik, mazhab dan golongan. Dengan demikian, semua mazhab diajarkan kepada para santri, tinggal terserah mereka mau meilih mazhab mana yang lebih cocok.
Jiwa indenpensi juga terlihat pada adanya kebebasan para lulusannya dalam menetukan jalan hidupnya kelak. Menurut Imam Zarkasyi bahwa Pondok Pesantren Ponorogo tidak mencetak pegawai, tetapi mencetak majikan untuk dirinya sendiri.15
Pondok Pesantren Gontor merupakan satu dari sekian banyak pesantren yang berada di Indonesia, tapi Pondok Pesantren Gontor sangat unik yang mana tidak mengikuti peraturan pemerintah, mereka membuat kalender sendiri yang akui oleh pemerintah.
15
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih pondok pesantren bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur secara keseluruhan sebagai objek penelitian dengan menekankan dan focus terhadap pemikiran pendidikan yang dilaksanakan di pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur.
Penetapan objek tersebut di atas, berdasarkan atas pemangatan penulis bahwa pondok pesantren Bahrul Ulum cukup menarik dan dianggap tepat dijadikan objek penelitian karena pemikiran pengembangan pendidikan yang dilaksanakannya adalah mengembangkan pendidikan yang modern yaitu mencampurkan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum Diknas.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari tanggal 28 November 2012 sampai 1 Desember 2012. Sedangkan tempat dijadikan penelitian adalah pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur.
C. Metode Penelitian
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta dan data yang penulis peroleh sebagaimana adanya, kemudian dianalisa, diinterprestasikan untuk mengambil sebuah kesimpilan. Dalam melakukan penelitian lapangan ini, digunakan beberapa teknik mengumpulkan data-data yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti, yaitu:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Receach)
Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data atau teori dari berbagai sumber seperti buku, majalah, atau sumber-sumber lain yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.
2. Penelitian Lapangan (field research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendatangkan langsung ke objek penelitian yaitu pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur. Untuk mendapatkan data di lapangan ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu sebgai berikut: a. Observasi
Observasi dapat disebut dengan pengamatan yang meliputi pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh panca indra.
Dengan menggunakan teknik obsevasi ini, peneliti mengobservasi antara lain:
1) Lokasi penelitian
2) Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam kelas 3) Kegiatan santri sehari-hari di pondok pesantren
b. Interview
Istilah interview atau wawancara mempunya arti sebagai sesuatu percakapan atau Tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih, yang duduk berhadapan secara fisik, dan diarahkan pada masalah tertentu.
Penulis menggunakan metode interview untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pernyataan yang berkaitan dengan personal yang diteliti. Adapun interview yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin, yaitu wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya tetpi tidak mengikat atau bebas disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat wawancara tengah berlangsung. Dengan kata lain, di dalam menyampaikan pertanya-pertanyan kepada informasi, penulis tidak sepenuhnya terkait kepada pedoman wawancara (interview guide) yang telah penulis susun sebelumnya.
c. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi merupakan teknik mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara menganalisis data-data tertulis dalam dokumentasi-dokumentasi yang relevan dengan tujuan penelitian: 1) Nama dan Latar Belakang berdirinya pondok pesantren Bahrul
Ulum
2) Kurikulum pendidikan pondok pesantren Bahrul Ulum termasuk pengajaran umum dan kepesantrenan beserta tujuan pembelajaran pesantren
3) Program unggulan dan kegiatan pengembangan diri santri pondok pesantren Bahrul Ulum
4) Dokumentasi sarana dan prsarana yang dimiliki pondok pesantren Bahrul Ulum
5) Struktur kepengurusan pondok pesantren Bahrul Ulum
6) Profil guru dan staf pesantren Bahrul Ulum beserta daftar nama-namanya
D. Analisa Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Analisis Isi (content analysis), dan dengan menggunakan bentuk deskriptif yaitu berupa catatan informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang terkait dengan semua aspek yang diteliti. Maka, di sini penulis menggambarkan permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan, kemudian dianalisis, dipadukan, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan.
E. Teknik Penulisan
28
BAB IV
YAYASAN PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM
TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR
A. Deskripsi Pondok Pesantren
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, merupakan salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Jawa Timur yang hingga hari ini masih survive di tengah kecenderungan kuat sistem pendidikan formal. Dengan kultur dan kesederhanaan yang mandiri serta dekat dengan masyarakat, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang terus melakukan pengembangan dan perubahan seiring dengan dinamika perkembangan dan tuntutan global, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur kepesantrenan dan prinsip-prinsip Aqidah Ahlussunnah Wal-Jama‟ah.
Salah satu upaya yang telah dilakukan di tengah kecenderungan kuat sistem pendidikan formal, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang hingga saat ini telah mendirikan 18 unit pendidikan formal mulai dari tingkat Pra Sekolah sampai dengan Perguruan Tinggi. Disamping itu Pondok Pesantren Bahrul Ulum juga menjalin kerjasama dalam bidang pendidikan dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri diantaranya adalah Makkah, Syiria, Lebanon dan Al-Azhar Kairo.
Yayasan ini berdiri sejak tahun 1966 melalui Akte Notaris No. 03 Tanggal 06 September 1966 dihadapan Notaris Soembono Tjiptowidjojo dahulu wakil notaris di Mojokerto.
B. Lokasi dan Sejarah Pondok Pesantren Bahrul Ulum 1. Lokasi
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, terletak di Dusun Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur, tepatnya ± 3 Km sebelah utara kota Jombang. Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, secara keseluruhan menempati areal tanah ± 10 Ha, dengan sosio kultur religious agraris.
2. Sejarah Pondok Pesantren Bahrul Ulum a. Periode Rintisan Pertama
(Pondok Selawe / Pondok Telu 1825 M)
Sekitar tahun 1825 di sebuah Desa yang jauh dengan keramaian kota Jombang, tepatnya di sebelah utara kota Jombang yakni di Dusun Gedang kelurahan Tambakrejo, datanglah seorang
yang „alim, pendekar ulama atau ulama pendekar bernama Abdus
Salam, yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Shoichah (artinya:
bentakan yang membuat orang gemetar). Kedatangannya di dusun ini
membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang dimilikinya. Menurut silsilah beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya (kerajaan Majapahit) dan merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro.
Sebelum kedatangan Abdus Salam, Desa ini (sekarang Desa Tambakrejo) masih merupakan hutan belantara. Selama kurang lebih 13 tahun beliau bergelut dengan semak belukar dan kemudian menjadikan Desa ini sebagai perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia. Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, pada tahun 1838 beliau mendirikan gubuk tempat beliau berdakwah yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari sebuah langgar (musholla), bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana. Pesantren ini terletak disebalah timur sungai gedang. Pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok Selawe dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang. Disebut juga dengan Pondok Telu karena bidang atau materi keilmuan yang diajarkan meliputi tiga bidang ilmu yaitu Syari‟at, Hakikat dan Kanuragan. Dari sisi lain dinamakan Pondok Telu karena jumlah
bangunannya terdiri dari 3 lokal. Pesantren inilah yang menjadi embrio Pondok Pesantren Bahrul Ulum sekarang ini.
b. Periode Rintisan Kedua
Setelah Kyai Shoichah (Abdussalam) berusia lanjut (sepuh: bahasa jawa) tampuk pimpinan Pondok Selawe atau Pondok Telu diserahkan kepada dua menantunya yang tidak lain adalah santrinya sendiri, yaitu
Kyai Ustman (Mbah Ustman) dan Kyai Sa’id (Mbah Sa’id). Pada tahap
selanjutnya, atas restu dari Mbah Shoichah keduanya melakukan pengembangan pondok pesantren. Kyai Ustman memegang Pondok
Selawe sementara Kyai Sa’id mendirikan pesantren disebelah barat sungai
yang tidak jauh dari Pondok Selawe. Kyai Ustman lebih menitikberatkan pada ajaran-ajaran Thoriqoh pada santrinya, sementara Kyai Sa’id lebih fokus pada kajian-kajian yang bersifat Syari’at. Karena itulah Pondok
Pesantren Mbah Sai’d yang berada di sebelah barat sungai dikenal dengan sebutan Pondok Syari’at, dan pondok yang dikembangkan oleh Mbah
c. Periode Pengembangan Pertama
Setelah Kyai Ustman dan Kyai Sa’id wafat, pesantren Kyai Ustman tidak ada yang meneruskan karena beliau tidak memiliki putra laki-laki. Sedangkan pesantren Kyai Sa’id diteruskan oleh putra beliau yang bernama Kyai Hasbulloh. Karena Pesantren Kyai Ustman tidak ada penerusnya maka sebagian santri Kyai Ustman diboyong oleh menantunya
yang bernama Kyai Asy’ari ke Desa Keras yang akhirnya berkembang menjadi PONDOK Pesantren Tebuireng sekarang. Sedangkan sebagian yang lain diboyong ke pesantren sebelah barat sungai dijadikan satu dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh. Adapun untuk pusat jama’ah thoriqoh akhirnya dipindah ke Desa Kapas dan diteruskan oleh menantunya yang bernama Abdulloh.
Kyai Hasbulloh adalah seorang yang kaya raya dan dermawan, beliau memiliki tanah pertanian yang sangat luas. Dari hasil pertanian ini beliau banyak memiliki gudang-gudang beras yang menyebar dimana-mana bagaikan tambak. Konon karena hal itu daerah ini disebut Dusun
Tambakberas dan pondok pesantren beliau dikenal dengan sebutan
Pondok Tambakberas.
Dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh pondok pesantren berkembang sangat pesat. Guna kelanjutan pondok pesantren yang diasuhnya, Kyai Hasbulloh mengirimkan putra-putranya untuk belajar di pesantren bahkan hingga ke Makkah untuk belajar di tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut.
3. Visi, Misi, Landasan dan Tujuan 1. Visi
“Menjadikan Tambakberas sebagai pusat peradaban Islam yang
berfungsi sebagai penyeimbang segala peri kehidupan umat manusia,
2. Misi
a. Menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
serta memiliki rasa tanggung jawab mengembangkan dan
menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama‟ah.
b. Melahirkan manusia yang berakhlaq mulia, dan memiliki rasa
tanggung jawab sosial terhadap kemashlahatan umat.
c. Melahirkan manusia yang cakap, trampil, mandiri, memiliki
kemampuan keilmuan dan mampu menerapkan serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang ada
pada dirinya dan lingkungannya.
3. Landasan
a. Islam ahlussunnah wal jama‟ah „ala thoriqoti jam‟iyyati Nahdlatul
Ulama
b. Nilai-nilai Dasar Falsafah Bangsa
c. Pancasila, UUD 1945, dan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
d. Nilai-nilai Dasar Kepesantrenan
e. AD/ART Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Sunnah-sunnah
kepesantrenan yang positif, dan tradisi belajar dan bekerja untuk ibadah
4. Tujuan
Dalam perkembangannya ke depan, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang diharapkan bisa menjadi lembaga Pendidikan, agama dan sosial sekaligus menjadi sentra katalisator pembangunan kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang :
a. Potensial dan terpercaya b. Produktif dan bermanfaat c. Mandiri dan konsisten
e. Mampu menyumbangkan konsep-konsep pemikiran yang Islami dalam berbagai aspek, kepada negara, lembaga atau perorangan yang membutuhkannya.
Dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum diharapkan lahir sumber daya manusia yang berupa :
a. Individu-individu yang tangguh, ulet dan amanah.
b. Individu yang berkualitas, mandiri dan berakhlaqul karimah.
c. Pemimpin atau profesional yang menguasai teknologi dan memahami agama secara mendalam (mutafaqqih fid-dien) jujur, amanah, cerdas dan komunikatif.
5. Sejarah Nama dan Lambang Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Sejarah panjang pondok pesantren ini, sejak awal rintisannya oleh Kyai Shoichah, dikenal dengan nama Pondok Selawe atau Pondok Telu. Dan pada masa KH. Hasbulloh pondok pesantren ini dikenal dengan sebutan Pondok
Tambakberas. Hingga pada masa KH. Abdul Wahab, pada tahun 1965 empat
orang santri beliau dipanggil menghadap (sowan), keempat santri beliau tersebut adalah Ahmad Junaidi (Bangil), M. Masrur Dimyati (Dawar Blandong Mojokerto), Abdulloh Yazid Sulaiman (Keboan Kudu Jombang), dan Moh. Syamsul Huda As. (Denanyar Jombang). Waktu itu yang menjabat sebagai sekretaris pondok adalah Ahmad Taufiq dari Pulo Gedang. Keempat santri beliau ini ditugasi mengajukan alternatif nama pondok pesantren. Walhasil keempat santri ini mengajukan 3 nama alternatif yaitu, Bahrul
Ulum, Darul Hikmah, dan Mamba’ul Ulum. Dari ketiga nama yang diajukan,
Kyai Abdul Wahab memilih nama Bahrul Ulum yang artinya “Lautan Ilmu”
asal Gondang Legi Nganjuk untuk membacakan manaqib. Hingga saat ini nama dan lambang tersebut abadi menjadi identitas resmi, eksistensi Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
Lambang Pondok Pesantren Bahrul Ulum
6. Struktur Organisasi
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, diurus dan dikelola dibawah manajemen Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum sedangkan untuk pengelolaan perguruan tinggi dibentuk Yayasan Pendidikan Tinggi Bahrul Ulum. Secara hierarki organisatoris kepengurusan tersebut bisa uraikan sebagai berikut :
1. Majelis Pengasuh/Dewan Pembina
Majelis Pengasuh adalah badan tertinggi di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang memiliki kewenangan tak terbatas. Kewengan tersebut diantaranya adalah Mengangkat dan memberhentikan Ketua Umum Yayasan, menentukan arah kebijakan pondok pesantren ke dalam dan ke luar, memberikan legalisasi terhadap semua kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pengurus harian.
Dewan Pengawas adalah sebuah badan pengurus yang berfungsi sebagai pendamping Majelis Pengasuh dalam hal memberikan masukan dan melakukan pengawasan terhadap kebijakan, kinerja dan pelaksanaan program-program Yayasan.
3. Pengurus Harian
Pengurus harian adalah pelaksana harian seluruh program-program yayasan yang telah digariskan sekaligus penanggungjawab seluruh kebijakan-kebijakan yang diambil. Pada periode 2009 – 2013 ini pengurusnya terdiri dari 9 orang dengan struktur sebagai berikut : Ketua Umum, Ketua I dan Ketua II, Sekretaris Umum, Sekretaris I Sekretaris II,
Bendahara Umum, Bendahara I dan Bendahara II. Dalam tatanan
operasionalnya Ketua Umum dengan dibantu oleh Sekretaris Umum berfungsi sebagai Top Leader, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kebijakan-kebijakan umum yayasan. Ketua I dengan dibantu oleh Sekretaris I, bertanggungjawab terhadap semua kebijakan dan program Departemen Pendidikan, Departemen HUMASY, Departemen KAMTIB,
dan Departemen Infokom. Sedangkan Ketua II dengan dibantu oleh
Sekretaris II bertanggungjawab terhadap kebijakan dan program
Departemen Wirausaha, Departemen Sarana Prasarana dan Departemen
Pelayanan Kesehatan dan Olahraga, Departemen Pengelola Asset,
Departemen Ekonomi dan Koperasi.
4. Pengurus Bidang/Departemen
Kepesantrenan, Departemen HUMASY, Departemen KAMTIB,
Departemen Wirausaha, Departemen Sarana Prasarana dan Departemen
Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Hidup, Departemen Infokom,
Departemen Ekonomi dan Koperasi, dan Departemen Pengelola Asset.
Organisasi
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
Keterangan : : Garis Komando
: Garis Koordinasi
7. Sistem Pendidikan
Pendidikan (Kegiatan Belajar Mengajar) di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, dilaksanakan melalui dua jalur yaitu:
UNIT ASRAMA/RIBATH PONDOK PESAN(14 Unit
TREN (34 UNIT)
DEWAN PEMBINA / MAJELIS PENGASUH
DEWAN PENGAWAS YAYASAN PENDIDIKAN TINGGI
BAHRUL ULUM
PENGURUS YAYASAN PONDOK PESANTREN
BAHRUL ULUM DEWAN PENGAWAS YAYASAN PONDOK PESANTREN
BAHRUL ULUM
PENGURUS YAYASAN PENDIDIKAN TINGGI
BAHRUL ULUM
UNIT SEKOLAH/MADRASAH Sekolah/Madrasah)
Pendidikan Formal (Pendidikan di Sekolah/Madrasah), dan Pendidikan Non Formal (Pendidikan di Pesantren/Diniyyah). Pendidikan di Pesantren menggunakan kitab-kitab kuning sebagai kajian.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan secara klasikal di sekolah/madrasah dengan menggunakan kurikulum tertentu (Kurikulum Kementerian Agama dan Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional) ditambah dengan kurikulum pesantren sebagai muatan lokal. Hingga saat ini terdapat 18 unit pendidikan formal mulai dari jenjang Pra Sekolah sampai dengan Perguruan Tinggi. Secara struktural unit pendidikan formal di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, dimana unit-unit pendidikan formal bertanggung jawab untuk menjalankan segala kebijakan yang telah ditetapkan bersama oleh Pengurus Yayasan.
Namun demikian, sekolah/madrasah tetap memiliki hak otonom yang segala administrasinya dilakukan tersendiri. Untuk memimpin tiap-tiap jenjang pendidikan sekolah/madrasah ini pengurus Yayasan mengangkat seorang kepala dan beberapa orang wakil kepala untuk tiap-tiap tingkatan, kecuali untuk sekolah/madrasah yang telah berstatus Negeri mengikuti ketetapan dari instansi terkait.
2. Pendidikan Non Formal (Pendidikan Pesantren/Diniyyah)