Adapun daya kerja dan jenis obat yang digunakan adalah sebagai berikut
1. Penghambat α adrenergik
Berdasarkan persarafan daerah leher kandung kemih di dominasi oleh saraf otonom yang bersifat simpatomimetik sehingga bila diberikan obat penghambat α adrenergik (adrenergik blocking agent/ α adrenoseptor antagonist) diharapkan dapat
mengurangi tonus leher kandung kemih agar
proses kencing dapat lancar
.Obat penghambat α adrenergik ini dapat bersifat :
Selective long acting α blocker : Doxazosin,tamsulosin,terasosin
Selective short acting α blocker: Prazosin,Alfuzosin,Indoramin
oleh saraf parasimpatis dengan reseptornya α1adrenergik sehingga stimulasi dari reseptor ini menyebabkan meningkatnya tonus otot-otot di daerah tersebut sedangkan bila reseptornya di hambat (α adrenoseptor antagonist) dapat menurunkan tonus otot di daerah tersebut (terjadi relaksasi) akibatnya tekanan pada daerah uretra pars prostatika turun sehingga meringankan proses kencing menjadi lancar.
Evaluasi hasil pengobatan sangat penting dalam menilai keberhasilan suatu terapi apalagi obat ini mempunyai efek samping antara lain penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing-pusing (dizziness),capek,sumbatan hidung dan rasa lemah (fatique) disamping efek yang di harapkan untuk merelaksasi tonus otot di leher vesika urinaria maupun pada prostatnya sendiri agar menurunkan obstruksinya sehingga kencing menjadi lancar dan obat α blocker ini sudah direkomendasikan oleh The 3rd and The 4thInternational Consultation on BPH 1995 and 1997
2. Menghambat pertumbuhan prostat(Supresor Androgen)
Asumsi dari teori ini yaitu dengan dilakukan kastrasi maka tidak terjadi pembesaran prostat dan pria yang mempunyai kelainan defisiensi enzim 5α reduktase,kelenjar prostatnya tidak berkembang walaupun potensi seksualnya tetap positif. Berdasarkan pada teori DHT (Dehidrotestosteron) bahwa penyebab terjadinya pembesaran prostat apabila terjadi reduksi testosteron menjadi DHT yang memerlukan enzim 5α reduktase sehingga dengan menghambat kerja enzim tersebut maka tidak terjadi proses reduksi testosteron akibatnya tidak terbentuk DHT. Atas dasar asumsi-asumsi tersebut
diatas maka supresi androgen dapat terjadi dengan memberikan sebagai berikut :
Penghambat enzim 5α reduktase
Anti androgen
Analog Luteinizing hormone releasing hormone (LHRH)
Obat penghambat enzim 5α reduktase yang terdapat di pasaran yaitu golongan finasteride dengan nama dagang di Indonesia yaitu Proscar dalam bentuk tablet dengan dosis 5 mg diberikan peroral sekali sehari.Selain itu ada golongan episterid dan untuk melihat efek terapi di butuhkan waktu 3-6 bulan dilakukan evaluasi secara berkala bila menunjukan perbaikan maka terapi diteruskan akan tetapi bila tidak ada perbaikan parameter antara sebelum dan sesudah maka dipertimbangkan untuk terapi pembedahan.
Hal yang harus diperhatikan dari pemberian finasterid mempunyai efek samping berkurangnya libido dan impotensi,ini terjadi sekitar 3-4 % dan reversibel.
Parameter evaluasi sebelum pengobatan dengan 5α reduktase
operasi 2 Volume prostat : - colok dubur - USG (optional) Derajat I,II,III dalam ml Volume prostat menurun sampai 30% 3 Sedimen Urin – Biakan
Normal/Negatif Bila tidak normal perlu evaluasi lebih lanjut dan bila biakan positif perlu diterapi lebih dahulu 5 Kreatinin serum
Normal Bila tidak normal
perlu evaluasi lebih lanjut 6 PSA(Prostatic Specific Antigen) ≤ 4 ng/ml Dengan pengobatan biasanya menurun 50% dalam 6 bulan
bila meningkat perlu biopsi 7 Flowmetri Qmax :> 10 ml/det Biasanya membaik rata-rata 2,7 ml/det
3. Pengobatan Phyto terapi
Pengobatan ini menggunakan bahan dari tumbuh-tumbuhan seperti Hypoxis Rooperis,Pygeum Africanum,Urtica sp,Sabal Serulla,Curcubita pepo,Populus temula,Echinacea pupurea dan cereale. Zat aktif yang terdapat di dalam tumbuhan tersebut belum semuanya di ketahui cara kerjanya.Pygeum Africanum misalnya dapat mempengaruhi kerja Growth Factor terutama ß FGF dan EGF sedangakan obat yang lain di katakan kemungkinan mempunyai efek antara lain anti estrogen,anti androgen,menurunkan sex binding hormon globulin,menghambat sel prostat berproliferasi, mempengaruhi metabolisme prostaglandine,anti inflamasi dan menurunkan tonus leher buli-buli.
Ada tiga hal problem dalam pengobatan dengan obat-obatan yaitu kapan pengobatan di mulai dan berapa lama,bagaimana dengan efek sampingnya dan harga obat yang masih tinggi sementara pengobatan dalam waktu yang
Konservatif Medika mentosa bila score IPSS < 18
Finasteride / Proscar 5 mg/hr (3-6 bl), Tamsulosin/Flomax 0,4 mg 2-4 mgg , Harnal 0,2 mg kerjanya mengeblok enzim 5 alpha reductase membentuk DHT
3. Pembedahan
Pasien pembesaran prostat jinak pada umumnya sudah dalam stadium berat yaitu mengalami retensi akut dengan atau tanpa komplikasi sehingga tindakan pembedahan merupakan cara yang paling efisien mengatasi masalah tersebut apalagi tidak semua pasien yang mendapatkan pengobatan medikomentosa berhasil yaitu sekitar 40-70 %(Emberton,1999) Mengingat kejadian penderita pembesaran prostat pada umumnya usia dekade lima keatas sekitar 50% dan semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula resiko terjadinya pembesaran prostat jinak padahal dengan semakin meningkatnya usia justru terjadi penurunan fungsi organ – organ tubuh karena proses degeneratif/penuaan sehingga persiapan praoperasi sangat penting untuk menurunkan morbiditas maupun mortalitas yang mungkin bisa terjadi pada pasien pembesaran prostat jinak yang akan dilakukan operasi prostatektomi baik secara TVP ataupun TURP. Faktor usia lanjut ini biasanya disertai juga oleh faktor komorbiditas lainnya seperti hipertensi ,diabetes mellitus, penyakit jantung koroner,penurunan fungsi ginjal,hati maupun penyakit obstruktif
menahun serta penyakit sistemik lainnya.
Sedangkan faktor komorbiditas lainnya yang biasanya menyertai pada penderita pembesaran prostat jinak seperti anemia, malnutrisi juga harus
mendapat perhatian serius sebelum melakukan operasi prostatektomi baik secata transurethral (TURP) maupun secara transvesikal(TVP).
Indikasi absolut pembedahan antara lain sebagai berikut :
Sisa kencing lebih dari 100 ml
Infeksi saluran kencing berulang
Adanya batu buli-buli
Adanya hematuri secara makroskopis berulang
Adanya divertikel buli-buli yang besar
Adanya penurunan fungsi ginjal karena PPJ
Retensi urin berulang
Indikasi relatifnya yaitu adanya residu urin lebih dari100 ml,Qmax kurang dari 10 ml/detik atau dengan pengobatan lain tidak menunjukan perbaikan sedangkan keduanya mempunyai resiko penyulit yang hampir sama sebagai berikut :
Penyulit durante operasi :
Perdarahan (< 4 %):bila sinus venosus peri prostatika tereseksi.
Perforasi : Apabila dinding buli-buli daerah trigonum ataupun kapsula prostatika robek pada saat prostatektomi secara transurethral.
Infeksi saluran kemih sampai septikemia : Operasi prostatektomi termasuk jenis operasi bersih terkontaminasi karena berhubungan dengan saluran kemih apalagi bila hasil biakan urin positif maka termasuk jenis operasi kotor sehingga pemberian obat antibiotika bersifat terapeutik apabila hasil biakan urin positif sedangkan bila biakan urinnya negatif maka bersifat profilaksis.Apalagi bila mempunyai penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,penyakit paru obstruktif menahun dan lainnya merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi dan septikemia.Insidensinya berkisar antara 2-5%
Penyulit pasca operasi dini
Retensi bekuan darah (± 3%): Ini bisa terjadi sebelum atau sesudah kateter di lepas.Bila ini terjadi sebelum kateter dilepas maka dilakukan spuling dengan larutan aquabidest atau dengan Nacl 0,9% apabila tidak berhasil maka dilakukan evakuasi jendalan darah tersebut dan apabila terjadi setelah pelepasan kateter maka dapat dilakukan pemasangan kateter ulang untuk beberapa hari sampai bekuan darah tersebut lisis atau dilakukan evakuasi jendalan tersebut bila tetap retensi urin .Upaya pencegahannya dengan melakukan perawatan perdarahan
sebaik- baiknya saat operasi dan mengontrol irigasi secara kontinue pasca operasi serta melakukan traksi pada kateter tersebut.
Retensi urin (± 10%): Ada beberapa penyebab terjadinya retensi urin disini : -Tersumbat bekuan darah→diirigasi
-Tersumbat serpihan prostat →dievakuasi
-Muskulus detrusor masih dalam fase dekompensata→dipasang kateter
Perdarahan sekunder :perdarahan ini terjadi setelah sebelumnya urin jernih sehingga biasanya akan berhenti sendiri apabila tidak berhenti maka diperlakukan seperti pada retensi bekuan darah
karena dapat menyebabkan tejadinya jendalan darah di kateter.
Inkontinensia Urin : Ini terjadi karena rusaknya spingter uretra eksterna yang tereseksi saat prostatektomi akan tetapi apabila kerusakannya ringan dapat sembuh sendiri (temporer sekitar 2%) sedangkan apabila kerusakannya berat dapat menyebabkan inkontinensia permanen(sekitar 0,5%).Cara mengatasinya dengan mengklem penis,menyuntikkan silikon sekitar spingter uretra ekterna atau memasang protewsa spingter
nervus pudendus tersebut terletak di posterolateral dari kelenjar prostat sehingga pada operasi prostatektomi secara transvesical (TVP) secara teori tidak terkena karena manipulasi prostat di daerah anterior sedangkan pada operasi prostatektomi secara transuretral(TURP)trauma termal dan elektrik dapat menyebabkan kerusakan dari neurovasculer bundel tersebut
Ejakulasi retrograd : Kejadian ini hampir selalu terjadi pasca operasi prostatektomi terutama bila berat prostatnya besar dimana pasien mengeluh saat ejakulasi tidak keluar cairan sperma melalui urethra akan tetapi masuk ke buli-buli.Ini tidak berbahaya dan tidak perlu penanganan khusus hanya diberitahu sebelumnya.
Striktur uretra (±4-5%) :Biasanya terjadi pada daerah meatus atau fosa navikulare serta daerah sekitar uretra pars prostatika karena infeksi.
Stenosis leher buli-buli : Dapat terjadi saat mereseksi prostat terlalu berlebihan atau karena pemasangan kateter yang terlalu lama.
Pembesaran prostat jinak berulang (sekiatar 4,2% pada TVP dan 17,6% pada TURP) :Pada operasi prostatektomi baik secara TVP ataupun TURP tidaklah membuang seluruh jaringan prostat sehingga kemungkinan kambuh kembali bisa terjadi.
Operatif IPSS > 18
I ndikasi
1. Hematuri2. ISK berulang
3. Retensi urin berulang / akut
4. Penurunan faal ginjal / hidronefrosis
5. Vesicolithiasisi
6. Divertikel buli2 besar
A. Pembedahan terbuka (TVP=Transvesikal prostatektomi)
Pembedahan prostatektomi secara suprapubik transvesikal pertama kali dilaporkan oleh Belfield dari Chicago pada tahun 1887 dan Sir Peter Freyer dari London pada tahun 1900 melaporkan tehnik pembedahan yang sama pada pertemuan Internasional di Paris sehingga terkenal dengan prostatektomi menurut Freyer yang kemudian di modifikasi oleh Hrynzack sehingga terkenal dengan tehnik Hrynzack modifikasi Freyer. Setengah abad kemudian pada tahun 1945 diperkenalkan tehnik prostatektomi retropubik transkapsuler
oleh Teernce Millin.
Pembedahan minimal invasif secara TURP masih merupakan standart emas dalam penanganan pasien PPJ sekitar 95% akan tetapi ada juga pasien PPJ yang dilakukan operasi prostatektomi secara terbuka (TVP) sekitar 5%nya
PPJ yang besar yang diperkirakan tidak dapat di reseksi dengan sempurna dalam waktu satu jam
PPJ yang disertai penyulit seperti adanya batu buli-buli yang diameternya lebih dari 1/2cm atau multiple,adanya divertikel besar.
Bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan TURP baik sarana maupun tenaga ahlinya (Rahardjo,1999;Singodimedjo,2002)
Teknik Operasi Prostatektomi Transvesikal (TVP) Dalam stadium anestesi,pasien dalam posisi supine
,kandung kemih diisi udara/air 250 ml.
Dilakukan a/aseptik medan operasi dengan alkohol 70% kemudian dilanjutkan dengan betadin.
Insisi suprapubik bisa secara pfanenstiel atau longitudinal,perdalam dari kutis sampai subkutis,vagina muskuli rekti dan apneurosis m.oblikus eksterna di potong transversal dan dibuat flap ke arah superior dan inferior sehingga nampak mm.rektus abdominis dan mm.piramidalis kemudian dipisahkan secara tajam antara sisi kanan dan kiri .Pada kedua sisi muskuli rekti di pasang hook langen back,tampak prevesikal fat dan peritoneum di
sisihkan ke kranial ,tampak pleksus vesikalis dan buli-buli ,dilakukan taugle di dua tempat
proksinmal-distal.
Dilakukan insisi buli-buli dengan cauter diantara dua taugle tersebut sambil mengontrol perdarahannya sampai ke mukosanya terbuka,dilakukan sucksen dari cairan buli-buli yang keluar kemudian dipasang hook buli-buli.
Identifikasi muara ureter dan keadaan buli-buli lainnya
Insisi prostat sekitar OUI sampai tampak kelenjar prostatnya kemudian dilakukan enukleasi prostat
sampai bebas dari kapsula sirurgikum .
Pasang daur kateter no.24 dan kunci awal sekitar 20ml,pasang daur kateter no.14 untuk irigasi dan di kunci 5 ml.
Jahit luka buli-buli pada mukosa dengan benang plan cut gut 3.0 secara continous with locking kemudian bagian muskulernya dijahit dengan benag cromic 2.0 secara continous without locking. Selam a penjahitan buli-buli irigasi di alirkan dan daur kateter no.24 nya
di traksi terus.
Pasang drain cavum retzii
Tutup luka operasi lapis demi lapis Operasi selesai
Perawatan pascaoperasi
Awasi keadaan umum,vital sign,aliran irigasi dan warnanya Traksi kateter dipertahankan selama 24 jam
Berikan Antibiotik profilaktif bila hasil biakan urin belum ada dan analgetik
Irigasi : -Hari 0→grojok
-Hari I→40tetes/detik -Hari II-III→30 tetes/detik -Hari IV→coba di
stop/klem,dengan pesan bila merah irigasi di alirkan lagi -Hari V→Irigasi di aff
-Hari VI→mobilisasi duduk dan minum banyak -Hari VII→DC di aff
-Hari VIII→ Drain cavum retzii di aff dan rawatjalan B. Pembedahan minimal invasif secara transurethral(TURP)
Perdarahan lebih terkontrol karena bisa terlihat langsung
Lama rawat inap lebih sedikit
Tidak ada luka operasi yang terlihat dari luar
Resiko infeksi lebih kecil
Sedangkan kemungkinan terjadinya faktor penyulit pascaoperasi mempunyai kans yang hampir sama antara TVP dan TURP.
Catatan
Tertutup ( Reseksi Transurethral prostatektomi )
Berat prostat < 60 gram
Dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam menghindari Sindroma reseksi transurethral akibat banyaknya cairan irigasi masuk pembuluh darah
(intoksikasi air)
Gejala : gelisah, somnolen, tekanan darah naik, bradikardi
ES: retrograde ejaculation
Beberapa Istilah :
2. Partial TUR 30-90%
Paliative resection
Subtotal resection
3. TURP total Sebagian trigonum vesika,leher kandung kemih & kapsul prostat direseksi
4. Subradical TUR Pada kelenjar prostat yang mengarah keganasan
C. Perkembangamn Tehnologi baru pada penanganan PPJ
1. Laser (VILAP=Visual Laser Ablation of the Prostate) :
Nd YAG mempunyai kemampuan koagulasi dan evaporasi dapat menimbulkan lubang-lubang pada jaringan adenoma kalau disa lurkan melalui serat laser yang dapat membelokkan sinar laser 900(side firing fibers)sehingga secara perlahan adenoma akan terlepasdan akan
menghasilkan kanal pada daerah urethra pars prostatika.
2. Thermo therapi dan Hyperthermi :
Di sini prinsipnya dengan memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang di masukkan ke urethra atau rektum sampai 450sehingga diharapkan
±50%(hyperthermi) dan 70%(thermoterapi).Sedangkan termoterapi lainnya yaitu :
TUMT (Transurethral micriwave thermoterapi ) :Ini menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat untuk mengurangi obstruksi.
TUNA (Transurethral needle ablation) :Ini menggunakan energi frekwensi radio tingkat rendah untuk membakar bagian prostat yang dikehendaki.
Laser Coagulation Technique
HIFU
Electrovaporisation
Laser vaporization
4. Pengobatan Alternatif
Apabila sudah ada indikasi operasi prostatektomi akan tetapi pasien tidak layak atau menolak maka dilakukan terapi pemasangan stent di urethra pars prostatika sehingga bagian tersebut bisa terbuka terus.
Komplikasi
1. Singh et al , 1973 dan Argawal et al , 1993, mengemukakan bahwa PPJ merupakan penyakit yang sering diderita pria umur 40 tahun keatas. Pada periode tersebut telah terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang akan
menimbulkan perubahan sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, ginjal dan hormonal yang dipengaruhi banyak faktor. Diperkirakan penderita umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko yang lebih besar bila dilakukan pembedahan yaitu sebesar 10 % .
2. Sebelum pembedahan dilaksanakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu suatu fakta menunjukkan bahwa semua pasien adalah mereka yang telah berumur lanjut, pembedahan kelenjar prostat termasuk pembedahan mayor dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi atau morbiditas selama atau sesudah pembedahan.
3. Sehingga sebelum pembedahan dilaksanakan harus dibuat persiapan teliti, cermat terencana dan terarah dengan baik, sehingga hal-hal yang akan mendatangkan kegiatan pada pasien dapat dihindari.
4. Komplikasi pasca pembedahan dibagi 2 yaitu :
Dini/awal,
5. Timbulnya kurang atau sama dengan 7 hari sejak saat pembedahan. meliputi : retensi koagulum, perdarahan primer, infeksi luka operasi, infeksi saluran
6. Untuk mengurangi terjadinya morbiditas awal karena retensi koagulum diperlukan irigasi selama dan setelah reseksi prostat transuretra dengan cairan normal salin. Bila memang masih terjadi retensi koagulum, maka perlu dilakukan tindakan spoelling/bladder washout lewat kateter.
7. Lanjut
8. Bila terjadi 7 hari sampai dengan 12 bulan pasca operasi, berupa : striktura uretra, retrograd ejakulasi, inkontinensia urine karena kerusakan sfingter uretra dan impotensi.
9. Pendarahan pasca reseksi prostat transuretra lebih banyak terjadi pada reseksi kelenjar prostat yang besar. Kematian pasca operasi prostat (6-90 jam pasca pembedahan) disebabkan karena problem pendarahan hebat. Faktor-faktor
yang dipakai untuk menentukan derajat perdarahan yaitu :
1. Banyaknya transfusi darah yang diperlukan untuk mempertahankan volume sirkulasi
2. Hipotensi
3. Seringnya spuling
4. Retensi jendalan darah
5. Kadar Hb turun (> 2gr/dl) pasca pembedahan
Diagnosis Banding
PENYAKIT KARAKTERISTIK
Striktur Uretra
Usianya biasanya lebih muda kausa biasanya jelas
Pernah uretra
Pernah trauma panggul/perineum
Pernah manipulasi urologik Kateterisasi ada hambatan/gagal uretrografi terdapat
penyempitan endoskopi tampak penyempitan
Buli bladder outlet” seperti prostektomi, PRTU prostat.
Kelainan kongenital ] jarang
Akibat prostatik kronis ]
Diagnosis pasti dengan endoskopi Batu Buli-Buli atau Batu yang menyumbat Uretra Posterior
Gejala iritatif lebih menonjol pernah keluar batu bersama
miksi
Foto rongen akan tampak batu bila bersifat radioopak
Endoskopi untuk memastikan diagnosa
Karsinoma Prostat
RT : Nodule positif (+)
Prostate specific antigen (PSA) meningkat > 4mg%
Prostatitis/Pr ostatodinia
Biasanya usia lebih muda
Gejala iritatif lebih menonjol
Bila akut nyeri tekan pada RT
Pada prostatodinia : fisik dan laboratorik tidak ada kelainan tetapi bisanya trfaktor biasanya terdapat faktor psikologik
Buli-Buli Neuropati
Terdapat penyakit primer
Trans spingter melemah
Gangguan sensibilitas daerah sakroperineal Perlu pemeriksaan sistotometri/urodunamika Pengaruh Obat-obatan - Simpatolitik - Psikotropik - Alfa
Terdapat penyakit primer yang memerlukan obat tersebut
BAB IV
PEMBAHASAN
BPH (Benign Prostat Hyperplasia) yaitu terdapat hyperplasia sel-sel stroma dan sel-sel-sel-sel epitel kelenjar prostat. Adapun gejala dari BPH terdiri dari gejala obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi). Sedangkan gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada s aat miksi). Pada pasien ini dilakukan open prostatectomy dikarenakan hasil penilaian berdasarkan IPSS skor menunjukkan gejala yang berat. Pengawasan urin output pasca operasi sangat penting dilakukan. Komplikasi paling sering terjadi ejakulasi retrograde. Pada pasien dengan skor IPSS ringan masih dapat diberikan terapi konservatif.