• Tidak ada hasil yang ditemukan

dievaluasi  selama tiga sampai enam bulan

Dalam dokumen Presus Bedah - BPH (Halaman 29-50)

Adapun daya kerja dan jenis obat yang digunakan adalah sebagai berikut

1. Penghambat α adrenergik

Berdasarkan persarafan daerah leher kandung kemih di dominasi oleh saraf otonom yang bersifat simpatomimetik sehingga bila diberikan obat  penghambat α  adrenergik (adrenergik blocking agent/ α  adrenoseptor antagonist) diharapkan dapat

mengurangi tonus leher kandung kemih agar

 proses kencing dapat lancar 

.

Obat penghambat α adrenergik ini dapat bersifat :

Selective long acting α blocker : Doxazosin,tamsulosin,terasosin

Selective short acting α blocker: Prazosin,Alfuzosin,Indoramin

oleh saraf parasimpatis dengan reseptornya α1adrenergik sehingga stimulasi dari reseptor ini menyebabkan meningkatnya tonus otot-otot di daerah tersebut sedangkan bila reseptornya di hambat (α  adrenoseptor antagonist) dapat menurunkan tonus otot di daerah tersebut (terjadi relaksasi) akibatnya tekanan pada daerah uretra pars prostatika turun sehingga meringankan proses kencing menjadi lancar.

Evaluasi hasil pengobatan sangat penting dalam menilai keberhasilan suatu terapi apalagi obat ini mempunyai efek samping antara lain penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing-pusing (dizziness),capek,sumbatan hidung dan rasa lemah (fatique) disamping efek yang di harapkan untuk merelaksasi tonus otot di leher vesika urinaria maupun pada prostatnya sendiri agar menurunkan obstruksinya sehingga kencing menjadi lancar dan obat α  blocker ini sudah direkomendasikan oleh The 3rd and The 4thInternational Consultation on BPH 1995 and 1997

2. Menghambat pertumbuhan prostat(Supresor Androgen)

Asumsi dari teori ini yaitu dengan dilakukan kastrasi maka tidak terjadi  pembesaran prostat dan pria yang mempunyai kelainan defisiensi enzim 5α reduktase,kelenjar prostatnya tidak berkembang walaupun potensi seksualnya tetap positif. Berdasarkan pada teori DHT (Dehidrotestosteron) bahwa  penyebab terjadinya pembesaran prostat apabila terjadi reduksi testosteron menjadi DHT yang memerlukan enzim 5α  reduktase sehingga dengan menghambat kerja enzim tersebut maka tidak terjadi proses reduksi testosteron akibatnya tidak terbentuk DHT. Atas dasar asumsi-asumsi tersebut

diatas maka supresi androgen dapat terjadi dengan memberikan sebagai  berikut :

Penghambat enzim 5α reduktase

Anti androgen

Analog Luteinizing hormone releasing hormone (LHRH)

Obat penghambat enzim 5α reduktase yang terdapat di pasaran yaitu golongan finasteride dengan nama dagang di Indonesia yaitu Proscar dalam bentuk tablet dengan dosis 5 mg diberikan peroral sekali sehari.Selain itu ada golongan episterid dan untuk melihat efek terapi di butuhkan waktu 3-6 bulan dilakukan evaluasi secara berkala bila menunjukan perbaikan maka terapi diteruskan akan tetapi bila tidak ada perbaikan parameter antara sebelum dan sesudah maka dipertimbangkan untuk terapi pembedahan.

Hal yang harus diperhatikan dari pemberian finasterid mempunyai efek samping berkurangnya libido dan impotensi,ini terjadi sekitar 3-4 % dan reversibel.

Parameter evaluasi sebelum pengobatan dengan  reduktase

operasi 2 Volume prostat : - colok dubur - USG (optional) Derajat I,II,III dalam ml Volume prostat menurun sampai 30% 3 Sedimen Urin –  Biakan

 Normal/Negatif Bila tidak normal  perlu evaluasi lebih lanjut dan  bila biakan  positif perlu diterapi lebih dahulu 5 Kreatinin serum

 Normal Bila tidak normal

 perlu evaluasi lebih lanjut 6 PSA(Prostatic Specific Antigen) ≤ 4 ng/ml Dengan  pengobatan  biasanya menurun 50% dalam 6 bulan

 bila meningkat  perlu biopsi 7 Flowmetri Qmax :> 10 ml/det Biasanya membaik rata-rata 2,7 ml/det

3. Pengobatan Phyto terapi

Pengobatan ini menggunakan bahan dari tumbuh-tumbuhan seperti Hypoxis Rooperis,Pygeum Africanum,Urtica sp,Sabal Serulla,Curcubita pepo,Populus temula,Echinacea pupurea dan cereale. Zat aktif yang terdapat di dalam tumbuhan tersebut belum semuanya di ketahui cara kerjanya.Pygeum Africanum misalnya dapat mempengaruhi kerja Growth Factor terutama ß FGF dan EGF sedangakan obat yang lain di katakan kemungkinan mempunyai efek antara lain anti estrogen,anti androgen,menurunkan sex  binding hormon globulin,menghambat sel prostat berproliferasi, mempengaruhi metabolisme prostaglandine,anti inflamasi dan menurunkan tonus leher buli-buli.

Ada tiga hal problem dalam pengobatan dengan obat-obatan yaitu kapan  pengobatan di mulai dan berapa lama,bagaimana dengan efek sampingnya dan harga obat yang masih tinggi sementara pengobatan dalam waktu yang

Konservatif  Medika mentosa bila score IPSS < 18

Finasteride / Proscar 5 mg/hr (3-6 bl), Tamsulosin/Flomax 0,4 mg 2-4 mgg , Harnal 0,2 mg  kerjanya mengeblok enzim 5 alpha reductase membentuk DHT

3. Pembedahan

Pasien pembesaran prostat jinak pada umumnya sudah dalam stadium berat yaitu mengalami retensi akut dengan atau tanpa komplikasi sehingga tindakan  pembedahan merupakan cara yang paling efisien mengatasi masalah tersebut apalagi tidak semua pasien yang mendapatkan pengobatan medikomentosa  berhasil yaitu sekitar 40-70 %(Emberton,1999) Mengingat kejadian penderita  pembesaran prostat pada umumnya usia dekade lima keatas sekitar 50% dan semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula resiko terjadinya  pembesaran prostat jinak padahal dengan semakin meningkatnya usia justru terjadi penurunan fungsi organ  – organ tubuh karena proses degeneratif/penuaan sehingga persiapan praoperasi sangat penting untuk menurunkan morbiditas maupun mortalitas yang mungkin bisa terjadi pada  pasien pembesaran prostat jinak yang akan dilakukan operasi prostatektomi  baik secara TVP ataupun TURP. Faktor usia lanjut ini biasanya disertai juga oleh faktor komorbiditas lainnya seperti hipertensi ,diabetes mellitus, penyakit  jantung koroner,penurunan fungsi ginjal,hati maupun penyakit obstruktif

menahun serta penyakit sistemik lainnya.

Sedangkan faktor komorbiditas lainnya yang biasanya menyertai pada  penderita pembesaran prostat jinak seperti anemia, malnutrisi juga harus

mendapat perhatian serius sebelum melakukan operasi prostatektomi baik secata transurethral (TURP) maupun secara transvesikal(TVP).

Indikasi absolut pembedahan antara lain sebagai berikut :

Sisa kencing lebih dari 100 ml

Infeksi saluran kencing berulang

Adanya batu buli-buli

Adanya hematuri secara makroskopis berulang

Adanya divertikel buli-buli yang besar

Adanya penurunan fungsi ginjal karena PPJ

Retensi urin berulang

Indikasi relatifnya yaitu adanya residu urin lebih dari100 ml,Qmax kurang dari 10 ml/detik atau dengan pengobatan lain tidak menunjukan perbaikan sedangkan keduanya mempunyai resiko penyulit yang hampir sama sebagai  berikut :

Penyulit durante operasi :

Perdarahan (< 4 %):bila sinus venosus peri prostatika tereseksi.

Perforasi : Apabila dinding buli-buli daerah trigonum ataupun kapsula prostatika robek pada saat prostatektomi secara transurethral.

Infeksi saluran kemih sampai septikemia  : Operasi  prostatektomi termasuk jenis operasi bersih terkontaminasi karena  berhubungan dengan saluran kemih apalagi bila hasil biakan urin  positif maka termasuk jenis operasi kotor sehingga pemberian obat antibiotika bersifat terapeutik apabila hasil biakan urin  positif sedangkan bila biakan urinnya negatif maka bersifat  profilaksis.Apalagi bila mempunyai penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,penyakit paru obstruktif menahun dan lainnya merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi dan septikemia.Insidensinya berkisar antara 2-5%

Penyulit pasca operasi dini

Retensi bekuan darah (± 3%):  Ini bisa terjadi sebelum atau sesudah kateter di lepas.Bila ini terjadi sebelum kateter dilepas maka dilakukan spuling dengan larutan aquabidest atau dengan  Nacl 0,9% apabila tidak berhasil maka dilakukan evakuasi  jendalan darah tersebut dan apabila terjadi setelah pelepasan kateter maka dapat dilakukan pemasangan kateter ulang untuk  beberapa hari sampai bekuan darah tersebut lisis atau dilakukan evakuasi jendalan tersebut bila tetap retensi urin .Upaya  pencegahannya dengan melakukan perawatan perdarahan

sebaik- baiknya saat operasi dan mengontrol irigasi secara kontinue pasca operasi serta melakukan traksi pada kateter tersebut.

Retensi urin (± 10%): Ada beberapa penyebab terjadinya retensi urin disini : -Tersumbat bekuan darah→diirigasi

-Tersumbat serpihan prostat →dievakuasi

-Muskulus detrusor masih dalam fase dekompensata→dipasang kateter

Perdarahan sekunder :perdarahan ini terjadi setelah sebelumnya urin jernih sehingga biasanya akan berhenti sendiri apabila tidak  berhenti maka diperlakukan seperti pada retensi bekuan darah

karena dapat menyebabkan tejadinya jendalan darah di kateter.

Inkontinensia Urin  : Ini terjadi karena rusaknya spingter uretra eksterna yang tereseksi saat prostatektomi akan tetapi apabila kerusakannya ringan dapat sembuh sendiri (temporer sekitar 2%) sedangkan apabila kerusakannya berat dapat menyebabkan inkontinensia permanen(sekitar 0,5%).Cara mengatasinya dengan mengklem penis,menyuntikkan silikon sekitar spingter uretra ekterna atau memasang protewsa spingter

nervus pudendus tersebut terletak di posterolateral dari kelenjar  prostat sehingga pada operasi prostatektomi secara transvesical (TVP) secara teori tidak terkena karena manipulasi prostat di daerah anterior sedangkan pada operasi prostatektomi secara transuretral(TURP)trauma termal dan elektrik dapat menyebabkan kerusakan dari neurovasculer bundel tersebut

Ejakulasi retrograd  : Kejadian ini hampir selalu terjadi pasca operasi prostatektomi terutama bila berat prostatnya besar dimana  pasien mengeluh saat ejakulasi tidak keluar cairan sperma melalui urethra akan tetapi masuk ke buli-buli.Ini tidak berbahaya dan tidak perlu penanganan khusus hanya diberitahu sebelumnya.

Striktur uretra (±4-5%)  :Biasanya terjadi pada daerah meatus atau fosa navikulare serta daerah sekitar uretra pars prostatika karena infeksi.

Stenosis leher buli-buli : Dapat terjadi saat mereseksi prostat terlalu berlebihan atau karena pemasangan kateter yang terlalu lama.

Pembesaran prostat jinak berulang (sekiatar 4,2% pada TVP dan 17,6% pada TURP) :Pada operasi prostatektomi baik secara TVP ataupun TURP tidaklah membuang seluruh jaringan prostat sehingga kemungkinan kambuh kembali bisa terjadi.

Operatif    IPSS > 18

I ndikasi 

1. Hematuri

2. ISK berulang

3. Retensi urin berulang / akut

4. Penurunan faal ginjal / hidronefrosis

5. Vesicolithiasisi

6. Divertikel buli2 besar

A. Pembedahan terbuka (TVP=Transvesikal prostatektomi)

Pembedahan prostatektomi secara suprapubik transvesikal pertama kali dilaporkan oleh Belfield dari Chicago pada tahun 1887 dan Sir Peter Freyer dari London pada tahun 1900 melaporkan tehnik pembedahan yang sama  pada pertemuan Internasional di Paris sehingga terkenal dengan prostatektomi menurut Freyer yang kemudian di modifikasi oleh Hrynzack sehingga terkenal dengan tehnik Hrynzack modifikasi Freyer. Setengah abad kemudian  pada tahun 1945 diperkenalkan tehnik prostatektomi retropubik transkapsuler

oleh Teernce Millin.

Pembedahan minimal invasif secara TURP masih merupakan standart emas dalam penanganan pasien PPJ sekitar 95% akan tetapi ada juga pasien PPJ yang dilakukan operasi prostatektomi secara terbuka (TVP) sekitar 5%nya

PPJ yang besar yang diperkirakan tidak dapat di reseksi dengan sempurna dalam waktu satu jam

PPJ yang disertai penyulit seperti adanya batu buli-buli yang diameternya lebih dari 1/2cm atau multiple,adanya divertikel besar.

Bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan TURP baik sarana maupun tenaga ahlinya (Rahardjo,1999;Singodimedjo,2002)

Teknik Operasi Prostatektomi Transvesikal (TVP) Dalam stadium anestesi,pasien dalam posisi supine

,kandung kemih diisi udara/air 250 ml.

Dilakukan a/aseptik medan operasi dengan alkohol 70% kemudian dilanjutkan dengan betadin.

Insisi suprapubik bisa secara pfanenstiel atau longitudinal,perdalam dari kutis sampai subkutis,vagina muskuli rekti dan apneurosis m.oblikus eksterna di potong transversal dan dibuat flap ke arah superior dan inferior sehingga nampak mm.rektus abdominis dan mm.piramidalis kemudian dipisahkan secara tajam antara sisi kanan dan kiri .Pada kedua sisi muskuli rekti di pasang hook langen  back,tampak prevesikal fat dan peritoneum di

sisihkan ke kranial ,tampak pleksus vesikalis dan  buli-buli ,dilakukan taugle di dua tempat

proksinmal-distal.

Dilakukan insisi buli-buli dengan cauter diantara dua taugle tersebut sambil mengontrol perdarahannya sampai ke mukosanya terbuka,dilakukan sucksen dari cairan buli-buli yang keluar kemudian dipasang hook  buli-buli.

Identifikasi muara ureter dan keadaan buli-buli lainnya

Insisi prostat sekitar OUI sampai tampak kelenjar  prostatnya kemudian dilakukan enukleasi prostat

sampai bebas dari kapsula sirurgikum .

Pasang daur kateter no.24 dan kunci awal sekitar 20ml,pasang daur kateter no.14 untuk irigasi dan di kunci 5 ml.

Jahit luka buli-buli pada mukosa dengan benang plan cut gut 3.0 secara continous with locking kemudian  bagian muskulernya dijahit dengan benag cromic 2.0 secara continous without locking. Selam a penjahitan  buli-buli irigasi di alirkan dan daur kateter no.24 nya

di traksi terus.

Pasang drain cavum retzii

Tutup luka operasi lapis demi lapis Operasi selesai

Perawatan pascaoperasi

Awasi keadaan umum,vital sign,aliran irigasi dan warnanya Traksi kateter dipertahankan selama 24 jam

Berikan Antibiotik profilaktif bila hasil biakan urin belum ada dan analgetik

Irigasi : -Hari 0grojok

-Hari I40tetes/detik -Hari II-III30 tetes/detik -Hari IVcoba di

stop/klem,dengan pesan bila merah irigasi di alirkan lagi -Hari VIrigasi di aff

-Hari VImobilisasi duduk dan minum banyak -Hari VIIDC di aff

-Hari VIII Drain cavum retzii di aff dan rawatjalan B. Pembedahan minimal invasif secara transurethral(TURP)

Perdarahan lebih terkontrol karena bisa terlihat langsung

Lama rawat inap lebih sedikit

Tidak ada luka operasi yang terlihat dari luar

Resiko infeksi lebih kecil

Sedangkan kemungkinan terjadinya faktor penyulit pascaoperasi mempunyai kans yang hampir sama antara TVP dan TURP.

Catatan

Tertutup ( Reseksi Transurethral prostatektomi )

Berat prostat < 60 gram

Dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam  menghindari Sindroma reseksi transurethral  akibat banyaknya cairan irigasi masuk pembuluh darah

(intoksikasi air)

Gejala : gelisah, somnolen, tekanan darah naik, bradikardi

ES: retrograde ejaculation

Beberapa Istilah :

2. Partial TUR   30-90%

Paliative resection

Subtotal resection

3. TURP total  Sebagian trigonum vesika,leher kandung kemih & kapsul prostat direseksi

4. Subradical TUR Pada kelenjar prostat yang mengarah keganasan

C. Perkembangamn Tehnologi baru pada penanganan PPJ

1. Laser (VILAP=Visual Laser Ablation of the Prostate) :

 Nd YAG mempunyai kemampuan koagulasi dan evaporasi dapat menimbulkan lubang-lubang pada jaringan adenoma kalau disa lurkan melalui serat laser yang dapat membelokkan sinar laser 900(side firing fibers)sehingga secara perlahan adenoma akan terlepasdan akan

menghasilkan kanal pada daerah urethra pars prostatika.

2. Thermo therapi dan Hyperthermi :

Di sini prinsipnya dengan memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang di masukkan ke urethra atau rektum sampai 450sehingga diharapkan

±50%(hyperthermi) dan 70%(thermoterapi).Sedangkan termoterapi lainnya yaitu :

TUMT (Transurethral micriwave thermoterapi ) :Ini menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat untuk mengurangi obstruksi.

TUNA (Transurethral needle ablation) :Ini menggunakan energi frekwensi radio tingkat rendah untuk membakar  bagian prostat yang dikehendaki.

Laser Coagulation Technique

HIFU

Electrovaporisation

Laser vaporization

4. Pengobatan Alternatif

Apabila sudah ada indikasi operasi prostatektomi akan tetapi pasien tidak layak atau menolak maka dilakukan terapi pemasangan stent di urethra  pars prostatika sehingga bagian tersebut bisa terbuka terus.

Komplikasi

1. Singh et al , 1973 dan Argawal et al , 1993, mengemukakan bahwa PPJ merupakan penyakit yang sering diderita pria umur 40 tahun keatas. Pada  periode tersebut telah terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang akan

menimbulkan perubahan sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, ginjal dan hormonal yang dipengaruhi banyak faktor. Diperkirakan penderita umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko yang lebih besar bila dilakukan pembedahan yaitu sebesar 10 % .

2. Sebelum pembedahan dilaksanakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu suatu fakta menunjukkan bahwa semua pasien adalah mereka yang telah berumur lanjut, pembedahan kelenjar prostat termasuk pembedahan mayor dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi atau morbiditas selama atau sesudah pembedahan.

3. Sehingga sebelum pembedahan dilaksanakan harus dibuat persiapan teliti, cermat terencana dan terarah dengan baik, sehingga hal-hal yang akan mendatangkan kegiatan pada pasien dapat dihindari.

4. Komplikasi pasca pembedahan dibagi 2 yaitu :

Dini/awal,

5. Timbulnya kurang atau sama dengan 7 hari sejak saat pembedahan. meliputi : retensi koagulum, perdarahan primer, infeksi luka operasi, infeksi saluran

6. Untuk mengurangi terjadinya morbiditas awal karena retensi koagulum diperlukan irigasi selama dan setelah reseksi prostat transuretra dengan cairan normal salin. Bila memang masih terjadi retensi koagulum, maka perlu dilakukan tindakan spoelling/bladder washout  lewat kateter.

7. Lanjut

8. Bila terjadi 7 hari sampai dengan 12 bulan pasca operasi, berupa : striktura uretra, retrograd ejakulasi, inkontinensia urine karena kerusakan sfingter uretra dan impotensi.

9. Pendarahan pasca reseksi prostat transuretra lebih banyak terjadi pada reseksi kelenjar prostat yang besar. Kematian pasca operasi prostat (6-90 jam pasca  pembedahan) disebabkan karena problem pendarahan hebat. Faktor-faktor

yang dipakai untuk menentukan derajat perdarahan yaitu :

1. Banyaknya transfusi darah yang diperlukan untuk mempertahankan volume sirkulasi

2. Hipotensi

3. Seringnya spuling

4. Retensi jendalan darah

5. Kadar Hb turun (> 2gr/dl) pasca pembedahan

Diagnosis Banding

PENYAKIT KARAKTERISTIK

Striktur Uretra

Usianya biasanya lebih muda kausa biasanya jelas

Pernah uretra

Pernah trauma  panggul/perineum

Pernah manipulasi urologik Kateterisasi ada hambatan/gagal uretrografi terdapat

 penyempitan endoskopi tampak  penyempitan

Buli  bladder outlet” seperti  prostektomi, PRTU prostat.

Kelainan kongenital ] jarang

Akibat prostatik kronis ]

Diagnosis pasti dengan endoskopi Batu Buli-Buli atau Batu yang menyumbat Uretra Posterior

Gejala iritatif lebih menonjol  pernah keluar batu bersama

miksi

Foto rongen akan tampak batu  bila bersifat radioopak

Endoskopi untuk memastikan diagnosa

Karsinoma Prostat

RT : Nodule positif (+)

Prostate specific antigen (PSA) meningkat > 4mg%

Prostatitis/Pr  ostatodinia

Biasanya usia lebih muda

Gejala iritatif lebih menonjol

Bila akut nyeri tekan pada RT

Pada prostatodinia : fisik dan laboratorik tidak ada kelainan tetapi bisanya trfaktor biasanya terdapat faktor psikologik

Buli-Buli  Neuropati

Terdapat penyakit primer

Trans spingter melemah

Gangguan sensibilitas daerah sakroperineal Perlu pemeriksaan sistotometri/urodunamika Pengaruh Obat-obatan - Simpatolitik - Psikotropik - Alfa

Terdapat penyakit primer yang memerlukan obat tersebut

BAB IV

PEMBAHASAN

BPH (Benign Prostat Hyperplasia) yaitu terdapat hyperplasia sel-sel stroma dan sel-sel-sel-sel epitel kelenjar prostat. Adapun gejala dari BPH terdiri dari gejala obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi). Sedangkan gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada s aat miksi). Pada pasien ini dilakukan open prostatectomy dikarenakan hasil penilaian  berdasarkan IPSS skor menunjukkan gejala yang berat. Pengawasan urin output pasca operasi sangat penting dilakukan. Komplikasi paling sering terjadi ejakulasi retrograde. Pada pasien dengan skor IPSS ringan masih dapat diberikan terapi konservatif.

Dalam dokumen Presus Bedah - BPH (Halaman 29-50)

Dokumen terkait