PRESENTASI KASUS PRESENTASI KASUS
BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA Disusun Untuk Memenuhi Sebagian S
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinikyarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
di Bagian Ilmu Bedah Bedah RSUD PanembahRSUD Panembahan Senopati Bantulan Senopati Bantul
Disusun oleh: Disusun oleh: Andye Wahyu Putra S Andye Wahyu Putra S
2012 031 0175 2012 031 0175 Diajukan kepada: Diajukan kepada: dr. Wahyu Rathariwibowo, Sp.B dr. Wahyu Rathariwibowo, Sp.B
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanKesehatan Universitas Muhammadiyah
Universitas Muhammadiyah YogyakartaYogyakarta Departeme
Departemen Ilmu n Ilmu BedahBedah
Rumah Sakit Panembahan Senopati Rumah Sakit Panembahan Senopati
HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PENGESAHAN BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA
Disusun oleh: Disusun oleh: Andye Wahyu Putra S Andye Wahyu Putra S
2012 031 0175 2012 031 0175
Disetujui dan disahkan pada
Disetujui dan disahkan pada tanggal:tanggal:
Mengetahui, Mengetahui, Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing
dr.
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang Latar BelakangBerdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik (2000) bahwa jumlah Berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik (2000) bahwa jumlah penduduk Indonesia sekitar 206 juta, lima
penduduk Indonesia sekitar 206 juta, lima persennya adalah laki-laki persennya adalah laki-laki yang berusiayang berusia 60 tahun keatas maka diperkirakan yang menderita PPJ sekitar 5 juta dan 60 tahun keatas maka diperkirakan yang menderita PPJ sekitar 5 juta dan berdasarkan
berdasarkan prevalensi prevalensi kejadian kejadian PPJ PPJ pada pada usia usia 60 60 tahun tahun sekitar sekitar 50% 50% dan dan hal hal iniini semakin meningkat menjadi 80% pada peningkatan usia 80 tahun, bahkan 100% semakin meningkat menjadi 80% pada peningkatan usia 80 tahun, bahkan 100% pada
pada usai usai diatas diatas 90 90 tahun tahun (Berry(Berry et al et al ., 1984.Lilly & PRB, 2001.Stoller., 1984.Lilly & PRB, 2001.Stoller et et aal.,l., 2004).
2004).
Mengingat kejadian PPJ pada umumnya usia dekade lima keatas sekitar Mengingat kejadian PPJ pada umumnya usia dekade lima keatas sekitar 50% dan semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula resiko 50% dan semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula resiko terjadinya PPJ padahal dengan semakin meningkatnya usia justru terjadi terjadinya PPJ padahal dengan semakin meningkatnya usia justru terjadi penurunan
penurunan fungsi fungsi organorgan – – organ tubuh karena proses degeneratif/penuaan danorgan tubuh karena proses degeneratif/penuaan dan kadang disertai faktor komorbiditas lainnya seperti hipertensi ,diabetes mellitus, kadang disertai faktor komorbiditas lainnya seperti hipertensi ,diabetes mellitus, penyakit jantung koroner,penurunan fungsi ginjal,hati
penyakit jantung koroner,penurunan fungsi ginjal,hati maupun penyakit obstruktifmaupun penyakit obstruktif menahun serta penyakit sistemik lainnya sehingga persiapan praoperasi sangat menahun serta penyakit sistemik lainnya sehingga persiapan praoperasi sangat penting
penting untuk untuk menurunkan menurunkan morbiditas morbiditas maupun maupun mortalitas mortalitas yang yang mungkin mungkin bisabisa terjadi pada pasien PPJ yang akan dilakukan operasi
terjadi pada pasien PPJ yang akan dilakukan operasi
p
pros
rostta
atte
ekt
kto
om
mi
i tte
errb
buka
uka((
transvesical prostatectomi=TVP) ataupun secara tertutup(transurethral
transvesical prostatectomi=TVP) ataupun secara tertutup(transurethral
p
pros
rostta
atte
ect
cto
om
mi =TUR
i =TURP
P
Prostatektomi terbuka merupakan tindakan operasi untuk mengambil Prostatektomi terbuka merupakan tindakan operasi untuk mengambil jaringan
jaringan prostat prostat secara secara terbuka terbuka transvesikal transvesikal sesuai sesuai protokol protokol yang yang ditetapkan ditetapkan oleholeh sub bagian bedah urologi FK UGM Yogyakarta. Morbiditas awal pascaoperasi sub bagian bedah urologi FK UGM Yogyakarta. Morbiditas awal pascaoperasi
adalah kondisi keadaan sakit pada pasien PPJ yang disebabkan oleh tindakan adalah kondisi keadaan sakit pada pasien PPJ yang disebabkan oleh tindakan operasi dimana selama periode pascaoperasi, pasien diamati terus hingga pasien operasi dimana selama periode pascaoperasi, pasien diamati terus hingga pasien dinyatakan sembuh dari operasi yaitu dapat miksi dengan baik setelah kateter dinyatakan sembuh dari operasi yaitu dapat miksi dengan baik setelah kateter dilepas,biasanya tujuh sampai sepuluh hari pascaoperasi. Sebelum dilakukan dilepas,biasanya tujuh sampai sepuluh hari pascaoperasi. Sebelum dilakukan pembedahan
pembedahan prostatektomi,penilaian prostatektomi,penilaian kriteria kriteria Singh Singh masih masih relevan relevan untukuntuk digunakan sebagai salah satu landasan dasar dalam menilai prognosis terhadap digunakan sebagai salah satu landasan dasar dalam menilai prognosis terhadap pasien PPJ agar dapat memperkecil morbiditas maupun mortalitas.
BAB II
BAB II
IDENTITAS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
A.
A. Identitas PasienIdentitas Pasien Nama
Nama : S: S
Umur
Umur : : 64 64 tahuntahun Jenis
Jenis kelamin kelamin : : Laki-lakiLaki-laki Pekerjaan
Pekerjaan : : PetaniPetani Agama
Agama : : IslamIslam Alamat
Alamat : : Poncosari Poncosari Srandakan Srandakan BantulBantul Tanggal
Tanggal masuk masuk : : 03/05/201703/05/2017 Tanggal
Tanggal keluar keluar : : 10/05/201710/05/2017 B. B. AnamnesaAnamnesa 12 Maret 2017 (IGD) 12 Maret 2017 (IGD) Keluhan Utama Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 2 tahun yang Pasien datang dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 2 tahun yang lalu, keluhan memberat 3 HSMRS dan tidak bisa mengeluarkan sendiri lalu, keluhan memberat 3 HSMRS dan tidak bisa mengeluarkan sendiri sehingga
sehingga di bdi bawa ke awa ke Poli Bedah Poli Bedah dan dan dipasang pasang dipasang pasang DC. DC. PasienPasien mengeluh sebelumnya sering kencing pada malam hari lebih dari 10 kali mengeluh sebelumnya sering kencing pada malam hari lebih dari 10 kali dalam semalam. Pasien juga mengeluh tidak bisa menahan pipis, dan saat dalam semalam. Pasien juga mengeluh tidak bisa menahan pipis, dan saat pipis
pipis pancaranya pancaranya lemah, lemah, dan dan perlu perlu mengejan mengejan saat saat pipis. pipis. Keluah Keluah pusing,pusing, mual dan muntah disangkal. Pasien merasakan nafsu makanya menurun, mual dan muntah disangkal. Pasien merasakan nafsu makanya menurun, pusing (-), mual (-), muntah (-). BAB tak ada keluhan
pusing (-), mual (-), muntah (-). BAB tak ada keluhan
Keluhan Tambahan Keluhan Tambahan Nafsu makan menurun Nafsu makan menurun
Riwayat Penyakit Sekarang
3 HSMRS: tidak bisa mengeluarkan BAK sendiri sehingga di bawa ke Poli Bedah dan dipasang pasang DC.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Diabetes (-), Hipertensi (-), Alergi (-) Riwayat penyakit keluarga
Tidak diketahui C. Pemeriksaan fisik
Status Generalis
KU : sedang, composmentis
Vital sign : TD : 130/90 mmHg R : 24 x/menit N : 82 x/menit T : 36,0 oC
TB : 170 cm
BB : 54 kg
Kepala : CA (-)/(-), SI (-)/(-), edema fascia(-)
Leher : pemb. kel. limfonodi(-), pemb. kel. tyroid(-) Thorax : simetris(+), retraksi(-), SDV(+)/(+), ST(-) S1 S2
reguler(+), bising jantung(-)
Abdomen : bising usus (+) , turgor baik (+) , nyeri tekan suprapubik(+), supel(+)
D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI Hemoglobin 14.8 14.0 - 16.0 g/dl Lekosit 10.5 4.00 - 11.00 10^3/uL Eritrosit 5.44 4.50-5.50 10^6/uL Trombosit 261 150 – 450 10^3/uL Hematokrit 48.3 42.0 - 52.0 vol%
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Eosinofil 10 2-4 % Basofil 0 0-1 % Batang 4 2-5 % Segmen 44 51-67 % Limfosit 38 20-35 % Monosit 4 4-8 % Faktor Pembekuan PTT 11.5 <37 U/l APTT 30.4 <41 U/l Control PTT 13.9 11-16 Control APTT 32.1 28-36.5 Ureum 27 17-43 mg/dl Creatinin 0.92 0.90-1.30 mg/dl E. Diagnosis Kerja
Benign Prostat Hiperplasia F. Penatalaksanaan
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam Inj. Ketorolac 1A/12jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Benign Prostat Hiperplasia
Benign Prostat Hyperplasi (BPH) atau pembesaran prostat jinak (PPJ) adalah proses hiperplasi masa nodul fibromyoadenomatous pada inner zone kelenjar prostat periuretral, sehingga jaringan prostat disekitarnya terdesak dan membentuk kapsul palsu di sisi luar jaringan yang mengalami hiperplasi.
Etiologi dan faktor risiko pembesaran prostat jinak masih belum dapat diketahui dengan pasti. Menurut Sanda dkk, genetik merupakan salah satu faktor resiko terjadinya pembesaran prostat jinak. Pada turunan pertama dimana terdapat riwayat menderita pembesaran prostat jinak akan mempunyai resiko empat kali lipat. Menurut Mc Connell (1995) pada suatu studi ditemukan dua faktor yang berperan dalam pertumbuhan prostat yaitu bertambahnya umur dan erat hubungannya dengan kadar
dihydrotestosterone (DHT). B. Epidemiologi
Di abad-21 ini jumlah penduduk lanjut usia akan menunjukan peningkatan dengan cepat, hal ini sebagai konsekuensi dari berkembangnya ilmu kesehatan yang berdampak pada peningkatan angka harapan hidup (WHO, 70th sedangkan Indonesia, 65th) sehingga secara
penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1995 bahwa sukarelawan yang diperiksa pada usia 60 – 69 tahun didapatkan angka kejadian PPJ cukup tinggi yaitu 51% sedangkan yang memberi gejala dan memerlukan penanganan medis separuhnya. Berdasarkan data otopsi secara
mikroskopis bahwa kejadian PPJ pada laki-laki usia 40 – 50 tahun sekitar 25%, usia 50 – 60 tahun sekitar 50%, usia 60 – 70 tahun sekitar 65%, usia 70 – 80 tahun sekitar 80% dan usia 80 – 90 tahun sekitar 90% sedangkan berdasarkan gejala klinis bahwa laki-laki yang berusia 50 – 74 tahun yang menderita PPJ sekitar 5 – 30%,yang menimbulkan keluhan LUTS (Lower Urinary Tract Symphtoms) sekitar 40% dan yang meminta pertolongan medis yaitu separuhnya
Anatomi dan Embriologi
Prostat mulai terbentuk pada minggu ke 12 dari kehidupan mudigoh dibawah pengaruh hormon androgen yang berasal dari testis fetus. Sebagian besar kompleks prostat berasal dari sinus urogenitalis, sebagian dari duktus ejakulatorius, sebagian veromontanum dan sebagian dari bagian asiner prostat (zona sentral) berasal dari duktus wolfii.
Prostat merupakan kelenjar kelamin laki-laki yang terdiri dari jaringan
fibromuskuler (30
–50%) stroma dan asiner (50
–70%) yang
berupa sel epitel glanduler
. Komponen fibromuskuler terutama disisi anterior sedangkan elemen glanduler terutama dibagian posterior dan lateral. Secara anatomi prostat berbentuk suatu konus atau piramida terbalik seperti buah pear yang terletak pada rongga pelvis tepat dibawah tepi inferior tulang simfisis pubis dan sebelah anterior ampula recti. Bagian atas berlanjut sebagai leher buli-buli, apeknya menempel pada sisi atas fascia dari diafragma urogenital. Prostat ini dilewati (ditembus) urethra dari basis ke arah apek membuat angulasi 35° pada veramontanum. Ukuran prostat normal pada orang dewasa
lebarnya 3
–4 cm, panjangnya
4
–6 cm dan ketebalannya 2
–3 cm sedangkan beratnya 20 gr.
Gambaran khas dari prostat laki-laki dewasa menurut Mc Neal (1970) terdiri atas empat gambaran morpologi yang berbeda yaitu :
I. Zona periter (periferal zone)
Merupakan 70% dari volume prostat, muara dari kelenjarnya pada dinding uretra dari veromontanum sampai dekat spingter ekterna.
keganasan
seri ng terjadi pada zona perifer
II. Zona sentral yang kecil (central zone)
Merupakan bagian terbesar kedua pada prostat, berbentuk konus dengan dasarnya yang membentuk bagian dasar prostat, dan bagian apikalnya berada pada veromontanum.
Aliran kelenjarnya bermuara disekitar
muara duktus ejakulatorius
. Zona terbesar ketiga adalah stroma fibrimuskular anterior yang tidak mengandung komponen kelenjar hanya terdiri atas jaringan ikatIII. Zona transisional (transisional zone)
Merupakan lobus yang kecil, merupakan 2% dari keseluruhan volume prostat, muara kelenjarnya pada bagian proksimal uretra prostatika dekat
dengan spingter ekterna. Daerah terdekat dengan zona transisional adalah daerah periuretral, suatu daerah yang menonjol, membentuk duktus kecil dan asinus yang tersebar dalam spingter preprostatika dan bermuara pada bagian posterior dari uretra proksimal. Terletak di periurethral sekitar verumontanum dan tampaknya bagian ini yang
dapat mengalami
hiperplasia yang menimbulkan gejala-gejala pembesaran prostat jinak.
Prostat hiperplasi berasal dari zona transisional dan periuretral yang berada sepanjang uretra proksimal diantara spingter otot polos leher buli sampai dengan veromontanum
Jaringan kelenjar dari zona transisi identik dengan zonal perifer hanya
saja
zona transisi tidak pernah mengalami perubahan keganasan.
Zone perifer dan sentral kira-kira 95% dari seluruh kelenjar prostat dan 5% adalah zone transisional. Sedangkan kecurigaan keganasan prostat sekitar
60
–76% berasal dari zona periter
, 10-20% dari zona transisional dan 5 – 10% dari zona sentral.Prostat mempunyai 4 permukaan yaitu,
1 fasies posterior
1 fasies anterior
2 fasies inferior lateral
2 fasiesinferior medial.
Batas belakang kelenjar prostat berhubungan erat dengan permukaan depan ampula recti dan dipisahkan oleh septum recto vesicalis (fascia Denonvilier).
Urethra pars prostatika
merupakan bagian urethra posterior mulai dari kandung kemih sampai spingter urethra bagian luar diafragma urogenitalia. Verumontanum merupakan proyeksi prostat pada dinding posterior urethra ini dimana terdapat sinus tempat keluar ductus ejakulatorius, coliculus seminalis.Letak prostat diantara leher kandung kemih (orifisium urethra internum) dan diafragma urogenitalis. Bentuk piramid terbalik dengan basis di atas, puncak di bawah, permukaan depan dan belakang serta permukaan samping kanan dan kiri, berbatasan dengan bangunan sekitarnya. Kelenjar prostat dikelilingi oleh kapsul fibrosa (true capsule) dan diluar kapsul fibrosa terdapat selubung fibrosa, yang merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis. Diantara kapsul fibrosa dan
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron estrogen, karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomik.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat dan detrussor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrussor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang
disebut trabekulasi (buli-buli
balok).
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat detrusor. Tonjolan
mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut
divertikel
. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut maka detrussor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.C. Patofisiologi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritas i.
Gejala obstruksi
, yaitu1. Hesitency Gejala harus menunggu pada permulaan miksi
2. Intermitency Miksi terputus
3. Terminal dribling Menetes pada akhir miksi
4. Pancaran miksi menjadi lemah,
Gejala iritatif
yaitu1. Frequency Bertambahnya frekuensi miksi
2. Nokturia
3. Urgency Miksi sulit ditahan dan
4. Dysuria Nyeri pada waktu miksi
Gejala obstruksi disebabkan oleh karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks.
Retensi kronik menyebabkan refluks vesico-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.
Ada 2 faktor patofisiologi yang telah diketahui mutlak terjadinya pembesaran prostat jinak yaitu :
bertambahnya umur dan pengaruh
Menurut Caine (1996) pembesaran kelenjar prostat, pada hakekatnya mengakibatkan suatu sumbatan leher kandung kemih melalui 2 mekanisme yang penting, yaitu
1. Mekanisme mekanik atau statis, yaitu apabila kelainan itu bersifat anatomik terjadi akibat perubahan volume, konsistensi dan bentuk kelenjar prostat
2. Mekanisme dinamik atau fungsional, yakni bersifat kelainan neuromuskuler oleh serabut otot polos pada urethra pars prostatika, kelenjar prostat dan kapsula.
Pada tahun 1983 Mc.Neal membuktikan terdapat perbedaan yang sangat jelas mengenai morfologi fungsional dan patologi pada kelenjar prostat.
Dan membagi kelenjar prostat dalam 4 lobus yaitu :
(1) Stroma fibromuscular anterior,
(2) Zona perifer,
(3) Zona sentral
(4) Jaringan pre prostatik.
Jaringan pre prostatik merupakan lapisan tebal terdiri atas epitel kelenjar dan serabut otot polos silindris bercampur, mengelilingi urethra pars prostatika proximal, berfungsi sebagai spincter mencegah refluk semen ke kandung kemih pada waktu ejakulasi. Sebelah dalam lapisan ini
terdapat kelenjar periurethral, dengan ductus
–
ductusnya yang meluas kesamping dan sebelah luar lapisan tersebut pada titik pertemuan segmen proximal dan distal urethra pars prostatika disebut zona transitional. Tempat dimana timbul proses patologi hipertropi kelenjar prostat ini adalah zona transitional dan zona perifer urethral, yang mendesak kelenjar prostat sebenarnya (true prostat) ke zona perifer (Outer zone) membentuk capsul (False capsul) dari serabut otot polos. Dan mendesak ke arah urethra pars prostatika menyebabkan aliran kemih lemah sampai menetes dengan tekanan mengejan yang meningkatTimbulnya perubahan-perubahan pada kelenjar prostat dimulai sejak umur dekade ke empat, meliputi 3 proses yang berdiri sendiri, yaitu
(1) Pembentukan nodul.
(2) Pertumbuhan difus zone transitional
(3) Pertumbuhan nodul.
Nodul ini timbul di zone transitional dan jaringan periurethral dari kelenjar prostat (Inner zone). Pada pria umur 50-70 tahun volume zona transisional bertambah 2 kali lipat, dan nodule hanya merupakan 14% dari massa zona transitional. Tetapi mulai bertambahnya umur 70-80 tahun terdapat peningkatan yang dramatis, massa nodul, merupakan sebagian besar dari pembesaran kelenjar prostat. Pemeriksaan mikroskopis pada
Gambaran histologis menurut Franks (1976) ada lima tipe bentuk : (1) Stroma, (2) Fibromuscular, (3) Muscular, (4) Fibroadenomatous (5) Fibromyoadenomatous.
Paling banyak adalah bentuk Fibroadenomatous yang terdiri dari komponen stroma jaringan otot dan kolagen, elemen kelenjar beberapa bentuk asinus dan kistik. Pada proses hipertropi kelenjar prostat tidak terdapatnya gambaran mitosis sel epitel masih merupakan teka-teki. Hiperplasia nodul kelenjar prostat menyebabkan perubahan mekanik, dan mempengaruhi vascularisasi yang akan menyebabkan perubahan mekanik, dan mempengaruhi vascularisasi yang akan menyebabkan infark. Terdapat sedikitnya 25% infark jaringan hiperplasi, infark kelenjar prostat menimbulkan hematuri dan kenaikan serum asam fosfatase.
Pertumbuhan nodul peri urethral cenderung ke proximal yang disebut lobus medius membesar ke atas dan merusak sphincter vesicae pada leher kandung kemih hebat. Pembesaran uvula vesicae (akibat pembesaran lobus medius) mengakibatkan pembentukan kantung
pengumpul urin dibelakang orificium urethra internum. Urine yang tertimbun akan mengalami infeksi dan terjadi sistitis sebagai keluhan tambahan. Pembesaran lobus medius dan lobus lateralis menimbulkan pemanjangan, kompresi kesamping dan distori urethra sehingga penderita
mengalami kesulitan berkemih dan pancaran lemah
Spingter interna merupakan jaringan otot yang kompleks tersusun atas otot polos dari proximal dan serabut seran lintang dari distal. Bagian proximal terdiri atas serabut otot polos sirkuler urethra dan serabut otot polos longitudinal lanjutan dari otot polos ureter distal, trigonum vesica dan leher kandung kemih, sebagai spingter urethra interna diinervasi oleh saraf otonom. Dan bagian distal serabut otot seran lintang berasal dari musculus sphincter urethra externa. Mekanisme kontrol kemih tergantung pada integritas kedua spingter tersebut. Sebagai komponen pasif (sphincter urethra interna) dan komponen aktif (sphincter urethra externa), kerusakan otot kompleks ini menyebabkan terjadinya inkontinensia urine
Perubahan kandung kemih akibat sumbatan pada leher kandung kemih karena hiperplasia kelenjar prostat adalah sebagai berikut :
1. Fase kompensata
Terjadi
hipertropi musculus detrusor
sehingga dinding kandung kemih bertambah kekuatan untuk mengatasi tahanan tersebut dan dapatsakkulae
bila besar tonjolan ini terus bertambah besar dan menerobos lapisan otot keluar menjadidivertikulum
. Karena divertikulum tidak dilapisi otot maka tidak mampu untuk mengosongkan diri walaupun faktor penyebab sudah dihilangkan (perubahan irreversibel), maka perludilakukan tindakan pembedahan.
2. Fase dekompensata,
Keadaan dimana kandung kemih tidak dapat lagi mengosongkan air kemih dengan sempurna, karena nilai ambang batas terlampaui, terjadi
atoni musculus detrusor,
sehingga pada akhir miksi masih terdapat sisa dalam kandung kemih. Dan suatu saat, bila sumbatan bertambah hebat dan sisa air kemih bertambah banyak dalam kandung kemih, pasien tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya meskipun kemauan kemih ada, disebutretensio urine
.Komplikasi lebih lanjut akibat aliran balik (refluk) terjadi hidroureter dan hidronefrosis, dan akhirnya terjadi kegagalan ginjal.
D. Etiologi
PPJ sampai saat ini secara pasti belum diketahui.Beberapa teori telah kemukakan sebagai faktor penyebab terjadinya PPJ akan tetapi ada dua faktor penyebab pasti yang diyakini sebagai faktor penyebab terjadinya PPJ yaitu
faktor hormon androgen yang diproduksi secara
normal oleh testis dan pengaruh dari peningkatan usia
. Adapun teori-teori tesebut yang dianggap sebagai penyebab terjadinya PPJ sebagai berikut :1. Teori Dehidrotestosteron (Teori DHT)
Dasar teori ini bahwa testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig pada testis (90%) dan kelenjar adrenal (10%) akan diikat olehglobulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG) sekitar 98% berda dalam peredaran darah dan 2% dalam bentuk testosteron bebas.
Testosteron bebas inilah yang menjadi target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam cytoplasma.Di dalam sel ,testosteron di reduksi oleh
5
αreduktase menjadi 5 dehidrotestosteron
(DHT)
yang kemudian bertemu dengan reseptor androgen di dalam cytoplasma menjadi hormon androgren reseptor complek. Hormon reseptor komplek ini mengalami transformasi reseptor menjadi nuclear reseptor yang masuk kedalam inti sel (Nukleus) untuk kemudian melekat pada chromatin dan mengalami transkripsi RNA (mRNA) sehinggamenyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori ketidakseimbangan estrogen-testosteron.
Kirby et al( 1995) menyatakan bahwa prevalensi PPJ secara histologis ,klinik dan symptom sangat berhubungan dengan peningkatan usia.
proses penuaan kadar testosteron bebas
dalam sirkulasi darah
menurun secara bertahap sementara kadar estrogen tidak ada
perubahan sehingga secara gradual tidak signifikan dengan
peningkatan rasio antara estrogen bebas (estradiol bebas) di
bandingkan dengan testosteron
. Hal ini menunjukan bahwa estrogen memegang peranan penting di dalam proses terjadinya PPJ dimana terjadi sensitisasi prostat oleh hormon estrogen bebas (estradiol) dengan peningkatan kadar reseptor androgen sedangkan di lain pihak terjadi penurunan jumlah kematian sel-sel prostat dan estrogen juga ternyatamenyebabkan hiperplasia sel-sel stroma prostat.
Pada usia lanjut hormon testosteron menurun, sedang horman estrogen tetap sehingga rasio menjadi kecil. Penurunan ini mulai usia 40-an sampai 60-an. Testes dan sel Leydignya memproduksi hormon testosteron.
dipacu 5 alpha reduktase
Testosteron DHT+ Reseptor Androgen (RA)
dihambat 5 alpha reduktase inhibito
proses hiperplasia (jumlah sel menjadi banyak)
Mengapa timbul pada usia tua ? padahal secara mikroskopik hiperplasi terjadi sejak usia 35 tahun. Karena pada usia tua jumlah sel leydig
menurun sehingga jumlah hormon testosteronpun menjadi berkurang, diduga aktifitas androgen reseptorlah yang meningkat.
3. Teori interaksi stroma – epithel
Peranan faktor pertumbuhan
(growth factor)
sangat penting terhadap terjadinya PPJ dimana terjadi interaksi antara faktor jaringan ikat (stroma) dengan faktor ephitel glanduler prostat yang di pengaruhi oleh hormon androgen.PPJ secara langsung di pengaruhi oleh hormon androgen melalui berbagai mediator yang berasal dari stroma ataupun sel-sel ephitel prostat di sekitarnya seperti epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor alpha (TGF α ), fibroblast growth factor (FGF) dan transforming growth factor beta (TGF ß) inhibitor sebagai penyeimbang agar tidak tumbuh terus prostatnya.Stroma akan menjadi jaringan ikat / trabekulasi, adalah tonjolan m.destrusor akibat hiperplasi dan akibat pengaruh Growth factor yang mana mengakibatkan tidak bisa kencing.
E. Gambaran Klinik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kalainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus diperhatikan
Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau ada prostat asimetri dengan bagian yang lebih keras. Dengan colok dubur dapat pula diketahui batu prostat bila teraba krepitasi.
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan
menentukan jumlah
sisa urin setelah miksi spontan
. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.Sisa uri n lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas i ndikasi
untuk melakukan intervensi pada hipertrofi prostat
. Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan menggunakan pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rat-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antar 6-8 ml/detik, sedang maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang. Kelemahan detrusor dan obstruksi intravesikal tidak dapat dibedakan dengan pengukuran pancaran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengangu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur.Mengenai pembesaran prostat jinak ini sering kita jumpai istilah-istilah yang dicoba dipakai untuk menggambarkan keadaan dan patologi
pembesaran prostat jinak. Istilah yang sering dipakai ialah BPH = Benign Prostatic Hyperplasia, yang sebenarnya merupakan terminologi untuk menyatakan adanya perubahan patologi anatomik. Istilah lain, BPE = Benign Prostate Enlargement , juga merupakan istilah anatomik, sedang BOO = Benign Outflow Obstruction, merupakan suatu istilah yang menggambarkan adanya gangguan fungsi dan BPO = Benign Prostatic Obstruction juga istilah gangguan fungsi dan LUTS = Lower Urinary Tractus Symptoms, juga merupakan gangguan fungsi.
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi
Gejala iritatif terdiri dari sering kencing ( frequency), tergesa-gesa kalau mau kencing (urgency), kencing malam lebih dari satu kali (nokturia) dan kadang-kadang kencing susah ditahan (urge incontinence).
Gejala obstruktif yaitu, pancaran melemah, terakhir miksi merasa belum kosong, kalau mau kencing harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan ( straining ) dan kencing terputus-putus (intermitency) dan juga waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinen karena “ overflow “ .
G. Penatalaksanaan
Modalitas terapi pasien pembesaran prostat jinak berdasarkan muktamar XI Ikatan Ahli Urologi Indonesia di bandung tahun 2000 sebagai berikut :
Dalam hal ini penderita di observasi secara berkala sampai penderita merasa terganggu atau ditemukan tanda-tanda komplikasi akibat adanya pembesaran prostat jinak dan masa ini dilakukan pada penderita dengan
keluhan ringan
(IPSS≤
7 atau Madsen I versen
≤9).
Nasehat yang diberikan pada penderita yang di observasi yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,menghindari obat-obat dekongestan (parasympatolitik),mengurangi minum kopi dan melarang minum alkohol agar tidak terlalu sering kencing. Dilakukan evaluasi terhadap perkembangan score symptom,Qmax,residu urin dan pemeriksaan secara berkala TRUS setiap tiga bulan sehingga apabila terjadi kemunduran maka
sebaiknya mulai dilakukan pengobatan medikomentosa atau operasi
2. Medikomentosa
Dasar pertimbangan pengobatan medikomentosa diberikan karena terjadi peningkatan
nilai score symptom(I PSS > 7,Qmax >5ml/detik,R esidual
urin<100 m
l, rasa yang mengganggu seperti inkontinensia,rasa ingin buang air kecil terus,frekuensi) sehingga hal-hal tersebut di atas dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan pemberian pengobatan medikomentosa,pemilihan jenis obat yang diberikan dan juga melakukan evaluasi terhadap hasil pengobatan. Tiga macam dasar pertimbangan dalam pengobatanmedikomentosa yang dianggap rasional yaitu :
a. Penghambatan α adrenergik(α blocker )→merelaksasi tonus leher kandung
b. Penghambatan androgen(Supresor androgen)→menghambat pertumbuhan
prostat
c. Phytoterapi
Ketiga pengobatan tersebut harus dievaluasi untuk menilai perubahan atau perkembangan antara sebelum dan sesudah pengobatan diberikan dan ini
dievaluasi
selama tiga sampai enam bulan
.Adapun daya kerja dan jenis obat yang digunakan adalah sebagai berikut
1. Penghambat α adrenergik
Berdasarkan persarafan daerah leher kandung kemih di dominasi oleh saraf otonom yang bersifat simpatomimetik sehingga bila diberikan obat penghambat α adrenergik (adrenergik blocking agent/ α adrenoseptor antagonist) diharapkan dapat
mengurangi tonus leher kandung kemih agar
proses kencing dapat lancar
.Obat penghambat α adrenergik ini dapat bersifat :
Selective long acting α blocker : Doxazosin,tamsulosin,terasosin
Selective short acting α blocker: Prazosin,Alfuzosin,Indoramin
oleh saraf parasimpatis dengan reseptornya α1adrenergik sehingga stimulasi
dari reseptor ini menyebabkan meningkatnya tonus otot-otot di daerah tersebut sedangkan bila reseptornya di hambat (α adrenoseptor antagonist) dapat menurunkan tonus otot di daerah tersebut (terjadi relaksasi) akibatnya tekanan pada daerah uretra pars prostatika turun sehingga meringankan proses kencing menjadi lancar.
Evaluasi hasil pengobatan sangat penting dalam menilai keberhasilan suatu terapi apalagi obat ini mempunyai efek samping antara lain penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing-pusing (dizziness),capek,sumbatan hidung dan rasa lemah (fatique) disamping efek yang di harapkan untuk merelaksasi tonus otot di leher vesika urinaria maupun pada prostatnya sendiri agar menurunkan obstruksinya sehingga kencing menjadi lancar dan obat α blocker ini sudah direkomendasikan oleh The 3rd and The 4thInternational Consultation on BPH 1995 and 1997
2. Menghambat pertumbuhan prostat(Supresor Androgen)
Asumsi dari teori ini yaitu dengan dilakukan kastrasi maka tidak terjadi pembesaran prostat dan pria yang mempunyai kelainan defisiensi enzim 5α reduktase,kelenjar prostatnya tidak berkembang walaupun potensi seksualnya tetap positif. Berdasarkan pada teori DHT (Dehidrotestosteron) bahwa penyebab terjadinya pembesaran prostat apabila terjadi reduksi testosteron menjadi DHT yang memerlukan enzim 5α reduktase sehingga dengan menghambat kerja enzim tersebut maka tidak terjadi proses reduksi testosteron akibatnya tidak terbentuk DHT. Atas dasar asumsi-asumsi tersebut
diatas maka supresi androgen dapat terjadi dengan memberikan sebagai berikut :
Penghambat enzim 5α reduktase
Anti androgen
Analog Luteinizing hormone releasing hormone (LHRH)
Obat penghambat enzim 5α reduktase yang terdapat di pasaran yaitu golongan finasteride dengan nama dagang di Indonesia yaitu Proscar dalam bentuk tablet dengan dosis 5 mg diberikan peroral sekali sehari.Selain itu ada golongan episterid dan untuk melihat efek terapi di butuhkan waktu 3-6 bulan dilakukan evaluasi secara berkala bila menunjukan perbaikan maka terapi diteruskan akan tetapi bila tidak ada perbaikan parameter antara sebelum dan sesudah maka dipertimbangkan untuk terapi pembedahan.
Hal yang harus diperhatikan dari pemberian finasterid mempunyai efek samping berkurangnya libido dan impotensi,ini terjadi sekitar 3-4 % dan reversibel.
Parameter evaluasi sebelum pengobatan dengan 5α reduktase
operasi 2 Volume prostat : - colok dubur - USG (optional) Derajat I,II,III dalam ml Volume prostat menurun sampai 30% 3 Sedimen Urin – Biakan
Normal/Negatif Bila tidak normal perlu evaluasi lebih lanjut dan bila biakan positif perlu diterapi lebih dahulu 5 Kreatinin serum
Normal Bila tidak normal
perlu evaluasi lebih lanjut 6 PSA(Prostatic Specific Antigen) ≤ 4 ng/ml Dengan pengobatan biasanya menurun 50% dalam 6 bulan
bila meningkat perlu biopsi 7 Flowmetri Qmax :> 10 ml/det Biasanya membaik rata-rata 2,7 ml/det
3. Pengobatan Phyto terapi
Pengobatan ini menggunakan bahan dari tumbuh-tumbuhan seperti Hypoxis Rooperis,Pygeum Africanum,Urtica sp,Sabal Serulla,Curcubita pepo,Populus temula,Echinacea pupurea dan cereale. Zat aktif yang terdapat di dalam tumbuhan tersebut belum semuanya di ketahui cara kerjanya.Pygeum Africanum misalnya dapat mempengaruhi kerja Growth Factor terutama ß FGF dan EGF sedangakan obat yang lain di katakan kemungkinan mempunyai efek antara lain anti estrogen,anti androgen,menurunkan sex binding hormon globulin,menghambat sel prostat berproliferasi, mempengaruhi metabolisme prostaglandine,anti inflamasi dan menurunkan tonus leher buli-buli.
Ada tiga hal problem dalam pengobatan dengan obat-obatan yaitu kapan pengobatan di mulai dan berapa lama,bagaimana dengan efek sampingnya dan harga obat yang masih tinggi sementara pengobatan dalam waktu yang
Konservatif Medika mentosa bila score IPSS < 18
Finasteride / Proscar 5 mg/hr (3-6 bl), Tamsulosin/Flomax 0,4 mg 2-4 mgg , Harnal 0,2 mg kerjanya mengeblok enzim 5 alpha reductase membentuk DHT
3. Pembedahan
Pasien pembesaran prostat jinak pada umumnya sudah dalam stadium berat yaitu mengalami retensi akut dengan atau tanpa komplikasi sehingga tindakan pembedahan merupakan cara yang paling efisien mengatasi masalah tersebut apalagi tidak semua pasien yang mendapatkan pengobatan medikomentosa berhasil yaitu sekitar 40-70 %(Emberton,1999) Mengingat kejadian penderita pembesaran prostat pada umumnya usia dekade lima keatas sekitar 50% dan semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula resiko terjadinya pembesaran prostat jinak padahal dengan semakin meningkatnya usia justru terjadi penurunan fungsi organ – organ tubuh karena proses degeneratif/penuaan sehingga persiapan praoperasi sangat penting untuk menurunkan morbiditas maupun mortalitas yang mungkin bisa terjadi pada pasien pembesaran prostat jinak yang akan dilakukan operasi prostatektomi baik secara TVP ataupun TURP. Faktor usia lanjut ini biasanya disertai juga oleh faktor komorbiditas lainnya seperti hipertensi ,diabetes mellitus, penyakit jantung koroner,penurunan fungsi ginjal,hati maupun penyakit obstruktif
menahun serta penyakit sistemik lainnya.
Sedangkan faktor komorbiditas lainnya yang biasanya menyertai pada penderita pembesaran prostat jinak seperti anemia, malnutrisi juga harus
mendapat perhatian serius sebelum melakukan operasi prostatektomi baik secata transurethral (TURP) maupun secara transvesikal(TVP).
Indikasi absolut pembedahan antara lain sebagai berikut :
Sisa kencing lebih dari 100 ml
Infeksi saluran kencing berulang
Adanya batu buli-buli
Adanya hematuri secara makroskopis berulang
Adanya divertikel buli-buli yang besar
Adanya penurunan fungsi ginjal karena PPJ
Retensi urin berulang
Indikasi relatifnya yaitu adanya residu urin lebih dari100 ml,Qmax kurang dari 10 ml/detik atau dengan pengobatan lain tidak menunjukan perbaikan sedangkan keduanya mempunyai resiko penyulit yang hampir sama sebagai berikut :
Penyulit durante operasi :
Perdarahan (< 4 %):bila sinus venosus peri prostatika tereseksi.
Perforasi : Apabila dinding buli-buli daerah trigonum ataupun kapsula prostatika robek pada saat prostatektomi secara transurethral.
Infeksi saluran kemih sampai septikemia : Operasi prostatektomi termasuk jenis operasi bersih terkontaminasi karena berhubungan dengan saluran kemih apalagi bila hasil biakan urin positif maka termasuk jenis operasi kotor sehingga pemberian obat antibiotika bersifat terapeutik apabila hasil biakan urin positif sedangkan bila biakan urinnya negatif maka bersifat profilaksis.Apalagi bila mempunyai penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,penyakit paru obstruktif menahun dan lainnya merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi dan septikemia.Insidensinya berkisar antara 2-5%
Penyulit pasca operasi dini
Retensi bekuan darah (± 3%): Ini bisa terjadi sebelum atau sesudah kateter di lepas.Bila ini terjadi sebelum kateter dilepas maka dilakukan spuling dengan larutan aquabidest atau dengan Nacl 0,9% apabila tidak berhasil maka dilakukan evakuasi jendalan darah tersebut dan apabila terjadi setelah pelepasan kateter maka dapat dilakukan pemasangan kateter ulang untuk beberapa hari sampai bekuan darah tersebut lisis atau dilakukan evakuasi jendalan tersebut bila tetap retensi urin .Upaya pencegahannya dengan melakukan perawatan perdarahan
sebaik- baiknya saat operasi dan mengontrol irigasi secara kontinue pasca operasi serta melakukan traksi pada kateter tersebut.
Retensi urin (± 10%): Ada beberapa penyebab terjadinya retensi urin disini : -Tersumbat bekuan darah→diirigasi
-Tersumbat serpihan prostat →dievakuasi
-Muskulus detrusor masih dalam fase dekompensata→dipasang kateter
Perdarahan sekunder :perdarahan ini terjadi setelah sebelumnya urin jernih sehingga biasanya akan berhenti sendiri apabila tidak berhenti maka diperlakukan seperti pada retensi bekuan darah
karena dapat menyebabkan tejadinya jendalan darah di kateter.
Inkontinensia Urin : Ini terjadi karena rusaknya spingter uretra eksterna yang tereseksi saat prostatektomi akan tetapi apabila kerusakannya ringan dapat sembuh sendiri (temporer sekitar 2%) sedangkan apabila kerusakannya berat dapat menyebabkan inkontinensia permanen(sekitar 0,5%).Cara mengatasinya dengan mengklem penis,menyuntikkan silikon sekitar spingter uretra ekterna atau memasang protewsa spingter
nervus pudendus tersebut terletak di posterolateral dari kelenjar prostat sehingga pada operasi prostatektomi secara transvesical (TVP) secara teori tidak terkena karena manipulasi prostat di daerah anterior sedangkan pada operasi prostatektomi secara transuretral(TURP)trauma termal dan elektrik dapat menyebabkan kerusakan dari neurovasculer bundel tersebut
Ejakulasi retrograd : Kejadian ini hampir selalu terjadi pasca operasi prostatektomi terutama bila berat prostatnya besar dimana pasien mengeluh saat ejakulasi tidak keluar cairan sperma melalui urethra akan tetapi masuk ke buli-buli.Ini tidak berbahaya dan tidak perlu penanganan khusus hanya diberitahu sebelumnya.
Striktur uretra (±4-5%) :Biasanya terjadi pada daerah meatus atau fosa navikulare serta daerah sekitar uretra pars prostatika karena infeksi.
Stenosis leher buli-buli : Dapat terjadi saat mereseksi prostat terlalu berlebihan atau karena pemasangan kateter yang terlalu lama.
Pembesaran prostat jinak berulang (sekiatar 4,2% pada TVP dan 17,6% pada TURP) :Pada operasi prostatektomi baik secara TVP ataupun TURP tidaklah membuang seluruh jaringan prostat sehingga kemungkinan kambuh kembali bisa terjadi.
Operatif IPSS > 18
I ndikasi
1. Hematuri2. ISK berulang
3. Retensi urin berulang / akut
4. Penurunan faal ginjal / hidronefrosis
5. Vesicolithiasisi
6. Divertikel buli2 besar
A. Pembedahan terbuka (TVP=Transvesikal prostatektomi)
Pembedahan prostatektomi secara suprapubik transvesikal pertama kali dilaporkan oleh Belfield dari Chicago pada tahun 1887 dan Sir Peter Freyer dari London pada tahun 1900 melaporkan tehnik pembedahan yang sama pada pertemuan Internasional di Paris sehingga terkenal dengan prostatektomi menurut Freyer yang kemudian di modifikasi oleh Hrynzack sehingga terkenal dengan tehnik Hrynzack modifikasi Freyer. Setengah abad kemudian pada tahun 1945 diperkenalkan tehnik prostatektomi retropubik transkapsuler
oleh Teernce Millin.
Pembedahan minimal invasif secara TURP masih merupakan standart emas dalam penanganan pasien PPJ sekitar 95% akan tetapi ada juga pasien PPJ yang dilakukan operasi prostatektomi secara terbuka (TVP) sekitar 5%nya
PPJ yang besar yang diperkirakan tidak dapat di reseksi dengan sempurna dalam waktu satu jam
PPJ yang disertai penyulit seperti adanya batu buli-buli yang diameternya lebih dari 1/2cm atau multiple,adanya divertikel besar.
Bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan TURP baik sarana maupun tenaga ahlinya (Rahardjo,1999;Singodimedjo,2002)
Teknik Operasi Prostatektomi Transvesikal (TVP) Dalam stadium anestesi,pasien dalam posisi supine
,kandung kemih diisi udara/air 250 ml.
Dilakukan a/aseptik medan operasi dengan alkohol 70% kemudian dilanjutkan dengan betadin.
Insisi suprapubik bisa secara pfanenstiel atau longitudinal,perdalam dari kutis sampai subkutis,vagina muskuli rekti dan apneurosis m.oblikus eksterna di potong transversal dan dibuat flap ke arah superior dan inferior sehingga nampak mm.rektus abdominis dan mm.piramidalis kemudian dipisahkan secara tajam antara sisi kanan dan kiri .Pada kedua sisi muskuli rekti di pasang hook langen back,tampak prevesikal fat dan peritoneum di
sisihkan ke kranial ,tampak pleksus vesikalis dan buli-buli ,dilakukan taugle di dua tempat
proksinmal-distal.
Dilakukan insisi buli-buli dengan cauter diantara dua taugle tersebut sambil mengontrol perdarahannya sampai ke mukosanya terbuka,dilakukan sucksen dari cairan buli-buli yang keluar kemudian dipasang hook buli-buli.
Identifikasi muara ureter dan keadaan buli-buli lainnya
Insisi prostat sekitar OUI sampai tampak kelenjar prostatnya kemudian dilakukan enukleasi prostat
sampai bebas dari kapsula sirurgikum .
Pasang daur kateter no.24 dan kunci awal sekitar 20ml,pasang daur kateter no.14 untuk irigasi dan di kunci 5 ml.
Jahit luka buli-buli pada mukosa dengan benang plan cut gut 3.0 secara continous with locking kemudian bagian muskulernya dijahit dengan benag cromic 2.0 secara continous without locking. Selam a penjahitan buli-buli irigasi di alirkan dan daur kateter no.24 nya
di traksi terus.
Pasang drain cavum retzii
Tutup luka operasi lapis demi lapis Operasi selesai
Perawatan pascaoperasi
Awasi keadaan umum,vital sign,aliran irigasi dan warnanya Traksi kateter dipertahankan selama 24 jam
Berikan Antibiotik profilaktif bila hasil biakan urin belum ada dan analgetik
Irigasi : -Hari 0→grojok
-Hari I→40tetes/detik
-Hari II-III→30 tetes/detik
-Hari IV→coba di
stop/klem,dengan pesan bila merah irigasi di alirkan lagi -Hari V→Irigasi di aff
-Hari VI→mobilisasi duduk dan minum banyak
-Hari VII→DC di aff
-Hari VIII→ Drain cavum retzii di aff dan rawatjalan
B. Pembedahan minimal invasif secara transurethral(TURP)
Perdarahan lebih terkontrol karena bisa terlihat langsung
Lama rawat inap lebih sedikit
Tidak ada luka operasi yang terlihat dari luar
Resiko infeksi lebih kecil
Sedangkan kemungkinan terjadinya faktor penyulit pascaoperasi mempunyai kans yang hampir sama antara TVP dan TURP.
Catatan
Tertutup ( Reseksi Transurethral prostatektomi )
Berat prostat < 60 gram
Dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam menghindari Sindroma reseksi transurethral akibat banyaknya cairan irigasi masuk pembuluh darah
(intoksikasi air)
Gejala : gelisah, somnolen, tekanan darah naik, bradikardi
ES: retrograde ejaculation
Beberapa Istilah :
2. Partial TUR 30-90%
Paliative resection
Subtotal resection
3. TURP total Sebagian trigonum vesika,leher kandung kemih & kapsul prostat direseksi
4. Subradical TUR Pada kelenjar prostat yang mengarah keganasan
C. Perkembangamn Tehnologi baru pada penanganan PPJ
1. Laser (VILAP=Visual Laser Ablation of the Prostate) :
Nd YAG mempunyai kemampuan koagulasi dan evaporasi dapat menimbulkan lubang-lubang pada jaringan adenoma kalau disa lurkan melalui serat laser yang dapat membelokkan sinar laser 900(side firing fibers)sehingga secara perlahan adenoma akan terlepasdan akan
menghasilkan kanal pada daerah urethra pars prostatika.
2. Thermo therapi dan Hyperthermi :
Di sini prinsipnya dengan memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang di masukkan ke urethra atau rektum sampai 450sehingga diharapkan
±50%(hyperthermi) dan 70%(thermoterapi).Sedangkan termoterapi lainnya yaitu :
TUMT (Transurethral micriwave thermoterapi ) :Ini menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat untuk mengurangi obstruksi.
TUNA (Transurethral needle ablation) :Ini menggunakan energi frekwensi radio tingkat rendah untuk membakar bagian prostat yang dikehendaki.
Laser Coagulation Technique
HIFU
Electrovaporisation
Laser vaporization
4. Pengobatan Alternatif
Apabila sudah ada indikasi operasi prostatektomi akan tetapi pasien tidak layak atau menolak maka dilakukan terapi pemasangan stent di urethra pars prostatika sehingga bagian tersebut bisa terbuka terus.
Komplikasi
1. Singh et al , 1973 dan Argawal et al , 1993, mengemukakan bahwa PPJ merupakan penyakit yang sering diderita pria umur 40 tahun keatas. Pada periode tersebut telah terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang akan
menimbulkan perubahan sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, ginjal dan hormonal yang dipengaruhi banyak faktor. Diperkirakan penderita umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko yang lebih besar bila dilakukan pembedahan yaitu sebesar 10 % .
2. Sebelum pembedahan dilaksanakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu suatu fakta menunjukkan bahwa semua pasien adalah mereka yang telah berumur lanjut, pembedahan kelenjar prostat termasuk pembedahan mayor dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi atau morbiditas selama atau sesudah pembedahan.
3. Sehingga sebelum pembedahan dilaksanakan harus dibuat persiapan teliti, cermat terencana dan terarah dengan baik, sehingga hal-hal yang akan mendatangkan kegiatan pada pasien dapat dihindari.
4. Komplikasi pasca pembedahan dibagi 2 yaitu :
Dini/awal,
5. Timbulnya kurang atau sama dengan 7 hari sejak saat pembedahan. meliputi : retensi koagulum, perdarahan primer, infeksi luka operasi, infeksi saluran
6. Untuk mengurangi terjadinya morbiditas awal karena retensi koagulum diperlukan irigasi selama dan setelah reseksi prostat transuretra dengan cairan normal salin. Bila memang masih terjadi retensi koagulum, maka perlu dilakukan tindakan spoelling/bladder washout lewat kateter.
7. Lanjut
8. Bila terjadi 7 hari sampai dengan 12 bulan pasca operasi, berupa : striktura uretra, retrograd ejakulasi, inkontinensia urine karena kerusakan sfingter uretra dan impotensi.
9. Pendarahan pasca reseksi prostat transuretra lebih banyak terjadi pada reseksi kelenjar prostat yang besar. Kematian pasca operasi prostat (6-90 jam pasca pembedahan) disebabkan karena problem pendarahan hebat. Faktor-faktor
yang dipakai untuk menentukan derajat perdarahan yaitu :
1. Banyaknya transfusi darah yang diperlukan untuk mempertahankan volume sirkulasi
2. Hipotensi
3. Seringnya spuling
4. Retensi jendalan darah
5. Kadar Hb turun (> 2gr/dl) pasca pembedahan
Diagnosis Banding
PENYAKIT KARAKTERISTIK
Striktur Uretra
Usianya biasanya lebih muda kausa biasanya jelas
Pernah uretra
Pernah trauma panggul/perineum
Pernah manipulasi urologik Kateterisasi ada hambatan/gagal uretrografi terdapat
penyempitan endoskopi tampak penyempitan
Buli bladder outlet” seperti prostektomi, PRTU prostat.
Kelainan kongenital ] jarang
Akibat prostatik kronis ]
Diagnosis pasti dengan endoskopi Batu Buli-Buli atau Batu yang menyumbat Uretra Posterior
Gejala iritatif lebih menonjol pernah keluar batu bersama
miksi
Foto rongen akan tampak batu bila bersifat radioopak
Endoskopi untuk memastikan diagnosa
Karsinoma Prostat
RT : Nodule positif (+)
Prostate specific antigen (PSA) meningkat > 4mg%
Prostatitis/Pr ostatodinia
Biasanya usia lebih muda
Gejala iritatif lebih menonjol
Bila akut nyeri tekan pada RT
Pada prostatodinia : fisik dan laboratorik tidak ada kelainan tetapi bisanya trfaktor biasanya terdapat faktor psikologik
Buli-Buli Neuropati
Terdapat penyakit primer
Trans spingter melemah
Gangguan sensibilitas daerah sakroperineal Perlu pemeriksaan sistotometri/urodunamika Pengaruh Obat-obatan - Simpatolitik - Psikotropik - Alfa
Terdapat penyakit primer yang memerlukan obat tersebut
BAB IV
PEMBAHASAN
BPH (Benign Prostat Hyperplasia) yaitu terdapat hyperplasia sel-sel stroma dan sel-sel-sel-sel epitel kelenjar prostat. Adapun gejala dari BPH terdiri dari gejala obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi). Sedangkan gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada s aat miksi). Pada pasien ini dilakukan open prostatectomy dikarenakan hasil penilaian berdasarkan IPSS skor menunjukkan gejala yang berat. Pengawasan urin output pasca operasi sangat penting dilakukan. Komplikasi paling sering terjadi ejakulasi retrograde. Pada pasien dengan skor IPSS ringan masih dapat diberikan terapi konservatif.