LAPORAN KINERJA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
Kata Pengantar (i)
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendak-Nya laporan ini bisa diselesaikan pada waktunya.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum ini disusun berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Penyusunan laporan ini dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban yang memuat gambaran keberhasilan maupun kendala dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran strategis Kementerian PU sesuai dengan tugas dan fungsinya pada tahun 2014 yang melengkapi rangkaian pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Selain itu, laporan akuntabilitas ini juga berperan sebagai alat kendali dan penilai kualitas kinerja secara terukur, serta alat untuk mendorong peningkatan
kinerja demi terwujudnya good governance di lingkungan Kementerian PU. Kinerja tersebut
diukur berdasarkan Indikator Kinerja Utama sebagaimana telah menjadi kontrak dalam Perjanjian Kinerja dan Penetapan Kinerja tahun 2014.
Sangat disadari bahwa dalam laporan ini masih akan dijumpai sejumlah kekurangan, namun demikian diharapkan laporan ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemangku kepentingan dan umpan balik bagi jajaran Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja masing-masing satuan unit kerja di masa yang akan datang.
Ungkapan terimakasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan laporan kinerja ini.
Jakarta, 27 Februari 2015
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
PENDAHULUAN Halaman 1 | 147
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Sumber Daya Aparatur
Ketersediaan infrastruktur memegang peranan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Dengan hadirnya infrastruktur yang handal maka terwujudnya pemenuhan Hak Dasar Rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan, kesehatan dan hak-hak lainnya akan terdukung lebih optimal. Bahkan lebih jauh, mampu meningkatkan daya saing di dunia internasional.
Berdasarkan pada:
Instruksi Presiden Republik Indonesia Tahun No. 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), sebagaimana telah digantikan oleh Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentng Sistem AKIP, dan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29
Tahun 2010 tentang Penetapan Kinerja dan Penyusunan LAKIP, sebagaimana telah digantikan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah,
maka sudah menjadi kewajiban dan sebagai wujud pertanggungjawaban instansional yang menggambarkan tentang akuntabilitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari suatu instansi pemerintah, dalam hal ini Kementerian PU. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Visi dan Misi Kementerian PU, maka diperlukan dasar acuan yang dapat digunakan sebagai landasan di dalam pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian PU dalam hal ini dokumen Renstra (Rencana Strategis) yang mencakup rencana pembangunan jangka menengah yang disusun secara berkala (5 tahunan). Renstra memuat tujuan, sasaran, indikator dan target yang akan dicapai per tahun dalam kurun waktu 5 tahun termasuk penjabaran pendanaan yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan Kementerian PU selama kurun waku 5 tahun.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di dalam Renstra, Kementerian PU memiliki tugas dan fungsi yang diberikan kepada jajaran terkait sebagaimana berikut:
1.1.1.Tugas dan Fungsi
Kementerian Pekerjaan Umum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Adapun fungsi dari Kementerian Pekerjaan Umum yaitu:
1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pekerjaan umum;
2. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Pekerjaan Umum;
PENDAHULUAN Halaman 7 | 147
Berdasarkan gambar grafik tersebut diatas, terlihat bahwa hampir di semua tingkat jabatan, terutama pada tingkat eselon III, aparatur yang menjabat masih didominasi (60%) oleh pegawai dengan kelompok usia diatas 50 tahun dan pada tingkat eselon IV mencapai 36,41 %. Selain itu, terlihat bahwa pemangku jabatan eselon II dan III relatif kurang proporsional dan cenderung akan menyebabkan perubahan pejabat pada level tersebut menjadi lebih cepat dengan
regenerasi yang cenderung lambat. Hal itu merupakan dampak kebijakan zero growth oleh
Departemen Pekerjaan Umum pada masa lampau. Terjadinya kesenjangan (gap) usia pegawai
yang menjadi pejabat menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi kedepan dalam rangka meminimalisir kesenjangan kapasitas dan kompetensi antara pejabat Eselon IV, Eselon III dan Eselon II. Dengan demikian, manajemen sumber daya aparatur di lingkungan Kementerian PU harus dapat dioptimalkan dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, diantaranya dengan mengatur penempatan pejabat secara dinamis namun terpola serta peningkatan kompetensi dan keahlian.
1.2.
Aspek Strategis Organisasi
Aspek strategis organisasi mencakup peran yang harus dijalankan oleh organisasi Kementerian PU berdasarkan mandat dan amanat peraturan perundangan yang berlaku. Adapun dalam menjalankan peran strategis tersebut dilingkupi dengan kondisi yang ada dan tantangan yang akan dihadapi, baik dalam skala jangka menengah maupun tahunan. Hal itu menjadi salah satu dasar acuan yang harus dirumuskan dan dijawab melalui perencanaan pembangunan, dilaksanakan, dan dilaporkan pencapaian terhadap sasarannya untuk kemudian dirumuskan kembali dalam rencana dan strategi berikutnya.
1.2.1.Peran Strategis
Pembangunan nasional pada RPJMN dan rencana strategis 2010-2014 dihadapkan pada
sejumlah sasaran dengan mengedepankan triple tracks strategy+, yaitu Pro Poor, Pro Growth,
PENDAHULUAN Halaman 9 | 147
Adapun peran lainnya mencakup pembinaan konstruksi, penelitian dan pengembangan. Seluruh peran tersebut kemudian didukung dengan pelaksanaan pengawasan dan dukungan manajemen organisasi.
1.2.2.Kondisi dan Tantangan Pembangunan Jangka Menengah
Penyelenggaraan penataan ruang
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan hukum yang memayungi penyelenggaraan penataan ruang secara nasional dalam rangka mewujudkan ruang nusantara yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Untuk merealisasikan hal tersebut, tentunya memerlukan langkah-langkah sistematis dalam penyelenggaraan penataan ruang yang mencakup pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. Hal itu didasari dengan pertimbangan:
ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menghadapi tantangan dan
permasalahan terutama pada: Terletak pada kawasan yang cepat berkembang (pacific ocean rim dan indian ocean rim); Terletak pada kawasan pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik; Meningkatnya intensitas kegiatan pemanfaatan ruang terkait eksploitasi sumberdaya alam; dan Makin menurunnya kualitas permukiman, meningkatnya alih fungsi lahan yang tidak terkendali, dan tingginya kesenjangan antar dan di dalam wilayah.
penyelenggaraan penataan ruang masih menghadapi berbagai kendala, antara lain
pengaturan penataan ruang yang masih belum lengkap, pelaksanaan pembinaan penataan ruang yang masih belum efektif, pelaksanaan penataan ruang yang masih belum optimal, dan pengawasan penataan ruang yang masih lemah.
berkembangnya pemikiran dan kesadaran di tengah masyarakat untuk meningkatkan
kinerja penyelenggaraan penataan ruang yang lebih menyentuh hal-hal yang terkait langsung dengan permasalahan kehidupan masyarakat, terutama dengan meningkatnya banjir dan longsor, kemacetan lalu lintas, bertambahnya perumahan kumuh, berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, kurang memadainya kapasitas kawasan metropolitan terhadap tekanan jumlah penduduk, serta kurang seimbangnya pembangunan kawasan perkotaan dan perdesaan.
Dalam PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang diatur mengenai pengaturan penataan ruang, pembinaan penataan ruang, pelaksanaan perencanaan tata ruang, pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PENDAHULUAN Halaman 11 | 147
baru. Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan konservasi waduk, embung, situ, serta bangunan penampung air lainnya, pada kurun waktu 2010-2012, telah dilaksanakan pembangunan 11 waduk yang 2 diantaranya telah selesai dibangun, serta pembangunan 312 embung/situ/bangunan penampung lainnya. Upaya peningkatan kapasitas lainnya dilakukan dengan merehabilitasi 43 waduk dan 136 buah embung/situ, didukung oleh pengoperasian dan pemeliharaan sebanyak 411 buah waduk/embung/situ/bangunan penampung air lainnya, serta melakukan kegiatan konservasi pada 10 kawasan sumber air. Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan penyediaan dan pengelolaan air baku, telah dilaksanakan pembangunan/p eningkatan sarana/ prasarana air baku dengan kapasitas 29,85 m3/dt, serta pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dengan kapasitas 13,02 m3/dt.
Adapun pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan terkait dengan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya, telah dilaksanakan pembangunan/peningkatan jaringan irigasi dan irigasi air tanah seluas 284.781 ha, serta jaringan reklamasi air rawa dan air tambak seluas 145.983 ha. Terkait dengan Operasi dan Pemeliharaan (OP) infrastruktur SDA yang telah dibangun, OP dilaksanakan di 411 waduk/embung/situ/bangunan penampung lainnya dan juga sarana/prasarana lainnya seperti sarana/prasarana penyediaan air baku (15,16 m /detik), irigasi dan rawa, pengendali lahar/sedimen, pengendali banjir dan pengaman pantai. Walaupun demikian terdapat beberapa indikator pencapaian yang optimal, diantaranya luas layanan jaringan tata air tambak yang direhabilitasi yang baru mencapai progress 22% dari target 175.000 ha dan embung/situ yang selesai direhabilitasi baru tercapai 46% dari target 136 embung/ situ/ bangunan penampung air lainnya.
Dari kondisi tersebut diatas, tantangan jangka menengah yang dihadapi dalam hal pengelolaan sumber daya air adalah sebagai berikut:
Penurunan daya dukung SDA, baik untuk air permukaan maupun air tanah sebagai
dampak dari laju deforestasi dan eksplorasi air tanah yang berlebihan yang telah
menyebabkan land subsidence dan intrusi air asin/laut;
Keseimbangan/neraca air antara jumlah kebutuhan air di berbagai sektor kehidupan
dan potensi kelebihan sumber daya air yang berlimpah dimusim hujan selama 5 bulan;
Laju alih fungsi lahan pertanian beririgasi yang rata-rata terjadi ±100.000 ha atau
berkisar 1,4% per tahun;
Pengelolaan resiko guna memperkecil kerugian yang diakibatkan oleh daya rusak air
seperti banjir, lahar dingin, kekeringan, serta abrasi pantai dan pengaruh menurunnya kapasitas sumber air akibat sedimentasi;
Dampak negatif perubahan iklim global, khususnya banjir, kekeringan dan kenaikan
muka air laut; dan
Kualitas SDM dalam pengelolaan SDA terpadu berbasis teknologi informasi;
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam pencapaian target-target Renstra
PENDAHULUAN Halaman 13 | 147
Mempertahankan perandan fungsi prasarana jaringan jalan sebagai pengungkit dan
pengunci dalam pengembangan wilayah diantara berbagai gangguan bencana alam, maupun kesalahan penggunaan dan pemanfaatan jalan, disamping juga memenuhi kebutuhanaksesibilitas kawasan produksi dan industri serta outlet;
Mengantisipasi pertumbuhan prosentase kendaraan dibandingkan jalan yang telah
mencapai 11:0,4 (pendekatan demand approach) yang terus akan mengalami peningkatan, terutama pada lintas utama dan wilayah perkotaan khususnya 8 (delapan) kota metropolitan;
Meningkatkan keterpaduan sistem jaringan transportasi dan penyelenggaraan secara
umum jalan daerah di tengah-tengah desentralisasi dan otonomi daerah dan situasi kelembagaan penyelenggaraan jalan yang masih memerlukan perkuatan terutama dalam menyiapkan produk-produk pengaturan, fasilitasi jalan daerah dan meningkatkan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan jalan;
Mengupayakan pengarusutamaan jender dalam proses pelaksanaan kegiatan
sub-bidang jalan, baikdari segi akses, kontrol, partisipasi maupun manfaatnya;
Mengantisipasi kompetisi global baik dari segi SDM maupun kesempatan expansi
dengan meningkatkan daya kompetisi yang terukur dalam GCI (Global Competitiveness
Index) dan LPI (Logistic Performance Index);
Meningkatkan alternatif pembiayaan dan pola investasi jalan, salah satunya melalui
pembentukan unit pengelola dana preservasi jalan sekaligus memperkenalkan insentif pemeliharaan jalan bagi Pemda; dan
Mengupayakan penyelesaian masalah pengadaan tanah untuk pembangunan jalan
dan/atau pelebaran jalan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah.
Pengembangan infrastruktur permukiman
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman sebagian besar indikator kinerja utamanya telah melampaui sasaran yang telah ditetapkan. Namun apabila lebih jauh melihat indikator ouput penting dan beberapa output perlu mendapat perhatian khusus, karena masih jauh di bawah target capaian. Selain itu dalam hal pelayanan air minum dengan indikator Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum, target Renstra 2010-2014 adalah peningkatan kapasitas sampai dengan 8.099 l/dt, target ini ternyata diprediksi pada akhir tahun 2012 dapat dilampaui hingga 14.710 l/dt atau lebih besar 6.600 l/dt. Hal ini dapat dicapai dengan optimalisasi kegiatan untuk meningkatkan capaian kinerja melalui alokasi dana APBN-P pada semester ke-2 tahun 2012. Keberhasilan pencapaian IKU ini juga diperoleh melalui pembangunan SPAM di 820 IKK selama 5 tahun, dengan capaian target sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 540 IKK sampai dengan akhir tahun 2012 atau sebesar 66% dari total target.
Demikian halnya dengan sub bidang sanitasi, peningkatannya terjadi pada indikator peningkatan jumlah pelayanan sanitasi yang sudah mencapai 1.032 kawasan dari total target Renstra sebesar 517 kawasan. Namun di sisi lain jumlah kabupaten/kota yang mengembangkan pelayanan sanitasi ini masih di bawah target yaitu 310 kabupaten/kota dari target Renstra 479 kabupaten/kota.
PENDAHULUAN Halaman 15 | 147
Mendorong penerapan konsep gedung ramah lingkungan (green building) untuk
mengendalikan penggunaan energi sekaligus mengurangi emisi gas dan efek rumah kaca dalam kerangka mitigasi dan adaptasi terhadap isu pemanasan global;
Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang khususnya pemanfaatan ruang bagi
permukiman;
Menyelaraskan pertumbuhan pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah
dan kecil mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional;
Melanjutkan program pengembangan kawasan agropolitan;
Pada akhir tahun 2014 diperkirakan lebih dari separuh penduduk Indonesia akan
tinggal di perkotaan sebagai akibat laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun dan secara terus menerus telah melahirkan dynamic phenomenon of urbanization. Proses ini berakibat pada semakin besarnya suatu kawasan perkotaan, baik dalam hal jumlah
penduduk maupun besaran wilayah.
Luas kawasan permukiman kumuh yang meningkat, sementara di sisi lain, penanganan
kawasan tertinggal, pengembangan desa potensial melalui agropolitan dan perencanaan pengembangan kawasan permukiman baik skala kawasan maupun perkotaan belum mencapai sasaran yang diharapkan;
Pembinaan konstruksi
Implementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi selama 8 tahun terakhir, dalam konteks mikro (tata kelola pemerintahan yang baik), konteks messo (usaha dan pengusahaan konstruksi), serta konteks makro (kerjasama, persaingan global dan liberalisasi jasa konstruksi) belum mencapai sasaran sebagaimana diamanatkan dalam UU nomor 18 tahun 1999. Dalam konteks makro, pada tahun 2011 sektor konstruksi nasional menempati urutan ke-empat dari 9 sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 10,2% (Rp756,5 triliun). Sementara itu, tenaga kerja yang terserap berjumlah 6.339 juta orang (5,8% dari tenaga nasional), dengan tingkat produktivitas 13 orang per milyar rupiah (atas harga berlaku).
Di sisi lain, pengembangan sumber daya manusia (SDM) konstruksi melalui pelatihan berbasis kompetensi masih menghadapi berbagai keterbatasan, di antaranya terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana, standar kompetensi kerja, modul pelatihan, standar uji, serta tenaga pelatih yang berkompetensi. Dari target lima tahunan yang telah ditetapkan sebanyak 75.000 orang, hingga tahun 2011, pertumbuhan jumlah tenaga ahli dan tenaga terampil sektor konstruksi yang telah terlatih melalui dana APBN mencapai 6.702 orang dan di luar pencapaian APBN tersebut juga terdapat pencapaian outcome melalui dana non-APBN sebanyak 20.080 orang tenaga kerja, sehingga total SDM jasa konstruksi yang telah terlatih adalah 26.782 orang dari target 30.000 orang (15.000 orang per tahun).
PENDAHULUAN Halaman 17 | 147
Menghadapi AEC 2015 perlu terus didorong pelaku Gerakan Nasional Pelatihan
Konstruksi (GNPK) untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja konstruksi yang kompeten dan diakui secara internasional.
Penelitian dan pengembangan infrastruktur ke-PU-an
Rencana pembangunan jangka panjang dan jangkah menengah nasional, serta peraturan
perundangan lain di bidang IPTEK sebagai landasan operasional. RPJPN 2005–2025 memberi
arahan dalam upaya menciptakan, menguasai dan memanfaatkan IPTEK
dasar/terapan/sosial/humaniora hasil litbang; Peningkatan kemampuan dan Kapasitas IPTEK; Pengembangan sumber daya; sinergi kebijakan; agenda riset yang selaras pasar; dan mekanisme intermediasi; penguatan sistem inovasi untuk mendorong ekonomi berbasis ilmu pengetahuan; 6 bidang fokus (pangan, energi, ICT , transportasi, pertahanan dan kesehatan).
Dalam penyelenggaraannya, Kementerian PU memiliki peran sebagai the technostructure atau
scientific backbone. Hal ini memiliki arti bahwa litbang dapat berfungsi untuk memberikan saran atau masukan maupun pertimbangan ilmiah dalam perumusan kebijakan-kebijakan kementerian.
Sementara itu pencapaian outcome terkait Litbang PU hingga tahun 2011, Prosentase IPTEK
yang masuk bursa teknologi sebesar 39,69%; Prosentase Teknologi Tepat Guna yang digunakan stakeholders sebesar 19.39%; Prosentase Penambahan SPM(K) yang diberlakukan Kementerian
PU sebesar 33,96%; dan Prosesntase pelayanan teknis yang diterima stakeholder sebesar
16,92%. Adapun tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan diantaranya adalah sebagai berikut:
Menyediakan IPTEK siap pakai untuk: (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap
upaya upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana; (ii) meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendayagunaan air irigasi; (iii) mengurangi kelangkaan air baku; (iv) memperbaiki kualitas air baku (aplikasi UU SDA); (v) menurunkan Biaya Operasi Kendaraan (Aplikasi UU Jalan); (vii) meningkatkan kualitas lingkungan permukiman; (viii) meningkatkan cakupan pelayanan prasarana dasar (aplikasi UU SDA, UU Sampah); dan (ix) pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah;
Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di
bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain;
Memperluas simpul-simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi
bangunan dan rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi, asosiasi dan media informasi dalam proses pelaksanaannya;
Memanfaatkan peluang riset insentif (kegiatan riset yang didanai oleh Depdiknas bukan
oleh Kementerian PU) untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para calon peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat kebijakan zero growth;
Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang internasional dalam rangka
PENDAHULUAN Halaman 19 | 147
Tantangan yang dihadapi dalam dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya antara lain sebagai berikut:
Masih perlu dilakukan penguatan aparatur dalam pemahaman manajemen stratejik
melalui diklat struktural atau lokakarya berkala mengenai penyusunan dan pelaksanaan rencana stratejik. Demikian halnya penguatan kemampuan teknis pegawai, baik melalui diklat teknis fungsional maupun penambahan aparatur teknis melalui mutasi staf untuk memenuhi kekurangan tenaga teknis.
Mendorong terlaksananya upaya perwujudan good governance dengan penguatan
fasilitas untuk berbagai kebutuhan yang dapat meningkatkan, khususnya pada aspek transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan upaya-upaya perwujudan pelayanan prima;
Dalam rangka Reformasi Birokrasi, dalam sistem manajemen kinerja ke depan, kinerja
individu dan kelompok akan diselaraskan dengan kinerja organisasi/unit kerja. Dalam hal ini sistem manajemen kinerja pada level atau tingkatan Organisasi harus dapat diturunkan ke dalam sistem manajemen kinerja individu atau kelompok;
Diperlukan perhatian khusus agar terjaga kondisi bangunan gedung kantor yang laik
fungsi, nyaman dan aman untuk kegiatan perkantoran, diantaranya melalui kerjasama serta partisipasi pengguna;
Dengan telah terbitnya UU, PP, dan Peraturan Menteri terkait dengan pelaksanaan tata
naskah dinas dan tata naskah dinas elektronik yang berdampak kepada perubahan peraturan-peraturan dibawahnya;
Perlunya integrasi rencana, sinkronisasi program dan koordinasi sejak perencanaan,
pemograman sampai dengan pemantauan dan evaluasi;
Upaya mewujudkan perubahan manajemen SDM yang menuntut perkembangan
pengembangan dan pengelolaan pola pikir pegawai;
Perlunya peningkatan kualitas laporan keuangan dan pengelolaan barang
milik/kekayaan negara agar memenuhi kaidah Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) untuk mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);
Perlunya peningkatan sinkronisasi dan harmonisasi penyusunan peraturan
perundang-undangan internal dan lintas sektor serta peningkatan koordinasi dan penyiapan dokumen dalam proses bantuan hukum;
Penerapan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menuntut siapnya
aturan dan mekanisme kerja yang baku dan mengikat bagi masing-masing Satminkal dalam penyediaan dan penyampaian informasi publik sebagai upaya peningkatan pelayanan prima kepada masyarakat; dan
Perkuatan dan pengamanan hak atas Barang Milik Negara (BMN), terutama tanah dan
bangunan melalui sertifikasi dan MoU antara Menteri PU dan Kepala BPN.
Diperlukan ketersediaan informasi yang cepat dan akurat melalui penerapan dan
penggunaan tata naskah dinas elektronik (TNDE) dan sistem kearsipan elektronik (SKE) sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi serta perlunya peningkatan penatausahaan dan pengamanan fisik aset Sekretariat Jenderal.
Tata kelola infrastruktur jaringan komunikasi data dan informasi serta tata kelola
sistem-sistem informasi perlu diatur dalam bentuk kebijakan/regulasi (Kepmen, Permen dan lainnya).
Diperlukan upaya untuk melakukan inventarisasi, pencatatan dan pelaporan BMN
PENDAHULUAN Halaman 21 | 147
Isu yang juga sedang berkembang adalah terkait perlindungan terhadap lahan pertanian pangan yang ada saat ini agar dapat terus dijaga dan dipertahankan keberadaannya. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, perlindungan atas lahan pertanian pangan berkelanjutan dimaksudkan diantaranya untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan serta menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan.
Selain itu, arus globalisasi yang semakin kuat turut mempengaruhi perkembangan kota tak terkecuali kota-kota di Indonesia. Kota-kota di Indonesia mulai kehilangan identitas dan karakter yang menyebabkan terjadinya fenomena pembangunan kota yang cenderung homogen. Warisan sejarah ataupun budaya yang sebelumnya melekat dengan kehidupan kota mulai hilang seiring dengan berjalannya waktu.
Tantangan bidang Penataan Ruang Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Percepatan penyelesaian penetapan RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota perlu terus
didorong dalam rangka pemenuhan amanat UU Penataan Ruang yang mensyaratkan RTRW Provinsi telah diselesaikan pada tahun 2009 dan RTRW Kab/Kota telah diselesaikan pada tahun 2010. Hingga akhir tahun 2013, seluruh Provinsi dan Kabupaten telah mendapatkan persetujuan substansi, sedangkan jumlah Kota yang belum memperoleh persetujuan substansi sebanyak 3 Kota. Namu, adanya penetapan daerah otonomi baru pada tahun 2013 menambah daerah yang perlu dibina sebanyak 1 Provinsi dan 14 Kabupaten.
Rencana Rinci yang merupakan pendetilan dari RTRWN perlu segera diselesaikan agar
dapat segera dioperasionalisasikan mengingat muatan RTRWN sendiri akan melalui proses review 5 (lima) tahunan. Untuk RTR Pulau, masih terdapat 3 RTR Pulau masih dalam proses penetapan Perpres di Sekretariat Kabinet (Setkab). Sementara untuk RTR KSN, 6 RTR KSN masih belum disiapkan materi raperpresnya.
Dalam rangka menekan tingkat pelanggaran pemanfaatan ruang, perlu dilakukan upaya
pengendalian dan penegakan hukum terhadap pemanfaatan ruang sesuai aturan yang tertuang dalam RTR secara gencar dan berkelanjutan. Salah satu perangkat yang dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif adalah aparatur Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Pemerintah Daerah perlu terus dirangsang dan dibina dalam rangka penyediaan RTH
baik Publik maupun Privat.
Perlindungan atas lahan pertanian pangan berkelanjutan menjadi perhatian bersama
untuk terus didukung dan dilaksanakan oleh baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Kota tidak hanya dipandang sebagai mesin ekonomi, tetapi juga menyimpan potensi
yang dapat berwujud kesenian, adat istiadat, bahasa, situs, arsitektur, dan kawasan bersejarah yang bernilai pusaka yang dapat mengisi ruang kota. Salah satu instrumen yang kuat dalam sejarah perkotaan adalah pengaturan teritorial, ruang, dan bangunan berdasarkan konsepsi kosmografi serta kaidah-kaidah penataannya.
Pembangunan masa depan secara berkelanjutan hendaknya mampu menyinambungkan
PENDAHULUAN Halaman 23 | 147
Masih kurangnya keterpaduan sistem jaringan jalan nasional dengan jalan daerah serta
masih kurangnya pendanaan penanganan jalan daerah di tengah-tengah desentralisasi (otonomi daerah);
Situasi kelembagaan penyelenggaraan jalan yang masih memerlukan perkuatan
terutama dalam menyiapkan produk-produk pengaturan, fasilitasi jalan daerah, dan meningkatkan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan jalan;
Dalam hal investasi jalan tol, masih terdapat masalah pembebasan tanah, ketersediaan
pendanaan yang masih terbatas, dan belum intensnya dukungan Pemerintah Daerah;
Ketersediaan Material. Material Material Semen, Batu dan Pasir yang harus didatangkan
dari luar daerah. Dalam waktu – waktu tertentu, material tersebut susah dicari di
pasaran mengingat demand yang tinggi untuk keperluan proyek konstruksi lainnya;
Kondisi Geografis. Medan yang cukup sulit dan lokasi pekerjaan yang cukup jauh
sehingga memerlukan waktu dan peralatan khusus untuk mencapai lokasi proyek serta rawan longsor.
Pengembangan infrastruktur permukiman
Pengembangan infrastruktur permukiman mencakup sektor air minum, sanitasi dan permukiman, serta ditambah dengan tugas penataan bangunan dan lingkungan. Adapun permasalahan yang meliputi pelaksanaan pengembangan infrastruktur permukiman diantaranya adalah sebagai berikut:
Kondisi akses air minum aman nasional pada tahun 2013 adalah 67,7% dengan rincian
jaringan perpipaan sebesar 17,9% dan bukan jaringan perpipaan 48,8%, akses air
minum aman di perkotaan sebesar 79,3% dan perdesaan 56,2%, masih terdapat idle
capacity sebesar 37.900 liter/detik, keterbatasan air baku untuk air minum sebesar 128 m3/det.
Komitmen pemda untuk pendanaan air minum (DDUB) hanya 0,04% dari total APBD
(2012), selain itu masih terdapat 104 PDAM yang kurang sehat di 2013 (30%) dan 70 PDAM berstatus sakit (20%). Dalam hal kompetensi pengelola SPAM di daerah dimana terdapat kebutuhan peningkatan kompetensi pengelola SPAM di seluruh kab/kota mencapai 51.000 orang sementara Kapasitas Balai Teknis Air Minum dan Sanitasi ± 2.000 orang/tahun.
Akses pelayanan pengelolaan sampah baru 79,80% (2013) dengan rincian di perkotaan
sebesar 87% dan perdesaan sebesar 72,60%. Pada kawasan perkotaan, pengelolan sampah pada sumbernya sebesar 41% dan pengelolaan akhir sampah sebesar 46%. Pada kawasan perdesaan pengelolan sampah pada sumbernya sebesar 69,20% dan pengelolaan akhir sampah sebesar 3,40%.
Masih rendahnya komitmen pemda dalam pengelolaan sampah yang ditunjukkan
dengan besaran anggaran untuk penanganan sampah dibawah 5% dari jumlah anggaran APBD. Selain itu belum seluruh kab/kota memiliki kelembagaan pengelola sampah (regulator dan operator)
Luas permukiman kumuh perkotaan seluas 37.407 Ha atau setara 3.286 kawasan, baru
215 kab/kota yang memiliki Surat Keputusan Walikota/Bupati tentang permukiman kumuh.
Dalam hal penataan bangunan dan lingkungan baru 49% kab/kota memiliki perda BG
PENDAHULUAN Halaman 25 | 147
Pembinaan konstruksi
Kondisi yang dihadapi dan menjadi permasalahan dalam melaksanakan program pembinaan konstruksi diantaranya adalah sebagai berikut:
Reformasi Birokrasi yang telah digariskan melalui Grand Design Nasional mempunyai
Visi: Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia , yaitu pemerintahan yang profesional
dan berintegritas tinggi yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis.
Pemerintah Daerah Provinsi belum seluruhnya memiliki Peraturan Daerah tentang
Pembinaan Jasa Konstruksi;
Keterbatasan SDM pembinaan jasa konstruksi di Daerah tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota untuk mendukung pelaksanaan program pembinaan jasa konstruksi;
Dinamika struktural Pemerintah Daerah yang masih belum memprioritaskan Jasa
Konstruksi, sehingga kepentingan untuk pembinaan jasa konstruksi masih sebatas ada tidaknya alokasi dana pembinaan konstruksi ke Pemerintah Daerah;
Jumlah petugas K3 maupun Ahli K3 yang masih rendah menjadi fokus perhatian
pembinaan bidang SMK3;
Belum adanya harmonisasi kebijakan antar instansi/kementerian terkait kebijakan
investasi pembangunan infrastruktur;
Infrastruktur transportasi di wilayah Indonesia bagian timur masih menjadi kendala
utama bagi kelancaran logistic dan pasokan MPK yang mengakibatkan terjadinya
distorsi harga yang relative tinggi;
Belum adanya instrumen analisis dalam penyusunan kebijakan pengembangan sektor
konstruksi;
Industri dan investasi material dan peralatan masih terpusat di Pulau Jawa, sementara
pekerjaan konstruksi tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dilain pihak, kebijakan investasi infrastruktur secara nasional akan lebih didominasi pengalokasian dana untuk Indonesia bagian timur, sehingga diperlukan penataan sistem MPK yang baik untuk terwujudnya konstruksi yang efektif dan efisien;
masih terjadi ketimpangan pengelolaan sumber daya investasi di masing-masing
wilayah, sehingga kualitas dan kuantitas pemberdayaan sumber daya investasi tidak merata;
Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik belum
diimplementasikan dengan baik di daerah;
Belum tersampaikanya informasi penjadwalan fora perundingan liberalisasi industri
konstruksi;
Dalam pelaksanaan konstruksi yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) PU, pemakaian alat berat belum diwajibkan untuk didukung dengan sertifikasi kelayakannya, sehingga sulit untuk pendataan ketersediaan alat berat konstruksi beserta kondisinya;
Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut diatas, maka tantangan yang dihadapi pada tahun 2014 dalam pembinaan konstruksi diantaranya adalah sebagai berikut:
Belum optimalnya kapasitas dan kompetensi SDM Badan Pembinaan Konstruksi dalam
PENDAHULUAN Halaman 27 | 147
Menyediakan IPTEK siap pakai untuk: (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap
upaya upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana; (ii) menurunkan Biaya Operasi Kendaraan (Aplikasi UU Jalan); dan (iii) pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah;
Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di
bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain;
Memperluas simpul-simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi
bangunan dan rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi, asosiasi, dan media informasi dalam proses pelaksanaannya;
Memanfaatkan peluang riset insentif (kegiatan riset yang didanai oleh Kemendiknas
bukan oleh Kementerian PU) untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para calon peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat
kebijakan zero growth;
Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang internasional dalam rangka
meningkatkan kompetensi lembaga maupun SDM litbang dalam mengantisipasi dampak pemanasan dan perubahan iklim global, khususnya terhadap penyediaan dan kualitas pelayanan infrastruktur bidang PU dan permukiman;
Memenuhi tuntutan Reformasi Birokrasi penyelenggaraan Litbangrap IPTEK yang
meliputi: (i) perbaikan struktur organisasi agar tepat fungsi dan tepat ukuran; (ii) perbaikan proses kerja untuk meningkatkan kinerja Litbangrap IPTEK; (iii) memperbaiki sistem manajemen SDM untuk meningkatkan kompetensi peneliti dan perekayasa; (iv) keseimbangan antara beban, tanggungjawab, dan insentif masih perlu diperbaiki; dan (v) pelaksanaan pengarusutamaan gender.
Tantangan penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan pemukiman ke depan
juga erat terkait dengan pembangunan berkelanjutan yang menjadi bagian dari 3 (tiga) pilar pembangunan (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhann generasi masa
depan. Dalam rangka pencapaian program 100-0-100 (100% pelayanan air minum – 0
% bebas permukiman kumuh dan 100% pelayan air limbah) diharapkan pelayanan air bersih pada tahun 2015 meningkat menjadi 84%, yaitu 93% di perkotaan dan 73 persen di perdesaan .
Tantangan pembangunan berkelanjutan di Indonesia ialah: bagaimana pembangunan
fisik, sosial, dan ekonomi dilakukan tanpa mengakibatkan degradasi lingkungan (menjaga kawasan dan lingkungan hunian agar tetap aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan).
Memberikan Input kepada Direktorat Teknis, Pengembang dan Pemerintah Daerah
untuk memperluas pemanfaatan IPTEK, misalnya dalam rangka (i) mengatasi backlog rumah, dan penyediaan fasos fasum bagi MBR, serta mempercepat rekonstruksi pasca bencana (RISHA, Rusun Prefabrikasi, rumah bambu, dll), (ii) peningkatan cakupan prasarana dasar dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman (PamSimas, Plumbing hemat air, Biofilter & Biority komunal), (iii) mengurangi risiko bencana (C-plus, teralis aman kebakaran, selimut api, RISHA, dll) , (iv) perkembangan permukiman akibat bangkitan lalu lintas (model : penataan kawasan permukiman), (v) keandalan bangunan gedung;
Meningkatkan akses stakeholder terhadap informasi potensi dan ketersediaan bahan
PENDAHULUAN Halaman 29 | 147
pemeliharaannya menjadi sangat penting dalam upaya mempertahankannya, terutama dengan
adanya predikat Platinum .
Sejumlah tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2014 dalam dukungan manajemen dan sarana prasarana diantaranya adalah sebagaimana berikut:
Mendorong penguatan aparatur dalam pemahaman manajemen stratejik melalui diklat
struktural atau lokakarya berkala mengenai penyusunan dan pelaksanaan rencana stratejik, serta perlu lebih banyak melibatkan seluruh unsur dalam proses penyusunan rencana stratejik. Demikian halnya penguatan kemampuan teknis pegawai, baik melalui diklat teknis fungsional maupun penambahan aparatur teknis melalui mutasi staf untuk memenuhi kekurangan tenaga teknis.
Mendorong terlaksananya upaya perwujudan good governance dengan penguatan
fasilitas untuk berbagai kebutuhan yang dapat meningkatkan, khususnya pada aspek transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan upaya-upaya perwujudan pelayanan prima.
Meningkatkan kualitas pelaksanaan dan pelaporan keuangan, serta pengelolaan Barang
Milik Negara;
Menyempurnakan sistem manajemen kinerja ke depan dalam rangka reformasi
birokrasi, dimana kinerja individu dan kelompok harus diselaraskan dengan kinerja organisasi/unit kerja.
Memberikan perhatian khusus agar terjaga kondisi bangunan gedung kantor yang laik
fungsi, nyaman dan aman untuk kegiatan perkantoran dengan didukung kerjasama serta partisipasi pengguna dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung.
Menyesuaikan sejumlah perubahan menyusul terbitnya peraturan perundangan yang
terkait dengan pelaksanaan tata naskah dinas, termasuk mengembangkan tata naskah dinas elektronik secara terintegrasi di lingkungan Kementerian PU.
Meningkatkan tata kelola infrastruktur jaringan komunikasi data dan informasi serta
tata kelola sistem-sistem informasi perlu diatur dalam bentuk kebijakan/regulasi.
Mendorong upaya-upaya dalam inventarisasi, pencatatan dan pelaporan BMN secara
akurat, serta pengamanan dan pengelolaannya secara tertib.
Meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi antar Satminkal yang lebih baik dalam
penyampaian informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan citra positif Kementerian PU.
1.3.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Laporan Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2014 adalah sebagaimana berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada pendahuluan ini, diuraikan :
Kementerian PU sebagai organisasi yang diberikan mandat melalui tugas dan fungsi, berikut dengan kewenangan yang diberikan. Termasuk didalamnya struktur organisasi yang terbentuk dan sumber daya aparatur yang menggerakkan organisasi.
PERENCANAAN KINERJA Halaman 31 | 147
BAB 2
PERENCANAAN KINERJA
2.1.
Perencanaan Strategis
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010-2014 telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri PU Nomor 02/PRT/M/2010 dan sebagaimana telah diubah terkahir melalui Peraturan Menteri PU Nomor 20/PRT/M/2012 tentang Perubahan Kedua atas Permen PU Nomor 02/PRT/M/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian PU 2010-2014. Renstra tersebut merupakan bagian dari penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014) dan RPJPN 2005-2025 sebagai pelaksanaan amanat UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang mewajibkan seluruh Kementerian/Lembaga pemerintah untuk menetapkan Rencana Strategis yang di dalamnya mencakup visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian PU.
2.3.1.Visi dan Misi
Visi Kementerian Pekerjaan Umum merupakan sebuah gambaran yang akan diupayakan terwujud pada tahun 2025, dimana infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang terbangun telah memenuhi kualifikasi teknis sesuai perkembangan dan kemajuan teknologi serta beroperasi secara optimal seiring dengan tuntutan kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, untuk mendukung visi tersebut Kementerian PU Tahun 2010-2014 juga menetapkan 7 (tujuh) misi. Adapun visi dan misi Kementerian PU sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut:
Tersedianya Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman Yang Andal Untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025
Mewujudkan Penataan Ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional dan daerah serta keterpaduan pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum Dan Permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan kelestarian fungsi dan keberlanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya rusak air.
Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan,meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan.
Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan produktif melalui pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan.
Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.
Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta penerapan: iptek, norma, standar, pedoman, manual dan/atau kriteria pendukung Infrastruktur PU dan Permukiman.
Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan dan pengawasan profesional.
PERENCANAAN KINERJA Halaman 33 | 147 Tabel 2.1 Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian PU
Sumber: Rencana Strategis Kementerian PU tahun 2010-2014
Seluruh sasaran strategis tersebut kemudian diturunkan sebagai mandat yang harus dicapai oleh Unit Organisasi Eselon I melalui program dan Unit Kerja Eselon II di bawahnya melalui kegiatan-kegiatan.
•Terwujudnya perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis Bidang Penataan Ruang. daerah yang terpadu dan sinergis bagi terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.
•Meningkatnya keberlanjutan dan ketersediaan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan. •Berkurangnya luas kawasan yang terkena
dampak banjir.
•Meningkatnya layanan jaringan irigasi dan rawa. •Meningkatkan kapasitas jalan nasional.
•Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional dan pengelolaan jalan daerah.
Meningkatkan keandalan sistem
•Meningkatnya kualitas kawasan permukiman dan penataan ruang.
•Meningkatnya kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/ kumuh/ nelayan dengan pola pemberdayaan masyarakat.
•Meningkatnya kualitas pengaturan. pembinaan dan pengawasan pada pembangunan infrastruktur permukiman.
•Terwujudnya peningkatan kepatuhan dan akuntabilitas kinerja penyelenggara infrastruktur
•Meningkatnya koordinasi, administrasi dan kualitas perencanaan, pengaturan, pengelolaan keuangan dan BMN.
•Meningkatnya kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) aparatur.
•Meningkatnya kualitas prasarana, pengelolaan data, informasi dan komunikasi publik.
•Meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina jasa konstruksi di pusat dan daerah.
PERENCANAAN KINERJA Halaman 35 | 147
terluar); dan (iii) program-program pembangunan infrastruktur PU dan permukiman yang berbasiskan pemberdayaan masyarakat.
Dukungan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman dilaksanakan melalui upaya-upaya: peningkatan ketahanan pangan, dukungan infrastruktur bagi peningkatan daya saing sektor riil, meningkatkan kelancaran arus barang dan jasa, peningkatan investasi infrastruktur melalui KPS dan peningkatan pencapaian
MDG’s. Sedangkan dukungan terhadap peningkatan kualitas lingkungan dilaksanakan melalui upaya-upaya: (i) penerapan prinsip-prinsip green construction dalam pelaksanaan seluruh pembangunan infrastruktur PU dan permukiman; (ii) mendorong pembangunan secara umum dan khususnya pembangunan infrastruktur PU dan permukiman yang berbasiskan penataan ruang; dan (iii) peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim global. Secara diagram, peran infrastruktur PU dan permukiman dalam pembangunan nasional dapat dilihat pada Gambar
Selain kebijakan umum, Kementerian Pekerjaan Umum juga memiliki kebijakan operasional yang pelaksanaannya ditentukan berdasarkan skenario pembangunan yang dipilih dan dapat mengantisipasi berbagai isu dan lingkungan strategis yang berkembang. Berdasarkan tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi tersebut, serta dikaitkan dengan penganggaran, maka Kementerian PU menetapkan 9 (sembilan) program yang melekat pada eselon I dimana masing-masing Eselon I memiliki 1 (satu) program (kecuali Sekretariat Jenderal dengan 2 program). Seluruh program tersebut dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan yang melekat pada Unit Kerja Eselon II, Balai, dan Satuan Kerja. Adapun program tersebut sebagai berikut:
1. Program penyelenggaraan penataan ruang (Direktorat Jenderal Penataan Ruang),
2. Program pengelolaan sumber daya air (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air),
3. Program penyelenggaraan jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga),
4. Program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman (Direktorat
Jenderal Cipta Karya),
5. Program pembinaan konstruksi (Badan Pembinaan Konstruksi),
6. Program penelitian dan penembangan Kementerian PU (Badan Penelitian dan
Pengembangan),
7. Program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kementerian Pekerjaan
Umum (Inspektorat Jenderal),
8. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian
Pekerjaan Umum (Sekretariat Jenderal), dan
9. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Pekerjaan Umum
(Sekretariat Jenderal).
2.2.
Perjanjian Kinerja tahun 2014
Tabel 2.1 Penetapan Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2014
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Program Anggaran (Rp)
1 Meningkatnya Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa (dibangun/ditingkatkan dan
Kapasitas Tampung Sumber Air yang Dibangun/Ditingkatkan dan Dijaga/ Pengelolaan SDA Terpadu oleh Balai-Balai SDA
15 Wilayah Sungai
9 Wilayah Sungai
Debit Air Layanan Sarana/Prasarana Air Baku untuk Memenuhi Kebutuhan
3 Berkurangnya Luas Kawasan yang Terkena Dampak Banjir
Luas Kawasan yang Terlindung dari Bahaya Banjir (dibangun/ditingkatkan dan operasi/
Tingkat Kemantapan Jalan 94 %
Program [2] Penyelenggaraan
Jalan
43.042.219.166.000 Tingkat Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan
Daerah Menuju 60% Kondisi Mantap 100 %
Tingkat Penggunaan Jalan Nasional 91,55 Milyar Kendaraan Kilometer
5 Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional
Panjang Peningkatan Struktur/ Pelebaran
Jalan 4.631 Km
Panjang Jalan Baru yang Dibangun 1.047 Km
6
Meningkatnya Kualitas Layanan Air Minum dan Sanitasi Permukiman Perkotaan
Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum 8.179 Liter/detik 308 IKK
Program [3] Pembinaan dan
Infrastruktur
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Program Anggaran (Rp)
157 Kabupaten/Kota Permukiman
Jumlah Pemda/PDAM yang Dibina
Kemampuannya 120 PDAM
7 Meningkatnya Kualitas Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang
Jumlah Rusunawa yang Dibangun 25 Twin Block Jumlah Kawasan Permukiman dan Penataan
Bangunan yang Direvitalisasi 55 Kawasan
8
Jumlah Rencana Tata Ruang dan Rencana Terpadu Program Pengembangan Infrastruktur Jangka Menengah Pulau/ Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional
6 RAPERPRES
Akuntabilitas Kinerja, Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) dan Laporan Triwulan
1 Laporan
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Program Anggaran (Rp)
11
Meningkatnya Kualitas Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur
Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang Mendapat Pendidikan dan Pelatihan
7.168 Pegawai
Jumlah Pegawai yang Terlayani
Administrasi Kepegawaian serta Jumlah Tata Laksana Standar Operasional Prosedur (SOP) yang Disusun
Jumlah Peta Profil Infrastruktur dan Jaringan Local Area Network (LAN)
588 Peta Tematik
Jumlah Layanan Informasi Publik 230 Buku 190 Temu Pers
Luas Bangunan Gedung Kantor Kementerian PU yang Ditingkatkan dan Dipelihara
37.623 m² Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah
Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang Terbina Sesuai dengan Peraturan Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Jasa
Konstruksi yang Terlatih 15.000 Orang Tingkat Daya Saing Industri Konstruksi
Nasional dalam Skala Global
1 Point Infrastructure GCI
15 Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) Siap Pakai
Prosentase IPTEK yang Masuk Bursa
Teknologi Bidang PU 28,26 % Program [9]
Penelitian dan Pengembangan
Rp 494.975.374.000 Prosentase penambahan SPMK yang
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Program Anggaran (Rp)
Prosentase Pelayanan Teknis yang
Diterima Stakeholder 50,85 %
Prosentase Teknologi Tepat Guna yang
Digunakan oleh Stakeholder 32,48 %
AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 41 | 147
BAB 3
AKUNTABILITAS KINERJA
3.1.
Capaian Kinerja Organisasi
Seluruh program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU) melalui unit-unit kerja di bawahnya perlu dijabarkan secara terukur, baik kuantitas maupun kualitasnya, untuk memperoleh gambaran pencapaian atas pelaksanaan masing-masing program dan kegiatan tersebut (kinerja).
Secara umum, pengukuran kinerja Kementerian PU tahun 2014 masih mencerminkan capaian
atas output dari kegiatan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan. Namun demikian,
terpat pula sejumlah indikator kinerja yang sudah mencerminkan kinerja outcome. Adapun
berdasarkan karakteristik tugas yang dilaksanakan Kementerian PU, capaian outcome baru
dapat terlihat pada tahun-tahun berikutnya. Hal itu dapat terjadi dikarenakan beberapa hal sebagai berikut:
Rumusan indikator kinerja utama memang masih bersifat output langsung dari kegiatan
dan belum dilakukan revisi terhadap Permen PU nomor 22 tahun 2010 tentang IKU di lingkungan Kementerian PU,
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum sebagian diantaranya bersifat
concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) serta hal-hal yang bersifat strategis nasional lainnya,
Pelaksanaan pembangunan sejumlah infrastruktur pekerjaan umum berskala besar
dilakukan secara tahun jamak atau multiyears,
Target dan sasaran pembangunan infrastruktur pekerjaan umum sebagian besar
dituangkan secara eksplisit berbentuk output dalam dokumen RPJMN.
Oleh karena itu, dalam rangka mengukur kinerja manfaat maka dalam laporan ini disajikan pula sejumlah indikator secara langsung ataupun tidak langsung dapat digunakan sebagai pendekatan untuk meninjau pengaruh kinerja Kementerian PU.
3.1.1.Pengukuran Kinerja Tahun 2014
Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2014
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan Target Realisasi Capaian (%)
1 Meningkatnya Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa (dibangun/ditingkatkan dan
Kapasitas Tampung Sumber Air yang Dibangun/ Ditingkatkan dan Dijaga/ Pengelolaan SDA Terpadu oleh Balai-Balai SDA
Wilayah Sungai 15 11,00 73,33
Wilayah Sungai 9 0,68 33,97
Debit Air Layanan Sarana/Prasarana Air Baku untuk Memenuhi Kebutuhan Domestik, Perkotaan dan Industri dibangun/
3 Berkurangnya Luas Kawasan yang Terkena Dampak Banjir
Luas Kawasan yang Terlindung dari Bahaya Banjir (dibangun/ditingkatkan dan operasi/
Tingkat Penggunaan Jalan Nasional Milyar kendaraan kilometer
91,55
97,56 106,56
5 Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional
Panjang Peningkatan Struktur/ Pelebaran
Jalan Kilometer 4.631 4.132 89,22
Panjang Jalan Baru yang Dibangun
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan Target Realisasi Capaian
Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum Liter/detik 8.179 10.353
115,40 Ibu Kota Kecamatan
(IKK) 308 321
Peningkatan Jumlah Pelayanan Sanitasi Kawasan 712 733
96,69
Kabupaten/Kota 157 142
Jumlah Pemda/PDAM yang Dibina
Kemampuannya PDAM 120 119 99,17
7 Meningkatnya Kualitas Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang
Jumlah Rusunawa yang Dibangun Twin Block 25 25 100,00
Jumlah Kawasan Permukiman dan Penataan
Bangunan yang Direvitalisasi Kawasan 55 54 98,18
8 Meningkatnya Kualitas
Kelurahan/Desa 15.723 16.106 102,44
9 Terwujudnya Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan dan Standarisasi Teknis Bidang Penataan Ruang
Jumlah Rencana Tata Ruang dan Rencana Terpadu Program Pengembangan Infrastruktur Jangka Menengah Pulau/ Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan Target Realisasi Capaian (%)
Penyusunan Dokumen Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja, Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) dan Laporan Triwulan
Laporan Keuangan
Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang Mendapat Pendidikan dan Pelatihan
Pegawai 7.168 6.273 87,50
Jumlah Pegawai yang Terlayani
Administrasi Kepegawaian serta Jumlah Tata Laksana Standar Operasional Prosedur (SOP) yang Disusun
Jumlah Peta Profil Infrastruktur dan Jaringan Local Area Network (LAN)
Peta Tematik 588 588
100,00
Orang 4.000 4.000
Jumlah Layanan Informasi Publik Buku 230 273
149,60
Temu Pers 190 343
Luas Bangunan Gedung Kantor Kementerian PU yang Ditingkatkan dan Dipelihara
meter² 37.623 37.623
Infrastruktur di Lingkungan Kementerian PU
% 50 54,75% 109,50
14 Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah
Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang Terbina Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
Provinsi 4 31 775,00
Kabupaten/ Kota 56 278 496,43
Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Jasa
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan Target Realisasi Capaian (%)
Tingkat Daya Saing Industri Konstruksi Nasional dalam Skala Global
Point
Infrastructure GCI 1 5 500,00
15 Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) Siap Pakai
Prosentase IPTEK yang Masuk Bursa
Teknologi Bidang PU % 28,26 28,26 100,00
Prosentase penambahan SPMK yang
diberlakukan oleh menteri PU % 30,00 30,00 100,00
Prosentase Pelayanan Teknis yang
Diterima Stakeholder % 50,85 50,85 100,00
Prosentase Teknologi Tepat Guna yang
Digunakan oleh Stakeholder % 32,48 32,48 100,00
AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 47 | 147
Terkait dengan permasalahan tender/lelang, penyedia jasa, dan pembebasan lahan, dan
pengelolaan sumber daya aparatur telah didorong dengan upaya menerbitkan sejumlah peraturan sebagai berikut:
- Percepatan pembebasan lahan: (1) Peraturan Menteri PU Nomor 17/PRT/M/2014 tentang Peraturan Bersama Antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Badan Pertanahan Nasional Tentang Tata Cara Penyelesaian Pengusahaan Tanah Yang Berada Di Dalam Kawasan Hutan; (2) Peraturan Menteri PU Nomor 06/PRT/M/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12/PRT/M/2008 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Dukungan Pemerintah Terhadap Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Jalan Tol Yang Dibiayai Oleh Badan Usaha;
- Kendala peralatan dalam proyek: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PRT/M/2014 tentang Jenis Dan Tata Cara Penggunaan Peralatan Konstruksi Di Kementerian Pekerjaan Umum;
- Terkait pengembangan SDM: (1) Peraturan Menteri PU Nomor 13/PRT/M/2014 tentang Pembinaan dan Pengembangan Aparatur Kementerian PU; dan (2) Peraturan Menteri PU Nomor 24/PRT/M/2014 tentang Pedoman Pelatihan Berbasis Kompetensi Bidang Jasa Konstruksi;
- Terkait dengan penyedia jasa: (1) Peraturan Menteri PU Nomor 19/PRT/M/2014 tentang Perubahan peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi; dan (2) Peraturan Menteri PU Nomor 10/PRT/M/2014 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing;
Terkait opini BPK-RI yang memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas
Laporan Keuangan Kementerian PU tahun 2012, namun dengan Paragraf Penjelasan
PP yaitu Pencatatan dan pelaporan persediaan per Desember Tidak
berdasarkan stock opname dan tidak. Terkait hal ini telah berhasil diperbaiki sehingga pada tahun 2013 meraih WTP murni dan diharapkan pada tahun 2014 dapat dipertahankan. Hal itu berhasil dilakukan dengan pelaksanaan: optimalisasi SDM dalam meningkatkan kualitas Laporan Keuangan dan BMN, serta penatausahaan dan pengelolaan BMN.
Terkait dengan peningkatan penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
dan reformasi birokrasi yang memenuhi kaidah dan ketentuan yang berlaku di lingkungan Kementerian PU, sehingga dapat dipergunakan sebagai acuan penyusunan sasaran program dan kegiatan dalam rencana kinerja tahunan. Terkait hal ini telah dilakukan sejumlah pengembangan pada sistem e-monitoring dan pengembangan sistem informasi pemantauan indikator kinerja secara berkala. Hal itu telah dapat meningkatkan nilai evaluasi SAKIP, namun belum signifikan. Selain itu, seiring dengan perubahan organisasi dan perubahan indikator kinerja pada tahun 2015-2019, maka diperlukan penyesuaian kembali. Terutama dengan terbitnya Perpres 29 tahun 2014 tentang SAKIP dan Permen PAN dan RB nomor 53 tahun 2014, serta perubahan nomenklatur dan struktur organisasi baru Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 49 | 147
SASARAN STRATEGIS 1 Meningkatnya Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
Capaian kinerja sasaran strategis ini diukur dengan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama sebagai
tolok ukur keberhasilannya, yaitu luas cakupan layanan jaringan irigasi dan rawa, baik yang
dibangun/ditingkatkan maupun yang dioperasikan/dipelihara.
Tabel 3.2 Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa Tahun 2014
Indikator Kinerja Utama Target Realisasi %
Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
Dibangun/ditingkatkan 100.516,87 ha 98.362,23 ha 97,86 Dioperasikan/dipelihara 4.124.993,42 ha 4.071.740,40 98,71
Indikator kinerja ini diarahkan agar layanan jaringan irigasi dan rawa agar lebih optimal, terutama dalam aspek operasi dan pemeliharaan mengingat kegiatan operasi dan pemeliharaan tersebut ditujukan untuk menjaga infrastruktur jaringan irigasi dan rawa tetap terpelihara dan dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Pada tahun 2014, target luas cakupan layanan jaringan irigasi dan rawa yang dibangun/ditingkatkan adalah sebesar 98.362,23 ha dimana untuk realisasinya kurang dari target yang ditentukan sebesar 100.516,87 ha (97,86%). Sedangkan target luas cakupan layanan jaringan irigasi dan rawa yang dioperasikan/dipelihara adalah sebesar 4.124.993,42 ha dimana untuk realisasinya masih belum mencapai target yang ditentukan, yakni hanya sebesar 4.071.740,40 ha (98,71%).
Diantara kendala dalam pelaksanaan indikator kinerja ini adalah terbatasnya jumlah sumber daya manusia dalam melakukan pekerjaan fisik di lapangan, terutama pada kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah.
Capaian indikator kinerja pada tahun 2010-2014
Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis
No Indikator Kinerja
Outcome Satuan
Target
2010-2014
Capaian Tahunan Capaian
2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
1. Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
Hektar (dibangun/ ditingkatkan)
1.050.000 123.080 136.759 143.835 117.173 98.362 619.209
Hektar (dioperasikan/
dipelihara)
3.525.000 3.422.996 3.183.594 3.197.000 3.781.884 4.071.740 17.657.214
Sumber: Midterm Review Rencana Strategis Kementerian PU 2010-2014, LAKIP Kementerian PU tahun 2013.
AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 51 | 147
penting bagi perkembangan sektor pertanian, khususnya pertanian pangan dan sebagian mendukung sektor industri yang memerlukan air baku dalam jumlah besar. Selain itu mendukung pula penyediaan air baku untuk air minum pada sektor permukiman dan mendukung penyediaan air untuk pembangkit listrik tenaga air. Adapun indikator kinerja ini secara nasional diarahkan untuk dapat mendukung ketahanan pangan.
Tabel 3.3 Nilai Tambah (Milyar Rp) Sektor Pertanian Pangan Tahun 2009-2013
(Harga Konstan Tahun 2000)
Tahun Nilai Tambah Pertanian Pangan
Pertumbuhan (%)
Konstribusi pada PDB (%)
2009 149.059 5,0 6,84
2010 151.501 1,6 6,55
2011 154.154 1,8 6,25
2012 158.910 3,1 6,07
2013 161.970 1,9 5,85
2014* 168.630 4,1 5,81
Keterangan: *Angka Sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik
Posisi sektor pertanian pangan sendiri termasuk sangat penting bagi penyediaan pangan nasional dan sangat membutuhkan pengaturan dan penyediaan air untuk irigasi. Rata-rata pertumbuhan nilai tambah sektor pertanian pangan selama tahun 2009-2014 sekitar 2,9%. Nilai tambah sektor pertanian pangan tahun 2009 sekitar Rp. 149 triyun dan meningkat menjadi Rp. 168 trilyun tahun 2014. Walaupun mengalami pertumbuhan, kontribusi pada PDB menarik menurun. Penurunan ini adalah karena pertumbuhan sektor lain yang lebih cepat, sehingga pertumbuhan sektor pertanian pangan lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi. Lambatnya pertumbuhan sektor pangan berkaitan dengan kapasitas lahan yang secara alamiah terbatas masa panen serta alih fungsi lahan pertanian.
Gambar 3.1 Nilai Tambah Sektor Pertanian Pangan dan Kontribusi pada Ekonomi Nasional Tahun 2009-2013
Sumber: Badan Pusat Statistik