• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Pemda/PDAM yang dibina kemampuannya

Dalam dokumen Lakip Kementerian PU 2014 upload (Halaman 84-100)

Upaya peningkatan jumlah layanan air minum selain dilakukan melalui pengembangan SPAM juga dilakukan melalui pembinaan kemampuan pemerintah daerah/PDAM. Pada awal tahun 2014, ditetapkan target pembinaan pemda/PDAM dilakukan pada 120 PDAM dan pada akhir tahun 2014 memenuhi target sebesar 119 PDAM (99,17%). Tidak maksimalnya pencapaian target outcome ini di tahun 2014 dikarenakan terjadinya revisi anggaran.

Tabel 3.20 Capaian Pembinaan Kemampuan Pemda/PDAM Tahun 2014

Indikator Kinerja Utama Target Realisasi %

Capaian Pembinaan Kemampuan

Pemda/PDAM 120 PDAM 119 PDAM 99,17

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tren pencapaian outcome ini cenderung

fluktuatif dari pembinaan Pemda/PDAM sebanyak 102 ditahun 2010 menurun menjadi 87 tahun 2011 kemudian meningkat lagi menjadi 124 tahun 2012 dan 119 ditahun 2014..

Bertambahnya daerah pemekaran menjadikan jumlah PDAM meningkat karena setiap kabupaten/kota menginginkan memiliki PDAM sendiri. Hal ini mengakibatkan banyak sekali berdiri PDAM baru. Namun demikian, berdirinya PDAM ini rupanya tidak diimbangi oleh kapasitas SDM maupun manajemen pengelolaannya termasuk dukungan penganggaran daerah sehingga berakibat banyak PDAM baru yang masuk dalam kategori sakit. Selain kendala SDM dan manajemen, penyehatan PDAM juga menjadi proses yang menyulitkan ketika tarif menjadi isu politik di daerah. Dengan adanya kendala-kendala tersebut, beberapa tindakan telah dilakukan di antaranya:

 Evaluasi kinerja penyelenggara SPAM PDAM hanya dilakukan terhadap PDAM yang

telah diaudit kinerjanya oleh BPKP, oleh karena itu akan dilakukan MoU dengan BPKP untuk menambah data PDAM yang diaudit.

 Meningkatkan komunikasi dengan Pemda dan PDAM melalui peningkatan koordinasi

dengan Kementerian Dalam Negeri dan PERPAMSI.

 Pendampingan terhadap PDAM dalam mereview proposal pinjaman perbankan serta

AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 77 | 147

Berdasarkan grafik tersebut diatas, indikator kinerja peningkatan jumlah pelayanan sanitasi tidak berbanding lurus secara signifikan terhadap akses sanitasi layak, dengan demikian terdapat kemungkinan bahwa terdapat faktor lain yang ikut memberikan kontribusi secara signifikan terhadap peningkatan akses sanitasi layak.

Pembangunan Bidang Pemukiman yang meliputi penyediaan air minum, penyehatan lingkungan permukiman dan bangunan yang disediakan secara langsung melalui pembangunan oleh pemerintah pusat maupun pembinaan, pengaturan dan pengawasan pada pemerintah daerah merupakan bagian penting peningkatan kualitas hidup penduduk. Perbaikan permukiman ini merupakan bagian penting untuk pengurangan permukiman kumuh.

Gambar 3.7 Perkembangan Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia Tahun 2009-2014

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Indikator kualitas hidup terpenting dalam pembangunan adalah angka harapan hidup (life

expectancy). Angka harapan hidup mencerminkan kualitas hidup masyarakat, akibat menurunnya berbagai penyakit yang menyerang.

Angka harapan hidup dipengaruhi oleh banyak hal, seperti perilaku individu/ masyarakat, pelayanan kesehatan, genetis dan faktor lingkungannya. Lingkungan permukiman yang baik adalah salah satu faktor dominan yang menentukan kualitas kesehatan masyarakat, karena Angka Harapan Hidup juga akan meningkat.

Angka Harapan Hidup penduduk Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan 70,4 tahun, atau tumbuh rata-rata 0,31 per-tahun dari tahun 2009. Pertumbuhan angka harapan hidup ini biasanya memang lambat karena perubahannya yang bersifat mendasar. Perbaikan infrastruktur permukiman yang masif dapat menjadi faktor penguat peningkatan angka harapan hidup.

AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 79 | 147 Tabel 3.24 Capaian Revitalisasi Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan

Indikator Kinerja Utama Target Realisasi %

Jumlah kawasan permukiman dan penataan bangunan yang direvitalisasi

55

Kawasan

54

Kawasan 98,18

Salah satu isu yang mengemuka dalam hal penataan bangunan adalah terkait Perda Bangunan Gedung (BG), dimana Perda BG merupakan ujung tombak dalam pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib dan andal sesuai fungsinya Pengaturan Perda Bangunan Gedung sangat penting karena dalam kenyataannya masih banyak ditemui permasalahan penataan bangunan dan lingkungan. Hingga saat ini, dari 503 kab/kota, baru 251 kab/kota yang telah memiliki Perda BG (49%), 166 kab/kota telah memiliki Ranperda BG dan 86 kab/kota belum memiliki Ranperda BG 5

Upaya yang dilakukan dalam mendorong terealisasinya Perda BG di tahun 2014 diantaranya adalah melalui fasilitasi penyusunan Ranperda BG di 39 kab/kota yang diarahkan untuk mewujudkan peraturan daerah tentang bangunan gedung yang mengadopsi muatan lokal untuk terwujudnya tertib penyelenggaraan BG, baik secara administratif maupun teknis.

Capaian indikator kinerja pada tahun 2010-2014

Tabel 3.25 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang Tahun 2010-2014

No Indikator Kinerja

Outcome Satuan

Target 2010-2014

Capaian Tahunan Capaian 2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014 1. Jumlah rusunawa yang dibangun Twin Block 250 40 78 48 67 25 250 Unit 24.750 3.957 6.577 4.396 6.633 2.501 24.915 2. Jumlah kawasan permukiman dan penataan bangunan yang direvitalisasi Kawasan 1.355 137 322 411 437 54 1.330

Sumber: Laporan Kinerja DJCK tahun 2014

Pencapaian sasaran meningkatnya kualitas permukiman dan penataan ruang ditandai dengan indikator terbangunnya rusunawa dan terevitalisasinya kawasan permukiman dan penataan bangunan. Adapun capaian terhadap sasaran strategis ini pada tahun 2010-2014, 1 (satu) indikator dapat memenuhi bahkan melampaui target Rencana Strategis, yaitu rusunawa yang dibangun. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel di atas, capaian sasaran pembangunan rusunawa terhadap target renstra sebesar 250 TB telah tercapai sebesar 250 TB (akumulasi dari tahun 2010-2014) atau tercapai 100%,.

Sedangkan kegiatan revitalisasi kawasan permukiman dan penataan bangunan masih terdapat kekurangan (gap) sebanyak 25 kawasan, yaitu tercapai 1.330 dari target renstra 1.589 kawasan (akumulasi dari tahun 2010-2014).

AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 81 | 147

Beberapa kendala yang terjadi selama pelaksanaan tahun 2014 terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah:

 Pada P2KP, 1] kinerja dana bergulir masih rendah dimana hanya 30% dana bergulir

yang berjalan baik, 2] tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan hanya 8 % diatas indikator minimal program (indicator minimal 40%, capaian 48%), 3] masih terdapat pergantian pendamping masyarakat di kelurahan (fasilitator kelurahan) tahun 2014 sebesar 11 persen, dimana pergantian ini menyebabkan terjadinya kekosongan pendampingan di lapangan selama beberapa saat, 4] pemeliharaan hasil pembangunan infrastruktur masih belum optimal untuk menjamin infrastruktur, 5] masih sedikit pemerintah kab/kota yang siap untuk alih kelola program;

 Untuk kegiatan PPIP, kendala disebabkan adanya revisi DIPA dan revisi SK Satker yang

mempengaruhi proses mobilisasi fasilitator. Terhadap kendala-kendala tersebut, telah dilakukan pendampingan dan pengawalan penuh terkait Revisi DIPA dan Revisi SK Satker serta percepatan mobilisasi Fasilitator.

Pada program P2KP, selama tahun 2014, penerima manfaat program ini adalah sebanyak 2.745.528 jiwa masyarakat miskin.

Capaian indikator kinerja pada tahun 2010-2014

Tabel 3.27 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Infrastruktur Permukiman Perdesaan/ Kumuh/ Nelayan dengan Pola Pemberdayaan Masyarakat

Tahun 2010-2014

No Indikator Kinerja

Outcome Satuan

Target 2010-2014

Capaian Tahunan Capaian 2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah kelurahan/ desa yang ditingkatkan infrastruktur permukiman perdesaan/ kumuh/ nelayan. Kel/ Desa 36.985 14.848 16.792 16.517 27.569 16.106 59.036

Sumber: Laporan Kinerja DJCK tahun 2014

Karena secara kuantitatif target Renstra tersebut telah tercapai maka perlu dilakukan review terhadap capaian output ini, yaitu Pembangunan Infrastruktur Perdesaan/kumuh/nelayan dengan pola pemberdayaan yang hingga saat ini masih menjadi prioritas pembangunan untuk

dapat mengentaskan kemiskinan masyarakat perdesaan/perkotaan. Pada rencana

pembangunan jangka menengah selanjutnya, keberlanjutan kegiatan ini akan sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan nasional serta tercapainya perbaikan sasaran perbaikan tingkat kemiskinan secara nasional yang akan dievaluasi pada akhir 2014.

AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 83 | 147 Tabel 3.29 Penetapan Perpres RTR KSN dan Pulau/Kepulauan Tahun 2014

RTR KSN RTR Pulau/Kepulauan

1. Kawasan Borobudur dan sekitarnya (Perpres Nomor 54 Tahun 2014)

1. Kepulauan Nusa Tenggara (Perpres Nomor 56 Tahun 2014) 2. Kawasan TN Gunung Merapi

(Perpres Nomor 70 Tahun 2014)

2. Pulau Papua

(Perpres Nomor 57 Tahun 2014) 3. KSN Danau Toba

(Perpres Nomor 81 Tahun 2014)

3. Kepulauan Maluku

(Perpres Nomor 77 Tahun 2014) 4.

Kawasan Perbatasan Negara (KPN) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) (Perpres Nomor 179 Tahun 2014)

Sumber: Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Penataan Ruang tahun 2014

Adapun untuk 36 RPI2JM Pulau/Kepulauan dan KSN sebagai wujud operasionalisasi dari RTR Pulau/Kepulauan dan KSN tersebut, terdiri dari 30 RPI2JM KSN Non Perkotaan dan 6 KSN Perkotaan yang secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.30 Capaian Penetapan RPI2JM

RPI2JM Pulau/Kepulauan

1. Cekungan Bandung 4. Sarbagita

2. Gerbangkertasusila 5. Mebidangro

3. Jabodetabekpunjur 6. Mamminasata

RPI2JM Kawasan Strategis Nasional

1. Taman Nasional Ujung Kulon 16. Perbatasan Sabang 2. Kawasan Gunung Rinjani 17. Perbatasan Pacangsanak 3. Heart of Borneo 18. KAPET Banda Aceh Darussalam

4. Kasaba 19. KAPET Bima

5. DAS Tondano 20. KAPET Mbay

6. Kawasan Toraja 21. KAPET Khatulistiwa

7. Taman Nasional Komodo 22. KAPET DAS KAKAB 8. Kawasan Candi Prambanan 23. KAPET Batulicin

9. Selat Sunda 24. KAPET Sasamba

10. Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Raja Ampat 25. KAPET Manado – Bitung

11. Kawasan Timika 26. KAPET Palapas

12. Kawasan Sorowako 27. KAPET Pare-Pare

13. Perbatasan Aceh – Sumut 28. KAPET Bang Sejahtera 14. Perbatasan Sulut – Gorontalo – Sulteng 29. KAPET Seram

15. Perbatasan Riau – Kepri 30. KAPET Biak Sumber: Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Penataan Ruang tahun 2014

Capaian indikator kinerja tidak terlepas dari keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang mendukungnya melalui capaian indikator kinerja output. Adapun, Kegiatan Pelaksanaan Penataan Ruang Nasional memberikan kontribusi melalui 3 (tiga) indikator kinerja output yakni: laporan kegiatan penguatan kapasitas dan pengembangan kelembagaan dan penyusunan RPIIJM pulau, kepulauan, dan KSN non perkotaan (30 RPI2JM dan 36 Laporan); penyusunan dokumen kajian review RTRWN, materi teknis, laporan fasilitasi legalisasi, dan Raperpres Pulau, Kepulauan, dan KSN non perkotaan (6 Raperpres, 6 Materi Teknis, 1 Kajian, dan 16 Laporan); dan materi teknis dan dokumen NSPK nasional (5 NSPK dan 4 Materi Teknis NSPK), KSN yang ditingkatkan kapasitas dan kualitas penataan ruang serta kelembagaan KSN perkotaannya (6

AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 85 | 147 Tabel 3.32 Capaian Persetujuan Suibstansi Rencana Rinci RTRW Kabupaten/Kota

Kabupaten Kota

1. BWP Kota Sumenep 1. Kota Serang

2. Kawasan Perkotaan Sungai Liat – Kabupaten Bangka 2. Kota Yogyakarta 3. Kawasan Perbatasan Kab. Bengkulu Tengah - Kota Bengkulu 3. Kabupaten Sidoarjo 4. Kawasan Strategis Provinsi Rawa Pening – Prov. Jawa Tengah 4. Kabupaten Medan 5. Kawasan Strategis Provinsi Bregasmalang – Prov. Jawa Tengah

6. Kawasan Perkotaan Parigi – Kabupaten Parigi Moutong Sumber: Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Penataan Ruang tahun 2014

Adapun dari 6 rencana rinci RTRW Kabupaten yang belum memenuhi target persetujuan substansi, 1 rencana rinci masih dalam proses penyempurnaan materi muatan teknis, 3 rencana rinci masih dalam proses untuk dibahas dalam forum BKPRN, serta 2 rencana rinci masih dalam tahap pembahasan forum BKPRN. Kemudian, 8 rencana rinci RTRW Kota yang belum memperoleh persetujuan substansi, masih dalam proses pembahasan pada forum BKPRN. Upaya yang dilakukan oleh Kementerian PU dalam mendorong pencapaian target persetujuan substansi rencana rinci RTRW dilakukan melalui pembinaan yang intensif oleh direktorat teknis dengan melaksanakan bimbingan teknis. Hal tersebut dimaksudkan untuk membantu penyelesaian permasalahan yang dihadapi di daerah menyangkut kurangnya koordinasi antar sektor di daerah dalam penyusunan persetujuan substansi rencana rinci RTRW dan kurangnya kesiapan pemda dalam menghadapi prosedur persetujuan substansi yang relatif panjang.

Upaya pembinaan penyelenggaraan penataan ruang terhadap provinsi/ kabupaten/kota dilaksanakan dengan memperhatikan amanat Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Terkait hal tersebut, Kementerian PU pada tahun 2014 sebagaimana tahun- tahun sebelumnya melakukan pembinaan/pendampingan secara komprehensif terhadap Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka persetujuan substansi dan penyelesaian Perda RTRW.

Capaian indikator kinerja pada tahun 2013-2014

Tabel 3.33 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Bidang Penataan Ruang

No Indikator Kinerja Realisasi

2013 % 2014 %

1. Jumlah rencana tata ruang dan rencana terpadu program pengembangan infrastruktur jangka menengah, Pulau/Kepulauan & KSN 32 Raperpres (29 KSN non Perkotaan, 3 KSN Perkotaan) 30 RPI2JM (7 Pulau, 19 KSN non Perkotaan, 4 KSN Perkotaan) 100 6 Raperpres 36 RPI2JM 100 2. Jumlah Provinsi/ Kabupaten/Kota yang mendapat pembinaan penyelenggaraan penataan ruang 22 RTRW Kab 18 RTRW Kota 80,20 12 RR RTRW Kab 12 RR RTRW Kota 77,11 3. Jumlah Kota/Kabupaten yang memenuhi SPM Kota SPM: 4 Kota Kabupaten SPM: 18 Kab 99,70 Kota SPM: 2 Kota Kabupaten SPM: 39 Kab 98,36

AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 87 | 147

subtansi dan ditetapkan menjadi Perda. Dengan demikian, target pembinaan RTRW Prov/Kab/Kota sebagaimana tercantum dalam Renstra 2010-2014 telah terpenuhi seluruhnya (33 Provinsi, 397 Kabupaten, dan 93 Kota).

Maksud pelaksanaan penataan ruang secara umum dilakukan dalam untuk mengatur pemanfaatan ruang yang optimal dan berkelanjutan. Diantara upayanya adalah penyeimbangan jumlah dan berbagai kegiatan penduduk di antara wilayah-wilayah yang nasional. Kesimbangan ini kegiatan ruang ini dapat diukur pada berbagai indikator, diantaranya adalah keseimbangan atau kesejahteraan penduduk diberbagai wilayah dan kegiatan ekonominya. Kesimbangan ruang dihitung dengan menggunakan koefisien variasi. Semakin kecil koefisien variasi menunjukkan semakin seimbang kegiatan antar wilayah.

Hasil keseimbangan ruang antar wilayah yang dilihat dari indikator Indeks Pembangunan Manusia, dari tahun 2009-2013. Jurang (gap) tingkat kesejahteraan penduduk antar wilayah di Indonesia semakin mengecil, yang dapat dilihat dari koefisien variasi yang pada tahun 2009 sebesar 3,03% semakin menurun menjadi 2,75%. Wilayah-wilayah yang tingkat kesejahteraan relatif rendah seperti Bali dan Nusa Tenggara mengalami peningkatan kesejahteraan yang relatif cepat bila dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Tabel 3.34 Keseimbangan Tingkat Kesejahteraan Penduduk dan Keseimbangan Kegiatan Ekonomi Antar Wilayah

Wilayah

Keseimbangan Tingkat Kesejahteraan Penduduk

Keseimbangan Kegiatan Ekonomi Antar Wilayah 2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013 Sumatera 73,0 73,4 73,9 74,3 74,8 372.621 396.971 424.231 453.318 481.759 Jawa 72,9 73,4 73,8 74,3 74,8 1.254.083 1.334.260 1.424.517 1.520.481 1.615.488 Kalimantan 71,9 72,3 72,8 73,4 74,1 135.024 146.381 159.444 172.955 182.713 Sulawesi 71,0 71,5 72,0 72,5 73,0 98.004 106.084 114.674 124.666 134.519 Bali-NT 67,6 68,2 68,9 69,6 70,2 58.086 61.502 63.543 66.093 69.951 Maluku-Papua 68,2 68,6 69,1 69,6 70,1 35.377 35.584 35.441 36.723 40.911 Nasional 71,8 72,3 72,8 73,3 73,8 1.953.196 2.080.782 2.221.850 2.374.236 2.525.342 Koefisien Variasi (%) 3,03 2,93 2,85 2,78 2,75 132,0 131,8 131,8 131,7 131,5

Sumber: Badan Pusat Statistik

Selanjutnya hasil keseimbangan ruang dapat dilihat dari sebaran kegiatan ekonomi di Indonesia. Walaupun secara faktual kegiatan ekonomi nasional masih terpusat di P. Jawa, yaitu sekitar 64%, namun walaupun lambat, telah terjadi penyebaran kegiatan ekonomi antar wilayah yang semakin seimbang. Hal tersebut ditunjukkan dengan koefisien variasi yang mengecil.

AKUNTABILITAS KINERJA Halaman 89 | 147

Dalam dokumen Lakip Kementerian PU 2014 upload (Halaman 84-100)