BAB I PENDAHULUAN
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, penyusun mengharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Menjadi referensi kesesuaian data DEM terhadap data kontur BIG dan pengukuran topografi lapangan.
2. Memberikan informasi tentang karakteristik fisik DAS pada sungai Progo. 3. Menjadi referensi dalam teknik analisis karakteristik fisik pada sebuah
DAS.
4. Menjadi referensi pembanding terhadap pengaruh penggunaan data dan metode yang berbeda terhadap hasil karakteristik fisik DAS yang diperoleh. 5. Menjadi referensi pembanding terhadap karakteristik fisik DAS Progo yang
telah ada pada instansi terkait. F. Keaslian Penelitian
Dalam melakukan analisis batas DAS, penulis menggunakan data DEM yang bersumber dari SRTM 1 Arc Second, kemudian diolah dengan salah satu fitur spasial analisis ArcMap yaitu Watershed. Sepengetahuan penulis, belum pernah ada publikasi tentang dilakukannya analisis tentang karakteristik fisik DAS menggunakan data DEM SRTM 1Arc Second pada studi kasus sungai Progo.
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
Gerakan konstan air dan perubahan dalam keadaan fisik di planet ini disebut siklus air, juga dikenal sebagai sifat kincir air, atau siklus hidrologi. Kata Siklus menyiratkan bahwa air berasal dari satu sumber dan akhirnya kembali ke sumber itu. Air berasal dari lautan dan kembali ke lautan. Dalam perjalanan, air dapat berubah keadaan dari uap (gas), cairan (air), menjadi padat (es dan salju) dalam urutan apapun. Air di laut menguap dan menjadi uap air di atmosfer. Beberapa kelembaban ini di atmosfer jatuh sebagai hujan, yang kadang-kadang menguap sebelum dapat mencapai permukaan tanah. Air yang mencapai permukaan tanah oleh curah hujan, beberapa mungkin menguap di mana ia jatuh, beberapa mungkin menyusup tanah, dan beberapa mungkin lari darat menguap atau menyusup di tempat lain atau masuk ke sungai. air sungai dapat terakumulasi dalam danau dan waduk permukaan, menguap atau akan terjadi oleh vegetasi riparian, meresap ke bawah ke waduk air tanah, atau mengalir kembali ke laut, di mana siklus dimulai lagi. Sirkulasi alami dari siklus hidrologi dapat diubah dengan tindakan tidak terkait dengan penggunaan air langsung. Di antaranya adalah kegiatan cuaca modifikasi (yaitu, penyemaian awan), drainase rawa dan danau, waterproofing dari permukaan tanah oleh bangunan dan trotoar, dan perubahan besar dalam penutup lahan (yaitu, penghapusan hutan dan budidaya lahan pertanian tambahan) (Hydrology Handbook of ASCE). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap fenomena hidrologi yang terjadi di dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat diperlukan sebagai dasar pengelolaan DAS (Indarto, 2013).
Daerah Aliran Sungai (DAS) atau DTA (Daerah Tangkapan Air) merupakan unit hidrologi dasar. Jika dipandang sebagai suatu sistem yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah Daerah Aliran Sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit
sungai pada suatu daerah. Hal ini sejalan dengan PP 04 tahun 2009 yang menyatakan bahwa daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air. Sedang kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS.
Salah satu bagian penting pada sebuah DAS adalah karakteristik fisik dari DAS itu sendiri, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Rahayu (2009) bahwa karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan proses hidrologi pada DAS, sedangkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat adalah variabel yang mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi DAS. Oleh karena itu, pemahaman mengenai karakteristik fisik DAS, dalam hal ini 'terrain' dan geomorfologi, pola pengaliran dan penyimpanan air sementara pada DAS, dapat membantu mengidentifikasi daerah yang memiliki kerentanan tinggi terhadap terjadinya persoalan DAS, serta perancangan teknik-teknik pengendalian yang sesuai dengan kondisi setempat.
Dalam penelitiannya tentang karakteristik fisik DAS, Bambang (2006) menyatakan bahwa dengan mengetahui karakteristik fisik DAS diharapkan dapat memudahkan pengelola terkait dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah setempat yang sesuai dengan karakteristik fisik DAS, sehingga dapat meminimalisir terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, banjir bandang dan bencana geologis, misalnya gempa bumi.
B. Peran GIS dalam Analisis DAS
Secara harafiah, SIG dapat diartikan sebagai ”suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan,
7
menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis” (Atie, 2003).
K.L. Verdin (1999) telah menyajikan sebuah sistem untuk delineasi dan kodifikasi DAS bumi yang dipercaya unik dalam menentukan batas dan penerapannya secara global. Hal ini merupakan sebuah sistem alami yang mengidentifikasi kontrol topografi drainase dan topologi jaringan sungai. Sistem ini diusulkan sebagai kerangka spasial mendasar yang dapat digunakan untuk melakukan rekonsiliasi data dan informasi dari berbagai skala model sirkulasi global untuk proyek irigasi.
Fred L. et al. (2001) menyajikan aplikasi dan model yang dapat mengambil keuntungan dari distribusi data spasial dalam format Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk analisis DAS dan tujuan pemodelan hidrologi. Jurnal tersebut juga membahas isu-isu implementasi utama bagi individu dan organisasi yang akan mempertimbangkan untuk membuat transisi ke penggunaan GIS dalam bidang hidrologi. Meluasnya penggunaan modul GIS dan distribusi model DAS memiliki faktor-faktor pengendalian yang diantaranya adalah ketersediaan data, pengembangan modul GIS, penelitian mendasar pada penerapan distribusi model hidrologi, dan penetapan peraturan dari alat-alat baru dan metodologinya. Modul GIS dan distribusi model hidrologi akan memungkinkan perkembangan hidrologi dari bidang yang didominasi oleh teknik yang membutuhkan rata-rata spasial dan metode empirisme untuk ilmu spasial yang lebih deskriptif.
Manfaat yang paling sering dikaitkan dengan penggunaan GIS di DAS dan analisis hidrologi adalah meningkatkan akurasi, sulit diduplikasi, penyimpanan peta lebih mudah, lebih fleksibel, kemudahan berbagi data, ketepatan waktu, efisiensi yang lebih besar, dan kompleksitas produk yang lebih tinggi. Secara umum, sistem GIS telah dipuji karena memungkinkan masukan yang cepat, penyimpanan, dan manipulasi informasi geospasial. Namun, teknologi GIS tidak menyediakan fasilitas input, penyimpanan, dan manipulasi data dari variasi waktu dengan cara yang mudah.
C. Analisis Spasial ArcGIS Desktop dalam Pengelolaan DAS
Fred L. at al. (2001) mendiskusikan salah satu software pendukung dalam analisis DAS yaitu ARC/INFO GIS dari Environmental Systems Research Institute (ESRI), Redlands, California. ARC/INFO GIS berisi sejumlah fungsi yang berguna untuk hidrologi yang sebagian besar merupakan pengolahan data geospasial dan mengkoordinasikan rutinitas konversi. Mayoritas fungsi-fungsi ini adalag software GRID pemodelan spasial. GRID adalah komponen dari ARC/INFO suite perangkat lunak. GRID adalah toolbox geoprocessing raster atau sel berbasis yang terintegrasi dengan ARC/INFO. Fungsi flowdirection menciptakan grid baru berupa direksi aliran dari setiap sel ke sel yang disebelahnya berdasarkan kemiringan elevasi grid sebagai masukan. FlowAccumulation berfungsi menghitung jumlah daerah hulu atau aliran yang terhitung dari sel yang mengalir ke setiap sel. Fungsi Watershed adalah menggambarkan seluruh daerah hulu yang mengalir ke sel yang disediakan pengguna sebagai titik outlet. Fungsi dari Slope, Aspect, dan Curvature adalah menghitung kemiringan, azimuth, dan kelengkungan setiap sel. Perangkat lunak GRID mampu menemukan jalur aliran hulu atau hilir dari setiap sel dalam model elevasi digital (DEM) dan panjang jalan tersebut arus, menggambarkan jaringan sungai, dan memerintahkan jaringan sungai dengan kedua metode Strahler dan Shreve. Sebagian besar fungsi analisis GRID juga tersedia dalam Spatial Analyst ArcView, produk GIS Desktop dari ESRI. Kombinasi dari semua tool dan fungsi untuk pekerjaan hidrologi ditambah kerangka bahasa pemrograman pada setiap alat analisis disediakan oleh lingkungan GIS untuk kepentingan hidrologi.
Teknik analisis hidrologi berbasis GIS berada dalam berbagai tahap pembangunan dan mulai memasukkan praktek rekayasa hidrologi yang umum digunakan. Saat ini, teknik yang paling banyak digunakan adalah GIS untuk model tradisional seperti HEC-1 dan TR-20. Tidak ada keraguan bahwa dalam teknik hidrologi modeling masa depan akan semakin tergantung pada GIS dan modul geospasial dan model interface (Fred et al., 2001).
Dalam perencanaan DAS penggunaan fitur-fitur ArcGIS dan data DEM yang digunakan dapat mempengaruhi luas dan batas DAS itu sendiri. Hal ini
9
dikarenakan arah aliran dan akumulasi aliran sangat dipengaruhi tata letak punggung muka bumi yang divisualisasikan ArcGIS berdasarkan data DEM. Pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SIG. Penggunaan perangkat lunak SIG, yaitu ArcMap dapat mempermudah dalam melakukan analisis DAS guna mendukung pengelolaan DAS terpadu seperti yang dimaksudkan ke dalam PP No 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Namun pengetahuan tentang ArcGIS saja tidaklah cukup untuk dapat melakukan analisis DAS, pengguna harus terlebih dahulu mengetahui konsep dasar dari DAS, terutama dari segi fisik atau morfometrinya. Kesalahan dalam melakukan langkah-langkah analisis dengan fitur-fitur ArcGIS dapat mempengaruhi hasil analisis. Selain itu, pemilihan data yang baik akan sangat berpengaruh pada analisis. Data yang baik merupakan data yang memiliki ketelitian atau resolusi tinggi. Data DEM yang memiliki resolusi tinggi akan berpengaruh terhadap bentuk/relief muka bumi yang akan diproses (Beni, 2015).
D. Analisis Karakteristik DAS dengan Data DEM
Sesuai dengan fungsi data DEM yang memvisualisasikan relief bumi dalam bentuk 3D, maka fungsi tersebut dapat diterapkan dalam analisa karakteristik fisik atau morfologi yang penting dalam pengelolaan sebuah DAS. Kemudian Sulianto (2006) mengungkapkan pada penelitiannya yang tentang definisi numerik jaringan drainase dan daerah pengaliran sungai bahwa Penggunaan Model Elevasi Digital (Digital Elevation Model, DEM) memungkinkan untuk memunculkan informasi tentang morphologi permukaan tanah yang digunakan dalam prediksi hidrologi. Algoritma untuk mengekstrak struktur topografi dari elevasi digital dan implentasinya dalam berbagai paket Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai sistem pemrosesan raster telah banyak dikembangkan.
O’ Callaghan dan Mark (1984) telah melakukan pendekatan dalam menentukan jaringan drainase dari data Digital Elevation Model (DEM) raster didasarkan pada simulasi aliran limpasan. Dimana secara esensial mencakup pengidentifikasian aliran limpasan kearah kemiringan paling curam antara
masing-masing sel DEM raster dan sel-sel tetangganya. Pendekatan ini lebih sederhana, dan langsung membangkitkan jaringan yang terhubungkan. Pendekatan ini dianggap sebagai pendekatan yang lebih baik karena mengandalkan analogi limpasan untuk menetapkan lintasan aliran.
Rahman (2011) menerapkan sebuah metode baru dalam menganalisis daerah rawan banjir, Metode Indeks Kebasahan TWI (Topographic Wetness Index) adalah metode untuk memodelkan zona rawan banjir dengan menggunakan data Digital Elevation Model (DEM). Model data raster yang digunakan lebih sesuai untuk memodelkan zona rawan banjir, terutama dalam memahami pola aliran dari data topografis yang ada. Model ini menggunakan DEM yang diturunkan menjadi akumulasi aliran (flow accumulation), batas DAS (Watershed), arah aliran (flow direction) dan tipe/ordo sungai (stream), dengan menggunakan Watershed Delineation Tools (WDT) pada Analyst Tools program ArcGIS dapat dihitung zona banjir. Dengan menggunakan fasilitas Spatial Analyst data DEM juga dapat diturunkan peta lereng (slope) sebagai parameter masukan untuk menentukan TWI. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Extention Math pada software Arc.GIS 9.2.
Mesay Daniel (2005) telah melakukan penelitian tingkat akurasi data DEM (SRTM 3 Arc Second dan ASTER V002) terhadap Triangulation Ground Control Point pada wilayah studi Naivasha, Kenya. Penelitian ini kemudian merekomendasikan data DEM SRTM 3 Arc Second sebagai data yang lebih memiliki akurasi ketinggian disbanding ASTER V002. Namun ASTER V002 memiliki kubikasi yang lebih detail.
Ketersediaan Digital Elevation Model (DEM) dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat diekstraksi dengan menggunakan prosedur otomatis merupakan salah satu solusi yang efisien. Data DEM memiliki kegunaan untuk menentukan jaringan drainase dan batas DAS, sehingga dari data DEM didapatkan pemetaan jaringan sungai dengan menggunakan teknologi SIG. Pemetaan jaringan sungai pada DAS Progo dapat digunakan untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik morfometri DAS.
11 BAB III LANDASAN TEORI
A. Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup (Internatinal Glossary of Hidrology, 1974) (Seyhan,1990). Karena perkembangan yang ada maka ilmu hidrologi telah berkembang menjadi ilmu yang mempelajari sirkulasi air. Jadi dapat dikatakan, hidrologi adalah ilmu untuk mempelajari; presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation), aliran permukaan (surface stream flow), dan air tanah (ground water).
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut. Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Asdak (2002) menyatakan bahwa dalam daur hidrologi, masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara yaitu air lolos (throughfall), aliran batang (streamflow) dan air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi.
Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempat-tempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll. Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah
pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – ruang antara butir – butir tanah dan di dalam retak – retak dari batuan. Dahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (baseflow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu.
Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrogi.
B. Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Permen PU 2013). Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) merupakan bagian dari DAS dimana air hujan diterima dan dialirkan melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis menjadi
13
wilayah yang lebih kecil yaitu Sub DAS-Sub DAS, dan apabila diperlukan maka dapat dipisahkan lagi menjadi sub-sub DAS, demikian untuk seterusnya (Sudarmadji, 2007). Morfometri DAS merupakan nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang ada pada daerah aliran sungai.
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS merupakan suatu usaha yang terus berjalan, karena faktor alam maupun faktor buatan manusia selalu ada dan berubah setiap waktu (Sheng, 1986 dan 1990). Perencanaan pengelolaan DAS bersifat dinamis karena dinamika proses yang terjadi di dalam DAS, baik proses alam, politik, sosial ekonomi kelembagaan, maupun teknologi yang terus berkembang.
Perencanaan dan pengelolaan DAS membutuhkan pengetahuan tentang karakteristik fisik DAS merupakan parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia (Seyhan, 1993). Dengan demikian karakteristik fisik DAS dapat menjadi referensi dalam melakukan rangkaian pendekatan perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan, dan evaluasi pengelolaan DAS secara efektif dan efisien, sehingga dapat meminimalisir terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, banjir bandang dan bencana geologis.
Penentuan karakteristik-karakteristik fisik dari DAS memerlukan suatu metode yang cepat, dan otomatis. Salah satu solusi metode yang paling efisien adalah dengan melakukan pemetaan dengan penginderaan jauh. Penginderaan Jauh adalah Ilmu, teknik dan seni untuk mendapatkan informasi tentang obyek, wilayah atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dari suatu alat tanpa berhubungan langsung dengan obyek, wilayah atau gejala yang sedang dikaji. Aplikasi penginderaan jauh untuk pemetaan sumberdaya wilayah memerlukan pertimbangan tertentu agar dapat menghasilkan keluaran dengan kualitas baik. Selain mempertimbangkan resolusi spasial, temporal, dan radiometrik, juga diperlukan pertimbangan resolusi spektral berupa pemilihan saluran, serta kombinasi saluran. Penentuan teknik dan metode pengolahan juga
dapat berpengaruh terhadap hasil akhir suatu aplikasi penginderaan jauh. Sistem Informasi Geografis (SIG) diperlukan dalam analisis sumberdaya wilayah karena memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi dan kemampuan untuk melakukan tumpang susun antar beberapa paramater, serta memiliki kemampuan memvisualisasikan hasil pengolahan spasial citra penginderaan jauh.
C. Geografis Information System (GIS)
Sistim Informasi Geografis yang selanjutnya disingkat SIG adalah suatu sistem yang berbasiskan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang mencakup : data input (pemasukan), manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data (Permen PU 2013).
Sistem Informasi Geografis juga biasa disebut GIS atau Geografis Information System yang definisikan sebagai “an integrated collection of computer software and data used to view and manage information about geographic place, analyze spatial relationships, and model spatial processes”(ESRI 2011). Dalam pengertian tersebut adalah framework untuk memperoleh dan mengorganisir data spasial dan informasi terkait, sehingga dapat ditampilkan dan dianalisis.
Meskipun secara eksplisit disebut berbasis komputer, dalam hal konsep, GIS sudah sangat lama diterapkan untuk berbagai keperluan, jauh sebelum teknologi komputer. GIS sudah bertransformasi dari berbasis manual menjadi berbasis komputer. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena kemajuan komputasi telah berkontribusi sangat besar dalam perkembangan GIS. Sekarang ini, hampir semua operasional GIS dilakukan dengan teknologi berbasis komputer. Terdapat banyak kesalahan pemahaman terhadap GIS di antaranya anggapan bahwa GIS adalah software pembuat peta. Pandangan tersebut tentu keliru karena meskipun software GIS dapat menghasilkan peta, GIS jauh lebih luas dari hanya sekedar untuk pembuatan peta. GIS tidak berdiri sebagai suatu disiplin. GIS sangat berhubungan dengan disiplin atau sitem lain seperti penginderaan jauh, surveyong, photogrammetry, pemetaan digital, CAD,
15
database, dan sebagainya. Penguasaan disiplin-disiplin lain sangat menunjang pemahaman dan penguasaan GIS.
Dalam penerapan sistem ini dibutuhkan komponen-komponen SIG, yang diantaranya adalah perangkat keras, perangkat lunak, user atau operator, data dan metode. Perangkat lunak adalah aplikasi atau program yang mampu mengolah metode dan data dari sistem SIG. Perangkat keras adalah sistem komputer (Personal Computer) yang sesuai untuk pengoperasian perangkat lunaknya. User atau operator adalah orang yang mengoprasikan sistem SIG. Metode adalah teknik atau fitur yang digunakan dalam sistem SIG. Data adalah bahan yang akan diolah atau dianalisis dengan sistem SIG. Sebagai suatu sistem, maka terdapat interkoneksi antara satu komponen dengan komponen lainnya. Kualitas dari keseluruhan GIS sebagai suatu sistem sangat tergantung