i
ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN SRTM 1 ARC
SECOND DI SUNGAI PROGO
Disusun guna melengkapi persyaratan untuk mencapai derajat kesarjanaan Strata-1 Pada
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
A. KHOMAINI FAUZAN 20120110146
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
TUGAS AKHIR
ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN SRTM 1 ARC
SECOND DI SUNGAI PROGO
Disusun guna melengkapi persyaratan untuk mencapai derajat kesarjanaan Strata-1 Pada
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
A. KHOMAINI FAUZAN 20120110146
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
iii
HALAMAN MOTTO
“Impian Manusia tidak akan pernah berakhir”
(Edward Teach)
“Siapa yang mampu membangkitkan binatang buas/kemampuan terpendam pada dirinya dan pergi dari rasa sakit, maka dia akan menjadi manusia yang
sesunggunhnya”
(Dr. Johnson)
“Kami seorang bajak laut, dan harta karun yang paling berharga bagi kami adalah teman”
(Monkey D. Luffy)
“Ketika Saya menjadi matahari, maka saya akan menyinari Manusia sampai ke hatinya”
iv
Yang Utama Dari Segalanya...
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan
salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasullah Muhammad SAW.
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi.
Ibunda dan Ayahanda Tercinta
Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Bapakku Suwardi dan Ibuku Sitti Hanifah
yang telah memberikan kasih sayang, segala biaya dan dukungan, serta cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan
selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Bapak dan Ibu bahagia ,karena Aku sadar
selama ini belum bisa berbuat yang lebih. Untuk Bapak dan Ibu yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku,
selalu menasehatiku menjadi lebih baik,
Terima Kasih Pak… , Terima Kasih Bu…
Adikku, Fauziah Rofiq
Atas semua dukungan dan perhatianmu dalam perjalanan hidupku selama ini, pada setiap langkah dan intruksi yang kau tujukan khusus untukku, kata terima kasih saja tidak akan pernah cukup. Maka sukseslah melebihi apa yang telah Aku
capai, banggakan drimu, diriku, dan kedua orangtua kita.
Sahabat dan teman-teman
Atas semua dukungan dan waktu yang kalian berikan untuk menjalin silaturahmi denganku, dalam keadaan susah maupun senang, rasa terima kasiku tidak akan
pernah habis karena kalian adalah harta yang sangat berharga.
“Impianku hanya akan hilang bersama nyawaku”
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobbilalamin, puji syukur tidak lupa terucap kepada Allah SWT, karena hanya atas izin dan rahamat dari Allah, saya selaku penyusun dapat menyelesaikan naskah Tugas Akhir dengan judul “Analisis Karakteristik Fisik DAS dengan SRTM 1 Arc Second di Sungai Progo” ini dengan segenap usaha dan kemampuan yang dimiliki.
Dalam menyusun dan menyelesaikan laporan Tugas akhir ini, penyusun sangat membutuhkan kerjasama, bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga terimakasih penyusun ucapkan kepada: 1. Kedua orang tua, Bapak Suwardi dan Ibu Sitti Hanifah yang menjadi motivasi
terbesar untuk menyelesaikan tugas akhir ini dan yang selalu menantikan selesainya tugas akhir ini.
2. Ibu Ir. Anita Widianti, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Bapak Nursetiawan, S.T., M.T., Ph.D., selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta petunjuk dan koreksi yang sangat berharga bagi laporan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Puji Harsanto, S.T.,M.T,Ph.D., selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta petunjuk dan koreksi yang sangat berharga bagi laporan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Burhan Barid, S.T.,M.T., selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi pada laporan tugas akhir ini.
6. Bapak, Ibu Dosen Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas ilmu yang telah diberikan kepada penyusun, semoga dapat bermanfaat.
7. Seluruh Staff Tata Usaha Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
vi
10.Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan Tugas Akhir ini yang tidak dapat penyusun ungkapkan satu persatu, terima kasih atas bantuan, dukungan dan doanya.
Penyusun berharap semoga amal baik yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Disadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga masih perlu adanya perbaikan dan saran dari pembaca. Penyusun juga berharap semoga Tugas Akhir ini dapat member manfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal ‘Alamin.
vii
B. Peran GIS dalam Analisis DAS ……….……….. C. Analisis Spasial ArcGIS Desktopdalam Pengelolaan DAS ………... D. Analisis Karakteristik DAS dengan Data DEM ………..
5 B. Daerah Aliran Sungai (DAS) ………..……….. C. Sistem Informasi Geografis (GIS) ……….. D. ArcGIS Desktop………... E. Digital Elevation Model(DEM) ……… F. Fitur ArcGIS terkait Hidrologi ………
viii
B. Batas DAS ………... C. Jejaring Aliran ………... D. Kemiringan Lahan ………... E. Tataguna Lahan ………...
F. Jenis Tanah ………...
50 54 57 59 61 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………
A. Kesimpulan ………... B. Saran ………...
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Statistik Beda Elevasi (Kontur BIG) ………. 47
Tabel 5.2 Statistik Beda Elevasi (Topografi) ……….49
Tabel 5.3 Data DAS Progo Hasil Analisis ………51
Tabel 5.4 Data Jejaring Aliran DAS Progo ……….55
Tabel 5.5 Data Ordo Jejaring Aliran DAS Progo ………55
Tabel 5.6 Data Kemiringan Lahan DAS Progo ……….58
Tabel 5.7 Data Statistik Kemiringan Lahan DAS Progo ………58
Tabel 5.8 Data Tataguna Lahan DAS Progo ……….60
x
Gambar 3.2 Pengkodean Arah Aliran ………..21
Gambar 3.3 Determinasi Akumulasi Aliran ………22
Gambar 3.4 Metode Aliran Strahler ………..23
Gambar 3.5 Komponen Watershed ……….. 24
Gambar 4.1 Citra Satelit Lokasi Penelitian ………..25
Gambar 4.2 Bagan Alir Tahapan Penelitian ………28
Gambar 4.3 Bagan Alir Tahapan Analisis Spasial ………29
Gambar 4.4 Kotak Dialog Input Data Tool Create TIN………..30
Gambar 4.5 Kotak Dialog Input Data Tool Add Surface Information……31
Gambar 4.6 Screen link download data SRTM ………32
Gambar 4.7 Kotak Dialog Input Data Tool Mosaic to New Raster 33 Gambar 4.8 Peta Administrasi dan Data DEM ………34
Gambar 4.9 Kotak Dialog Input Data Tool IsNull ………34
Gambar 4.10 Kotak Dialog Input Data Tool Con ………35
Gambar 4.11 Toolbar ArcHydro untuk Rekondisi DEM ………36
Gambar 4.12 Kotak Dialog Input Data Tool DEM Reconditioning………37
Gambar 4.13 Kotak Dialog Input Data Tool Fill………38
Gambar 4.14 Kotak Dialog Input Data Tool Flow Direction……….38
Gambar 4.15 Kotak Dialog Input Data Tool Flow Accumulation………39
Gambar 4.16 Peletakan Titik Outlet ………..39
Gambar 4.17 Kotak Dialog Input Data Tool Watershed ………40
Gambar 4.18 Kotak Dialog Input Data Tool Raster to Polygon ………40
Gambar 4.19 Kotak Dialog Input Data Tool Reclassify………..41
Gambar 4.20 Kotak Dialog Input Data Tool Stream Order………..42
Gambar 4.21 Kotak Dialog Input Data Tool Raster to Polyline………….42
Gambar 4.22 Kotak Dialog Input Data Tool Slope ………43
Gambar 4.23 Kotak Dialog Input Data Tool Clip Tataguna Lahan……….44
Gambar 4.24 Kotak Dialog Input Data Tool Clip Jenis Tanah ………..44
Gambar 5.1 Peta Titik Tinjauan Elevasi ………..46
Gambar 5.2 Peta Titik Pengukuran Topografi ………48
Gambar 5.3 Peta Batas DAS Progo ……….. 50
Gambar 5.4 Peta Batas Kabupaten untuk Das Progo ………53
Gambar 5.5 Peta Jejaring Aliran DAS Progo ………54
Gambar 5.6 Peta Kemiringan Lahan DAS Progo ………57
Gambar 5.7 Peta Tataguna Lahan DAS Progo ………59
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii BT = Bujur Timur
BIG = Badan Informasi Geospasial
BM = Benchmark
BPDAS = Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
CP = Control Point
DEM = Digital Elevation Model
DLGs = Digital Line Graphs
DTM = Digital Terrain Model
GCPs = Ground Control Points
GDEM = Global Digital Elevation Model
GIS = Geographic Information System
GPS = Global Position System
L = Length
Lc = Length Centroid
LS = Lintang Selatan
NASA = National Aeronautics and Space Administration
NGA = National Geospatial-Intelligence Agency
RBI = Rupa Bumi Indonesia
RLKT = Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
SAR = Synthetic Aperture Radar
SIG = Sistem Informasi Geografis
SIR-C = Spaceborn Imaging Radar-C
SRTM = Shuttle Radar Topographic Mission DAS = Daerah Aliran Sungai
DTA = Daerah Tangkapan Air
ESRI = Environmental Systems Research Institute 3D = 3 (tiga) Dimensi
xiii
TIN = Trianggulasi Irregular Network
WDT = Watershed Delineation Tool
xiv
INTISARI
Karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan proses hidrologi pada DAS. Pembuatan jaringan sungai dan batas DAS dengan manual menggunakan peta topografi hardcopy memakan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar, sehingga diperlukan suatu cara agar bisa menghemat waktu dan biaya. Data DigitalElevationModel (DEM) merupakan data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling. Data DEM dalam penelitian ini menggunakan data dari SRTM 1 Arc Second, data ini merupakan versi terbaru dimana data DEM memiliki ukuran piksel yang lebih kecil yaitu ±30m2 jika dibanding versi sebelumnya yaitu ±90m2.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik fisik DAS Progo menggunakan data DEM SRTM 1 Arc Second dan software ArcGIS. Pada penelitian ini analisis delineasi batas DAS diperoleh dari fitur Watershed, sedangkan untuk jejaring aliran atau sungai diperoleh dari fitur Flow Accumulation dan StreamOrder. Analisis tambahan pada penelitian ini adalah perbandingan data elevasi DEM dan rekondisi DEM, guna membandingkan dan menyesuaikan data DEM terhadap kondisi topografi di lapangan.
Perbedaan nilai batas DAS 6,0585 km2 dengan persentase 0,2462 %
terhadap data dari instansi. Sehingga metode dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan batas DAS. Panjang sungai utama 121,71 km dengan perbedaan nilai 18,29 km atau 13,0665 % terhadap panjang sungai Progo dari BPDAS Serayu Opak Progo dan perbedaan nilai 6,71 km atau 5,8348 % terhadap pengukuran data jejaring aliran dari Badan Informasi Geospasial. Kemiringan lahan yang diperoleh pada wilayah DAS Progo adalah 15,94%, sehingga dapat dikategorikan cukup curam. Penggunaan lahan di DAS Progo didominasi oleh kebun, persawahan, pemukiman dan tegalan, dengan luas total mencapai 2.294.492.959m2. Sedangkan untuk jenis tanah di didominasi batuan gunung api terutama batuan gunung api tak terpisahkan yang mencapai luas 942.327.488,97m2.
xv
The physical characteristics of the watershed is the basic variables that determine the hydrological processes in the watershed. Making the network of rivers and watersheds of the manual hardcopy using topographic maps take a long time and cost a very large, so we need a way to be able to save time and costs. Data Digital Elevation Model (DEM) is a digital data that describe the geometry of the shape of the earth's surface or part thereof which consists of a set of points coordinates of the sampling results. DEM data in this study using data from the Arc Second SRTM 1, this data is the latest version in which the DEM data has a smaller pixel size is ± 30m2 if compared to the previous version is ± 90m2.
The purpose of this study was to analyze the physical characteristics of the watershed Progo using DEM data SRTM 1 Arc Second and software ArcGIS. In this study, analysis of watershed delineation is obtained from the Watershed features, while networking or stream flow is obtained from the feature Flow Accumulation and Stream Order. Additional analysis in this study is a comparison of elevation data DEM and DEM reconditioning, in order to compare and adjust the DEM data of the topography in the field.
The difference value 6.0585 km2 watershed with the percentage of 0.2462% of the data from the agency. So that the method in this research can be used to determine the boundary of the watershed. The length of the main river 121.71 km with a difference in the value of 18.29 km, or 13.0665% of river length of BPDAS Serayu Opak Progo Progo and the difference of 6.71 km or 5.8348% of the flow of network data measurement from Badan Informasi Geospasial (BIG). The slope of the land acquired in Progo watershed area is 15.94%, so it can be categorized quite steep. Progo watershed land use is dominated by orchards, rice fields and upland settlements, with a total area reaches 2.294.492.959m2. As for the type of soil in the predominantly volcanic rocks mainly volcanic rocks parcel that reached broad 942.327.488,97m2.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (PP.37 Tahun 2012). Karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan proses hidrologi pada DAS, sedangkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat adalah variabel yang mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi DAS. Oleh karena itu, pemahaman mengenai karakteristik fisik DAS, dalam hal ini 'terrain' dan geomorfologi, pola pengaliran dan penyimpanan air sementara pada DAS, dapat membantu mengidentifikasi daerah yang memiliki kerentanan tinggi terhadap terjadinya persoalan DAS, serta perancangan teknik-teknik pengendalian yang sesuai dengan kondisi setempat.
Ketersediaan data suatu DAS yang bervariasi dan terjadi perbedaan batas DAS antar instansi disebabkan oleh metode yang digunakan dalam pengambilan data DAS berbeda-beda pula. Selain itu, pembuatan jaringan sungai dan batas DAS dengan cara manual menggunakan peta topografi hardcopy memakan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar, sehingga diperlukan suatu cara agar bisa menghemat waktu dan biaya tersebut.
solusi-solusi untuk masalah ini adalah Sistem Informasi Geografis (SIG). Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), kita dapat mengarsipkan (penyimpanan) semua data-data yang penting dalam suatu sistem informasi dan kita juga dapat mengelola, memproses atau memanipulasi, menganalisis, serta menampilkan kembali data-data tersebut.
Saat ini di Indonesia, Sistem Informasi Geografis (baik perangkat lunak, perangkat keras, maupun aplikasi-aplikasinya) telah dikenal secara luas sebagai alat bantu untuk proses pengambilan keputusan. Sebagian besar institusi (pemerintah, swasta, baik bidang akademis maupun non-akademis) maupun individu yang memerlukan informasi yang berbasiskan data spasial telah mengenal dan menggunakan sistem SIG. ArcGIS adalah perangkat yang sangat populer dan andal dalam melakukan tugas-tugas Sistem Informasi Geografis (GIS). Meskipun cukup banyak perangkat lunak alternatif yang lebih murah dan bahkan gratis, tetapi ArcGIS masih menjadi perangkat lunak GIS yang utama. Keandalan ArcGIS tidak saja dalam hal membuat peta, melainkan yang lebih utama adalah membantu praktisi SIG melakukan analisis, pemodelan, dan pengelolaan data spasial secara efektif dan efisien. Dalam hal ini, penulis memanfaatkan perangkat lunak ArcGIS Desktop 10.3.1 terkhususnya ArcMap 10.3.1 dalam mengaplikasikan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk analisis, pemodelan, dan pengelolaan data-data spasial maupun data-data atribut dari suatu daerah aliran sungai.
3
Sungai Progo merupakan salah satu sungai yang melewati dua propinsi, yakni Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakata. Sungai Progo berhulu di gunung Sindoro dan bagian hilir di kabupaten Bantul tepatnya samudra Hindia. Panjang sungai mencapai 140 km dengan daerah aliran air seluas 246.119,02 Ha. Daerah aliran sungai Progo di batasi DAS Bogowonto di sisi barat, DAS Oyo di sisi timur, samudra Hindia di sisi selatan, dan kabupaten Kendal dan Batang di sisi utara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kemampuan sistem SIG atau GIS dan kualitas data DEM yang telah dipaparkan. Penyusun memperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaiman keakuratan grometri muka bumi data DEM jika dibandingkan dengan data kontur BIG dan pengukuran topografi langsung.
2. Bagaimana mengolah data DEM menggunakan software ArcGIS untuk menganalisis karakteristik fisik DAS sungai Progo.
3. Bagaimana perbandingan luas DAS dan jejaring aliran antara hasil analisis dan data yang telah ada di instansi.
C. Tujuan Penelitian
Dengan mengingat kemampuan dan kualitas dari ArcGIS dan data DEM, kemudian pentingnya karakteristik fisik DAS sebagai bahan baku utama bagi pengelolaan data hidrologi, pendekatan perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan, dan evaluasi pengelolaan DAS secara efektif dan efisien, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui kesesuaian atau keakuratan data DEM terhadap data kontur BIG dan pengukuran topografi lapangan.
2. Menganalisis karakteristik fisik DAS Progo dengan menggunakan data SRTM 1 Arc Second (DEM) dan software ArcGIS 10.3.1.
D. Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, penyusun melakukan batasan dalam penelitian, yakni sebagai berikut:
1. Analisis karakteristik fisik dan perbandingan data elevasi yang dilakukan hanya pada wilayah DAS Progo.
2. Data yang digunakan dalam analisis adalah data DEM dari SRTM 1 Arc Second.
3. Data pendukung adalah data-data tentang karakteristik fisik pada DAS Progo yang diperoleh dari instansi terkait yaitu BPDAS Serayu Opak Progo dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
4. Perangkat lunak GIS yang digunakan adalah ArcGIS Desktop 10.3.1 khususnya ArcMap 10.3.1.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, penyusun mengharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Menjadi referensi kesesuaian data DEM terhadap data kontur BIG dan pengukuran topografi lapangan.
2. Memberikan informasi tentang karakteristik fisik DAS pada sungai Progo. 3. Menjadi referensi dalam teknik analisis karakteristik fisik pada sebuah
DAS.
4. Menjadi referensi pembanding terhadap pengaruh penggunaan data dan metode yang berbeda terhadap hasil karakteristik fisik DAS yang diperoleh. 5. Menjadi referensi pembanding terhadap karakteristik fisik DAS Progo yang
telah ada pada instansi terkait. F. Keaslian Penelitian
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
Gerakan konstan air dan perubahan dalam keadaan fisik di planet ini disebut siklus air, juga dikenal sebagai sifat kincir air, atau siklus hidrologi. Kata Siklus menyiratkan bahwa air berasal dari satu sumber dan akhirnya kembali ke sumber itu. Air berasal dari lautan dan kembali ke lautan. Dalam perjalanan, air dapat berubah keadaan dari uap (gas), cairan (air), menjadi padat (es dan salju) dalam urutan apapun. Air di laut menguap dan menjadi uap air di atmosfer. Beberapa kelembaban ini di atmosfer jatuh sebagai hujan, yang kadang-kadang menguap sebelum dapat mencapai permukaan tanah. Air yang mencapai permukaan tanah oleh curah hujan, beberapa mungkin menguap di mana ia jatuh, beberapa mungkin menyusup tanah, dan beberapa mungkin lari darat menguap atau menyusup di tempat lain atau masuk ke sungai. air sungai dapat terakumulasi dalam danau dan waduk permukaan, menguap atau akan terjadi oleh vegetasi riparian, meresap ke bawah ke waduk air tanah, atau mengalir kembali ke laut, di mana siklus dimulai lagi. Sirkulasi alami dari siklus hidrologi dapat diubah dengan tindakan tidak terkait dengan penggunaan air langsung. Di antaranya adalah kegiatan cuaca modifikasi (yaitu, penyemaian awan), drainase rawa dan danau, waterproofing dari permukaan tanah oleh bangunan dan trotoar, dan perubahan besar dalam penutup lahan (yaitu, penghapusan hutan dan budidaya lahan pertanian tambahan) (Hydrology Handbook of ASCE). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap fenomena hidrologi yang terjadi di dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat diperlukan sebagai dasar pengelolaan DAS (Indarto, 2013).
sungai pada suatu daerah. Hal ini sejalan dengan PP 04 tahun 2009 yang menyatakan bahwa daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air. Sedang kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS.
Salah satu bagian penting pada sebuah DAS adalah karakteristik fisik dari DAS itu sendiri, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Rahayu (2009) bahwa karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan proses hidrologi pada DAS, sedangkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat adalah variabel yang mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi DAS. Oleh karena itu, pemahaman mengenai karakteristik fisik DAS, dalam hal ini 'terrain' dan geomorfologi, pola pengaliran dan penyimpanan air sementara pada DAS, dapat membantu mengidentifikasi daerah yang memiliki kerentanan tinggi terhadap terjadinya persoalan DAS, serta perancangan teknik-teknik pengendalian yang sesuai dengan kondisi setempat.
Dalam penelitiannya tentang karakteristik fisik DAS, Bambang (2006) menyatakan bahwa dengan mengetahui karakteristik fisik DAS diharapkan dapat memudahkan pengelola terkait dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah setempat yang sesuai dengan karakteristik fisik DAS, sehingga dapat meminimalisir terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, banjir bandang dan bencana geologis, misalnya gempa bumi.
B. Peran GIS dalam Analisis DAS
7
menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis” (Atie, 2003).
K.L. Verdin (1999) telah menyajikan sebuah sistem untuk delineasi dan kodifikasi DAS bumi yang dipercaya unik dalam menentukan batas dan penerapannya secara global. Hal ini merupakan sebuah sistem alami yang mengidentifikasi kontrol topografi drainase dan topologi jaringan sungai. Sistem ini diusulkan sebagai kerangka spasial mendasar yang dapat digunakan untuk melakukan rekonsiliasi data dan informasi dari berbagai skala model sirkulasi global untuk proyek irigasi.
Fred L. et al. (2001) menyajikan aplikasi dan model yang dapat mengambil keuntungan dari distribusi data spasial dalam format Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk analisis DAS dan tujuan pemodelan hidrologi. Jurnal tersebut juga membahas isu-isu implementasi utama bagi individu dan organisasi yang akan mempertimbangkan untuk membuat transisi ke penggunaan GIS dalam bidang hidrologi. Meluasnya penggunaan modul GIS dan distribusi model DAS memiliki faktor-faktor pengendalian yang diantaranya adalah ketersediaan data, pengembangan modul GIS, penelitian mendasar pada penerapan distribusi model hidrologi, dan penetapan peraturan dari alat-alat baru dan metodologinya. Modul GIS dan distribusi model hidrologi akan memungkinkan perkembangan hidrologi dari bidang yang didominasi oleh teknik yang membutuhkan rata-rata spasial dan metode empirisme untuk ilmu spasial yang lebih deskriptif.
C. Analisis Spasial ArcGIS Desktop dalam Pengelolaan DAS
Fred L. at al. (2001) mendiskusikan salah satu software pendukung dalam analisis DAS yaitu ARC/INFO GIS dari Environmental Systems Research Institute (ESRI), Redlands, California. ARC/INFO GIS berisi sejumlah fungsi yang berguna untuk hidrologi yang sebagian besar merupakan pengolahan data geospasial dan mengkoordinasikan rutinitas konversi. Mayoritas fungsi-fungsi ini adalag software GRID pemodelan spasial. GRID adalah komponen dari ARC/INFO suite perangkat lunak. GRID adalah toolbox geoprocessing raster atau sel berbasis yang terintegrasi dengan ARC/INFO. Fungsi flowdirection menciptakan grid baru berupa direksi aliran dari setiap sel ke sel yang disebelahnya berdasarkan kemiringan elevasi grid sebagai masukan. FlowAccumulation berfungsi menghitung jumlah daerah hulu atau aliran yang terhitung dari sel yang mengalir ke setiap sel. Fungsi Watershed adalah menggambarkan seluruh daerah hulu yang mengalir ke sel yang disediakan pengguna sebagai titik outlet. Fungsi dari Slope, Aspect, dan Curvature adalah menghitung kemiringan, azimuth, dan kelengkungan setiap sel. Perangkat lunak GRID mampu menemukan jalur aliran hulu atau hilir dari setiap sel dalam model elevasi digital (DEM) dan panjang jalan tersebut arus, menggambarkan jaringan sungai, dan memerintahkan jaringan sungai dengan kedua metode Strahler dan Shreve. Sebagian besar fungsi analisis GRID juga tersedia dalam Spatial Analyst ArcView, produk GIS Desktop dari ESRI. Kombinasi dari semua tool dan fungsi untuk pekerjaan hidrologi ditambah kerangka bahasa pemrograman pada setiap alat analisis disediakan oleh lingkungan GIS untuk kepentingan hidrologi.
Teknik analisis hidrologi berbasis GIS berada dalam berbagai tahap pembangunan dan mulai memasukkan praktek rekayasa hidrologi yang umum digunakan. Saat ini, teknik yang paling banyak digunakan adalah GIS untuk model tradisional seperti HEC-1 dan TR-20. Tidak ada keraguan bahwa dalam teknik hidrologi modeling masa depan akan semakin tergantung pada GIS dan modul geospasial dan model interface (Fred et al., 2001).
9
dikarenakan arah aliran dan akumulasi aliran sangat dipengaruhi tata letak punggung muka bumi yang divisualisasikan ArcGIS berdasarkan data DEM. Pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SIG. Penggunaan perangkat lunak SIG, yaitu ArcMap dapat mempermudah dalam melakukan analisis DAS guna mendukung pengelolaan DAS terpadu seperti yang dimaksudkan ke dalam PP No 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Namun pengetahuan tentang ArcGIS saja tidaklah cukup untuk dapat melakukan analisis DAS, pengguna harus terlebih dahulu mengetahui konsep dasar dari DAS, terutama dari segi fisik atau morfometrinya. Kesalahan dalam melakukan langkah-langkah analisis dengan fitur-fitur ArcGIS dapat mempengaruhi hasil analisis. Selain itu, pemilihan data yang baik akan sangat berpengaruh pada analisis. Data yang baik merupakan data yang memiliki ketelitian atau resolusi tinggi. Data DEM yang memiliki resolusi tinggi akan berpengaruh terhadap bentuk/relief muka bumi yang akan diproses (Beni, 2015).
D. Analisis Karakteristik DAS dengan Data DEM
Sesuai dengan fungsi data DEM yang memvisualisasikan relief bumi dalam bentuk 3D, maka fungsi tersebut dapat diterapkan dalam analisa karakteristik fisik atau morfologi yang penting dalam pengelolaan sebuah DAS. Kemudian Sulianto (2006) mengungkapkan pada penelitiannya yang tentang definisi numerik jaringan drainase dan daerah pengaliran sungai bahwa Penggunaan Model Elevasi Digital (Digital Elevation Model, DEM) memungkinkan untuk memunculkan informasi tentang morphologi permukaan tanah yang digunakan dalam prediksi hidrologi. Algoritma untuk mengekstrak struktur topografi dari elevasi digital dan implentasinya dalam berbagai paket Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai sistem pemrosesan raster telah banyak dikembangkan.
masing-masing sel DEM raster dan sel-sel tetangganya. Pendekatan ini lebih sederhana, dan langsung membangkitkan jaringan yang terhubungkan. Pendekatan ini dianggap sebagai pendekatan yang lebih baik karena mengandalkan analogi limpasan untuk menetapkan lintasan aliran.
Rahman (2011) menerapkan sebuah metode baru dalam menganalisis daerah rawan banjir, Metode Indeks Kebasahan TWI (Topographic Wetness Index) adalah metode untuk memodelkan zona rawan banjir dengan menggunakan data Digital Elevation Model (DEM). Model data raster yang digunakan lebih sesuai untuk memodelkan zona rawan banjir, terutama dalam memahami pola aliran dari data topografis yang ada. Model ini menggunakan DEM yang diturunkan menjadi akumulasi aliran (flow accumulation), batas DAS (Watershed), arah aliran (flow direction) dan tipe/ordo sungai (stream), dengan menggunakan Watershed Delineation Tools (WDT) pada Analyst Tools program ArcGIS dapat dihitung zona banjir. Dengan menggunakan fasilitas Spatial Analyst data DEM juga dapat diturunkan peta lereng (slope) sebagai parameter masukan untuk menentukan TWI. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Extention Math pada software Arc.GIS 9.2.
Mesay Daniel (2005) telah melakukan penelitian tingkat akurasi data DEM (SRTM 3 Arc Second dan ASTER V002) terhadap Triangulation Ground Control Point pada wilayah studi Naivasha, Kenya. Penelitian ini kemudian merekomendasikan data DEM SRTM 3 Arc Second sebagai data yang lebih memiliki akurasi ketinggian disbanding ASTER V002. Namun ASTER V002 memiliki kubikasi yang lebih detail.
11 BAB III LANDASAN TEORI
A. Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup (Internatinal Glossary of Hidrology, 1974) (Seyhan,1990). Karena perkembangan yang ada maka ilmu hidrologi telah berkembang menjadi ilmu yang mempelajari sirkulasi air. Jadi dapat dikatakan, hidrologi adalah ilmu untuk mempelajari; presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation), aliran permukaan (surface stream flow), dan air tanah (ground water).
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut. Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Asdak (2002) menyatakan bahwa dalam daur hidrologi, masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara yaitu air lolos (throughfall), aliran batang (streamflow) dan air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi.
pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – ruang antara butir – butir tanah dan di dalam retak – retak dari batuan. Dahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (baseflow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu.
Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrogi.
B. Daerah Aliran Sungai
13
wilayah yang lebih kecil yaitu Sub DAS-Sub DAS, dan apabila diperlukan maka dapat dipisahkan lagi menjadi sub-sub DAS, demikian untuk seterusnya (Sudarmadji, 2007). Morfometri DAS merupakan nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang ada pada daerah aliran sungai.
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS merupakan suatu usaha yang terus berjalan, karena faktor alam maupun faktor buatan manusia selalu ada dan berubah setiap waktu (Sheng, 1986 dan 1990). Perencanaan pengelolaan DAS bersifat dinamis karena dinamika proses yang terjadi di dalam DAS, baik proses alam, politik, sosial ekonomi kelembagaan, maupun teknologi yang terus berkembang.
Perencanaan dan pengelolaan DAS membutuhkan pengetahuan tentang karakteristik fisik DAS merupakan parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia (Seyhan, 1993). Dengan demikian karakteristik fisik DAS dapat menjadi referensi dalam melakukan rangkaian pendekatan perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan, dan evaluasi pengelolaan DAS secara efektif dan efisien, sehingga dapat meminimalisir terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, banjir bandang dan bencana geologis.
dapat berpengaruh terhadap hasil akhir suatu aplikasi penginderaan jauh. Sistem Informasi Geografis (SIG) diperlukan dalam analisis sumberdaya wilayah karena memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi dan kemampuan untuk melakukan tumpang susun antar beberapa paramater, serta memiliki kemampuan memvisualisasikan hasil pengolahan spasial citra penginderaan jauh.
C. Geografis Information System (GIS)
Sistim Informasi Geografis yang selanjutnya disingkat SIG adalah suatu sistem yang berbasiskan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang mencakup : data input (pemasukan), manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data (Permen PU 2013).
Sistem Informasi Geografis juga biasa disebut GIS atau Geografis Information System yang definisikan sebagai “an integrated collection of computer software and data used to view and manage information about
geographic place, analyze spatial relationships, and model spatial
processes”(ESRI 2011). Dalam pengertian tersebut adalah framework untuk
memperoleh dan mengorganisir data spasial dan informasi terkait, sehingga dapat ditampilkan dan dianalisis.
15
database, dan sebagainya. Penguasaan disiplin-disiplin lain sangat menunjang pemahaman dan penguasaan GIS.
Dalam penerapan sistem ini dibutuhkan komponen-komponen SIG, yang diantaranya adalah perangkat keras, perangkat lunak, user atau operator, data dan metode. Perangkat lunak adalah aplikasi atau program yang mampu mengolah metode dan data dari sistem SIG. Perangkat keras adalah sistem komputer (Personal Computer) yang sesuai untuk pengoperasian perangkat lunaknya. User atau operator adalah orang yang mengoprasikan sistem SIG. Metode adalah teknik atau fitur yang digunakan dalam sistem SIG. Data adalah bahan yang akan diolah atau dianalisis dengan sistem SIG. Sebagai suatu sistem, maka terdapat interkoneksi antara satu komponen dengan komponen lainnya. Kualitas dari keseluruhan GIS sebagai suatu sistem sangat tergantung kepada keseluruhan komponen dan interkoneksi antar komponen.
GIS berhubungan data spasial dan data non-spasial. Salah satu jenis data spasial adalah data raster yang merupakan data yang terdiri dari elemen (sel/pixel), yang mana setiap elemen memiliki nilai tertentu. Data raster digunakan dalam GIS untuk data kontinyu seperti citra satelit, foto udara, model elevasi digital (DEM), kelas lereng dan sebagainya. Untuk kepentingan analisis, data raster sering juga digunakan untuk data diskret seperti kelas lereng, kecamatan, atau areal studi. Penggunaan data raster dalam GIS disumbang oleh teknologi seperti penginderaan jauh, photogrammetry dan photography.
D. ArcGIS Desktop
ArcGIS merupakan perangkat lunak yang dikeluarkan oleh Environmental Systems Research Institute (ESRI), sebuah perusahaan yang telah lama berkecimpung di dalam bidang geospasial. ArcGIS adalah platform yang terdiri dari beberapa software yaitu Desktop GIS, Server GIS, Online GIS, ESRI Data, dan Mobile GIS. ArcGIS Desktop adalah bagian dari Desktop GIS yang juga bagian dari ArcGIS. ArcGIS Desktop merupakan platform dasar yang dapat digunakan untuk mengelola suatu proyek dan alur kerja SIG yang komplek serta dapat digunakan untuk membangun data, peta, model, serta aplikasi. ArcGIS Desktop masih merupakan kumpulan software (suite) yang terdiri dari beberapa software tersendiri yaitu ArcMap, ArcCatalog, ArcScene, ArcGlobe, dan ArcReader.
ArcGIS Desktop merupakan pengembangan dan gabungan dari ArcView 3.x yang unggul dalam antarmuka visual dengan Arc/INFO versi 7 yang unggul dalam analisis. Oleh karena itu tidak mengherankan jika ArcGIS Desktop disebut sebagai gabungan ArcView 3.x dan Arc/INFO.
ArcMap adalah software paling utama di dalam ArcGIS Desktop karena hampir semua tahapan GIS seperti input, analisis dan output data spasial dapat dilakukan pada ArcMap. Meskipun demikian, banyak tugas-tugas GIS yang tidak dapat dilakukan menggunakan ArcMap sehingga pengguna masih perlu untuk mempelajari dan menggunakan software ArcGIS Desktop lain selain ArcMap.
Penyimpanan dan pengelolaan data geografis pada perangkat lunak ArcGIS dapat dilakukan dalam berbagai format. Diantaranya adalah :
- Vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area/poligon.
17
E. Digital Elevation Model (DEM)
Digital Elevation Model yang selanjutnya disingkat DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang didefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Permen PU 2013).
Beberapa sumber data DEM adalah FUstereo, citra satelit stereo, data pengukuran lapangan (GPS, Theodolith, EDM, Total Stasion, Echosounder), peta topografi, dan Linier Array Image. Struktur dari data DEM terdiri dari Ground Contol Points, Trinangulasi Irreguler Network dan Digital Terrain Model.
GCPs (Ground Control Points), menggunakan sebuah bidang segitiga teratur, segiempat, atau bujursangkar atau siku yang teratur. Perbedaan resolusi grid dapat dugunakan sebagai pilihan yang berhubungan dengan ukuran daerah penelitian dan kemampuan fasilitas komputer.
TIN (Triangulasi Irreguler Network), adalah rangkaian segitiga yang tidak tumpang tindih pada ruang tak beraturan dengan koordinat x, y, dan z (nilai elevasi). Model TIN disimpan dalam topologi hubungan antara segitida dengan segitiga didekatnya, tiap bidang segitiga digabungkan dengan tiga titik segitiga yang dikenal dsebagai facet. Titik tak teratur pada TIN biasanya merupakan hasil sampel permukaan titik khusus seperti lembah, igir, dan perubahan lereng. Kontur, dibuat dari garis digitasi garis kontur yang disimpan dalam format seperti DLGs (Digital Line Graphs koordinat (x,y)) sepanjang tiap garis kontur yang menunjukkan elevasi khusus. Kontur paling banyak digunakan untuk menyajikan permukaan bumi dengan simbol garis.
sampling, resulusi kotak atau pixel, interpolasi algoritma, resolusi vertikal, algoritma analisis medan, dan referensi produk termasuk masker berkualitas yang memberikan informasi tentang garis pantai, danau, salju, awan, korelasi dan lain-lain.
SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) adalah satelit pengindraan jauh yang bertugas memperoleh data permukaan bumi menggunakan SAR (Synthetic Aperture Radar). SRTM merupakan hasil kerjasama antara NASA dan NGA untuk membuat peta Digital Elevation Model (DEM) secara global menggunakan interferometri. Instrumen SRTM terdiri dari Spaceborn Imaging Radar-C (SIR-C) yang dipasang pada satelit antariksa. Petak-petak SRTM membentang dari 30° off-Nadir sampai dengan 58° Nadir dengan ketinggian 233km, dan memiliki luas tiap petaknya 225km. SRTM telah merekam hampir 1000 petak selama 10 hari operasi. Panjang dari petak-petak yang diperoleh dari beberapa ratus meter hingga beberapa ribu kilometer.
19
F. Fitur ArcGIS Desktop terkait Hidrologi
Beni dan Ikhsan (2015) menyatakan dalam buku tutorial ArcGIS bahwa ArcGIS Desktop menyediakan fitur-fitur yang dapat digunakan untuk analisis hidrologi di dalam ekstensi Spatial Analyst, beberapa fitur untuk melakukan persiapan hingga delineasi daerah tangkapan sudah tersedia. Analisis hidrologi yang berkaitan dengan topografi adalah analisis hidrologi yang berkaitan dengan terrain atau topografi. Beberapa analisis yang termasuk kelompok ini adalah penghitungan flow direction, flow accumulation, flow length, pour point, stream order dan watershed. Untuk melakukan analisis hidrologi, data yang tepat digunakan adalah DEM yang sudah terbebas dari fitur-fitur seperti bangunan, pohon, dan lain-lain. Sehingga nilai elevasi pada DEM hanya nilai elevasi muka permukaan tanah yang sering disebut dengan Digital Terrain Model (DTM). Namun untuk analisis yang luas, terkadang data DEM yang masih mengandung nilai-nilai fitur bangunan, pohon dan lain-lain seringkali digunakan.
1. Fitur Persiapan Data DEM
Rekondisi DEM (DEM recondition) dilakukan untuk melakukan penyesuaian DEM agar konsisten dengan data vektor jejaring aliran (strean) ataupun gigir (ridge). Analisis hidrologi menggunakan DEM seringkali memunculkan hasil yang sulit diteruna oleh pengguna, semisal batas DAS yang tidak semestinya, stream yang bergeser, dan sebagainya. Hal tersebut sangat lumrah terjadi mengingat akurasi horizontal dan vertikal dari data DEM yang digunakan kurang baik digunakan untuk daerah landai atau informasi tambahan ketinggian fitur (pepohonan, bangunan, dsb) yang digunakan untuk mengkoreksi DEM kurang memadai. Penyesuaian jejaring aliran ke dalam data DEM akan sangat membantu akurasi dari analisis hidrologi. DEM baru yang dihasilkan akan sesuai dengan jejaring aliran (sungai, parit, dsb) ataupun gigit yang sudah tersedia.
kepentingan analisis, nilai NoData diubah menjadi 0 (nol) dengan menggunakan MapAlgebra atau Reclassify. Efek dari rekondisi adalah membuat posisi sungai serta kecenderungan aliran air menuju sungai lebih konsistten dengan data sungai vektor. Untuk mengetahui apakah proses rekondisi yang telah dibuat sudah memuaskan atau belum, pengguna dapat melakukan pengecekan profil memotong sungai.
Setelah melakukan rekondisi DEM, langkah selanjutnya adalah analisis Fill. Analisis Fill digunakan untuk menghasilkan depressionless DEM. Nilai terendah dari DEM digunakan sebagai tujuan akhir dari aliran air yang biasanya adalah pixel-pixel yang berada di tepi pantai atau tepi danau besar. Namun seringkali DEM memiliki sink, yaitu pixel-pixel yang memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai disekelilingnya. Sink harus dihilangkan dengan cara mengisinya (fill) agar tidak diidentifikasi sebagai tujuan akhir dari aliran air.
Gambar 3.1 Profil dari Sink Sebelum dan Setelah Proses Fill
2. Flow Direction (arah aliran)
21
Gambar 3.2 Pengkodean Arah Aliran
3. Flow Accumulation
Fitur flow accumulation digunakan untuk menentukan akumulasi aliran dari setiap sel. Suatu sel yang memiliki flow accumulation nol (0) menunjukkan jika tidak ada satu sel pun yang akan mengalirkan air kepada sel tersebut, demikian juga jika suatu sel memiliki flow accumulation seratus (100), maka akan terdapat sejumlah 100 sel yang akan mengalirkan air kepada sel tersebut. Semakin tinggi nilai flow accumulation suatu sel maka semakin tinggi juga potensi air akan terakumulasi pada sel tersebut. Output dari fitur flow accumulation adalah data raster dengan nilai pada sel adalah jumlah sel yang akan menyumbangkan air kepadanya.
Gambar 3.3 Determinasi Akumulasi Aliran
4. Stream Order
Stream dapat diartikan sebagai jejaring aliran, baik itu berupa sungai, parit, dan sebagainya yang secara teoritis jika terjadi hujan akan secara signifikan dialiri air. Identifikasi stream dapat diartikan dengan sebagai identifikasi jejaring aliran dengan ambang batas tertentu.
23
Gambar 3.4 Metode Aliran Strahler
5. Pour Point
Titik outlet, atau sering disebut watershed outlet atau pour point, adalah titik dimana batas daerah tangkapan ditentukan. Beda posisi outlet memiliki beda hasil delineasi. Titik outlet dapat berupa bendungan atau stasiun pengamatan erosi. Titik outlet harus tepat berada di atas sel yang memiliki flow accumulation paling tinggi. Jika posisi outlet meleset sedikit saja, maka proses delineasi daerah tangkapan tidak akan sesuai yang diharapkan. Titik outlet yang ditentukan/diukur dengan menggunakan GPS dengan akurasi tinggi pun belum tentu dapat digunakan untuk delineasi daerah tangkapan karena yang diperlukan adalah posisi outlet yang konsisten dengan data flow accumulation. Untuk menempatkan outlet dengan benar, pengguna dapat melakukan hal berikut,
1)Penggeseran titik outlet secara visual/manual, observasi secara visual data flow accumulation dan geser fitur outlet sehingga tepat berapa pada nilai akumulasi tertinggi. Cara ini sangant direkomendasikan mengingat user/pengguna memiliki kontrol penuh untuk meletakkan dimana seharusnya outlet berada.
2)Gunakan snap pour point, untuk menggeser titik outlet (fitur/raster) sehingga berapa pada flow accumulation tertinggi terdekat.
6. Delineasi Daerah Tangkapan (Watershed tool)
Delineasi daerah tangkapan adalah identifikasi sel-sel yang jika dijatuhkan air akan mengalir kepada titik outlet yang akan ditentukan. Untuk melakukan delineasi daerah tangkapan diperlukan adanya arah aliran, akumulasi aliran dan outlet.
seluruh air limpasan akan mampir ke outlet. Dengan demikian, delineasi di sini sangat terhantung kepada dimana outlet ditempatkan. Salah satu fitur ArcGIS Desktop untuk melakukan delineasi adalah watershed dan basin.
Hasil dari fitur watershed adalah data raster dimana sel yang berada pada daerah tangkapan yang sama akan memiliki atribut yang sama yang bersumber dari atribut atau nilai outlet. Namun analisis delineasi daerah tangkapan seperti telah dibahasa pada bagian ini tidak dapat digunakan untuk secara instan membagi suatu wilayah, misalnya satu provinsi atau satu pulau, menjadi beberapa daerah aliran sungai.
Gambar 3.5 Komponen Watershed
Delineasi daerah tangkapan hanya dilakukan untuk membuat daerah tangkapan dari titik-titik outlet yang telah dibuat dan disesuaikan. Pada beberapa analisis, diperlukan pembagian suatu wilayah menjadi DAS sehingga wilayah tersebut ‘habis’ dibagi ke dalam DAS-DAS. Dalam hal ini maka lokasi outlet dapat diletakkan pada percabangan sungai atau muara sungai secara otomatis. Untuk melakukan hal tersebut diperlukan fitur basin. Data daerah tangkapan yang dihasilkan oleh fitur basin adalah berupa data raster. Untuk analisis basin biasanya ditujukan untuk pengelolaan sehingga batas DAS yang diperlukan tidak hanya berupa batas DAS secara alami, tapi juga dapat digunakan untuk tujuan pengelolaan.
25 BAB IV
METEDE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah sungai Progo yang memiliki luas daerah tangkapan atau daerah aliran sungai sebesar 246.119,02 Ha, panjang sungai 140 km, elevasi tertinggi di hulu sungai ±1637,00 mdpl dengan elevasi terendah ±0,00 mdpl. Sungai mengalir mulai dari Lereng Gunung Sindoro, Sumbing, Merbabu dan Merapi di Propinsi Jawa Tengah. Sungai Progo bagian hilir mengalir melintasi perbukitan rendah Menoreh yang berada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan akhirnya bermuara di Samudera Indonesia di Pantai Selatan Pulau Jawa. DAS Progo terbentang antara 07º 11’ 7” - 7º 59’ 06” LS dan 110º 11’ 18” - 110º 38’ 18” BT.
B. Bahan Penelitian
Seluruh data yang digunakan dalam analisis adalah data sekunder, berikut merupakan data-data yang digunakan dalam analisis penelitian.
a. Data Elevasi Benchmark dan ControlPoint
Diperoleh dari PT. Bhawana Prasasta pada proyek “DED Pemanfaatan Air Baku di WS Serayu Bogowonto dan WS Progo Opak Serang”.
b. Digital Elevation Model (SRTM 1 Arc Second)
Download di situs earthexplorer.usgs.gov dengan membuat akun terlebih dahulu,
Dengan spesifikasi;
1) Sumber data : SRTM 1 Arc Second Global 2) Tanggal publikasi : 23 September 2014
3) Format : GeoTIFF
4) Kedalaman Pixel : 16 Bit Signed Integer 5) Pyramids : Level 4
6) Resolusi : 1 Arc Second (± 30,98m) 7) Datum : World Geografic System 1984
c. Peta kontur, batas administrasi, tatagunalahan, dan jenis tanah provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG).
d. Peta jaringan sungai Jawa tengah dan DI Yogyakarta, diperoleh dari BIG dan BPDAS Serayu Opak Progo.
27
C. Alat Penelitian
1. PC atau Laptop yang digunakan harus berspesifikasi terhadap software ArcGIS Desktop 10.3.1 dan Microsoft Office 2013.
2. Software ArcMap 10.3.1 (ArcGIS Desktop 10.3.1), digunakan untuk melakukan pengolahan data DEM dan analisis hidrologi.
3. Extensi software ArcHydro untuk software ArcGIS Desktop 10.3.1, digunakan untuk melakukan rekondisi DEM.
4. Software Microsoft Excel 2013, digunakan untuk melakukan rekap data hasil analisis ArcGIS Desktop 10.3.1.
Mulai
Kajian Pustaka
Pengumpulan Data
Data Sekunder
Analisis Data Spasial ArcGIS
Rekapitulasi Data Atribut ArcGIS
Evaluasi Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selelsai D. Tahapan Penelitian
Berikut merupakan tahapan penelitian yang disajikan dalam bentuk bagan alir.
Gambar 4.2 Bagan Alir Tahapan Penelitian
29
E. Analisis Hasil
1. Analisa Perbandingan Elevasi
Perbandingan dilakukan pada elevasi dari data Digital Elevation Model terhadap data kontur dari BIG (RBI). Teknik perbandingan yang dilakukan adalah dengan membandingkan data elevasi antara dua sumber pada 100 titik sampel yang sama. Titik sampel berupa data shapefile yang berupa point, kemudian diletakkan pada 100 titik secara acak dan merata pada wilayah DAS Progo.
Pengambilan data elevasi pada data kontur BIG dilakukan dengan terlebih dahulu mengkonversi data kontur menjadi data surface atau permukaan atau TIN (Triangulasi Irreguler Network ). Adapun tool yang digunakan adalah Create TIN (toolbox) dengan menggunakan data kontur BIG sebagai Input Feature Class, dan kolom “VALKNT” sebagai kolom yang berisi informasi ketinggian pada garis kontur.
Kemudian digunakan tool Add Surface Information (toolbox) untuk mendapatkan nilai elevasi pada setiap titik sampel. Input Feature Class diisi data shapefile titik sampel, Input Surface diisi data TIN dari kontur DAS Progo dan Output Property dicentang “Z”. Sedangkan untuk data DEM dilakukan dengan cara yang sama, namun pada data DEM tidak perlu dilakukan pembuatan TIN.
31
Setelah proses di atas selesai, dapat dilakukan pengamaatan perbedaan elevasi dengan melakukan konversi dari tabel atribut ke excel. Proses konversi ke excel dilakukan guna mempermudah pengamatan, pengelolaan dan evaluasi data. Proses konversi ke excel dapat dilakukan dengan menggunakan tool Table to Excel (Toolbox).
Selain melakukan perbandingan elevasi DEM terhadap kontur yang bersumber dari BIG, dilakukan juga perbandingan elevasi DEM terhadap elevasi dari beberapa Benchmark dan Control Point yang berada di wilayah DAS Progo yang diperoleh dari pengukuran topografi oleh PT. Bhawana Prasasta untuk proyek “DED Pemanfaatan Air Baku di WS Serayu Bogowonto dan WS Progo Opak Serang”.
Perbandingan dilakukan dengan teknik/cara yang sama pada perbandingan antara data DEM dan kontur BIG. Perbedaan perbandingan terletak pada titik yang digunakan sebagai acuan. Titik yang digunakan sebagai acuan adalah titik dari input koordinat Benchmark dan Control Point.
Titik Benchmark dan Control Point selanjutnya di plot pada DEM SRTM 1 Arc Second untuk mencari elevasi DEM pada titik-titik tersebut. Ekstraksi elevasi DEM dilakukan dengan tool Add Surface Information,
dengan input feature adalah titik Benchmark dan Control Point, kemudian untuk Input Surface adalah DEM SRTM 1 Arc Second.
2. Delineasi Batas DAS
Untuk mendelineasi batas DAS digunakan tool Watershed (Toolbox) yang mampu menetukan wilayah suatu DAS berdasarkan arah aliran dan titik outletnya. Berikut merupakan langkah-langkah untuk memperoleh delineasi batas DAS menggunakan tool Watershed menggunakan data DEM.
a. Download Data DEM
Proses download dilakukan pada situs earthexplorer.usgs.gov yang menyediakan data DEM dari SRTM 1 Arc Second per 1 luasan dengan satuan derajat atau 1,1664×1010 m. Adapun wilayah data DEM yang didownload adalah;
1) 7°LS , 108°BT sampai dengan 7°LS , 111°BT 2) 8°LS , 108°BT sampai dengan 8°LS , 111°BT 3) 9°LS , 110°BT sampai dengan 9°LS , 111°BT
3. Mempersiapkan DEM
Untuk melakukan penggabungan data DEM yang saling bertetangga, pengguna dapat menggunakan tool Mosaic to New Raster (toolbox). Tool ini berfungsi menyatukan beberapa data raster yang saling bertetangga dan identik, kemudian menyimpannya sebagai data
33
raster yang baru. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengisian informasi untuk analisis,
1) Input raster diisi data-data DEM (raster) yang akan digabungkan 2) Nama DEM (raster) baru diisi disertai ekstensinya yaitu “.tif” 3) Number of band diisi 1, karena DEM akan terdiri dari 1 band.
Sedangkan untuk melakukan pemotongan pada data raster, pengguna dapat memilih beberapa metode pemotongan yang terdapat pada toolbox. Pilihan yang paling efisien, mudah dan cepat adalah dengan metode koordinat (extract by polygon atau extract by rectangle) dan metode topeng (extract by mask). Tool extract by mask berfungsi memotong atau mengclip raster berdasarkan wilayah dari mask atau topeng yang dapat berupa data feature ataupun raster. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengisian informasi untuk analisis,
4) Input raster diisi data DEM yang akan dipotong,
5) Input mask diisi data batas administrasi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, dikarenakan wilayah analisis DAS Progo berada di provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta,
Menggabungkan dan memotong data DEM terkadang akan menemukan masalah NoData atau dengan kata lain beberapa piksel tidak memiliki nilai atau kosong. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat digunakan tool IsNull dan Con (toolbox).
Tool IsNull berfungsi mengubah nilai piksel NoData menjadi 1 dan piksel yang tersisa menjadi 0. Dimana inputraster yang digunakan adalah data DEM yang telah dipotong/diclip.
Gambar 4.8 Peta Administrasi dan Data DEM
35
Kemudian tool Con berfungsi melakukan kondisi atau logika if (jika) yang sangat identik dengan formula/logika if pada Ms. Excel. Dimana,
6) Input conditional raster, pilih raster yang akan dikondisikan, hasil analisis IsNull dimasukkan mengingat data hasil IsNull telah terbagi menjadi 2 nilai (0 dan 1).
7) Expression (optional), masukkan logika, formula, atau ekspresi nilai. Pada data IsNulldapat tulis “value=0”, hal ini dikarenakan nilai 0 pada data IsNull merupakan wilayah yang akan diinput dengan nilai DEM yang asli.
8) Input true raster or constant value, diisi data DEM yang asli, hal ini dikarenakan logika yang digunakan adalah jika nilai dari raster (IsNull) adalah 0, maka nilainya akan berubah sesuai dengan input true raster (DEM asli).
9) Input false raster or constant value (optional), dimasukkan nilai (0). Dapat juga memasukkan referensi DEM lain sebagai pengganti nilai dari piksel yang kosong. Jika nilai dari raster IsNull adalah selain 0, maka nilai/value akan dianggap salah (false) dan kemudian akan diganti nilai pikselnya berdasarkan Input false raster or constant value.
Maka semua piksel yang kosong (NoData) akan diganti nilainya dengan 0 (nol).
4. Rekondisi DEM
Untuk merekondisi DEM dibutuhkan fitur tambahan pada ArcGIS yaitu ArcHydro. Rekondisi DEM dengan ArcHydro menggunakan tool DEM Recontioning, data DEM dan data jejaring aliran atau sungai. Data jejaring aliran yang digunakan adalah data sungai dari BIG. Penggunaan data jejaring aliran dari BIG dipilih dikarenakan keakuratan data dari BIG yang lebih baik dibanding dari BPDAS Serayu Opak Progo. Hal ini telah dibuktikan oleh penulis dengan melakukan survei langsung ke lapangan untuk memperhatikan topologi dari DAS Progo.
Kemudian untuk pengisian data dan nilai analisis adalah sebagai berikut;
- Raw DEM, diisi data raster DEM yang akan direkondisi, - AGREE Stream, diisi data fitur Sungai dari BIG,
- AGREE DEM, diisi nama data DEM setelah rekondisi, yang di awali dengan kata “AgreeDEM”,
- Stream buffer (number of cell), diisi jumlah sel/piksel yang akan direkondisi di sekitar garis sungai, terhitung dari piksel pada titik tengah garis sungai ke kiri dan ke kanan,
- Smooth drop/raise (DEM Z-unit), diisi nilai ketajaman/kemiringan melintang sungai dalam satuan yang menyesuaikan satuan ketinggian DEM (meter),
37
- Sharp drop/raise (DEM Z-unit), diisi nilai kedalaman sungai pada satu titik piksel yang berada di tengah sungai dalam satuan yang menyesuaikan satuan ketinggian DEM (meter),
Hal yang paling berpengaruh dalam merekondisi DEM adalah input nilai pada Stream buffer, Smooth drop/raise dan Sharp drop/raise. Pemahaman terhadap topologi dari suatu wilayah DAS dan sungai yang ada di dalamnya akan sangat membantu dalam menemukan hasil batas DAS sesuai harapan.
5. Analisis Aliran
Dalam melakukan analisis aliran, digunakan tool Flow Direction untuk menentukan arah aliran dan tool Flow Accumulation untuk menentukan nilai akumulasi aliran. Namun sebelum menentukan arah aliran, terlebih dahulu harus melakukan pengisian pada beberapa piksel yang memiliki nilai lebih kecil dibandingkan dengan piksel disekitarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan tool Fill. Input raster yang digunakan pada tool Fill adalah data DEM yang telah siap dan tanpa kerusakan pada piksel-pikselnya, baik melalui tahapan rekondisi ataupun tidak.
Kemudian dilakukan analisis arah aliran menggunakan tool Flow Direction dengan Input raster adalah data DEM yang telah melewati proses analisis Fill.
Untuk analisis akumulasi aliran menggunakan tool Flow Accumulation dengan hasil analisis Flow Direction sebagai Input Raster yang digunakan.
Gambar 4.13 Kotak Dialog Input Data Tool Fill
39
6. Watershed
Untuk melakukan delinasi Batas DAS menggunakan tool Watershed, dibutuhkan sebuah titik outlet atau biasa disebut pourpoint. Titik outlet harus terletak pada akumulasi aliran tertinggi dari jejaring sungai yang dihasilkan DEM. Titik outlet dibuat dengan cara meletakan sebuah titik atau point berupa data fitur ataupun shapefile di wilayah dengan nilai akumulasi aliran tertinggi.
Gambar 4.15 Kotak Dialog Input Data Tool Flow Accumulation
Setelah melakukan peletakan titik outlet pada daerah dengan nilai akumulasi tertinggi, selanjutnya menjalankan tool Watershed dengan Input raster berupa raster hasil Flow Direction dan Input raster or feature pour point data adalah data feature titik outlet.
7. Konversi dan kalkulasi geometri
Hasil analisis tool Watershed, Flow Accumulation, dan Slope merupakan data raster dengan dimensi yang cukup sulit untuk diidentifikasi. Untuk itu dibutuhkan sebuah proses konversi dari data raster ke data feature. Hasil analisis tool Watershed kemudian dikonversi menggunakan tool Raster to Polygon.
Setelah melakukan konversi ke data feature, dapat dilakukan proses perhitungan atau kalkulasi luasan dan panjang. Proses kalkulasi dapat dilakukan dengan menggunakan tool Add Geometry Attributes
Gambar 4.17 Kotak Dialog Input Data Tool Watershed
41
yang mampu melakukan perhitungan atau kalkulasi geometri terhadap data atribut. Adapun beberapa parameter yang diperhatikan dalam proses kalkulasi adalah sebagai berikut;
- Pada baris Geometry Propertise, centang LENGTH_GEODESIC (untuk panjang garis sungai), AREA_GEODESIC (untuk luasan DAS), dan PARIMETER_LENGTH_GEODESIC (untuk panjang keliling DAS)
- Untuk satuan panjang (Length Unit (optional)) diisi METERS - Untuk satuan luas (Area Unit (optional)) diisi SQUARE_METERS 8. Jejaring Aliran
Untuk membuat jejaring aliran dilakukan analisis tool Flow Accumulation yang terlebih dahulu diklasifikasi menggunakan tool Reclassify (Toolbox). Proses klasifikasi dilakukan untuk menentukan nilai
atau value dari raster yang akan dijadikan sebagai DAS dan Sungai. Klasifikasi untuk hasil akumulasi aliran (Flow Accumulation) dilakukan dengan pengamatan pixel value yang layak sebagai anak sungai dan sungai utama. Berdasarkan penyesuaian terhadap jaringan sungai dari BIG, ditentukan nilai rata-rata dari pixel value secara keseluruhan ditentukan sebagai klasifikasi untuk anak sungai, kemudian nilai standar deviasi (Pixel Value) untuk menentukan nilai dari sungai utama.
Untuk menentukan ordo sungai, digunakan tool Stream Order. Dengan menggunakan metode Strahler.
Data jejaring aliran berupa garis anak sungai dan sungai utama diperoleh berdasarkan hasil analisis Flow Accumulation atau akumulasi aliran yang telah diklasifikasi dan ditentukan ordonya kemudian dikonversi menjadi data feature polyline.
Gambar 4.20 Kotak Dialog Input Data Tool Stream Order
43
9. Kemiringan Lahan
Untuk memperoleh data kemiringan lahan, digunakan tool Slope. Wilayah data DEM yang digunakan adalah batas administrasi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Hal yang perlu diperhatikan adalah satuan kemiringan lereng (Output measurement (optional)) yang berupa DEGREE harus diubah menjadi PERCENT RISE. Hal ini dikarenakan satuan kemiringan yang akan digunakan adalah persentase perbedaan elevasi terhadap jarak. Sedangkan untuk baris Z factor (optional) diisi 0,000008976042, hal ini dikarenakan konversi satuan derajat ke meter pada satuan dari data DEM yang menggunakan referensi spasial WGS_1984.
Setelah diperoleh data kemiringan yang masih berupa data raster, pengguna dapat melakukan proses konversi ke data feature dengan terlebih dahulu melakukan klasifikasi yang ditetapkan berdasarkan kelas kemiringan (5 kelas) pada RLKT tahun 1986 tentang penetapan faktor LS berdasarkan kelas kemiringan lahan. Setelah proses konversi, dilakukan pemotongan wilayah menggunakan tool Clip pada daerah aliran sungai Progo hasil analisis.
10.Tataguna Lahan
Berdasarkan data tataguna lahan pulau Jawa, dilakukan pemotongan menggunakan tool Clip berdasarkan luasan daerah aliran sungai Progo.
11.Jenis Tanah
Berdasarkan data jenis tanah pulau Jawa, dilakukan pemotongan menggunakan tool Clip berdasarkan luasan daerah aliran sungai Progo.
Gambar 4.23 Kotak Dialog Input Data Tool Clip Tataguna Lahan