• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. BrandAwareness (Kesadaran Merek)

Menurut Aaker dalam Tong (2009), kesadaran merek adalah kemampuan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali

commit to user

10

bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Sedangkan menurut Durianto dkk (2001), kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Peran kesadaran merek dalam ekuitas merek tergantung pada sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek (Aaker dalam dalam Kartono, 2007).

Berikut gambar piramida kesadaran merek menurut Aaker dalam kartono, (2007:16) :

Gambar II.2

Piramida Kesadaran Merek Sumber : Aaker dalam Kartono (2007)

commit to user

11

Gambar II.2 menunjukan adanya empat tingkatan kesadaran merek yang disebut piramida kesadaran merek. Piramida kesadaran merek dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut :

1) UnawareOfBrand (tidak menyadari merek)

Adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek. 2) BrandRecognition (Pengenalan merek)

Adalah tingkat minimal kesadaran merek, di mana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aidedrecall).

3) BrandRecall (Pengingatan kembali terhadap merek)

Adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaidedrecall).

4) TopofMind (Puncak pikiran)

Adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.

Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai (Durianto dalam Kartono, 2007). Kesadaran merek memberikan nilai melalui empat cara, seperti pada gambar II.3.

commit to user

12

Gambar II.3

Nilai-nilai Kesadaran Merek Sumber : Durianto dalam Kartono (2007)

Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut : 1) Jangkar tempat tautan berbagai asosiasi

Suatu merek yang kesadarannya tinggi dibenak konsumen akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, maka asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.

2) Familier/rasa suka

Jika kesadaran atas merek sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek tersebut, dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek tersebut.

commit to user

13 3) Substansi/komitmen

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diiklankan secara luas, eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, jangkauan distribusi yang luas, dan merek tersebut dikelola dengan baik.

4) Mempertimbangkan merek

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai

pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen.

b. BrandAssociation (Asosiasi Merek)

Menurut Aaker dalam Hanggadhika (2010), asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Simamora dalam kartono (2007), menyatakan bahwa asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan tentang merek dalam ingatan.

commit to user

14

Sedangkan menurut Durianto dkk (2001), asosiasi merek merupakan segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asosiasi merek merupakan segala hal atau kesan yang ada dibenak seseorang yang berkaitan dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi atau menggunakan suatu merek atau dengan seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermakna. Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image-nya) menjadi pijakan

konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada merek tersebut. Dalam prakteknya, didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan varian dari asosiasi merek yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi perusahaan maupun dari sisi pengguna. Berbagai nilai asosiasi merek tersebut, menurut Simamora dalam kartono (2007) antara lain :

1) Proses penyusunan informasi

Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan.

commit to user

15 2) Pembedaan

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain.

3) Alasan untuk membeli

Asosiasi merek yang berhubungan dengan atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat membeli untuk menggunakan merek tersebut.

4) Menciptakan sikap atau perasaan positif

Asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merambat pada merek yang bersangkutan.

5) Landasan untuk perluasan

Asosiasi dapat menjadi dasar perluasan sebuah merek dengan menciptakan kesan kesesuaian antara merek tersebut dan produk baru perusahaan.

commit to user

16

Gambar II.4

Nilai-Nilai Asosiasi Merek

Sumber : Simamora dalam Kartono (2008)

c. PerceivedQuality (Persepsi Kualitas)

Menurut Aaker dalam Hanggadhika (2010), persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya. Simamora dalam kartono (2007) menyatakan bahwa persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain. Sedangkan menurut Durianto dkk (2001), persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan terhadap

commit to user

17

keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas merupakan persepsi dari pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan harapan pelanggannya. Persepsi kualitas mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteritik produk.

Mengacu kepada pendapat David A. Garvin dalam Durianto dkk (2001), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu : 1) Kinerja

Melibatkan berbagai karakteritik operasional utama. 2) Pelayanan

Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.

3) Ketahanan

Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. 4) Keandalan

Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

commit to user

18 5) Karakteritik produk

Bagian-bagian tambahan dari produk (feature). Penambahan ini

biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama.

6) Kesesuaian dengan spesifikasi

Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan diuji.

7) Hasil

Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas yang penting.

Persepsi kualitas mempunyai peranan yang penting dalam membangun suatu merek, dalam banyak konteks persepsi kualitas sebuah merek dapat menjadi alasan yang penting pembelian serta merek mana yang akan dipertimbangkan pelanggan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan merek mana yang akan dibeli. Secara umum menurut Durianto dalam Idhatama (2008), persepsi kualitas dapat menghasilkan nilai-nilai berikut :

commit to user

19 1) Alasan untuk membeli

Konsumen seringkali tidak termotivasiuntuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada obyektivitasnya mengenai kualitasnya.

2) Diferensiasi atau posisi

Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut superoptimum, optimum, bernilai, atau ekonomis. Juga, berkenaan dengan persepsi kualitas, apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain.

3) Harga optimum

Harga optimum dapat meningkatkan laba atau memberikan sumber daya untukreinvestasi pada merek tersebut.

4) Minat saluran distribusi

Pada saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan yang diminati oleh konsumen.

5) Perluasan merek

Sebuah merek yang kuat dalam hal persepsi kualitas dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh dan akan memiliki peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas lemah.

commit to user

20

Gambar II.5

Nilai-nilai Persepsi Kualitas

Sumber : Durianto dalam Idhatama (2008)

d. BrandLoyalty (Loyalitas Merek)

Menurut Aaker dalam Hanggadhika (2010), loyalitas merek adalah suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Simamora dalam kartono (2007), menyatakan bahwa loyalitas merek adalah ukuran kedekatan pelanggan pada sebuah merek. Sedangkan menurut Durianto dkk (2001), loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan kepada sebuah merek.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek merupakan ukuran kesetiaan, kedekatan atau keterkaitan

commit to user

21

pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut dihadapi adanya perubahan, baik menyangkut harga maupun atribut lainnya.

Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan loyalitas merek. Masing-masing tingkatannya menunjukan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut menurut Aaker dalam Kartono (2007), yaitu :

1) Switcher (Berpindah-pindah)

Adalah tingkatan loyalitas paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling tampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah dan banyak konsumen lain yang membeli merek tersebut.

2) HabitualBuyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan)

Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau

commit to user

22

pengorbanan lain. Jadi, pembeli ini dalam membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.

3) SatisfiedBuyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsi. Namun pembeli ini dapat saja berpindah merek dengan menanggung biaya peralihan (switching cost), seperti

waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi.

4) LikesTheBrand (Menyukai merek)

Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tingggi. Dan mereka menganggap merek sebagai sahabat.

5) CommittedBuyer (Pembeli yang berkomiten)

Adalah kategori pembeli yang setia. Pembeli ini mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk

commit to user

23

merekomendasikan / mempromosikan merek yang digunakannya kepada orang lain.

Gambar II.6 Piramida Loyalitas Merek Sumber : Aaker dalam Kartono (2007)

Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, loyalitas merek dapat menjadi aset strategis bagi perusahaan. Menurut Durianto dalam Kartono (2007), loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan dalam bentuk:

1) Mengurangi biaya pemasaran (reducedmarketingcosts)

Biaya pemasaran untuk mempertahankan pelanggan akan lebih murah dibandingkan dengan biaya pemasaran untuk

commit to user

24

mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan semakin kecil jika loyalitas merek meningkat.

2) Meningkatkan perdagangan (trade leverage)

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3) Menarik minat pelanggan baru (attracting new customers)

Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut dan biasanya akan merekomendasikan/mempromosikan merek yang ia pakai kepada orang lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru. 4) Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan (provide time

to respond to competitive threats)

Bila pesaing mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang loyal akan memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespon pesaing dengan memperbarui produknya

commit to user

25

Gambar II.7. Nilai loyalitas merek

Sumber : Durianto dalam Kartono (2008).

B. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian yang dilakukan oleh Tong, Xiao dan Hawley, Fana M (2009) yaitu “Measuring Customer-Based Brand Equity: Empirical Evidence

From The Sportswear Market In China”. Objek dalam penelitian ini yaitu:

Nike, Adidas, Reebok, dan Puma. Overall brand equity diukur berdasarkan empat variable yaitu: kesadaran merek, asosiasi merek persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Penelitian dilakukan dengan 304 responden yang dipilih sebagai sample. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asosiasi merek dan loyalitas merek berpengaruh positif pada ekuitas merek, sedangkan persepsi kualitas dan kesadaran merek tidak berpengaruh positif pada ekuitas merek.

commit to user

26

Penelitian Widjaja Maya, Serli Wijaya dan Regina Jakom (2007) Yaitu “Analisis Penilaian Konsumen Terhadap Ekuitas Merek Coffee Shops Di Surabaya”. Objek dalam penelitian ini yaitu: Exeelso, Dome, Starbucks dan Coffee Beand & Tea Leaf. Ekuitas merek di ukur berdasarkan empat variabel dari Aeker yaitu kesadaran merek, asosiasi merek persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalh Non Probality sampling dan teknik convenience sampling dengan 360 responden yang dipilih sebagai sampel. Selain itu penulis menggunakan teknik Quota sampling dengan membagi sampel yang diambil pada masing-masing Coffee Shops sebanyak 90 responden. Hasil penelitian adalah bahwa keempat variabel (kesadaran merek, asosiasi merek persepsi kualitas, dan loyalitas merek) berpengaruh pada ekuitas merek masing-masing Coffee Shops (Dome, Starbucks dan Coffee Beand & Tea Leaf)

C. KERANGKA PENELITIAN

Kerangka pemikiran menunjukkan arah penyusunan penelitian ini, serta mempermudah dalam memhami dan menganalisa masalah yang dihadapi, maka diperlukan suatu kerangka pemikiran yang akan membeikan gambaran tahap-tahap pemikiran untuk mencapai suatu kesimpulan. Adapun kerangka pemikiran ini adalah sebagai berikut :

commit to user

27 Gambar II.8 Kerangka Penelitian

Sumber : Tong dan Hawley (2009)

Keterangan :

= Pengaruh (+) pada Overall Brand Equity

Dalam penelitian ini menganalis faktor yang membentuk overall brand equity

terhadap suatu produk.

Variabel Independen : Brand Awareness, Brand Asosiation, Perceived Quality

dan Brand Loyalty.

Variabel Dependen : Overall Brand Equity H5 H1 H2 H3 H4 Perceived Quality Brand Asociation Brand Awareness Brand Loyalty Overall Brand Equity

commit to user

28

D. HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban sementara atas masalah dalam penelitian atau pernyataan sementara tentang pengaruh hubungan dua variabel atau lebih. Bagian ini bertujuan untuk memberikan premis dasar terhadap konsep-konsep tentang hubungan kausalitas antar-variabel yang digunakan untuk mengkontruksikan model yang diikuti dengan perumusan hipotesis.

1. Kesadaran merek merupakan komponen penting dari ekuitas merek. Hal ini mengacu pada kemampuan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Aaker dalam Tong dan Hawley, 2009). Menurut Keller dalam Tong dan Hawley (2009), kesadaran merek terdiri dari dua sub-dimensi, yaitu: brand recall dan brand recognition. Brand recall dan

recognition merupakan langkah dasar pertama dalam tugas komunikasi

merek, dimana perusahaan mengkomunikasikan atribut produk tersebut sampai nama merek didirikan dengan mengasosiasikan mereka. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Brand Awareness berpengaruh positif pada overall brand equity.

2. Asosiasi Merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek (Aaker dalam Tong dan Hawley, 2009). Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat

commit to user

29

dengan semakin banyaknya pelanggan yang mengkonsumsi suatu merek. Dengan demikian, merek diyakini mengandung arti bagi konsumen. Asosiasi merek dapat dilihat dalam segala bentuk dan mencerminkan fitur produk atau aspek independen dari produk itu sendiri (Chen dalam Tong dan Hawley, 2009). Satu set asosiasi, biasanya diselenggarakan dalam beberapa cara yang berarti, membentuk citra merek. Asosiasi merek menciptakan nilai bagi perusahaan dan pelanggannya dengan membantu proses/mengambil informasi, membedakan merek, membuat sikap yang positif, dan memberikan alasan untuk membeli (Aaker dalam Tong, 2009). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Brand Association berpengaruh positif pada overall brand equity.

3. Persepsi kualitas yang dimaksud disini adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk. Persepsi kualitas ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk dimata pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk dapat menentukan dari produk tersebut (Durianto, Sugiarto dan Sitinjak, 2001). Kualitas yang dirasakan meminjamkan nilai merek dalam beberapa cara: berkualitas tinggi memberikan konsumen alasan yang baik untuk membeli merek dan memungkinkan merek untuk membedakan dirinya dari pesaing, untuk menetapkan harga premium, dan memiliki dasar yang kuat untuk perluasan merek (Aaker dalam Tong dan Hawley, 2009). Pemasar di

commit to user

30

semua kategori produk dan jasa semakin mengakui pentingnya persepsi kualitas dalam keputusan merek (Morton dalam Tong dan Hawley, 2009). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini, yaitu:

H3: Perceived Quality berpengaruh positif pada overall brand equity.

4. Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Peneliti telah ditantang untuk mendefinisikan dan mengukur loyalitas merek. Dari perspektif perilaku, loyalitas merek didefinisikan sebagai sejauh mana unit pembelian, seperti rumah tangga, konsentrat pembelian dari waktu ke waktu pada merek tertentu dalam suatu kategori produk (Schoell dan Guiltinan dalam Tong dan Hawley, 2009). Dari perspektif sikap, loyalitas merek didefinisikan sebagai "kecenderungan untuk setia pada merek seperti yang ditunjukkan oleh niat untuk membelinya sebagai pilihan utama" (Oliver dalam Tong dan Hawley, 2009). Konsep penelitian loyalitas merek ini tidak atas dasar perilaku konsumen melainkan berdasarkan persepsi konsumen. Pelanggan yang setia cenderung untuk beralih ke pesaing semata-mata karena harga, pelanggan yang setia juga melakukan pembelian lebih sering dibandingkan dengan pelanggan non-setia (Bowen dan Shoemaker dalam Tong, 2009). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:

commit to user

31

5. Dalam penelitian Yasin, Noor dan Mohamad (2007) menunjukkan bahwa kesadaran merek berpengaruh positif pada ekuitas merek. Jadi jika kesadaran merek meningkat, maka ekuitas merek juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan Bamert dan Hehrli (2005) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara persepsi kualitas pada ekuitas merek. Jadi jika persepsi meningkat, maka ekuitas merek juga akan meningkat. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tong dan Hawley (2009) menunjukkan bahwa asosiasi merek dan loyalitas merek berpengaruh positif pada ekuitas merek. Jadi jika asosiasi merek dan loyalitas merek meningkat, maka ekuitas merek juga akan meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5: Brand Awareness, Brand Asociation, Perceived Quality, dan Brand

Loyalty secara bersama-sama berpengaruh positif pada Overall Brand

Equity.

commit to user

32

BAB III

Dokumen terkait