• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Organizational Justice

2.2.2. Dimensi Organizational Justice

Rodriguez (2012), mengemukakan 3 dimensi dari organizational justice, antara lain sebagai berikut.

1. Distributive Justice

Distributive justice adalah mengacu pada keadilan distribusi sumber daya dan hasil, misalnya nilai dan hukuman. Individu mengevaluasi kewajaran pertukaran dengan menempatkan nilai pada apa yang mereka berikan dan membandingkannya dengan apa yang mereka terima sebagai imbalannya.

Keadilan dialami ketika effort individu sebanding dengan nilai yang mereka terima.

2. Procedural Justice

Procedural justice mengacu pada keadilan dari proses yang digunakan untuk membuat keputusan dan mencapai hasil. Chory (2007) menyatakan bahwa masalah procedural justice di dalam kelas sering melibatkan penilaian praktik, metode guru dalam melaksanakan kelas, dan kebijakan untuk perilaku siswa.

17

Ketika siswa menilai kewajaran mengenai bagaimana distribusi sumber daya kelas keputusan dibuat, siswa mengukur procedural justice.

3. Interactional Justice

Interactional Justice mengacu pada kualitas perlakuan interpersonal yang individu terima. Chory (2007), mengemukakan bahwa dalam pendidikan interactional justice melibatkan evaluasi mengenai keadilan guru sehubungan dengan bagaimana mereka memperlakukan siswa dan komunikasi dengan siswa.

2.3 Mahasiswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Siswoyo (2007), mengemukakan bahwa mahasiswa adalah individu yang sedang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setara dengan perguruan tinggi.

Tugas merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari mahasiswa, baik itu tugas yang bersifat individual maupun tugas yang harus dikerjakan di dalam kelompok. Bolton (dalam Pang & Wong, 2011) mengemukakan bahwa hampir 72% tugas yang diberikan di dalam kampus berkaitan dengan tugas berbasis kelompok.

2.4 Pengaruh Organizational Justice Terhadap Social Loafing di Kalangan Mahasiswa

Mahasiswa memiliki kaitan yang sangat erat dengan tugas, baik itu tugas individual maupun tugas yang harus dikerjakan di dalam kelompok. Biasanya,

dosen akan memberikan tugas kelompok dengan tujuan agar mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tugas individual karena tugas kelompok merupakan hasil pemikiran dari beberapa orang dalam kelompok. Sehingga tidak heran jika hampir di semua mata kuliah dapat kita temui tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok. Dengan mengerjakan tugas secara berkelompok, individu diajarkan untuk dapat saling bertoleransi dengan anggota kelompok lainnya dan tidak berusaha untuk mencari keuntungan pribadi. Latane, William dan Harkins (1976), menyatakan bahwa dengan adanya kelompok, seseorang dapat memenuhi tujuan pribadinya dengan lebih mudah melalui tindakan bersama dalam kelompok. Namun kerja kelompok tidak selalu berjalan dengan baik, karena setiap anggota kelompok akan memberikan effort yang berbeda-beda dalam pengerjaan tugas kelompok.

Menurut pendekatan teori pertukaran sosial, suatu hubungan akan dihentikan jika cost dan reward tidak seimbang. Thibaut dan Kelley (1978) menyatakan bahwa ketika individu tidak merasakan keuntungan dari suatu hubungan maka dia cenderung akan meninggalkan hubungan tersebut. Saat individu merasa bahwa effort yang diberikannya di dalam hubungan tidak sesuai dengan output yang diterimanya, maka individu akan meninggalkan hubungan tersebut. Jika hal ini diterapkan di dalam konteks kerja kelompok, ini berarti individu akan mengurangi effortnya ketika individu merasakan ketidakadilan, yaitu effort yang diberikannya di dalam kelompok tidak sesuai dengan output (hasil) yang diterimanya. Piezon (2008), dalam penelitiannya di sebuah kelompok belajar online menyimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara distibutive

19

justice dengan social loafing. Sehingga dapat disimpulkan, saat individu tidak merasakan rasa adil ketika mendapatkan penilaian atau penghargaan maka individu akan cenderung untuk melakukan social loafing. Distributive justice adalah bagian dari organizational justice. Rasa adil itu tidak hanya terkait dengan penilaian tetapi juga persepsi terhadap peraturan yang ada, yang biasa disebut sebagai procedural justice serta interaksi bagaimana dosen memperlakukan mahasiswa (interactional justice). Griffin dan Moorhead (2014), mengemukakan bahwa organizational justice adalah persepsi orang-orang mengenai keadilan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa organizational justice mempengaruhi munculnya social loafing dalam pengerjaan tugas kelompok.

2.5 Hipotesa Penelitian

Hipotesa dari penelitian ini adalah ada pengaruh negatif organizational justice terhadap social loafing. Sedangkan hipotesa alternatifnya adalah tidak ada pengaruh organizational justice terhadap social loafing.

20 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Identifikasi Variabel Penelitian

Azwar (2000), menyatakan bahwa identifikasi variabel penelitian adalah suatu langkah dalam menetapkan variabel-variabel utama yang menjadi fokus dalam suatu penelitian dan penentuan fungsinya masing-masing. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

Variabel tergantung : Social loafing

Variabel bebas : Organizational justice 3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

3.2.1. Social loafing

Social loafing adalah kecenderungan individu untuk mengurangi usaha atau kinerjanya ketika bekerja di dalam kelompok. Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur social loafing adalah Social Loafing Tendency Questionnaire (SLTQ) yang disusun oleh Ling, dkk (2014). Skala ini terdiri atas 7 item self-report SLTQ untuk mengukur variasi individual dalam social loafing. Semakin tinggi skor yang diperoleh individu dalam skala ini berarti semakin tinggi pula kecenderungan social loafing yang dimiliki individu. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, berarti semakin rendah kecenderungan social loafing yang dimiliki individu.

21

3.2.2. Organizational Justice

Organizational justice merupakan persepsi seseorang mengenai perlakuan adil yang diterima individu yang berkaitan dengan nilai (output) dan kontribusi individu, proses dalam memperoleh nilai, dan perlakuan yang diberikan dosen kepada individu. Organizational justice diukur dengan skala yang diadaptasi dari skala High School Organizational Justice yang disusun oleh Rodriguez (2012).

Skala ini terdiri dari 25 aitem untuk mengukur variasi individu dalam persepsinya mengenai organizational justice. Semakin tinggi skor organizational justice yang diperoleh seseorang, maka semakin tinggi keadilan yang dirasakan individu.

Sebaliknya, semakin rendah skor organizational justice, maka semakin rendah pula keadilan yang dirasakan individu.

3.3. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 di kota Medan.

3.3.2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode non-probability sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang digunakan apabila tidak semua orang di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian adalah incidental sampling, untuk mendapatkan akses yang lebih praktis dan mudah.

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 255 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi karena data yang ingin diukur berupa konsep psikologis yang dapat diungkapkan secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000).

3.4.1. Skala social loafing

Alat ukur yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Social Loafing Tendency Questionnaire (SLTQ) yang dikemukakan oleh Ying, dkk (2014). Skala ini terdiri dari 7 pernyataan dan menggunakan lima pilihan respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Blue print skala social loafing dapat dilihat di tabel 1.

23

Tabel 3.1. Blue Print Skala Social Loafing Aspek Indikator

3.4.2 Skala Organizational Justice

Alat ukur yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah skala organizational justice yang diadaptasi dari skala High School Organizational Justice yang disusun oleh Rodriguez (2012). Dimensi-dimensi dari organizational justice (distributive jusctice, procedural justice, dan interactional justice). Skala menggunakan 7 pilihan respon (1-7). Blue print skala organizational justice dapat dilihat di tabel 3.2.

Tabel 3.2. Blue Print Skala Organizational Justice Dimensi Indikator Perilaku Aitem Distributive ingin diukur. Uji validitas menurut Azwar (2010) diperlukan untuk mengetahui apakah sebuah alat ukur mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi mengukur sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur. Selain itu, validitas lainnya adalah validitas tampilan (face validity). Validitas ini menunjukkan apakah tes tersebut terlihat valid bagi peserta tes yang mengikutinya, bagi administator yang memutuskan untuk menggunakannya, dan bagi orang lain (Anastasi & Urbina, 1997).

25

3.5.2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur merupakan konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000). Teknik yang digunakan untuk pengukuran reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach. Semakin koefisien reliabilitas mendekati angka 1.00, menunjukkan semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, semakin koefisien reliabilitas mendekati angka 0.00, berarti semakin rendah reliabilitasnya.

Reliabilitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 18.0 for windows.

3.6. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur berikut ini dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2018.

Uji coba dilakukan terhadap 79 orang mahasiswa S1 Psikologi di Universitas Sumatera Utara. Peneliti mengelolah data uji coba alat ukur menggunakan SPSS 18.0 version for Windows.

3.6.1. Hasil Uji Coba Skala Social Loafing

Pada skala social loafing, jumlah aitem yang digunakan dalam uji coba sebanyak 7 aitem. Setelah dilakukannya uji coba, semua aitem memenuhi koefisien korelasi minimum, yaitu diatas 0,30. Koefisien korelasi aitem pada hasil uji coba berkisar antara 0,547 sampai dengan 0,887.

Tabel 3.3 Blue Print Skala Social Loafing Setelah Uji Coba

3.6.2. Hasil Uji Coba Skala Organizational Justice

Pada skala organizational justice, jumlah aitem yang digunakan dalam uji coba sebanyak 25 aitem. Setelah dilakukannya uji coba, semua aitem memenuhi koefisien korelasi minimum, yaitu diatas 0,30. Koefisien korelasi aitem pada hasil uji coba berkisar antara 0,775 sampai dengan 1,351.

27

Tabel 3.4. Blue Print Skala Organizational Justice Setelah Uji Coba Dimensi Indikator

3.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan pengolahan data.

3.7.1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan kedua variabel yang hendak diukur, yaitu social loafing dan organizational justice. Peneliti menggunakan jurnal dan artikel sebagai referensi untuk kedua variabel yang akan diukur. Selanjutnya, peneliti mencari alat ukur yang berupa skala untuk mengukur social loafing dan organizational justice.

Setelah peneliti menemukan skala tersebut, peneliti pun mengadaptasinya ke bahasa Indonesia dan menyesuaikannya dengan setting pendidikan. Peneliti juga meminta bantuan kepada proffesional judgement, dalam hal ini adalah dosen pembimbing untuk meninjau kembali kesesuaian aitem-aitem yang telah dibuat oleh peneliti. Setelah ada persetujuan dari dosen pembimbing, peneliti kemudian melakukan try out alat ukur kepada 79 mahasiswa stambuk 2017 di Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara pada tanggal 29 Maret 2018. Setelah itu, peneliti melakukan analisis data dari hasil try out alat ukur tersebut, dan hasil analisis menunjukkan bahwa semua aitem yang ada memenuhi kriteria social loafing dan organizational justice. Peneliti pun mempersiapkan alat ukur yang nantinya akan disebarkan kepada subjek penelitian.

3.7.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari tanggal 03 April 2018.

Pengambilan data ini dilakukan pada mahasiswa dari beberapa Universitas yang ada di kota Medan, yaitu sebanyak 255 mahasiswa.

29

3.7.3. Tahap Pengolahan Data

Setelah skala terkumpul seluruhnya, peneliti kemudian melakukan pengolahan data dengan bantuan program SPSS version 18.0 for Windows.

30 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan secara keseluruhan sesuai dengan data yang telah didapatkan.

Pembahasan akan diawali dengan memberikan gambaran mengenai subjek dalam penelitian, dan kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisa terhadap hasil penelitian.

4.1. Analisa Data

4.1.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menjalankan perkuliahan S1 yang dalam proses belajarnya sering mengerjakan tugas yang berbasis kelompok dan berjumlah 255 orang. Berikut ini deskripsi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan fakultas.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat melalui tabel berikut.

31

Tabel 4.1 Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

JENIS KELAMIN JUMLAH (N) PERSENTASE

LAKI-LAKI 111 43,53%

PEREMPUAN 144 56,47%

TOTAL 255 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 111 orang (43,53%) dan berjenis kelamin perempuan berjumlah 144 orang (56,47%). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa subjek dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki.

B. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jurusan

Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat melalui tabel berikut.

Tabel 4.2 Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jurusan

FAKULTAS JUMLAH PERSENTASE

Hukum 80 31,37%

Sastra Inggris 47 18,43%

Teknik Elektro 36 14,12%

Teknik Industri 40 15,69%

Administrasi Bisnis 32 12,55%

Ekonomi 20 7,84%

TOTAL 255 100%

4.1.2. Hasil Uji Asumsi Penelitian

Untuk melakukan analisis data, terdapat beberapa persyaratan yang harus dilaksanakan terlebih dahulu, yaitu uji asumsi normalitas pada data residu variabel berupa skor dan uji linearitas untuk mengetahui bentuk korelasi antara tiap-tiap sampel. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS version 18.0 for Windows.

A. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini adalah kolmogorv smirnov. Uji kolmogorov smirnov dipilih karena uji tersebut dapat menetapkan apakah skor skor dalam sampel dapat secara masuk akal dianggap dari populasi sama dengan suatu distribusi teoritis tertentu (Siegel, 2011). Berikut adalah hasil dari uji normalitas kolmogorov smirnov.

33

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas

Standardized Residual Asymp. Sig. (2-tailed) Keterangan Social loafing dan

Organizational Justice

,103 Terdistribusi normal

Dari tabel kolmogorov smirnov diatas dapat kita lihat bahwa dengan menggunakan sig 0,05 kita dapat melihat bahwa p > α (0,103 > 0,05). Dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa data tersebut terdistribusi normal.

B. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas ataupun variabel tergantung berkorelasi secara linear atau tidak. Data dapat dikatakan linear apabila nilai p < 0,05, begitu pula sebaliknya. Apabila nilai p > 0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung dinyatakan tidak linear.

Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Hasil Uji Linearitas

Variabel Sig. Linearity Keterangan

Social Loafing &

Organizational Justice

,000 Linear

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi linearitas antara kedua variabel sebesar 0.000 yang berarti lebih kecil dari 0.05. Maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang linear secara signifikan antara organizational justice dengan social loafing.

C. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat ada atau tidak hubungan antara variabel bebas, yaitu antara masing-masing dimensi organizational justice dengan melihat Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF kurang dari 10, maka pada setiap variabel bebas tidak terdapat gejala multkolinearitas, artinya tidak terdapat hubungan antara setiap variabel bebas. Hasil uji multikolinearitas pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Keterangan

Distributive Justice

,270 3,710 Tidak terjadi

multikolinearitas

Procedural Justice ,220 4,553 Tidak terjadi

multikolinearitas Interactional

Justice

,295 3,386 Tidak terjadi

multikolinearitas

Berdasarkan hasil uji asumsi di atas, ketiga variabel, yakni distibutive justice, procedural justice dan interactional justice tidak mengalami multikolinear, yang berarti tidak terdapat hubungan antar setiap variabel bebas.

4.1.3. Hasil Utama Penelitian

Sesuai dengan penjelasan yang ada di bab 1, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh organizational justice terhadap social loafing. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisa regresi sederhana dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS Statistic 18.0 version for Windows.

35

Tabel 4.6 Anova Analisis Regresi

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 1273,557 1 1273,557 164,549 ,000a

Residual 1958,145 253 7,740

Total 3231,702 254

a. Predictor : (Constant), Organizational Justice b. Dependent Variabel : Social Loafing

Berdasarkan tabel 4.6 diatas, hasil perhitungan yang di dapat adalah nilai F=164,549 dan p=0,000. Field (2009) menyatakan bahwa jika nilai p < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara organizational justice dengan social loafing.

Tabel 4.7 Model Summary Prediktor Social Loafing

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 ,628a ,394 ,392 2,782

a. Predictor : (Constant), Organizational Justice b. Dependent Variabel : Social Loafing

Berdasarkan tabel diatas, koefisien determinan (R-square) yang diperoleh dari pengaruh organizational justice terhadap social loafing pada subjek penelitian adalah sebesar 0,394. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh organizational justice terhadap social loafing pada mahasiswa S1 adalah sebesar 39,4%. Yang artinya, organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 39,4%

dalam memunculkan social loafing, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain tidak diteliti dalam penelitian ini.

Tabel 4.8 Koefisien Regresi

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std.

Error

Beta

1 (Constant) 24,894 ,858 29,005 ,000

Organizationa l Justice

-,089 ,007 -,628 -12,828 ,000

Social Loafing dilambangkan dengan (Y) dan Organizational justice dilambangkan dengan (X). Pada tabel 4.8 persamaan garis regresi yang dihasilkan adalah Y= 24,894 - 0,628 X. Berdasarkan nilai koefisien regresi X (organizational justice) sebesar - 0,628, menyatakan bahwa setiap penambahan 1 nilai organizational justice akan menurunkan nilai social loafing sebesar 0,628.

Dengan kata lain, semakin tinggi organizational justice yang dirasakan mahasiswa maka akan semakin rendah tingkat social loafing mahasiswa.

Dari analisis regresi di atas, dapat dikatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti, terdapat pengaruh negatif organizational justice terhadap social loafing.

37

4.1.4. Hasil Analisa Tambahan

Deskripsi data penelitian dilampirkan untuk mengetahui karakteristik data pokok yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Deskripsi data pokok yang dilampirkan adalah perbandingan rerata empiris, rerata hipotetik dan distribusi skor perolehan berdasarkan kategori tertentu.

Rerata empiris diperoleh dari respon subjek, sedangkan rerata hipotetik diperoleh dari rerata kemungkinan diperoleh subjek atas jawaban skala yang diberikan.

Dalam hal ini, skala yang diberikan adalah Social Loafing Tendency Questionnaire (SLTQ) dan skala Organizational justice.

a. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Social Loafing

Pada skala social loafing, terdapat 7 aitem yang dinilai dan menjadi data penelitian dengan rentang skor 1 sampai 5 sehingga dihasilkan skor minimum 7 dan skor maksimum 35. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh total skor minimum 7 dan skor maksimum 23. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik social loafing dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Social Loafing

Variabel Empirik Hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Social Loafing

7 23 14,11 3,567 7 35 17,5 8,514

Berdasarkan tabel di atas diperoleh mean empirik social loafing sebesar 14,11. Selanjutnya mean hipotetik sebesar 17,5. Artinya, jika dilihat perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik, mean hipotetik lebih besar dibandingkan dengan mean empirik. Hasil ini menunjukkan bahwa social loafing pada populasi pada umumnnya lebih tinggi dibandingkan social loafing pada subjek penelitian, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki hasil skor social loafing yang lebih rendah daripada yang diperkirakan alat ukur.

b. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Organizational Justice

Pada skala organizational justice, terdapat 25 aitem yang dinilai dan menjadi data penelitian dengan rentang skor 1 sampai 7 sehingga dihasilkan skor minimum 25 dan skor maksimum 175. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh total skor minimum 57 dan skor maksimum 175. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik organizational justice dijelaskan pada tabel berikut.

39

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Organizational justice

Variabel Empirik Hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Organizational justice

57 175 140,27 25,024 25 175 87,5 43,734

Berdasarkan tabel di atas diperoleh mean empirik organizational justice sebesar 140,27. Selanjutnya mean hipotetik sebesar 87,5. Artinya, jika dilihat perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik, mean hipotetik lebih kecil dibandingkan dengan mean empirik. Hasil ini menunjukkan bahwa organizational justice pada populasi pada umumnnya lebih rendah dibandingkan organizational justice pada subjek penelitian, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki hasil skor organizational justice yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan alat ukur.

c. Perbandingan Social loafing dan organizational justice berdasarkan jenis kelamin

Perbandingan ini dilakukan untuk melihat nilai antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan social loafing dan dalam merasakan organizational justice. Hasil perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.11 Hasil Perbandingan Social loafing dan organizational justice berdasarkan jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

Mean STD Mean STD

Social Loafing 14,68 3,616 13,68 3,480

Organizational justice 118,41 25,661 122,07 24,493

Berdasarkan tabel di atas diperoleh mean social loafing pada laki-laki adalah 14,68 dengan standar deviasi 3,616. Sedangkan pada perempuan, mean 13,68 dengan standar deviasi 3,480. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat social loafing pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat social loafing pada perempuan.

Pada tabel di atas, mean organizational justice pada laki-laki adalah 118,41 dengan standar deviasi 25,661. Sedangkan pada perempuan, mean 122,07 dengan standar deviasi 24,493. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa organizational justice pada laki-laki lebih rendah dibandingkan organizational justice pada perempuan.

d. Perbandingan Social loafing dan organizational justice berdasarkan IPK

Perbandingan ini dilakukan untuk membandingkan nilai antara mahasiswa yang dikategorikan berdasarkan IPK dalam melakukan social loafing dan dalam merasakan organizational justice. Hasil perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut.

41

Tabel 4.12 Perbandingan Social loafing dan organizational justice berdasarkan IPK

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat nilai mean pada mahasiswa jika dikelompokkan berdasarkan IPK. Nilai mean tertinggi social loafing dimiliki oleh mahasiswa-mahasiswa dengan IPK < 2,50, yaitu 16,75 dan standar deviasi 5,315.

Hal ini berarti, mahasiswa-mahasiswa dengan IPK < 2,5 memiliki tingkat social loafing paling tinggi jika dibandingkan dengan IPK lainnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa IPK mempengaruhi terjadinya social loafing.

Pada tabel di atas juga dapat dilihat, bahwa mean organizational justice tertinggi dimiliki oleh mahasiswa-mahasiswa dengan IPK > 3,5 yaitu dengan mean 124,31 dan standar deviasi 24,167. Hal ini berarti, dibandingkan dengan mahasiswa-mahasiswa dengan IPK lainnya, mahasiswa-mahasiswa dengan IPK >

Pada tabel di atas juga dapat dilihat, bahwa mean organizational justice tertinggi dimiliki oleh mahasiswa-mahasiswa dengan IPK > 3,5 yaitu dengan mean 124,31 dan standar deviasi 24,167. Hal ini berarti, dibandingkan dengan mahasiswa-mahasiswa dengan IPK lainnya, mahasiswa-mahasiswa dengan IPK >

Dokumen terkait