• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dimensi 4 – Pembangunan Berkelanjutan

BAB V ANALISIS PEBANDINGAN PEL 2007 DAN PEL 2015 ….…

V.4 Dimensi 4 – Pembangunan Berkelanjutan

Khusus untuk dimensi pembangunan berkelanjutan faktor pengungkit pada Tahun 2007 dan 2015 hampir tidak ada perubahan sama sekali baik isu yang dimunculkan maupun urutan prioritas. Hal ini menandakan program yang berjalan masih belum efektif untuk menyelesaikan isu-isu yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan. Sehingga kedepanya perlu dilakukan analisis faktor penghambat, faktor pendukung,dan analisis strategi atau program yang lebih kreatif sehingga dapat mencapai sasaran. Perbandingan ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.4 Perbandingan faktor pengungkit pembangunan berkelanjutan PEL Tahun 2007 dan 2015

Program yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah indikator ini adalah :

V.4.1 Isu 1 : Kontribusi PEL terhadap Peningkatan Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Masyarakat Lokal

Kualitas hidup individu dapat dinilai dari kondisi fisik (kesehatan), psikologis (mental), hubungan sosial dan lingkungan. United Nations for Development Program (UNDP) mengembangkan indeks untuk mengukur kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang dikenal dengan istilah IPM. (Indeks Pembangunan Masyarakat). IPM adalah indeks komposit dari variabel angka harapan hidup; angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah serta kemampuan daya beli.

Laporan Pertanggungjawaban Walikota Surakarta Tahun 2013, mencatat peningkatan IPM Kota Surakarta. Angka harapan hidup Kota Surakarta mencapai usia 72,35 Tahun, meningkat dari Tahun 2012 sebesar 72,25 Tahun. Angka melek huruf mencapai 96,73% meningkat dari Tahun sebelumnya sebesar 96,71%. Angka rata-rata lama sekolah mencapai 10,49 Tahun meningkat dari Tahun sebelumnya yang besarnya 10,35 Tahun. Sedangkan kemampuan daya beli yang digambarkan dengan besarnya

2007 2015

1 Kontribusi PEL terhadap

peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal

Kontribusi PEL terhadap peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal

2

Pengembangan industri pendukung untuk keberlanjutan sistem industri

Pengembangan industri pendukung untuk keberlanjutan sistem industri

3 Kebijakan pemecahan

permasalahan lingkungan

Kebijakan pemecahan permasalahan lingkungan 4 Pengelolaan dan pendaur ulangan

limbah

Pengelolaan dan pendaur ulangan limbah

pengeluaran perkapita sudah mencapai Rp. 658.920,00, lebih tinggi dari angka Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 643.530,00.

Agregat pembangunan manusia tersebut membentuk angka komposit IPM. Dan kondisi terakhir angka IPM Kota Surakarta Tahun 2013 mencapai 78,60, meningkat dari sebelumnya (2012) sebesar 78,18. IPM Kota Surakarta selama lima Tahun terakhir menduduki peringkat pertama di Jawa Tengah. Angka tersebut masuk dalam kategori menengah atas (upper medium).

V.4.2 Isu 2 : Pengembangan Industri Pendukung untuk Keberlanjutan Sistem Industri

Industri utama Kota Surakarta adalah industri batik dan pakaian jadi. Pada sektor ini industri pendukung yang perlu diperhatikan adalah industri tekstil dan industri mesin produksi. Untuk industri tekstil, Kota Surakarta didukung oleh beberapa industri tekstil besar yang berada di kabupaten lain di sekitar Kota Surakarta. Permasalahan utama adalah bahan baku kapas yang hampir 90% lebih adalah impor dari negara lain, sehingga harga tekstil akan mengalami kenaikan seiring dengan melemahnya mata uang rupiah terhadap mata uang asing.

V.4.3 Isu 3 : Kebijakan Pemecahan Permasalahan Lingkungan

Ruang terbuka Kota Surakarta semakin terbatas karena banyak digunakan untuk infrastruktur, bangunan dan fasilitas ekonomi lainnya. Kondisi ini mengakibatkan air hujan mengalami kesulitan masuk ke tanah sehingga berdampak pada banjir ketika musim hujan. Dampak lain yang terjadi adalah terbuangnya air ke sungai yang ada di sekitar Surakarta seBAB tidak mampu terserap oleh tanah, sehingga debit air yang ada di Surakarta menurun pada musim kemarau dan banjir di musim hujan. Apabila air hujan dapat terserap masuk ke dalam tanah maka debit air tanah yang ada di Surakarta akan meningkat sehingga pada saat musim kemarau tiba Surakarta tidak akan kekurangan air.

Air dan udara adalah kebutuhan pokok manusia dan saat ini menjadi masalah di Kota Surakarta. Pencemaran udara dan rendahnya debit air dapat menjadi ancaman penduduk Kota Surakarta. Menurut Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disyaratkan luas Ruang Terbuka Hijau Kota Surakarta (RTH) minimal sebesar 30 % dari luas wilayah kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH publik minimal 20 % dan RTH privat minimal 10 %. Pada Tahun 2012 Kota Surakarta baru memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik mencapai 11,9 %. Perlunya partisipasi dan kesadaran setiap individu masyarakat serta adanya political will dari Pemerintah Kota Surakarta sangat diperlukan guna mengatasi mencapai target RTH.

Program lain yang dapat ditempuh untuk memperbaiki lingkungan: pembatasan pengerasan jalan, pembatasan penggunaan kendaraan bermotor, pembuatan biopori dan area resapan air.

V.3.4 Isu 4 : Pengelolaan dan Pendaurulangan Limbah

Kota Surakarta telah dibangun tiga IPAL antara lain: di Surakarta Utara yang berada di wilayah Mojosongo, IPAL Semanggi untuk wilayah Surakarta Selatan dan IPAL Pucangsawit untuk wilayah Surakarta Tengah. Sayangnya, pemanfaatan ketiga IPAL tersebut masih sangat rendah. Masyarakat masih enggan menyalurkan limbah rumah tangganya melalui pipa ke IPAL.

Minimnya pemanfaatan IPAL karena masih kurangnya sambungan pipa dari rumah warga ke IPAL. Pada Tahun 2013 baru terdapat 4.800 sambungan pipa rumah tangga. IPAL di Mojosongo yang memiliki kapasitas 50 liter/detik dan mampu menampung 10.000 sambungan. Begitu pula IPAL di Semanggi yang mampu menampung 13.000 sambungan dan saat ini baru terdapat 8.000 sambungan pipa rumah tangga.

Untuk IPAL Pucangsawit yang baru saja selesai dibangun, sampai saat ini belum ada sambungan, padahal IPAL tersebut dirancang mampu menampung 6.000 sambungan. Untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan

IPAL, Pemerintah Kota Surakarta saat ini tengah bekerjasama dengan Indonesian Urban Water, Sanitation and Hygiene (IUWASH). Kerjasama itu antara lain dengan melakukan kajian sanitasi dan pengelolaan air bersih.

Yang menjadi kendala dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan tersebut adalah :

a. Mahalnya biaya penyambungan saluran instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surakarta, ditengarai menyeBABkan tingkat pemanfaatan fasilitas tersebut belum maksimal. .

b. Kesadaran dan Partisipasi yang masih rendah dari masyarakat untuk melaksanakan penghijauan di lingkungan rumah, pembatasan penggunaan kendaraan bermotor, dan pembuatan biopori.

Dokumen terkait