• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

E. Dinamika Hubungan Antar Variabel

Masa dewasa awal merupakan tahap perkembangan keenam dalam delapan tahap perkembangan menurut Erikson dan rentang usia dalam tahap ini adalah 18 sampai 30 tahun (Boeree, 2006). Pada masa ini individu menghadapi tugas perkembangan pembentukan relasi yang akrab dengan orang lain (intimacy) dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri (isolation). Saat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan relasi akrab yang intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai. Apabila tidak, isolasi akan terjadi (Santrock, 2002).

Intimasi adalah kemampuan untuk memiliki hubungan yang dekat dengan orang lain seperti sebagai kekasih, teman, atau sahabat. Pada tahap ini individu telah sungguh-sungguh mengetahui jati dirinya dan tidak takut untuk kehilangan identitasnya, karena individu telah melewati tahap perkembangan

masa remaja (identity vs identity confusion). Intimasi erat kaitannya dengan relasi interpersonal, dimana pada masa ini keakraban dan rasa percaya pada orang lain tumbuh pada diri individu. Orang-orang yang memiliki kepercayaan interpersonal yang tinggi terlibat lebih banyak dalam tindakan prososial bila dibandingkan dengan orang-orang yang cenderung untuk tidak mempercayai orang lain (Cadenhead & Richman dalam Baron, 2005). Individu-individu yang dikarakteristikkan oleh ketidakpercayaan, sinisme,

egosentris, dan kecenderungan untuk memanipulasi orang lain

(machiavellianism) tergolong kedalam kelompok individu yang paling tidak mungkin untuk melakukan tindak prososial (McHoskey dalam Baron, 2005).

Apabila individu gagal dalam mencapai tugas perkembangannya maka individu akan berada pada suatu masalah, yaitu takut akan keterikatan dan berkomitmen. Sehingga pada tahap ini banyak individu yang menggantung hubungan mereka dengan orang lain (Boeree, 2006). Pada masa ini juga apabila individu tidak berhasil dalam mencapai tugas perkembangannya, maka individu akan cenderung untuk meningkatkan penggunaan obat-obatan, lebih banyak merokok, minum-minuman keras, menggunakan ganja (mariyuana), dan menggunakan amphetamine, barbiturat dan halusinogen (Bachman, O’Malley dan Johnston dalam Santrock, 2002). Pesta minum-minuman keras tingkat berat dan meningkatnya penggunaan kokain juga kerap terjadi, bahkan hal ini sudah dianggap sebagai hal yang biasa (Johnston, O’Malley dan Bachman dalam Santrock, 2002). Hal-hal tersebut dapat menjadi pemicu berbagai macam bentuk tindakan agresif yang dapat merugikan orang lain dan

bukan merupakan suatu tindakan altruistik yang dapat memberi keuntungan pada orang lain.

Aksi-aksi kekerasan (agresivitas) dapat terjadi dimana saja. Seperti di jalan raya, gang-gang kecil perkampungan, bahkan di institusi-institusi pendidikan. Contohnya adalah, tawuran antar pelajar, perampokan, pembunuhan, pembacokan, dan lain sebagainya. Aksi-aksi kekerasan tersebut merupakan bentuk dari tindakan agresif. Menurut suatu penyelidikan (Koeswara, 1988), dari tahun 1820 hingga tahun 1945 diperkirakan tidak kurang dari 59 juta nyawa manusia melayang akibat tindakan agresif dari sesamanya. Dari jumlah tersebut, banyak dari separuhnya adalah korban yang jatuh dalam peperangan, sedangkan sisanya merupakan korban perkelahian, penganiayaan, perampokan agresi seksual dan berbagai bentuk agresi lainnya. Agresivitas mengarah pada perilaku atau aksi yang ditujukan untuk membuat obyeknya mengalami bahaya atau kesakitan, dan juga merupakan sebuah bentuk keinginan diri untuk menyakiti atau melukai seseorang. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mengejek, menghina) maupun kekerasan fisik (menendang, menampar, meninju, dan lain-lain). Tindakan merusak barang milik orang lain juga dapat dikategorikan sebagai tindakan agresif. Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis (Baron, 1994).

Leonard Berkowitz (1969) membedakan agresi sebagai tingkah laku sebagaimana diindikasikan oleh definisi Baron dengan agresi sebagai emosi yang bisa mengarah kepada tindakan agresif. Berkowitz juga membedakan

agresi ke dalam dua macam agresi, yaitu agresi instrumental (instrumental aggression) dan agresi benci atau agresi impulsif (hostile aggression / impulsive aggresion). Agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan organisme atau individu sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan agresi impulsif adalah agresi yang dilakukan hanya sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau menyakiti. Agresi impulsif ini dilakukan tanpa tujuan karena hanya ingin menimbulkan kekacauan, kerusakan, kesakitan atau kematian pada sasaran atau korban agresi.

Berbeda dengan agresivitas, altruisme merupakan tindakan menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun, dan altruisme merupakan bagian dari tindakan prososial. Berdasar pada hal tersebut, apakah tindakan seseorang altruistik atau tidak, tergantung pada tujuan si penolong. Batson (2008) menyatakan altruisme adalah motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain. Pada altruisme, tindakan menolong orang atau memberikan bantuan pada orang lain adalah bersifat tidak mementingkan diri sendiri (selfless) dan bukan untuk kepentingan diri sendiri (selfish). Menurut Myers (1983) dalam psikologi sosial, altruisme berarti memusatkan perhatian pada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, menaruh perhatian pada orang lain tanpa mengharapkan imbalan dari orang lain.

Empati merupakan syarat dasar bagi tindakan altruisme (Baron, 2005). Menurut Clary & Orenstein (dalam Baron, 2005), empati terdiri dari komponen afektif dan kognitif. Secara afektif orang yang berempati dapat merasakan apa yang orang lain sedang rasakan (Darley dalam Baron, 2005)

sedangkan secara kognitif orang yang berempati akan dapat memahami apa yang orang lain sedang rasakan dan mengapa (Azar dalam Baron, 2005). Empati dan motivasi altruistik memiliki hubungan dengan karakter positif lainnya, seperti rasa kenyamanan, motivasi berprestasi, kemampuan sosial, dan keadaaan emosional positif. Namun memiliki hubungan negatif dengan agresivitas (Krueger, Hicks, & McGue; Menesini; Miller & Jansen-op-de-Haar, dalam Baron, 2005).

Penggemar musik keras adalah individu atau sekumpulan individu yang memiliki kegemaran untuk mendengarkan musik keras dan penikmat musik keras biasanya identik dengan tindak kekerasan (agresivitas). Dalam pertunjukan musik keras biasanya terjadi kerusuhan atau aksi saling menyakiti yang dilakukan oleh penonton atau penikmat musik keras walaupun pada awal acara sering diberi peringatan untuk menjaga suasana tetap kondusif. Contoh yang dapat diambil dari media massa misalnya adalah sebagai berikut. Konser musik underground di Bandung pada tahun 2008 yang memakan korban tewas karena terhimpit dan terinjak-injak (kompas.com). Contoh lainnya adalah terjadinya keributan dalam sebuah konser kelompok band Superman Is Dead yang diadakan di kota Solo pada tahun 2009, sehingga mengakibatkan satu orang tewas dan dua orang luka-luka karena terkena benda tajam (kompas.com). Dari dua contoh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa para penikmat musik keras cenderung untuk melakukan tindakan agresif yang merugikan orang lain.

Ada beberapa hal yang dapat ditemukan dalam penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, secara khusus dalam hubungan musik dan agresivitas. Antara lain dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Roy (2001) dapat ditemukan bahwa subyek yang mendengarkan musik keras memiliki skor kemarahan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan subyek yang tidak mendengarkan musik. Musik agresif atau musik keras juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan dan mengurangi ketenangan (Mcquinn, 2003). Sedangkan Hamilton (2001) menemukan bahwa penikmat musik keras memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi alkohol lebih banyak dibandingkan dengan penikmat musik lain.

Berdasarkan dari uraian dinamika diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penikmat musik keras memiliki tingkat kemarahan yang tinggi, tingkat kebahagiaan dan ketenangan yang rendah, dan kecenderungan yang cukup tinggi untuk mengkonsumsi alkohol. Hal-hal tersebut dapat memicu tindakan agresif yang dapat merugikan orang lain dan tidak membangun suatu tindakan altruistik. Berikut ini adalah bagan yang menggambarkan tentang dinamika antar variabel penelitian.

[+]

Empati / Relasi interpersonal / Intimasi Altruisme

[-] [-]

Agresivitas

[+]

Penikmat musik keras dewasa awal

Gambar 1. Dinamika hubungan antara agresivitas dengan perilaku altruisme pada penikmat musik keras usia dewasa awal.

Dokumen terkait