BAB II LANDASAN TEORI
D. Dinamika Hubungan antara Kelekatan pada ayah dengan Konsep Diri
Pada masa perkembangan remaja, banyak perubahan yang harus dialami oleh remaja. Kelekatan yang terbentuk antara bayi dengan orang
tua merupakan dasar bagi hubungan seseorang dengan orang lain pada perkembangan selanjutnya. Allen & Tan (dalam Cassidy, 2016) mengatakan, perubahan kelekatan yang dialami pada masa remaja mempengaruhi hubungan antara figur lekat dengan remaja sehingga membutuhkan keseimbangan baru demi mendorong pertumbuhan yang sehat pada remaja dalam membangun kelekatan dan kebutuhan dalam mengeksplorasi dan menguasai lingkungan yang baru. Kelekatan yang terjalin antara orang tua dengan remaja akan terus terjalin hingga masa dewasa muda.
Kelekatan menurut Bowlby merupakan pengalaman penting dalam kehidupan seseorang sejak ia dilahirkan hingga meninggal (dalam Hazan & Shaver, 1987). Bowlby (dalam Laumi & Adiyanti, 2012) menyatakan bahwa kelekatan adalah suatu ikatan afeksional yang kuat antara individu dengan figur penting dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya, teori Bowlby mengenai konsep internal working model dikonseptualisasikan oleh Bartholomew dan Horowitz (1991) bahwa pola kelekatan mencerminkan model kerja diri dan figur lekat untuk menggambarkan bentuk prototipe dari kelekatan di masa dewasa. Menurut Bartholomew dan Horowitz (1991) model diri dapat kelompokkan menjadi positif (pandangan bahwa diri layak untuk dicintai dan diperkatikan) dan negatif (pandangan bahwa diri tidak layak untuk dicintai). Sama halnya, model figur lekat bisa dibagai menjadi positif (pandangan bahwa orang lain yang mau peduli dan ada untuknya) dan negatif (pandangan bahwa orang lain yang tidak peduli, menolak,
menjauh). Kombinasi dari model diri dengan model figur lekat menghasilkan empat kelekatan, yaitu kelekatan aman (secure), takut - menghindar (fearful-avoidant), terokupasi (preoccupied), dan menolak (dismissing-avoidant). Keempat gaya ini muncul dari dua dimensi yang mendasari, yaitu model diri yang mencerminkan tingkat ketergantungan pada penerimaan orang lain (model negatif diri dikaitkan dengan ketergantungan) dan model lain yang mencerminkan tingkat penghindaran hubungan dekat (model negatif dari penghindaran orang lain).
Ada beberapa aspek yang membentuk kelekatan, yaitu kepercayaan, komunikasi dan alienasi. Kepercayaan adalah suatu perasaan aman dan keyakinan bahwa orang lain akan memenuhi kebutuhannya. Seseorang membangun rasa percaya dalam hubungan karena anak mengetahui bahwa orang lain secara konsisten ada untuk mereka. Komunikasi yang terbuka dan fleksibel antara anak dan orang tua secara emosional akan menghasilkan keseimbangan emosi yang positif dan emosi yang negatif. Keseimbangan emosi yang terjalin memunculkan kepercayaan antara anak dan orang tua. (Armsden & Greenberg, 1987). Keterasingan berkaitan erat dengan penghindaran dan penolakan yang dilakukan oleh figur lekat.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati dan Sunardi (2011) menjelaskan bahwa kelekatan aman berhubungan dengan konsep diri. Helmi (1999) dalam jurnalnya mengatakan bahwa dalam pembentukan kelekatan, apabila figur lekat atau pengganti selalu dapat memberikan respon positif, maka akan membentuk keyakinan atau model mental diri remaja yang
mampu memandang diri secara positif dan merasa sebagai orang yang dapat dipercaya, penuh perhatian serta dihargai, sehingga remaja akan memiliki konsep diri yang matang. Balwin dan Holmes (dalam Calhoun dan Acocella, 1995) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep diri salah satunya adalah orang tua.
Keluarga adalah tempat pertama bagi anak membentuk kelekatan. Sikap dan pandangan orang tua dalam membentuk kelekatan mempunyai peran penting dalam membentuk dan mengembangkan konsep diri seseorang (Agustiani, 2006). Kelekatan yang aman membantu remaja dalam hubungan dengan teman sebaya yang cakap, positif, dan dekat diluar keluarga. Sebaliknya, remaja yang memiliki kelekatan yang ambigu dengan orang tuanya cenderung menunjukkan sikap cemburu, mudah berkonflik, ketergantungan, dan kepuasan yang kurang dalam berhubungan dengan teman (Fisher, 1990, dalam Santrock, 2003). Menurut Gunarsa (2003), ayah memilki peran yang penting didalam keluarga, terutama bagi anak laki-laki yang mengharapkan bahwa ayah dapat menjadi teladan bagi perannya di masa yang akan datang. Ayah yang hangat dalam berelasi dengan anak dapat meningkatkan kemampuan kognitif, emosional dan sosial anak.
Seseorang yang memiliki kualitas pengasuhan yang responsive, sensitive, dan hangat akan membentuk kelekatan yang aman dan memiliki konsep diri yang positif. Seseorang yang memiliki kelekatan aman merasa mendapat perlindungan dan rasa aman sehingga dapat mengelola emosi negatif ketika mengeksplorasi lingkungannya. Sebaliknya, seseorang yang
tidak mendapatkan pengasuhan yang responsif, sensitif, dan tidak hangat akan membentuk kelekatan yang tidak aman dan memiliki konsep diri yang negatif. Ketika anak tidak memiliki kelekatan yang aman, dalam mengeksplorasi lingkungan akan merasa tidak dilindungi dan kurang aman sehingga ia kurang mampu mengelola emosi negatifnya (Fenney dan Noller, 1990). Seorang ayah yang membangun kelekatan aman akan mempengaruhi bagaimana seorang remaja membentuk kepercayaan diri (dalam Doyle, et.al, 2000).
Seseorang dengan kelekatan aman cenderung memiliki persepsi yang positif terhadap dirinya, sehingga ia mampu menerima diri, menghargai orang lain, dan memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap diri dalam menghadapi masalah dan kehidupan di masa yang akan datang (dalam Baron dan Byrne, 2005). Sedangkan seseorang yang memiliki kelekatan takut menghindar cenderung membentuk konsep diri yang negatif. Seseorang yang memiliki kelekatan ini memiliki persepsi negatif terhadap diri dan orang lain, menghindari relasi yang dekat dengan orang lain, dan merasa tidak dicintai. Orang dengan kelekatan ini kurang mengenali dirinya dengan baik, memandang secara kaku terhadap diri maupun orang lain. Jenis kelekatan yang ketika yaitu kelekatan terpreokupasi. Seseorang dengan kelekatan ini cenderung memiliki pandangan negatif terhadap diri dan mengembangkan harapan positif yang berlebihan terhadap orang lain untuk mengurangi perasaan cemas, kurang memiliki kepercayaan terhadap orang lain. Jenis kelekatan yang keempat yaitu, kelekatan menolak.
seseorang yang memiliki kelekatan ini cenderung memiliki harga diri yang rendah, mengembangakan penilaian negatif terhadap orang lain dan menghindari interaksi secara langsung.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelekatan yang dimiliki seseorang memiliki peran penting dalam membentuk konsep diri. Kelekatan sebagai representasi mental diri berkaitan dengan representasi diri seorang anak. Sikap dan pandangan orang tua dalam membentuk kelekatan menjadi cerminan model diri yang di bentuk oleh remaja dengan orang tua dalam membentuk dan mengembangkan konsep diri dan membentuk evaluasi positif atau gambaran diri positif di masa dewasa. Konsep diri sebagai gambaran diri seseorang mempengaruhi bagaimana cara seseorang dalam memandang dirinya dan sosialnya, serta mempengaruhi kemampuan individu dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. Remaja yang mengalami penolakan atau pengabaian dari orang tua akan membentuk dasar penolakan terhadap diri, sehingga anak cenderung membentuk gambaran diri negatif. Hal itu akan dipahami oleh remaja sebagaimana sepantasnya dirinya diperlakukan oleh lingkungan. Oleh sebab itu, kelekatan memiliki peran yang besar dalam membentuk konsep diri remaja.