• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

D. Dinamika Hubungan Penurunan Kecemasan

Siswa mengalami suatu perasaan cemas ketika ia hendak menghadapi ujian. Pada dasarnya kecemasan diakibatkan oleh kekhawatiran, keraguan, kegelisahan, ketidakyakinan, dan ketakutan. Kecemasan dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang seperti dalam berkonsentrasi, mengingat pembentukan konsep dan

pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan (Indiyani, 2010). Siswa mengalami perasaan cemas pada saat menjelang maupun menghadapai ujian maka siswa akan mengalami hambatan yang menyebabkan melemahnya kinerja fungsi-fungsi kognitif, akibatnya siswa menjadi lama dalam proses berfikir dan menghambat waktu pengerjaan ketika sedang ujian, dengan terjadinya proses kognitif yang kurang maksimal membuat penurunan prestasi belajar pada siswa. Ketika siswa mengalami penurunan prestasi belajar akibat kecemasan yang cukup mengganggu siswa maka ia akan mengalami gangguan sosial yaitu siswa akan menghindar dari lingkungannya, ia merasa rendah diri karena gagal dalam mengerjakan ujian. Menuurt Indiyani (2010) mengatakan bahwa siswa juga akan menimbulkan perilaku tidak mau berlatih lagi akibat kegagalan yang sudah ia terima, atau siswa akan menimbulkan perilaku tidak mau berlatih ketika ada kesempatan karena siswa merasa kurang yakin dengan kemampuannya, karena kecemasan atau keraguan dalam menjawab latihan yang diberikan oleh guru atau pengajar lainnya.

Menurut Yustinus (2006) mengatakan bahwa kecemasan membawa dampak buruk bagi siswa yang hendak menghadapi ujian, karena mereka akan mengalami simtom suasana hati, simtom kognitif, dan simtom motorik. Siswa yang mengalami simtom suasana hati akan

berpengaruh pada mood yang menurun dan mudah marah. Jika siswa mengalami simtom kognitif maka kerja berpikir siswa menjadi tidak realistis dan sulit untuk berkonsentrasi. Apabila siswa mengalami simtom motorik maka ia akan merasa tidak tenang, mudah gugup, dan sering mengeluarkan perilaku yang tidak mempunyai arti, misalnya mengetuk- ngetuk jari dimeja atau menggoyang-goyangkan kaki.

Dari beberapa dampak kecemasan perlu dilakukannya salah satu metode terapi, untuk menstabilkan kembali energi-energi yang sudah dikeluarkan karena kecemasan yang mempengaruhi fisik maupun psikis seseorang. Salah satu metode terapi adalah Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) adalah metode terapi psikologi yang dikenalkan di Indonesia oleh Ahmad Faiz Zainuddin, M.Psi (Human Resources Development) di Universitas Teknologi Malaysia. SEFT penting diteliti karena dalam hal ini membantu seseorang untuk membangkitkan harapan, rasa percaya diri pada seseorang dan mempercepat problemfisik maupun psikis (Zainnudin, 2006). Cara terapi SEFT ini menggunakan tapping di 18 titik. Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik- titik tertentu di tubuh kita sambil terus Tune-In. Titik-titik ini adalah titik- titik kunci dari “The Major Energy Meridians”, yang jika kita ketuk beberapa kali akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang kita rasakan. Karena aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali. Di dalam terapi SEFT terdapat Cognitive

Theraphy, NLP (Neuro Linguistic Programming), EMDR (Eye Movement Desensitization Repattering), Energy Theraphy, dan

Hyphnotheraphy yang akan membantu proses tapping dan menurunkan kecemasan pada siswa yang hendak ujian.

Metode penurunan kecemasan menggunakan terapi SEFT salah satunya akan menggunakan cara tapping, memberikan ketukan pada titik- titik yang dirasa subjek menjadi salah satu sumber kecemasan. Teknik

tappingberfungsi untuk menurunkan perangsangan pada syaraf yang kaku, ketika tapping diberikan pada kecemasan maka mampu melenturkan (mengendorkan) syaraf-syaraf yang kaku. Tapping yang akan dilakukan oleh terapis akan menghasilkan proses terapi energi dan EMDR (Eye Movement Densitization Repattering). Fungsi dari terapi energi adalah terapis menambah energi pada subjek, saat melakukan proses terapi. Dari proses tapping akan mengalami penurunan ketegangan. Ketukan-ketukan yang dilakukan oleh terapis, akan menambah energi subjek, setelah itu melakukan EMDR atau gerakan mata agar sistem syaraf otot merasa ringan atau tidak kaku. EMDR lebih pada melenturkan sistem syaraf. Dari proses EMDR maka terjadi penurunan kecemasan, subjek akan merasa otot mata lebih ringan sehingga membuat subjek syaraf subjek menjadi lentur. Setelah dilakukan tapping pada teknik energi dan EMDR akan dilanjutkan oleh teknik Hipnoterapi, NLP (Neuro-Linguistic- Programming) dan Terapi Kognitif.

Teknik Hipnoterapi, NLP, dan Terapi Kognitif mempunyai konsep yang sama dalam penurunan kecemasan yang mengarah pada pembentukan kognitif secara positif. Seorang terapis pada saat melakukan terapi dan memberikan teknik hipnoterapi maka terapis akan membuat subjek masuk pada alam bawah sadar, setelah subjek masuk dalam alam bawah sadar tugas terapis selanjutnya adalah menggunakan teknik NLP (Neuro-Linguistic-Programming), seorang terapis akan membahasakan kejadian yang ada disekitar dan melakukannya dengan kata-kata atau kalimat positif. Seorang terapis akan memilih penggunaan kata-kata atau kalimat yang positif untuk membantu subjek dalam memproses pikiran positif, agar ketika subjek sudah dikembalikan pada alam sadarnya, subjek akan mengingat kata-kata atau kalimat yang diberikan terapis, sehingga pikiran subjek hanya memunculkan pikiran positif. Proses mempengaruhi pikiran positif merupakan teknik terapi kognitif. Setelah diberikan terapi kognitif, terapis akan melakukan hipnoterapi dan mengembalikan alam sadar subjek, serta diberikan terapi energi untuk meringankan kembali otot-otot yang dirasa kaku. Subjek yang diberikan Hipnoterapi, NLP, dan Terapi Kognitif akan mengalami penurunan kecemasan, yaitu teknik- teknik tersebut akan membuat subjek mampu merubah pikirannya secara positif, dan mampu konsentrasi dalam mengerjakan ujian, serta berdampak pada keadaan psikologis.

Metode Terapi SEFT memungkinkan sebuah keefektifan dengan menggunakan beberapa teknik yang berfungsi untuk menurunkan aspek-

aspek pada kecemasan siswa yang hendak menghadapi ujian. Tahap-tahap mencapai penurunan per aspek yaitu Aspek Kognitf akan menggunakan teknik Energi, EMDR, Hipnoterapi, NLP, dan Terapi Kognitif. Teknik Energi yang diberikan melalui proses tappingakan mengetuk syaraf yang kaku, setelah itu diberikan teknik EMDR menggerakan mata ke kiri dan kanan, atas dan bawah guna merilekskan atau melenturkan syaraf yang kaku akibat kecemasan yang terjadi pada subjek. Setelah Teknik Energi dan EMDR dilakukan sebagai teknik pendukung untuk merilekskan otot- otot kemudian teknik hipnoterapi, seorang terapis akan membuat subjek masuk dalam alam bawah sadarnya, kemudian diberikan teknik NLP yaitu proses pemilihan dalam penggunaan kata-kata atau kalimat positif, setelah terapis berhasil memberikan kalimat atau kata-kata positif, subjek akan merespon stimulus yang diberikan oleh terapis yaitu mentransfer kata-kata atau kalimat tersebut ke dalam pikirannya. Misalnya terapis membantu dengan pemilihan kata-kata atau kalimat “Saya pasti bisa mengerjakan

ujian dengan baik dan mendapatkan nilai yang optimal.” Atau “Ujian itu mudah.” dengan terapis memberikan kalimat tersebut maka secara

langsung subjek akan merespon dan menyalurkan pada pikirannya. Ketika subjek sudah dikembalikan pada alam sadar, subjek akan mengingat kalimat tersebut apabila subjek merasa tidak mampu, atau khawatir dengan ujian yang akan dihadapi. Maka, teknik-teknik yang dipakai pada aspek kognitif akan berdampak pada penurunan kecemasan pada subjek yaitu, subjek menjadi mampu konsentrasi, mampu mengerjakan ujian, berpikir

positif bahwa ujian itu tidak sulit, dan subjek akan mendapatkan hasil yang optimal.

Aspek Fisik akan menggunakan teknik utama yang digunakan adalah Terapi Energi dan EMDR untuk merilekskan ketegangan otot yang dimiliki subjek sebelum melakukan treatment. Setelah melakukan

treatmentdengan teknik terapi energi dan EMDR maka subjek diharapkan dapat rileks pada otot-otot yang kaku, dan menjadi tenang ketika sedang menghadapi ujian.

Aspek Perilaku akan menggunakan teknik utama yang digunakan adalah terapi energi, hipnoterapi, NLP, dan terapi kognitif. Setiap aspek yang digunakan subjek akan diberikan teknik energi berupa tapping yang akan dilakukan oleh terapis, terapis akan mengetuk bagian titik yang dimana menjadi dasar masalah subjek dalam menurunkan rasa cemas. Apabila sudah diberikan terapi energi kemudian subjek akan dimasukan pada alam bawah sadar, setelah itu terapis membantu dalam memberikan kalimat positif dan pikiran positif untuk menunculkan perilaku positif pada saat subjek hendak menghadapi ujian. Maka, subjek menjadi mampu berlatih untuk latihan soal-soal ujian.

Aspek Sosial akan menggunakan teknik dan proses yang sama dengan aspek perilaku. Teknik yang digunakan yaitu Terapi Energi, Hipnoterapi, NLP, dan Terapi Kognitif. Ketika subjek menerima keempat teknik utama maka diharapkan subjek mau berlatih secara kelompok,

merasa didukung oleh teman-temannya, dan berani mencoba hal baru (latihan soal yang baru).

Dari tahap penurunan kecemasan per-aspek dapat disimpulkan bahwa kecemasan yang di alami oleh subjek yang hendak menghadapi ujian, akan mengakibatkan nilai subjek yang kurang optimal atau mengalami kegagalan saat menghadapi ujian. Untuk itu, penulis ingin membantu subjek dalam menurunkan kecemasan saat menghadapi ujian, salah satu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode terapi SEFT. Menurut penelitian sebelumnya, yang sudah dijelaskan pada bab 1, mengatakan bahwa metode terapi SEFT efektif digunakan untuk menyembuhkan gangguan fisik maupun psikis, dari penelitian tersebut maka penulis membuat sebuah hipotesa bahwa terapi SEFT dapat menurunkan kecemasan pada siswa yang hendak menghadapi ujian. Apabila subjek diberikan terapi SEFT ada kemungkinan kecemasan mengalami penurunan, maka subjek yang hendak menghadapi ujian merasa siap dengan kemampuan dan materi yang sudah disiapkan untuk menghadapi ujian, sehingga siswa mendapatkan hasil yang optimal.

Bagan 2.2: Dinamika Penurunan Kecemasan Siswa yang Hendak Menghadapi Ujian Menggunakan Terapi SEFT (Spiritual Emotional

Freedom Technique)

KECEMASAN TINGGI

Aspek Perilaku: Tidak mau berlatih, tidak yakin dengan dirinya sendiri saat mengerjakan ujian

Aspek Sosial : Siswa merasa kurang didukung oleh lingkungannya maka siswa akan memberikan respon menghindar pada lingkungan ..

Aspek Kognitif: Pikiran negatif, tidak dapat konsentrasi dalam mengerjakan ujian Aspek Fisik: Mengakibatkan tangga gemetar, jatung berdebar kencang, keringat dingin.

Terapi SEFT yang digunakan :

1. Terapi Energi 2. Hipnoterapi 3. NLP

4. Terapi Kognitif Terapi SEFT yang

digunakan :

1. Terapi Energi 2. EMDR Terapi SEFT yang

akan digunakan :

1. Terapi Energi 2. Hipnoterapi, 3. NLP

4. Terapi Kognitif Terapi SEFT yang akan

digunakan : 1. Terapi Energi 2. EMDR 3. Hipnoterapi 4. NLP 5. Terapi Kognitif

Dalam terapi SEFT dibantu oleh teori Psikologi Kognitif, dan Psikologi Psikoanalisa. Dalam terapi SEFT

dibantu oleh teori Psikologi Behavioral, dan Psikologi Kognitif Dalam terapi SEFT

dibantu oleh teori Psikologi Kognitif, dan Psikologi Psikoanalisa. Dalam terapi SEFT

dibantu oleh Teori Psikologi Kognitif, Psikologi Psikoanalisa, dan Psikologi Neurologi. Terjadi penurunan ketegangan siswa sehingga siswa menjadi rileks. Meningkatnya rasa keyakinan dalam mengerjakan ujian dan mengambil keputusan dengan baik.

Siswa merasa didukung dengan lingkungan sosial.

Siswa memiliki pikirian positif, dan kemampuan

konsentrasi meningkat.

Dokumen terkait