• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

D. Teori Psikoanalis Sigmud Freud

3. Dinamika Kepribadian

Filsafat determinisme dan positivisme mempengaruhi Freud dan menganggap organisme manusia sebagai suatu kelompok sistem energi, yang mendapatkan energinya dari makanan serta mempergunakannya untuk berbagai hal. Seperti ahli ilmu-ilmu lain di abad XIX yang mendefinisikan energi berdasarkan lapangan kerjanya, maka Freud menamakan energi dalam bidang psike ini energi psikis (physchic energy). Dalam Suryabrata (1982: 128) Freud merelasikan hukum penyimpangan tenaga dengan energi psikis, yaitu energi dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain namun tidak dapat hilang. Freud mengemukakan bahwa energi psikis dapat dipindahkan ke energi fisiologis dan sebaliknya. Perantara antara energi tubuh dengan kepribadian adalah id dengan naluri-nalurinya, yaitu sebagai berikut.

a. Naluri

Naluri atau dalam konteks ini mempunyai beberapa persamaan, yaitu insting, keinginan (wish), dan kebutuhan (need). Insting merupakan sumber perangsang somatis yang dibawa sejak lahir. Keinginan merupakan perangsang psikologis, sedangkan kebutuhan merupakan perangsang jasmani. Contohnya, lapar dapat digambarkan secara fisiologis sebagai kekurangan akan makanan atau

secara psikologis sebagai keinginan akan makanan. Keinginan tersebut menjadi alasan atau motif tingkah laku, misalnya orang lapar mencari makanan.

Freud beranggapan bahwa sumber-sumber perangsang dari luar memiliki peran yang kurang penting dibandingkan dengan naluri. Pada umumnya perangsang dari luar lebih sedikit pengaruhnya terhadap individu daripada rangsangan dari dalam. Jadi, orang dapat menghindari perangsang dari luar namun tidak akan dapat melarikan diri dari perangsang yang datang dari dalam.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa id merupakan sumber energi yang dipergunakan oleh kepribadian, serta merupakan tempat kedudukan naluri-naluri. Id diibaratkan sebagai dinamo penggerak kepribadian yang memberikant tenaga. Tenaga tersebut bersumber dari proses metabolisme dalam tubuh.

Suatu naluri tersebut mempunyai empat macam sifat, yaitu sumber naluri, tujuan naluri, obyek naluri, dan pendorong atau penggerak naluri. Sumber naluri adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tujuan naluri adalah menghilangkan rangsangan kejasmanian, sehingga ketidakenakan yang muncul karena tegangan meningkatkan energi dapat ditiadakan. Obyek naluri adalah segala aktivitas yang menjadi perantara keinginan dan terpenuhinya keinginan tersebut. Pendorong naluri adalah kekuatan naluri itu sendiri yang bergantung pada besar kecilnya kebutuhan.

Selama hidup sumber dan tujuan naluri itu tetap sama, sedangkan objek dan cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut selalu berubah-ubah. Hal tersebut disebabkan karena energi psikis dapat dipindah-pindahkan, dapat digunakan dalam berbagai jalan. Akibatnya, apabila suatu objek tidak dapat

digunakan maka dicarilah obyek-obyek lain sebagai penganti hingga ditemukan obyek yang cocok. Jadi dapat dikatakan bahwa obyek naluri dapat disubtitusikan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perpindahan energi dari satu obyek ke obyek lain merupakan sifat yang sangat penting dalam kepribadian. Hal ini yang membuat sifat dan tingkah laku manusia dapat berubah-ubah dan fleksibel. Teori Freud tentang motivasi didasari pada pemikiran bahwa naluri merupakan sumber energi tunggal tingkah laku manusia.

Freud mengelompokkan macam-macam naluri menjadi dua kelompok sebagai berikut.

1) Naluri kehidupan

Fungsi naluri hidup adalah membuat individu untuk tetap terus hidup. Bentuk mendasar dari naluri ini adalah makan, minum, dan seksual. Wujud energi yang digunakan oleh naluri hidup adalah libido. Meskipun Freud mengakui ada berbagai macam bentuk naluri hidup, namun dalam kenyataannya yang paling diutamakan adalah naluri seksual.

2) Naluri kematian

Naluri kematian atau insting mati disebut juga naluri yang merusak. Fungsi dari naluri ini kurang jelas jika dibandingkan dengan naluri kehidupan karena tidak begitu dikenal. Namun ada suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa manusia pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang mendasari Freud merumuskan ‘tujuan semua hidup adalah mati’. Freud berpendapat bahwa tiap orang mempunyai keinginan yang tidak disadarinya untuk mati.

Hasil terpenting dalam naluri kematian adalah dorongan agresif. Sifat agresif merupakan pengrusakan diri yang diubah dengan obyek subtitusi. Misalnya, seseorang berkelahi dengan orang lain dan bersifat merusak, hal tersebut terjadi karena keinginan matinya dirintangi oleh kekuatan lain dalam kepribadian yang berlawanan dengan kematian.

Kedua naluri tersebut dapat saling bercampur dan menetralkan. Misalnya, naluri kehidupan yaitu dorongan makan dapat dicampurkan dengan dorongan yang menghancurkan, yakni dapat dipuaskan dengan cara menggigit, mengunyah, mencabik makanan.

b. Distribusi dan Penggunaan Energi Psikis

Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis tersebut didistribusikan serta digunakan oleh id, ego, dan superego. Jumlah energi terbatas, maka akan terjadi persaingan di antara ketiga aspek tersebut untuk dapat mempergunakan energi. Jika suatu aspek banyak mempergunakan energi, maka aspek tersebut menjadi kuat sehingga kedua aspek lain akan sendirinya menjadi lemah.

Awalnya id yang mempunyai semua energi dan menggunakannya untuk gerakan-gerakan refleks dan pemenuhan keinginan. Penggunaan energi di dalam gerakan atau khayalan ini disebut pemilihan obyek secara instingtif. Energi di dalam id sangat mudah bergerak dan berpindah. Dari gerakan satu ke gerakan lain, dari khayalan satu ke khayalan lain.

Ego meminjam dari id karena ego tidak mempunyai energi sendiri. Ego tidak dapat membedakan khayalan subyektif dan khayalan obyektif. Jadi, dengan

demikian untuk memenuhi kebutuhannya manusia harus belajar membandingkan dan membedakan apa yang ada di dalam batin dan benar-benar ada dalam kenyataan.

Kemudian superego memperoleh energi dari ego, misalnya dengan cara indentifikasi anak terhadap orangtuanya. Dengan kata lain, individu harus membandingkan atau mencocokkan tingkah lakunya dengan sanksi dan larangan.

Jika energi telah disediakan oleh naluri-naluri dan dengan mekanisme identifikasi dipindahkan ke ego dan superego, maka dapat mempengaruhi satu sama lain antara kekuatan-kekuatan pendorong dan penahan pada pribadi. Id mempunyai tenaga pendorong, sedangkan ego dan superego menggunakan energinya untuk memenuhi atau menahan tujuan naluri-naluri. Ego bersikap sebagai fungsi realitas yang mengontrol id dan superego agar keduanya berfungsi sesuai dengan realitas. Apabila id menguasai kembali sebagian besar energinya, maka tingkah laku orang akan implusif dan primitif. Sebaliknya, jika superego menguasai sebagian besar energi, maka tindakan-tindakan orang akan lebih bersandar pada pertimbangan moral.

c. Kecemasan atau ketakutan

Pada umumnya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya menjadi rasa cemas atau takut. Orang yang merasa terancam biasanya adalah orang yang penakut. Jika ego mengendalikan hal ini, maka orang tersebut dihantui oleh kecemasan atau ketakutan.

Freud mengemukakan ada tiga macam kecemasan sebagai berikut. 1) Kecemasan realistis

Kecemasan realistis merupakan kecemasan yang paling pokok, atau rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar. Kedua kecemasan lain bersumber dari kecemasan yang realistis ini.

2) Kecemasan neurotis

Kecemasan neurotis merupakan kecemasan jika naluri atau insting tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan orang melakukan hal yang dapat menerima ganjaran berupa hukuman. Kecemasan ini sebenarnya mempunyai dasar di dalam realitas, sebab di dunia nyata, sebagaimana diwakili oleh orangtua dan orang yang memegang kekuasaan itu menghukum anak yang melakukan tindakan impulsif.

3) Kecemasan moral

Individu yang mempunyai superego yang baik cenderung untuk merasa berdosa jika dia melakukan atau bahkan untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral. Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar realitas, karena di masa lalu orang cenderung mendapatkan hukuman bila melanggar kode moral, dan mungkin akan mendapatkan hukuman kembali jika pelanggaran kode moral dilakukan. Adapun fungsi dari kecemasan atau ketakutan itu sendiri adalah untuk mengingatkan orang akan datangnya bahaya, sebagai isyarat bagi ego. Bila tidak dilakukan tindakan yang tepat, bahaya itu akan terus meningkat sampai ego kuwalahan. Kecemasan juga merupakan pendorong seperti halnya rasa lapar dan seks. Bedanya jika lapar dan seks datang dari dalam, maka kecemasan datang dari luar. Upaya yang biasanya dilakukan orang agar terbebas dari tegangan yang

muncul karena kecemasan adalah dengan cara mereduksi atau menghilangkannya. Misalnya, lari dari daerah yang menimbulkan kecemasan tersebut, mencegah impuls-impuls bahaya, atau menuruti kata hati.

Kecemasan atau ketakutan yang tidak dapat diatasi dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut ketakutan traumatis. Apabila ego tidak dapat mengendalikan kecemasan dengan jalan dan cara yang rasional, maka ego akan menghadapinya dengan jalan yang tidak realistis. Hal ini kemudian disebut mekanisme pertahanan ego.

Dokumen terkait