BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.4. Pembahasan
4.4.3. Peran Norma Subjektif terhadap Intensi Menggunakan Jasa Klinik
4.4.3. Peran Norma Subjektif terhadap Intensi Menggunakan Jasa Klinik kecantikan
Dalam penelitian ini, tekanan sosial berperan dalam meningkatkan intensi menggunakan jasa klinik kecantikan. Dengan kata lain, norma subjektif berperan signifikan terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan yang dilihat dari nilai p = 0.000 (<0.05). Sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis tambahan
72 = 0,515, yang menunjukan norma subjektif memiliki peran terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan sebesar 51,5%.
Baron & Byrne (2000), menyatakan bahwa norma subjektif merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi seseorang tentang apakah individu akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu tingkah laku yang ditampilkan Tekanan sosial tersebut didapatkan dari significant other berupa orangtua, keluarga, pasangan, teman, serta orang lain yang dianggap penting oleh individu. Norma subjektif merupakan dinamika dari persepsi individu akan harapan orang lain yang mendorongnya untuk berperilaku tertentu, serta motivasi individu untuk mengikuti harapan orang tersebut. Individu yang menganggap bahwa ia didorong oleh significant other untuk berperilaku tertentu dan ia memiliki motivasi yang tinggi untuk mematuhi apa yang diharapkan significant other tersebut, maka akan besarlah intensi individu untuk menampilkan perilaku.
Dari hasil skala norma subjektif, skor subjek berada dalam rentang sedang menuju tinggi, dengan demikian dapat dilihat bahwa norma subjektif atau
significant other mendukung subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan,
sehingga dapat dikatakan bahwa norma subjektif berperan cukup kuat dalam membangun intensi subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
Dalam penelitian ini, skala norma subjektif diarahkan pada orang-orang terdekat yang mendorong subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Adapun dorongan tersebut berasal dari keluarga, pasangan, teman, maupun tetangga. Untuk melihat bagaimana peranan norma subjektif tehadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan, peneliti melakukan wawancara interpersonal
kepada salah satu subjek. Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa orang-orang di sekitar mendukung individu untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
“temen-temen aku banyak nyaranin aku ke klinik kecantikan langganannya, aku liat kulitnya juga bagus, kinclong gitu, jadi pengen pake juga, biar bersih juga mukanya kayak temen-temen aku yang udah pake.”
(Komunikasi interpersonal, 31 Februari 2014)
Dari hasil wawancara diatas, dapat dilihat bahwa orang-orang di sekitar subjek mendukung subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, sehingga dapat dikatakan bahwa norma subjektif cukup kuat berperan dalam membangun intensi menggunakan jasa klinik kecantikan.
4.4.4 Peran Perceived Behavior Control terhadap Intensi Menggunakan Jasa Klinik kecantikan
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, perceived behavior control tidak berperan positif terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan yang ditunjukkan oleh nilai p = 0,077 (>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif ketiga yang berbunyi perceived behavioral control berpengaruh ditolak. Perceived behavior control juga memiliki r sebesar.0,435 sehingga r2 = 0,189 yang menunjukan bahwa perceived behavioral control hanya berperan sebanyak 18,9% terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan.
74 mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Semakin positif perceived behavior control yang dimiliki seseorang terhadap perilaku menggunakan jasa klinik kecantikan, maka semakin tinggi intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, dan sebaliknya, jika semakin negatif perceived behavior control seseorang, maka intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan semangkin rendah.
Dalam penelitian ini, skala perceived behavior control mengacu pada beberapa faktor yang bisa saja menjadi pendukung atau malah menjadi penghambat subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Faktor tersebut didapatkan dari hasil elisitasi salient belief, yang berupa waktu, penghasilan, serta informasi mengenai klinik kecantikan pada subjek. Respon subjek juga berbeda terhadap faktor tersebut didasarkan pada background factor-nya (usia, status, pekerjaan, dan penghasilan). Misalnya pada subjek yang merupakan pelajar yang belum memiliki penghasilan tetap untuk menggunakan jasa klinik kecantikan dan subjek juga belum memiliki informasi yang cukup mengenai klinik kecantikan. subjek tentunya memiliki kendala untuk mengeluarkan biaya yang umumnya mahal dan takut untuk menggunakan klinik kecantikan.
“aku pingin sih pake, soalnya muka aku juga kusem, dan sampe sekarang aku belum ketemu obat muka yang cocok buat jerawat aku, tapi uang jajan aku gak banyak, mau minta orangtua ya segan la. Kan bukan untuk sekolah. makanya aku sekarang perawatan seadanya aja dirumah. Lagian aku juga masih belum ngerti banget soal klinik kecantikan, takut salah-salah juga, nanti muka rusak”
(Komunikasi personal, 31 Februari 2014)
Dari hasil wawancara personal diatas dapat dilihat bahwa subjek tidak memiliki uang dan informasi yang cukup untuk menggunakan jasa klinik
kecantikan sehingga subjek tidak memiliki intensi yang kuat untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
76 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini.
5.1KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control secara bersama-sama berperan signifikan terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap, semakin banyak dukungan dari orang sekitar, dan semakin besar kendali yang dimiliki subjek maka semakin kuat intensi subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
2. Sikap memiliki peran yang signifikan terhadap terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kisaran skor sikap berada pada skor tinggi, yang berarti sikap subjek penelitian terhadap klinik kecantikan positif.
3. Norma subjektif memiliki peran yang signifikan terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kisaran skor norma subjektif berada pada skor sedang, yang berarti bahwa dukungan yang diberikan orang-orang disekitar subjek penelitian untuk menggunakan jasa klinik kecantikan tidak tergolong kuat maupun lemah.
4. Perceived behavioral control tidak berperan secara signifikan terhadap
intensi menggunakan jasa klinik kecantikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kisaran skor perceived behavioral control berada pada skor sedang, yang berarti bahwa kekuatan kontrol yang dimiliki subjek penelitian untuk menggunakan jasa klinik kecantikan tidak tergolong kuat maupun lemah.
5.2SARAN
5.2.1 Saran Metodologis.
a. Peneliti hanya meneliti mengenai bagaimana peran sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan, sehingga diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti faktor-faktor lain yang belum diteliti atau tidak terdapat dalam penelitian ini. b. Pada penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian serupa pada kota
besar lainnya.
5.2.2 Saran Praktis
Pada penelitian ini didapatkan bahwa peran PBC tidak signifikan, yang berarti bahwa kontrol yang dimiliki subjek untuk dapat menggunakan kliinik kecantikan lemah, sehingga disarankan bagi penjual jasa klinik kecantikan, untuk dapat memberikan informasi mengenai jasa apa saja yang ditawarkan oleh klinik kecantikan dan dapat memberikan jasa perawatan dengan beragam harga agar dapat meningkatkan intensi calon kosumen untuk menggunakan jasa klinik
78 tentang adanya ketiga aspek yang dapat mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku, pada penelitian ini didapatkan bahwa faktor sikap yaitu penilaian diri sendiri terhadap klinik kecantikan dan norma subjektif atau peran orang lain memiliki peran terhadap intensi konsumen, sedangkan kontrol prilaku tidak berpengaruh, sehingga disarankan pula kepada konsumen dan calon konsumen untuk dapat mencari tahu informasi dari berbagai klinik kecantikan agar dapat memudahkan konsumen untuk dapat memilih jasa klinik kecantikan yang terbaik dan sesuai untuk digunakan dan tidak hanya terpengaruh oleh dorongan orang lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.INTENSIIntensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjektif individu dalam kaitan antara diri dan perilaku.
Warshaw dan Davis (Landry,2003) menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukan suatu tujuan masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar. Kemudian ditambahkan pula bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen prilaku untuk menunjukan suatu tindakan atau tidak dimana ada harapan yang diperkirakan individu dalam menunjukan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat. Selain itu Horton (1984) mengatakan bahwa dalam istilah intensi terkait 2 hal berbeda yang saling berhubungan yaitu, kecenderungan untuk membeli dan rencana dari keputusan membeli. (Rima, 2009)
Menurut Ajzen (2005) intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Menurut Theory of Planned Behavior, intensi
12 Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Berdasarkan Theory of Planned Behavior, intensi terbentuk dari attitude
toward behavior, subjective norms, dan perceived behavior control yang
dimiliki individu terhadap suatu perilaku
Intensi memiliki 4 faktor yang mendasarinya yaitu target, action, context, dan time. Target merupakan sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu perilaku. Misalnya, menggunakan cream wajah untuk mendapatkan wajah cantik.
Action yang merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku.
Misalnya, mencari informasi produk perawatan terbaik ketika ingin mempercantik diri. Context mengacu pada situasi yang akan memunculkan perilaku. Misalnya, ketika kulit kusam dapat membangkitkan keinginan untuk merawat diri. Dan yang terakhir adalah time yaitu waktu munculnya perilaku, misalnya melakukan perawatan untuk menjaga kulit lebih sehat. Maka berdasarkan pengertian intensi dari beberapa ahli tersebut, dapat diambil pengertian bahwa intensi yaitu kecenderungan atau usaha seseorang untuk memunculkan atau melakukan suatu prilaku.
2.2.INTENSI MENGGUNAKAN JASA KLINIK KECANTIKAN
Intensi menggunakan jasa klinik kecantikan adalah niat, maksud, dan tujuan seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, disaat mereka
membutuhkan pelayanan jasa klinik kecantikan seperti untuk menghilangkan jerawat, mencerahkan kulit dan mempercantik bentuk wajah, meremajakan kulit, dan sebagainya (Nursukmawati, 2013).
Seseorang yang percaya bahwa dengan menggunakan jasa klinik kecantikan dapat memenuhi kebutuhannya dalam mempercantik kulit wajah, maka ia akan memiliki intensi yang tinggi untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Selain itu, intensi individu untuk menggunakan jasa klinik kecantikan juga akan semakin besar jika keluarga, teman, kerabat, memberikan rekomendasi dan mendukung untuk menggunakan jasa suatu klinik kecantikan.
Akan tetapi, individu juga perlu menyadari akan kontrol yang dimiliki dirinya seperti sumber daya dan kesempatan yang ada untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Adanya sumber daya dan kesempatan yang dimiliki individu serta persepsi individu bahwa melakukan perawatan di klinik kecantikan adalah hal yang mudah akan membuat intensi individu menggunakan jasa klinik kecantikan semakin besar.
2.3. SIKAP
Aiken (1970) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. defenisi yang dikemukakan Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik
14 Defenisi diatas nampaknya konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang menentukan respon individu terhadap suatu objek. (Rahmah, 2011)
Sikap merupakan kecenderungan kognitif, afektif, dan tingkah laku yang dipelajari untuk merespon secara positif maupun negatif terhadap objek, situasi, institusi, konsep, atau seseorang. Sikap merupakan faktor personal yang mengandung evaluasi positif atau dalam tingkah laku yang menghindari, melawan, atau menghalagi objek (Eagly & Chaiken, 1993). Gagne dan Briggs (Ajzen, 2002), sikap merupakan suatu keadaan internal yang mempengaruhi pilihan, tindakan individu terhadap objek, orang, atau kejadian tertentu.
Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku, atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan kata lain, individu yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap adalah evaluasi internal yang mempengaruhi tindakan individu.
2.4. NORMA SUBJEKTIF
Norma subjektif merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi seseorang tentang apakah individu akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu tingkah laku yang ditampilkan (Baron & Byrne, 2000). Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen, 2005). Keyakinan normatif berhubungan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau individu lain dalam kelompok yang berpengaruh bagi individu itu sendiri seperti orangtua, pasangan, teman dekat, rekan kerja, tetangga, dan lainnya tergantung pada prilaku apa yang terlibat.
Norma subjektif diartikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Individu berkeyakinan bahwa individu lain atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan atau perilaku yang dilakukannya. Ketika individu meyakini apa yang menjadi norma dalam kelompok, maka ia akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya.
Menurut Ajzen (2005), norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh
referent, tetapi juga ditentukan oleh Motivation to comply. Umumnya, individu
yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti suatu prilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Namun, individu yang yakin
16 ini akan menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa norma subjektif adalah penilaian individu terhadap tekanan sosial atau pengaruh kelompok tertentu untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku.
2.5. PERCEIVED BEHAVIOR CONTROL
Perceived Behavioral Control (kontrol perilaku) merupakan gambaran
mengenai perasaan akan kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku. Menurut Ajzen (2005), kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu, pengalaman orang lain, seperti keluarga dan teman, dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku.
Menurut Ajzen (2005), perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku.
Faktor kontrol merupakan faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti keahlian, kemampuan, informasi, dan emosi, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor situasi atau faktor lingkungan. Maka dapat diartikan
perceived behavioral control merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang
seberapa mudah atau kemampuan diri individu untuk menunjukkan suatu perilaku.
2.6. KLINIK KECANTIKAN
Klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan jasa pelayanan dermatologi. Dermatologi (dari bahasa Yunani: derma yang berarti kulit) adalah cabang kedokteran yang mempelajari kulit dan bagian-bagian yang berhubungan dengan kulit seperti rambut, kuku, kelenjar keringat, dan lain sebagainya.(Wikipedia, 2014)
Jadi, dapat disimpulkan, klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya. Beberapa klinik kecantikan yang sekarang banyak dijumpai di wilayah ibukota adalah klinik kecantikan yang mengkombinasikan pelayanan kecantikan wajah maupun tubuh, dan konsultasi kesehatan kulit, serta pelayanan tambahan seperti spa.
Produk perawatan dari klinik kecantikan yang dikenal umum adalah
facial. Perawatan facial adalah sebuah prosedur yang melibatkan berbagai
perawatan kulit, termasuk: penguapan, pengelupasan, ekstraksi, krim, lotion, pengunaan masker, dan pemijatan. Biasanya dilakukan di salon kecantikan tetapi juga dapat ditemukan di berbagai perawatan spa.
18 2.6.1. Fungsi Klinik Kecantikan
Fungsi Klinik kecantikan merupakan suatu tempat untuk melakukan konsultasi dan perawatan terhadap tubuh, wajah, kulit, dan rambut dengan dilakukan oleh ahli kecantikan dan dokter spesialis.
2.6.2. Tujuan Klinik Kecantikan
Tujuan utama pembuatan klinik kecantikan pada umumnya ingin menjadikan para pengunjungnya terbebas dari jerawat, memberikan keindahan wajah, tubuh, dan rambut. sehingga tampak cantik, bersih, sehat, dan natural dari rambut hingga ujung kaki.
2.6.3. Macam-macam Klinik Kecantikan 1. Klinik Kecantikan Khusus Kulit
Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus kulit, dan fokus pada kulit baik masalah-masalah yang biasa dialami kulit dan dan cara merawatnya.
2. Klinik Kecantikan Khusus Rambut
Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus rambut, dan fokus pada rambut baik masalah-masalah yang biasa dialami rambut dan penataannya.
Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus tubuh, focus terhadap masalah-masalah kelebihan berat badan dan focus pada perawatan agar menjadikan tubuh ideal.
4. Klinik Kecantikan Bedah Plastik
Klinik kecantikan bedah plastik melayani mereka yang menginginkan perubahan fisik akibat kecelakaan yang dihadapi ataupun perubahan yang sengaja ingin dilakukan.
5. Klinik Kecantikan Kulit dan Rambut
Klinik kecantikan yang menyediakan perawatan untuk rambut dan kulit.
6. Klinik Kecantikan yang mencakup semuanya
Klinik kecantikan yang menyediakan segala macam peraawatan dan tindakan.
2.7.DINAMIKA
2.7.1. Dinamika Sikap terhadap Intensi
Aiken (1970) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku, atau minat tertentu.
20 keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku).
Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan kata lain, individu yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya.
Ajzen mengatakan bahwa sikap seseorang terhadap suatu perilaku dapat mempengaruhi besar tidaknya intensi seseorang untuk melakukan perilaku tersebut yang berakibat apakah orang tersebut melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Semakin positif sikap seseorang terhadap suatu perilaku maka akan semakin tinggi intensinya untuk melakukan perilaku tersebut, begitu juga sebaliknya, semakin negatif sikap seseorang terhadap suatu perilaku maka akan semakin rendah intensinya untuk melakukan perilaku tersebut. Banyak peneliti yang mendukung pernyataan ini melalui penelitian yang telah dilakukan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irena Anggita Nurul Adha dan Ratri Virianita (2010), sikap terhadap pemanfaatan internet dalam kegiatan bisnis terbukti memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan pada intensi pemanfaatan internet. Semakin positif sikap pengusaha UKM, maka semakin kuat pula intensi atau niat untuk memanfaatkan internet dalam kegiatan bisnis. Semakin tinggi pengetahuan, keyakinan mengenai pemanfaatan internet dalam kegiatan bisnis, ketertarikan dan kecenderungan untuk memanfaatkan internet,
maka semakin besar pula niat pengusaha UKM untuk memanfaatkan internet dalam kegiatan bisnisnya.
Berdasarkan Theory of Planned Behavior oleh Ajzen dan didukung oleh beberapa penelitian terdahulu maka bisa dilihat bahwa sikap dapat berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku, dimana dalam penelitian ini merupakan penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan akan semakin tinggi, dan semakin negatif sikap seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka semakin rendah juga intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Berikut ini adalah rumus untuk mengukur attitude toward behavior :
Keterangan:
AB = sikap terhadap perilaku B bi = behavioral belief
ei = evaluation of outcome
2.7.2. Dinamika Norma subjektif terhadap Intensi
Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative
22 sendiri seperti orangtua, pasangan, teman dekat, rekan kerja, tetangga, dan lainnya tergantung pada prilaku apa yang terlibat. Norma subjektif diartikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku.
Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga ditentukan oleh Motivation to comply. Umumnya, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti suatu prilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Namun, individu yang yakin bahwa kebanyakan
referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan suatu perilaku tertentu, dan
tidak adanya motivasi mengikuti prilaku tersebut, maka hal ini akan menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen,2005). Telah banyak penelitian yang menggungkap adanya pengaruh norma subjektif terhadap intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku seperti yang dikatakan oleh Ajzen.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari Rochmawati (2013) menyatakan bahwa norma subjektif berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan kartu kredit. Hasil pengujian hipotesis pada konstruk ini adalah norma subjektif