• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Nutrien

Dalam dokumen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 24-39)

Hasil simulasi dapat dengan kuat memberikan gambaran dinamika nutrien

yang terjadi. Gambar 22(a) dan (c) menunjukkan hubungan antara NO3 dan NH4

dengan fitoplankton. Terdapat perbedaan pola antara NO3 dan NH4 dengan

fitoplankton dimana pola variasi temporal fitoplankton cenderung mengikuti pola

NH4. Hal ini berkaitan dengan kesukaan fitoplankton terhadap jenis nutrien. Nitrit

memiliki tingkat oksidasi yang lebih rendah daripada nitrat, maka proses perubahan menjadi bentuk organik membutuhkan energi yang lebih sedikit, bahkan untuk amonium dan urea energi yang diperlukan lebih sedikit lagi dibandingkan nitrit. Karena itu amonium dan urea terlarut dimanfaatkan terlebih dahulu dibandingkan nitrit dan nitrat dalam mekanisme pemanfaatan DIN oleh

fitoplankton. Secara umum peningkatan nutrien baik NO3 dan NH4 dikuti oleh

bertanggung jawab pada laju produksi baru, sedangkan amonia dan urea bertanggung jawab untuk menyediakan bahan produksi regenerasi sehingga urutan preferensi penyerapan oleh fitoplankton berdasarkan tingkat kebutuhan energinya dari yang terrendah adalah amonia, urea, nitrit, dan nitrat.

Gambar 22 Hubungan antara nutrien dan fitoplankton. Gambar 22(e) menunjukan adanya hubungan antara pertumbuhan

fitoplankton dengan PO4, dimana terlihat bahwa walaupun porsi ketersediaan

unsur P diperairan relatif kecil tetapi pola hubungan yang terbentuk menunjukan adanya keterkaitan antara pertumbuhan fitoplankton dan fosfor. Spesies

fitoplankton seperti diatom akan megkonsumsi unsur P lebih banyak

dibandingkan dengan unsur N, sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi dominasi spesies tertentu di perairan. Pola ini juga menggambarkan adanya pembatasan unsur N oleh unsur P sehingga terjadi adanya penurunan rasio N:P. Penurunan

(a) (b) (c) (d) (f) (e)

rasio N:P ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan fitoplankton dibatasi oleh peningkatan unsur P di perairan. Hubungan antara nutrien dan fitoplankton

menunjukan adanya korelasi yang cukup erat (Gambar 21b, d, dan f) dengan nilai

korelasi 0.8438 dan 0.9612 (NO3 dan NH4), 0.7987 (PO4).

Lima komponen utama yang berpengaruh terhadap fluks karbon telah diekstraksi dari model antara lain : (1) produktivitas primer kotor, (2) pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton, (3) pemangsaan POC oleh zooplankton, (4) kontribusi dari ekskresi dan mortalitas fitoplankton terhadap POC, dan (5) kontribusi engesti dan mortalitas zooplankton terhadap POC. Fluks dihitung secara harian sebagai nilai volumetrik terintregrasi dari lapisan ELCOM dan kemudian dirata-rata secara bulanan.

Gambar 23 Fluks karbon (mgC/L/hari) untuk total produksi (Total Prod), Pemangsaan fitoplankton (Phy2Zoop) dan pemangsaan POC oleh zooplankton (POC2Zoop), engesti dan mortalitas fitoplankton (Phy2POC) dan ekskresi dan mortalitas zooplankton (Zoop2POC). Dalam Gambar 23 produktivitas primer diekspresikan sebagai fluks positif dan mewakili sumber dari karbon, sementara fluks yang lain diekspresikan sebagai negatif mewakili siklus internal karbon (tidak dianggap sebagai sink). Selama periode simulasi grazing fitoplankton oleh zooplankton diwakili 51 – 76% (rata-rata 65%) dari karbon yang diasimilasi bulanan dalam produktivitas primer, sementara pemangsaan POC oleh zooplankton rata-rata: 4%. Fluks karbon yang

-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

m gC /L/h ar i Bulan Zoop2POC Phy2POC POC2Zoop Phy2Zoop Total Prod

diasimilasi dari fitoplankton dan zooplankton pada total POC berturut turut berkisar antara 14 sampai 37% (rata-rata 22%) dan dari 6 sampai 12% (rata-rata 9%) dari karbon yang diasimilasi dari produktivitas primer.

Fluktuasi dinamika karbon hasil simulai menunjukkan adanya variasi, dimana pada bulan Januari hingga Maret terjadi penurunan total produksi yang kemungkinan disebabkan tingkat radiasi yang rendah serta peningkatan tekanan pemangsaan oleh zooplankton. peningkatan terjadi pada bulan April - Juni yang berkaitan dengan peningkatan tingkat radiasi matahari, sehingga akan memicu peningkatan fotosintesis dan pengambilan karbon dari perairan. Penurunan total produksi terjadi kembali pada bulan Juli yang disebabkan adanya peningkatan tekanan pemangsaan oleh zooplankton.

Gambar 24 menjelaskan bahwa dari total karbon yang di-uptake oleh fitoplankton 2.2% ditransfer ke bentuk karbon organik terlarut melalui respirasi dan 8.7% ditransfer sebagai karbon organik partikulat ketika fitoplankton mengalami mortalitas. Total produksi primer dari karbon yang diasimilasi oleh fitoplankton melalui proses fotosintesis 72.6% ditransfer ke produksi sekuder melalui pemangsaan oleh zooplankton, dan sekitar 16.5% kemungkinan ditransfer melalui pemangsaan mikrozooplankton (mikroflagelata) atau organisme bentik

filter feeder yang lain. Hasil produksi sekunder pada zooplankton 31.3% kemabli

sebagai karbon partikulat pada saat zooplankton mengalami mortalitas, sedangkan 7.5% langsung tenggelam ke sedimen dalam bentuk faecal pellet, sisanya 61, 2% diduga ditransfer ke tingkat trofik yang lebih tinggi. Karbon partikulat yang berasal dari mortalitas fitoplankton, mortalitas zooplankton dan fluks dari sedimen 82.8% didekomposisi menjadi bentuk terlarut dan hanya 4.9% yang dimangsa kembali oleh zooplankton. Perbedaan pemangsaan zooplankton terhadap fitoplankton dan karbon organik partikulat adalah komponen karbon organik partikulat di dalamnya tidak termasuk fitoplankton, tetapi komponen yang lain seperti mikrozooplankton atau zooplankton lain, sehingga bisa disimpulkan zooplankton yang memangsa karbon organik partikulat didefinisikan sebagai zooplankton predator atau karnivora. Karbon organik partikulat yang kemudian didekomposisi menjadi bentuk terlarut kemudian mengalami mineralisasi menjadi bentuk anorganik dalam kisaran 95.5% dati keseluruhan karbon organik terlarut.

96

Gambar 24 Neraca fluks karbon (mgC/L/hari) di Teluk Lampung. Skema siklus nutrien diadaptasi dari Hipsey et al. (2009).

Empat fluks utama nitrogen dan fosfor dari nutrien terlarut telah diekstraksi dari model untuk memperoleh kontribusi dari zooplankton terhadap siklus nutrien. Fluks yang ditunjukkan dalam Gambar 25 dan 27 termasuk diantaranya adalah: (1) pengambilan oleh fitoplankton; (2) mortalitas fitoplankton; (3) ekskresi oleh zooplankton; (4) pertukaran sedimen dan air; dan (5) Perubahan karena pengaruh hidrodinamika (pertukaran antara kolom air dan atmosfer). Fluks digambarkan sebagai perubahan massa nutrien per hari dengan mempertimbangkan ke seluruh area. Fluks negatif (sink) diwakili oleh kehilangan nutrien terlarut dari kolom air (seperti uptake oleh fitoplankton) dan fluks positif (source) diwakili ekskresi zooplankton.

Gambar 25 Fluks Nitrogen (mgN/L/hari) untuk total uptake fitoplankton (PhyUp), Fluks sedimen (SedFlux), mortalitas fitoplankton

(PhyMor), mortalitas dan ekskresi zooplankton (ZoopEX) dan total perubahan karena faktor hidrodinamika (HydroFlux).

Pola siklus nutrien eksternal dan internal untuk fluks nitrogen dari hasil simulasi secara umum menunjukkan pengaruh perubahan musiman. Kontribusi remineralisasi material partikulat dari mortalitas fitoplankton memberi kontribusi terendah dari total sumber (source) nitrogen dengan kisaran 2.93 – 14.76% (Gambar 25). Fluks nitrogen dari hasil perubahan faktor hidrodinamika memiliki kisaran nilai yang berbanding terbalik dengan nilai fluks sedimen terhadap keseluruhan fluks nitrogen dalam kolom air. Kontribusi dari perubahan faktor hidrodinamika memiliki nilai maksimum pada bulan Januari (69.59%) dan nilai minimum pada bulan Agustus (15.51%), sebaliknya fluks nitrogen dari pertukaran

-0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

m gN /L/h ar i Bulan HydroFlux SedRes ZoopEx PhyMor PhyUp

sedimen dan kolom air memiliki nilai maksimum pada bulan Agustus (54.27%) dan nilai minimum pada bulan Januari (20.37%). Zooplankton berperan dalam menyumbang fluks nitrogen di kolom air dari hasil ekskresinya dalam kisaran 7.1 – 30.34% terhadap total sumber nitrogen di kolom air.

Pola dinamika nitrogen menunjukan adanya kemiripan dengan pola

dinamika karbon, hal ini disebabkan laju pengambilan nitrogen oleh fitoplankton akan mengikuti pola intensitas fotosintesis yang sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan cahaya. Intensitas cahaya akan berubah seiring dengan perubahan musim, dimana pada bulan Januari-April cenderung lebih rendah dibandingkan bulan Mei-Agustus. Eksresi N oleh zooplankton mengikuti pola pemangsaan terhadap fitoplankton.

Neraca aliran nitrogen di Teluk Lampung hasil simulasi disajikan pada Gambar 26, dengan asumsi nilai perubahan antar kompartemen yang berbeda tidak mempertimbangkan volume domain model karena adanya perbedaan nilai

antara lapisan kedalaman yang berbeda. Total NH4 dalam bentuk anorganik yang

di-uptake oleh fitoplankton berada dalam kisaran 30 kali dari konsentrasi NO3

anorganik, hal ini menunjukkan bahwa fitoplankton cenderung menkonsumsi NH4

yang memiliki tingkat kebutuhan energi yang rendah untuk mengasimilasinya

dibanding NO3. Mortalitas fitoplankton memberikan sumbangan 8.08% terhadap

nitrogen organik terlarut jika dibandingkan dengan total uptake nitrogen,

sedangkan mortalitas zooplankton menyumbang 7.40% terhadap nitrogen organik terlarut melalui eksresinya dan 32.03% terhadap nitrogen organik partikulat ketika mengalami mortalitas.

NH4 yang dinitrifikasi menjadi NO3 berada dalama kisaran 53,6% jika

dibandingkan dengan mineralisasi NH4 dari nitrogen organik terlarut diduga

sebagai faktor yang mempercepat penurunan kadar oksigen terlarut diperairan, sedangkan proses mineralisasi memerlukan 96.64% nitrogen organik terlarut dari

total hasil dekompisisi nutrien organik partikulat. Walaupun laju uptake NH4 lebih

tinggi dari NO3 dan lebih dari setengahnya dinitrifikasi tetapi sumber asupan NH4

tetap tinggi bahkan meningkat terus yang diduga berasal dari asupan dari daratan yang telah mengalami mineralisasi telebih dahulu sebelum mencapai laut atau berasal dari limbah pertanian sisa pemakaian pupuk anorganik.

99

Hasil Gambar 27 menunjukkan bahwa kontribusi yang terhadap fluks fosfor melalui proses remineralisasi dan daur ulang ekskresi zooplankton (kisaran 7.08 – 38.48%, rata-rata 20.52%). Proses remineralisasi partikel tersuspensi dari sisa mortalitas fitoplankton memiliki kontribusi minimum pada bulan Januari (5.63%) dan maksimum 26.08% pada bulan Mei. Kontribusi pertukaran sedimen dan kolom air rata-rata 21.42% yang lebih rendah dibandingkan kontribusi faktor hidrodinamika yang memiliki kisaran antara 11.33 - 72.75%, dengan nilai maksimum pada bulan Januari.

Gambar 27 Fluks Fosfor (PO4) (mgP/L/hari) untuk total uptake fitoplankton (PhyUp), Fluks sedimen (SedFlux), mortalitas fitoplankton (PhyMor), mortalitas dan ekskresi zooplankton (ZoopEX) dan total perubahan karena faktor hidrodinamika (HydroFlux)

Rasio N:P pada penelitian ini dari rata-rata simulasi diperoleh 13.93 dan rasio N:P pada ekskresi zooplankton adalah 26.21. Hal ini menunjukan bahwa di perairan Teluk Lampung terjadi pembatasan unsur N pada fitoplankton atau terjadi peningkatan unsur P dan penurunan unsur N di perairan, sehingga pertumbuhan fitoplankton kemungkinan sangat kuat dibatasi oleh unsur P.

Hasil studi Urabe et al. (1995) menemukan bahwa rata-rata fraksi nitrogen yang diregenerasikan oleh zooplankton selama proses stratifikasi adalah 50% dari total produktivitas primer, dan 15% untuk fosfor, perbandingan yang rendah dari kontribusi zooplankton dikarenakan pembatasan oleh fosfor. Hasil studi yang lain yang dilakukan oleh Damar (2003) juga menunjukan adanya rasio yang rendah

-0.003 -0.002 -0.001 0 0.001 0.002 0.003

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

m gP/L/h ar i Bulan HydroFlux SedRes ZoopEx PhyMor PhyUp

antara DIN dan P yang mengindikasikan adanya pembatasan N terhadap pertumbuhan fitoplankton. Alasan utama nilai ekskresi diekspresikan sebagai persentasi dari uptake fitoplankton adalah karena tidak ada perbedaan yang besar antara kenyataan bahwa percampuran N yang diregenerasikan tidak memberikan perbandingan kontribusi yang lebih besar terhadap ketersediaan nitrogen di perairan. Sebagai kesimpulan bahwa pengaruh grazing dan ekskresi zooplankton tidak terlihat secara signifikan mengubah keseimbangan elemen nutrien di perairan.

Gambar 28 merupakan ringkasan neraca harian fosfor hasil simulasi model yang terjadi di Teluk Lampung. Fosfor yang dikembalikan ke kolom air dari hasil mortalitas fitoplankton berada dalam kisaran 5.69% jika dibandingkan fosfor yang di uptake, sedangkan perubahan dari mortalitas fitoplankton ke fosfor organik partikulat sebesar 27.69% serta jumlah fosfor yang diasimilasi zooplankton dari proses pemangsaan sebesar 52.30%. Mortalitas dan eksresi zooplankton

menyumbang 38.46% fosfor dalam bentuk organik partikulat jika dibandingkan dengan total fosfor yang diuptake fitoplankton.

Proses adsorpsi desorpsi dari fosfor anorganik terlarut menjadi fosfor terfilter yang mudah diserap oleh fitoplankton sebanyak 94.71% dari hasil mineralisasi fosfor organik partikulat yang 87.14% merupakan dekomposisi dari fosfor organik partikulat menjadi terlarut. Jika dibandingkan dengan dekomposisi fosfor organik partikulat maka proses adsorpsi desorpsi fosfor reaktif sebesar 82.52%, hal ini menunjukan bahwa sebagian besar fosfor yang digunakan oleh fitoplankton merupakan forfor hasil regenerasi. Kontribusi fluks hidrodinamik yang membawa asupan fosfor dari daratan dengan konsentrasi yang tinggi lebih banyak menyumbang pada fosfor organik baik terlarut atau partikulat.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa neraca aliran nutrien (C, N dan P) lebih besar peran fluks hidrodinamik dalam bentuk terlarut maupun partikulat dibandingkan peran zooplankton melalui ekskresi maupun mortalitasnya, tetapi sumbangan terbesar nutrien yang dimanfaatkan oleh fitoplankton adalah nutrien regenerasi yang berasal dari ekskresi dan mortalitas fitoplankton maupun zooplankton.

102

Gambar 28 Neraca fluks fosfor (mgP/L/hari) di Teluk Lampung. Skema siklus nutrien diadaptasi dari Hipsey et al. (2009).

Kontribusi asupan nutrien dari daratan yang dibawa aliran Sungai Way Kahuripan, Way Lunik dan Way Ratai ke Teluk Lampung menunjukkan bahwa kontribusi terbesar berasal dari sungai Way Lunik, hal ini disebabkan selain faktor debit sungai yang lebih besar juga dsebabkan konsentrasi nutrien dari sungai juga cenderung lebih besar, karena selain melintasi daerah padat penduduk juga

melewati daerah kawasan industri. Sungai Way Ratai memiliki kontribusi terkecil terhadap asupan nutrien ke teluk yang disebabkan faktor debit sungai yang relatif kecil, juga konsentrasi nutrien yang kecil yang lebih banyak didominasi dari hasil limbah pertanian. Konsentrasi nutrien yang tinggi terutama di bagian kepala teluk tidak hanya bersumber dari sungai saja, keberadaan pelabuhan, kawasan industri, daerah pertanian, tambak udang yang tersebar sepanjang garis pantai juga

memiliki kontribusi terhadap dinamika nutrien di Teluk Lampung. Nilai asupan nutrien dari daratan disajikan pada Tabel 14.

Table 14. Nilai asupan nutrien dari daratan

Bulan Total Asupan Nutrien (Ton/Bulan)

NO3 NH4 PO4

Sungai Way Kahuripan

Januari 94.09 52.90 23.34 Februari 89.52 48.91 22.89 April 101.22 55.86 31.96 Mei 86.64 48.51 29.84 Juli 91.39 48.21 28.71 Agustus 93.77 56.73 26.51 Rata-Rata 92.77 51.85 27.21

Sungai Way Lunik

Januari 121.71 65.14 27.68 Februari 111.72 60.02 26.21 April 102.91 50.08 30.47 Mei 105.30 51.81 30.51 Juli 98.33 49.66 29.17 Agustus 105.69 59.81 27.47 Rata-Rata 107.61 56.09 28.59

Sungai Way Ratai

Januari 44.25 32.31 12.79 Februari 44.62 28.01 13.28 April 40.56 28.02 15.78 Mei 29.64 19.17 11.62 Juli 21.75 16.09 9.69 Agustus 22.16 17.36 8.35 Rata-Rata 33.83 23.49 11.92

Asupan nutrien yang masuk ke teluk melalui ketiga sungai menunjukkan

bahwa NH4 dan NO3 merupakan nutrien yang paling penting yang dihasilkan dari

limbah perkotaan. Sumber NH4 diduga berasal dari emisi limbah domestik yang

terbawa aliran sungai. Limbah domestik ini mengandung banyak bahan organik yang dekomposisinya akan menghasilkan pengurangan oksigen terlarut terutama jika terjadi pada musim kemarau. Permukiman penduduk yang berada di bantaran

sungai juga berkontribusi terhadap sumber limbah domestik. Sebaliknya NO3

lebih banyak bersumber dari limbah pertanian. Jika dibandingkan ketiga jenis

nutrien yang masuk ke teluk maka PO4 memiliki nilai terrendah, hal ini berkaitan

dengan sumber PO4 yang terbatas dari limbah rumah tangga terutama deterjen dan

limbah pertanian. 4.3.3 Dinamika Trofik

Total massa karbon hasil simulasi model umumnya dibandingkan dengan baik dengan data lapangan walaupun total biomassa simulasi model lebih rendah dari data lapangan (Gambar 29(a) dan (b)). Hal ini terutama terjadi karena data observasi POC diestimasi dengan mengkonversi TSS ke TOC dan dikurangi dengan data fitoplankton, sedangkan data observasi yang didalamnya termasuk komponen refraktori tidak termasuk dalam data hasil model.

(a)

(b) Gambar 29 Biomassa karbon data observasi (a), data simulasi (b) yang

digambarkan sebagai rata-rata bulanan untuk material detritus, fitoplankton, dan zooplankaton (catatan skala aksis vertikal berbeda).

Hasil observasi dan simulasi menunjukkan bahwa dari total massa karbon yang ada di perairan 50% diasimilasi menjadi produksi primer oleh fitoplankton, selanjutnya dari total karbon yang diasimilasi dalam bentuk produktivitas primer oleh fitoplankton 30% karbon atau energi ditransfer melalui pemangsaan

zooplankton ke produktivitas sekunder. Perbedaan jumlah karbon yang diasimilasi dari perairan oleh fitoplankton dan jumlah karbon yang diasimilasi oleh zooplankton disebabkan karena adanya perbedaan antara siklus C dan N yang memberikan kemungkinan bahwa permulaan pembatasaan N pada pertumbuhan fitoplankton berpengaruh pada rasio C:N partikel tersuspensi dimana pertambahan rasio C:N pada fitoplankton akan berhubungan dengan pertambahan komposisi rasio C:N pada zooplankton.

Hasil penelitian lain diperoleh bahwa transfer produktivitas primer ke produktivitas sekunder melalui zooplankton berkisar antara > 20% (Small et al., 1989), 50% (Laws et al., 2000; Bruce et al., 2006), sementara Scavia et al. (1988) mengestimasi transfer melalui zooplankton sekitar 62%. Walaupun terdapat ketidak pastian dalam perkiraan jumlah persentase produktivitas primer yang ditransfer ke produktivitas sekunder berkaitan dengan adanya perbedaan tipe perairan dan metode analisisnya. Transfer produktivitas primer ke tingkat trofik yang lebih tinggi sangat penting dalam memahami dinamika trofik sehingga akan dengan jelas dan terpercaya untuk mengkuantifikasi peran dari produktivitas sekundernya. Copping and Lorenzen (1980) menambahkan bahwa rata-rata hubungan karbon yang masuk ke dalam tubuh Copepoda adalah 45% dari karbon yang tersedia di fitoplankton, selebihnya akan dilepas sebagai karbon organik terlarut 27%, karbon anorganik terlarut 24% dan hilang dalam bentuk fecal pellet 3-4%.

Secara umum antara hasil simulasi model dan hasil observasi dari Gambar 29(a) dan (b) menunjukan pola yang sama, yaitu terjadi adanya penurunan jumlah total karbon yang diasimilasi ke dalam produktivitas primer oleh fitoplankton dari bulan Januari hingga bulan Maret kemudian meningkat lagi pada bulan April hingga Juni. Penurunan kembali terjadi pada bulan Juli dan meningkat lagi pada Bulan Agustus. Hal yang sama terjadi pada perubahan total karbon yang

pada bulan Agustus dimana masih menunjukan kecenderungan menurun.

Perubahan pola ini diduga berkaitan dengan perubahan musiman, dimana terjadi adanya tingkat intensitas cahaya yang rendah pada bulan Januari hingga Maret dan mulai terjadi peningkatan intensitas cahaya pada bulan April.

Pertumbuhan zooplankton mengikuti pertumbuhan fitoplankton walaupun tidak mengikuti pola total organik karbon (Gambar 30). Ketersediaan karbon yang tinggi akan memacu pertumbuhan fitoplankton seiring dengan peningkatan

intensitas cahaya untuk fotosintesis. Pertumbuhan fitoplankton ini akan menurun seiring dengan pertambahan populasi zooplankton.

Gambar 30 Hubungan tingkat radiasi matahari, total organik karbon (a) dan biomassa fitoplankton (b) biomassa fitoplankton dan zooplankton (c).

Striebel (2008) menjelaskan bahwa fitoplankton yang mendukung

pertumbuhan zooplankton adalah fitoplankton yang memiliki kualitas yang baik yang tergantung dari edibilitas dan komponen kimianya. Edibilitas merupakan fungsi dari ingestibilitas (ukuran dan bentuk), dan digestibilitas (efisiensi

0 50 100 150 200 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 01/01/07 02/10/07 03/22/07 05/01/07 06/10/07 07/20/07 08/29/07 R ad ias i M at ah ar i W /m 2 To tal O rg an ik Kar bo n m gC /L Waktu (hari)

Radiasi Matahari Total Organik Karbon

(a) 0 50 100 150 200 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 01/01/07 02/10/07 03/22/07 05/01/07 06/10/07 07/20/07 08/29/07 R ad ias i M at ah ar i W/ m 2 B io m as a Fi to pl an kt o n m gC /L Waktu (Hari)

Radiasi Matahari Fitoplankton

(b 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0 0.1 0.2 0.3 0.4 01/01/07 02/10/07 03/22/07 05/01/07 06/10/07 07/20/07 08/29/07 B io m as sa Z o o pl an kt o n m gC /L B io m as sa Fi to pl an kt o n m gC /L Waktu (hari) Fitoplankton Zooplankton (c

asimilasi). Ketika terjadi peningkatan intensitas cahaya akan meningkatkan

produktivitas primer dari fitoplankton yang diikuti dengan laju pengambilan unsur C yang tinggi sehingga akan meningkatkan biomassa. Ketika konsentrasi unsur N dan P rendah maka peningkatan intensitas cahaya akan menyebabkan rasio C:N atau C:P dalam fitoplankton akan tinggi. Pada rasio C:N dan C:P yang tinggi maka unsur C akan diletakkan dalam struktur sel dalam bentuk selulosa yang tidak dapat diasimilasi dengan efisiensi tinggi.

Khusus pada bulan Agustus walaupun total karbon yang diasimilasi oleh fitoplankton meningkat tetapi yang diasimilasi oleh zooplankton menurun diduga karena laju ingesti nutrien oleh zooplankton menurun karena telah mencapai kejenuhan, selain itu intensitas cahaya yang tinggi pada bulan tersebut mengakibatkan rasio C:N:P pada fitoplankton akan tinggi. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa peningkatan intensitas cahaya akan meningkatkan produksi biomassa fitoplankton tetapi mungkin dapat mengurangi pertumbuhan

zooplankton karena peningkatan kuantitas makanan akan menurunkan kandungan nutrien dari makanan tersebut. Ketidaksamaan rasio unsur C pada biomassa fitoplankton dan zooplankton karena pengaruh efisiensi transfer energi yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan zooplankton lebih dibatasi oleh kandungan nutrien dibandingkan dengan kandungan karbon dalam fitoplankton.

Dalam dokumen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 24-39)

Dokumen terkait