• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Daerahpantai yang merupakan daerah penangkapan utama nelayan kecil diperkirakan memiliki luas hanya 9.9 persen dari total luas perairan laut, namun demikian perairan ini merupakan salah satu wilayah yang produktif untuk perikanan (Widodo dan Suadi 2006). Ikan yang berada pada habitat pantai adalah ikan karang dan ikan demersal dimana kelompok usaha penangkapan skala kecil banyak mengeksploitasinya (Simbolon 2011). Nelayan skala kecil sangat tergantung terhadap ekosistem laut yang dekat dengan tempat tinggal mereka yaitu daerah pantai, umumnya dilakukan dalam satu hari penangkapan dan menyesuaikan dengan pola musiman tertentu (Cochrane 2002), dan sangat rentan dengan penurunan sumber daya ikan (McGoodwin 2001). Penurunan sumber daya ikan ini pada gilirannya, menyebabkan permasalahan pemanfaatan sumber daya, berkurangnya pendapatan, peningkatan kemiskinan dan penurunan secara keseluruhan dalam standar hidup yang pada akhirnya mengarah penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih efektif, tetapi merusak (Salayo et al. 2006).

Armada penangkapan di Pacitan mengeksploitasi jenis ikan yang cukup beragam. Jenis ikan yang banyak dieksploitasi adalah ikan demersal, pelagis, dan krustasea, serta beberapa jenis moluska. Produksi total perikanan berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami kenaikan. Namun beberapa jenis ikan megalami penurunan seperti ikan demersal dan krustasea. Tahun 2012 produksi ikan demersal mengalami penurunan 20.6 persen dan krustasea turun 49.2 persen dibandingkan tahun 2011 (DKP Pacitan 2012). Hal tersebut juga ditegaskan oleh pendapat nelayan yang semakin sulit untuk mendapatkan hasil tangkapan dalam operasi penangkapannya. Bab ini menjelaskan pemanfaatan sumber daya ikan dan pola musim penangkapan ikan untuk membantu pemerintah daerah memahami pemanfaatan sumber daya perikanan.

Metode Penelitian

Metode penelitian pada kajian ini adalah metode survei. Metode pengumpulan data melalui wawancara pribadi, observasi, pengarsipan data dan survei dengan menggunakan kuesioner. Populasi yang ada dalam penelitian ini adalah nelayan kecil dan pemangku kepentingan lain yang terkait dalam pengelolaan perikanan tangkap skala kecil di Pacitan seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, PPP Tamperan, petugas tempat pelelangan ikan (TPI). Metode pengambilan data primer yang digunakan adalah snowball sampling. Teknik snowball sampling memungkinkan sampel diperluas sesuai dengan data yang diperlukan (Sugiyono 2011). Jumlah sampel pada penelitian pertama adalah 15 orang yang kemudian dilanjutkan pada penelitian kedua menjadi 105 orang.

Data yang dikumpulkan meliputi hasil tangkapan/produksi ikan per spesies, jumlah dan jenis unit penangkapan ikan, nelayan dan hari hujan, jumlah alat penangkap ikan tahun 2003-2012. Sedangkan alat yang digunakan dalam

26

penelitian adalah kuesioner, alat perekam, alat tulis dan kamera serta alat analisis adalah perangkat lunak microsoft exel dan Statistical Package for the Sosial Science (SPSS).

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

 Analisis deskriptif terhadap data produksi penangkapan untuk menggambarkan tren produksi per jenis ikan per tahun yang didaratkan di Pacitan.

 Analisis produktivitas alat penangkap ikan dilakukan melalui pendekatan produksi alat penangkap ikan per unit alat penangkap ikan dalam rentan waktu satu tahun. Produktivitas alat penangkap ikan dihitung dengan menggunakan rumus:

Produktivitas = produksi

jumlah alat penangkap ikan(ton/unit/th)

 Analisis musim penangkapan dengan menghitung indek musim. Indek musim diduga dengan menggunakan metode rata-rata bergerak (moving average). Data yang digunakan adalah data bulanan antara tahun 2006-2011 spesies ikan, yang kemudian diramalkan dengan forecasting analyze menggunakan SPSS. Langkah-langkah pendugaannya adalah sebagai berikut (Makridakis, Wheelwright dan McGee 1983 dalam Wiyono 2011):

= 1 � ��+12� �+12� × 100% �−1 �=0 Keterangan:

SI = indek musim (seasonal index) m = bulan (m = 1 s/d 12)

k = (0,1,2,...,K-1)

K = jumlah musim dari data runut waktu xm + 12k, data produksi per bulan m + 12k, dan Tm+12k

 Analisis pengaruh musim terhadap produksi dijelaskan dengan regresi linier terhadap hasil tangkapan bulanan dan jumlah hari hujan bulanan. Persamaan liniernya adalah sebagai berikut:

y = a + bx + e

Keterangan:

y = hasil tangkapan jenis ikan ke-i a = konstanta (nilai y bila x = 0) b = besaran pegaruh variabel bebas x = hari hujan

e = error

Hasil Tren produksi dan CPUE

Potensi perikanan tangkap di Pacitan diperkirakan mencapai 34 483 ton/ tahun meliputi berbagai jenis ikan pelagis besar, seperti tuna dan cakalang, pelagis kecil, demersal dan udang Nurani dan Widyamayanti (2010). Potensi tersebut secara total masih memberikan harapan untuk dieksploitasi lebih dari saat

ini. Sampai dengan tahun 2012 produksi ikan laut mencapai 6 252.18 ton atau masih 18 persen dari potensi yang diperkirakan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. Sehingga masih ada peluang untuk memanfaatkan sumber daya ikan yang ada sebesar 62 persen dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan yaitu sekitar 21 334.23 ton/ tahun (Gambar 4.1). Secara khusus peningkatan produksi tersebut di pengaruhi oleh produksi ikan pelagis (tuna, cakalang, dan tongkol) yang didaratkan oleh kapal motor yang mengoperasikan pukat cincin dan pancing (tonda). Sedangkan ikan-ikan yang menjadi target penangkapan nelayan kecil kebanyakan mengalami penurunan.

Gambar 4.1 Pemanfaatan sumber daya ikan tahun 2004-2012

Komposisi ikan hasil tangkapan antara 2007-2012 didominasi oleh ikan pelagis besar (Gambar 4.2). Rata-rata hasil tangkapan ikan pelagis besar setiap tahunnya mencapai 70.5 persen dari seluruh hasil tangkapan. Sedangkan sebelum tahun 2007, yaitu tahun 2003-2006 rata-rata hasil tangkapan dominan adalah pelagis besar (24.1 persen), pelagis kecil (27.1 persen), dan demersal besar (28.5 persen). Komposisi ikan hasil tangkapan, sebelum tahun 2007 hanya terdapat 21 spesies ikan dengan ikan dominan diantaranya adalah tongkol, layur, lemuru, kembung, bawal, pari, cucut dan udang lobster. Setelah tahun 2007,spesies ikan hasil tangkapan terdiri dari 59 jenis ikan dengan ikan dominan diantaranya adalah tuna, cakalang, tongkol dan layur.

Sembilan belas spesies (54 persen) dari 35 spesies yang diamati berfluktuasi dengan kecenderungan menurun selama 6 tahun terakhir (2007-2012). Spesies ikan yang mengalami penurunan adalah pelagis besar (cucut dan tenggiri), pelagis kecil (bawal, kuwe, julung-julung dan kembung), demersal besar (manyung, kakap merah/ bambangan, kerapu, pari, dan layur), demersal kecil (sebelah dan peperek), dan krustasea (udang merah, udang putih dan udang barong/lobster) (Tabel 4.1). 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Pem anf aat an Tahun Potensi Produksi

28

Gambar 4.2 Komposisi produksi ikanhasil tangkapan tahun 2003-2014 Tabel 4.1 Hasil analisis tren per spesies ikan tahun 2007-2012

Spesies ikan Intercept

(a) Slope (b) R 2 sig. Sebelah 16.663 -3.425 0.443 0.149 Gulamah/ tigawaja 33.961 -4.87 0.38 0.192 Kuniran 29.485 -5.217 0.386 0.188 Manyung 64.657 -9.707 0.323 0.239

Kakap merah/ bambangan 33.765 -5.942 0.668 0.047*

Kerapu 12.713 -2.327 0.865 0.007* Pari 37.015 -1969 0.073 0.605 Layur 184.883 -5.624 0.013 0.828 Cucut 64.441 -11.002 0.796 0.017* Tenggiri 127.003 -21.856 0.317 0.244 Peperek 1.877 -0.011 0 0.985 Bawal 36.494 -6.544 0.645 0.054 Kuwe 24.135 -3.742 0.497 0.118 Julung-julung 27.115 -5227 0.704 0.037* Kembung 83.635 -0.529 0.001 0.964 Udang Merah 1.273 -0.1 0.042 0.695 Udang putih 8.561 -1550 0.148 0.451

Udang barong / Lobster 39.622 -6.495 0.717 0.033*

Lainnya 150.878 -23.037 0.249 0.314 * signifikan (p<0.05) 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 K om posi si produ ksi i kan Tahun

Pelagis besar Pelagis kecil Demersal besar Demersal kecil Krustasea Moluska Lain-lain

Menyiasati penurunan hasil tangkapan, nelayan antara lain melakukan modifikasi alat tangkap, mengoperasikan dua alat tangkap sekaligus, menambah jumlah alat tangkap per trip, menambah waktu/trip penangkapan dan pergeseran daerah penangkapan. Upaya yang dilakukan oleh nelayan tersebut adalah dalam rangka meningkatkan upaya penangkapan (effort). Modifikasi alat tangkap yang dilakukan antara lain nelayan payang telah memodifikasi bagian kantong dengan menggunakan jaring waring yang sangat kecil ukuran mata jaringnya sehingga ikan berukuran kecil sekalipun akan tertangkap. Nelayan dogol telah menambahkan papan pembuka mulut jaring untuk memaksimalkan bukaan mulut jaring sehingga luasan area penangkapan semakin luas. Nelayan jaring insang hanyut untuk menangkap tongkol menambah ukuran vertikal jaring menjadi dua kali panjang ukuran jaring standar.

Penambahan waktu/trip penangkapan dan menggeser daerah penangkapan ketempat yang lebih jauh dari pantai merupakan upaya lain dari nelayan untuk meningkatkan upaya. Durasi rata-rata waktu penangkapan nelayan Pacitan adalah 6-8 jam setiap trip penangkapan. Namun kebanyakan nelayan akan menambah waktu penangkapan pada saat tidak musim ikan berlangsung menjadi 9-10 jam dalam satu trip penangkapan. Nelayan jaring insang hanyut yang menangkap tongkol, pada musim ikan waktu penangkapan semakin pendek antara 4-5 jam sehari namun dalam 1 hari dapat dilakukan 2 trip penangkapan. Sedangkan pergeseran daerah penangkapan terlihat pada jaring tongkol yang sudah mencapai jarak 3-4 mil. Sedangkan jaring krendet sudah mulai mencari daerah penangkapan di pantai sebelah Pacitan yaitu pantai sekitar Wonogiri.

Penurunan hasil tangkapan juga terjadi pada satuan unit penangkapan ikan (Tabel 4.2). Alat penangkap ikan payang, dogol, jaring insang, pancing dan perangkap memiliki nilai produktivitas fluktuatif dengan kecenderungan menurun selama periode 2006-2012, kecuali pukat cincin. Pukat cincin memiliki fluktuasi nilai CPUE cenderung meningkat, dengan nilai 143.1 ton/unit/tahun pada tahun 2012.

Tabel 4.2 Catch per unit effort (CPUE) alat penangkap ikan tahun 2006-2012

Alat Penangkap Ikan CPUE (Ton/ Unit)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Payang 1.616 1.834 2.446 3.277 0.977 0.977 1.927 Dogol 2.025 9.901 - 0.075 0.093 0.093 0.095 Pukat cincin 32.489 - 134.6 1.500 10.3 111.1 143.1 Jaring insang hayut 2.191 2.343 0.657 0.429 0.836 0.836 0.623 Jaring klitik 0.016 0.092 0.013 0.035 0.068 0.068 0.003 Jaring insang tetap 0.836 - 0.141 0.196 0.333 0.333 0.300 Jaring tiga lapis 0.481 3.406 0.068 0.008 0.154 0.154

Rawai hanyut lainnya 0.144 - 2.068 1.418 0.973 0.973 0.445 Rawai tetap 0.267 0.334 2.327 0.079 0.229 0.229 0.110 Pancing tonda 2.704 3.032 2.534 3.238 1.881 2.275 Pancing lainnya 0.061 0.249 0.033 0.096

30

Pola musim penangkapan ikan

Nelayan di Pacitan secara khusus menentukan musim penangkapan ikan

dengan metode yang disebut “Pranoto Mongso”. Satu tahun menurut penanggalan Jawa dibagi menjadi empat musim „mangsa‟ utama, yaitu musim kemarau atau

„ketigo‟, musim pancaroba menjelang hujan atau „labuh‟, musim hujan atau

„rendheng‟, dan pancaroba akhir musim hujan atau „mareng‟. Keempat musim tersebut secara teratur silih berganti sepanjang tahun. Penangkapan ikan yang dilakukan sepanjang bulan dan alat penangkap ikan serta intensitas yang berbeda menyebabkan musim ikan dapat terjadi lebih dari satu bulan baik berturut-turut maupun bulan-bulan tertentu saja. Umumnya puncak musim ikan terjadi pada bulan Mei – Oktober, dimana produksi penangkapan lebih besar dari produksi rata-rata pada tiap bulannya. Sedangkan musim sedikit ikan terjadi pada bulan Januari.

Pola musim penangkapan ikan sedikitnya terdapat enam pola utama. Pola musim penangkapan pertama (Gambar 4.3) terjadi pada saat musim kemarau antara bulan Mei-Oktober yaitu jenis ikan tuna (Thunnus spp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus spp.), ekor kuning (Caesio cuning), layang (Decapterus spp.), kembung (Rastrelliger spp.), teri (Stolephorus spp.), dan lemadang (Coryphaena hippurus). Ikan pada pola musim penangkapan pertama ini didominasi oleh ikan pelagis besar dan dieksploitasi dengan pancing tonda (tuna, cakalang, lemadang, dan tongkol), jaring insang hanyut (tongkol), payang (teri), dan purse seine (layang, kembung).

Gambar 4.3 Indeks musim ikan tuna, cakalang, tongkol, ekor kuning, layang, kembung, teri, dan lemadang

Pola musim penangkapan kedua (Gambar 4.4) terjadi pada saat musim hujan antara November-Desember dan Januari-Maret yaitu jenis ikan kakap merah/bangbangan (Lutjanus sp.), kuro (Polynemus spp.), julung-julung (Hemirhampus spp.), kuwe (Caranx spp.), lobster (Panulirus spp.), dan gulamah/ tigawaja (Nibea albiflora). Ikan pada pola musim penangkapan kedua ini didominasi oleh ikan demersal dan dieksploitasi dengan pancing rawai (kakap merah, kuro, kuwe, dan gulamah), payang (julung-julung), dan krendet (lobster).

0 50 100 150 200 250 300 350 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ind ek s M us im ( %) Bulan Tuna Cakalang Tongkol Ekor Kuning Layang Kembung Teri Lemadang

Gambar 4.4 Indeks musim ikan kakap, kuro, julung-julung, kuwe, lobster, dan gulamah

Pola musim penangkapan ketiga (Gambar 4.5) terjadi pada musim hujan sampai dengan saat akhir musim hujan antara Januari-Juni yaitu jenis ikan kerapu karang (Cephalophodis boenack), lidah (Cynoglossus spp.), cucut lanyam (Carcharhinus spp.), selar (Selaroidesleptolepis) dan pari. Ikan pada pola musim penangkapan ketiga ini didominasi oleh ikan demersal dan dieksploitasi dengan pancing rawai dan pancing ulur (kerapu karang, cucut lanyam, dan pari), serta payang (selar).

Gambar 4.5 Indeks musim ikan kerapu, lidah, cucut, pari, dan selar Pola musim keempat (Gambar 4.6) terjadi pada bulan Februari-April, Juni-Agustus, dan Oktober-Desember yaitu jenis ikan tenggiri (Scomberomorus commerson), lemuru (Sardinella spp.), manyung (Arius spp.), dan layur (Trichiurus spp.). Ikan pada pola musim penangkapan keempat ini meliputi ikan demersal dan pelagis yang dieksploitasi dengan jaring insang (tenggiri, lemuru, manyung, dan layur), serta pancing (manyung dan layur).

50 100 150 200 250 300 350 400 450 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ind ek s M us im ( %) Bulan Kakap Kuro Julung2 Kuwe Lobster Gulamah 50 100 150 200 250 300 350 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ind ek s M us im ( %) Bulan Kerapu Lidah Cut Lanyam Pari Selar

32

Gambar 4.6 Indeks musim ikan tenggiri, lemuru, manyung, dan layur Pola musim kelima (Gambar 4.7) terjadi antara bulan Maret-April, Juni-September dan Desember yaitu jenis ikan sebelah (Psettodes erumei), kuniran (Upeneus spp.), dan peperek (Leiognathus spp.). Ikan pada pola musim penangkapan kelima ini dieksploitasi dengan jaring insang (sebelah dan kuniran), payang, dogol, dan trammel net (peperek).

Gambar 4.7 Indeks musim ikansebelah, kuniran, dan peperek

Pola musim keenam (Gambar 4.8) terjadi pada bulan Januari, Maret atau mulai bulan Agustus-Desember yaitu ikan bawal putih (Pampus argenteus), cumi-cumi (Loligo spp.), dan udang lainnya. Ikan pada pola musim penangkapan keenam ini terjadi pada awal tahun atau pada akhir tahun saja. Ikan bawal yang ditangkap dengan menggunakan jaring insang banyak dilakukan penangkapan pada bulan Januari dan Maret. Cumi-cumi yang ditangkap dengan pukat cincin dan udang lainya yang ditangkap dengan dogol ataupun payang terjadi pada akhir tahun antara bulan Agustus dan November.

50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ind ek s M us im ( %) Bulan Tenggiri Lemuru Manyung Layur 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ind ek s M us im ( %) Bulan Sebelah Kuniran Peperek

Gambar 4.8 Indeks musim ikan bawal, cumi-cumi, dan udang lainnya Pada saat musim hujan, jenis ikan yang menjadi target utama berbeda dengan musim kemarau. Secara umum, hari hujan dan total produksi ikan bulanan antara tahun 2009-2011 memperlihatkan bahwa ketika hari hujan sedikit maka produksi ikan akan cenderung meningkat (Gambar 4.9). Berdasarkan uji statistik, diperoleh bahwa ada pengaruh hari hujan dengan produksi ikan. Persamaannya yaitu y = 656.518 – 15.629x dan nilai R2 = 0.288 serta signifikasi model 0.001 (p < 0.05). Setiap kenaikan hari hujan 1 hari, maka produksi ikan akan mengalami penurunan 15.629 ton dan begitu juga sebaliknya. Nilai p (0.001) < 0.05 menunjukkan bahwa hari hujan berpengaruh signifikan terhadap produksi ikan. Sedangkan hari hujan mejelaskan perubahan produksi ikan sebesar 28.8 persen dari keseluruhan faktor yang mempengaruhi produksi ikan.

Gambar 4.9 Hubungan antara hari hujan dengan produksi per bulan tahun 2009-2011 100 200 300 400 500 600 700 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ind ek s M us im ( %) Bulan Bawal Cumi-cumi Udang lain 0 5 10 15 20 25 30 35 0 200 400 600 800 1000 1200 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 Juml ah hari hu jan P roduk si ( ton) Bulan

34

Pembahasan

Perikanan di Pacitan mengeksploitasi sumber daya yang cukup beragam. Komposisi jenis ikan yang didaratkan selama 10 tahun mengalami pergeseran komposisi, penurunan tren produksi dan penurunan hasil tangkapan per unit penangkapan ikan. Komposisi ikan yang didaratkan sejak tahun 2007, didominasi ikan pelagis besar. Perubahan komposisi antara lain dikarenakan keberadaan PPP Tamperan yang berperan mempermudah armada pukat cincin dan pancing tonda untuk mendaratkan hasil tangkapannya yang sebagian besar ikan pelagis besar (tuna, cakalang, dan tongkol), serta perubahan orientasi penangkapan yang menjauh dari pantai pada saat musim kemarau oleh perahu nelayan kecil yang menggunakan jaring insang hanyut dengan target penangkapan ikan tongkol. Steneck et al. (2002); Steneck dan Sala (2005) menegaskan berpindahnya penangkapan ke daerah penangkapan lain karena penurunan sumber daya di daerah penangkapan asalnya.

Penurunan tren produksi terjadi pada beberapa spesies target utama nelayan kecil yang sebagian besar mengeksploitasi daerah sekitar pantai. Spesies yang mengalami penurunan sebagian besar adalah spesies ikan demersal dan krustasea yang merupakan target penangkapan ikan skala kecil. Jenis yang mengalami penurunan produksi yang signifikan yaitu cucut, tenggiri, manyung, kakap merah/bambangan, kerapu, pari, dan layur, sedangkan jenis ikan lainnya yang juga mengalami penurunan adalah ikan sebelah, gulamah, kuniran, manyung, pari, layur, tenggiri, peperek, kuwe, kembung, udang merah, udang putih, dan udang barong/lobster. Jenis ikan yang mengalami penurunan tersebut adalah target utama dari nelayan PMT yang mengoperasikan jenis dan jumlah alat tangkap yang dominan digunakan yaitu jaring insang, perangkap dan pancing. Analisis CPUE memperkuat bahwa hampir seluruh alat penangkapan ikan mengalami kecenderungan penurunan kecuali alat tangkap pukat cincin. Salayo et al. 2006 menjelaskan penurunan produksi pada kebanyakan perikanan disebabkan berlebihnya upaya penangkapan dan Pauly et al. (2005) menambahkan disebabkan oleh kerusakan lingkungan.

Nelayan skala kecil sangat tergantung pada ekosistem laut dan menyesuaikan dengan pola musiman tertentu (Cochrane 2002). Musim ikan di Pacitan terjadi pada mulai bulan Mei sampai dengan Oktober dan puncak pada bulan Juli. Nilai indek musim diantara bulan tersebut ≥ 100 yang menunjukkan produksi ikan sedikit dipengaruhi musim. Sehingga dapat diperoleh gambaran bahwa nelayan di Pacitan lebih produktif pada cuaca sedikit/tidak hujan dibandingkan musim hujan. Salas et al. (2004) selanjutnya menjelaskan kondisi bio-geografis juga mempengaruhi perilaku sumber daya perikanan dan selanjutnya menentukan di mana dan bagaimana nelayan beroperasi.

Pola musim masing-masing spesies memiliki pola yang tidak selalu sama dengan pola musim ikan umumnya. Spesies ikan tuna, tongkol dan cakalang memiliki pola musim yang sama dengan pola musim ikan pada umumnya yaitu Mei-Oktober. Spesies ikan cucut, lobster dan bawal memiliki pola musim yang berlawanan dengan pola musim umumnya yaitu Januari-Maret dan November-Desember. Salas et al. (2004) menjelaskannelayan tidak beroperasi secara acak tetapi mempertimbangkan informasi tentang ketersediaan sumber daya dan

pendapatan yang dihasilkan dari penangkapan sebelumnya, sebelum memilih atau menetapkan target penangkapan.

Uji statistik memperlihatkan bahwa ada pengaruh hari hujan dengan produksi ikan. Hasil analisis menujukkan bahwa perubahan hari hujan akan diikuti dengan perubahan produksi ikan dengan arah yang berlawanan (p<0.05). Wiyono et al. (2006) dalam studinya menjelaskan bahwa untuk meminimalkan resiko penangkapan, nelayan Palabuhanratu banyak beroperasi pada musim kemarau sehingga beberapa puncak penangkapan terjadi pada musim itu.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

1. Telah terjadi penurunan produksi jenis ikan cucut, bawal putih, manyung, kakap, pari, gulamah dan udang barong pada kurun waktu 6 tahun terakhir 2007-2012 (p<0.05). Penurunan tren produksi diikuti oleh penurunan CPUE hampir seluruh unit penangkapan ikan kecuali purse seine.

2. Penangkapan ikan banyak dipengaruhi oleh musim. Pada saat hari hujan yang lebih sedikit trip penangkapan cenderung meningkat (p<0.05). Musim puncak penangkapan terjadi antara bulan Mei-Oktober (SI>100).

Saran

1. Perlu adanya penelitian mengenai tata kelola perikanan tangkap di Pacitan untuk mengevaluasi tata kelola saat ini dan memberikan rekomendasi secara keseluruhan permasalan.

2. Pengaturan musim penangkapan untuk jenis ikan tertentu seperti hiu, pari, dan udang barong perlu segera dilakukan.

5 PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL

Pendahuluan

Perikanan skala kecil yang memiliki keragaman dan kompleksitas telah memberikan tantangan bagi pengelolaan perikanan (Berkes et al. 2008). Perikanan tangkap di Pacitan didominasi perikanan skala kecil dan berada di sepanjang pantai. Jumlahnya banyak dan beragam beroperasi dekat dengan pantai akan menambah semakin sempitnya area penangkapan yang diduga menjadi penyebab penurunan hasil tangkapan dan konflik penangkapan. Kondisi demikian bila tidak dilakukan tindakan-tindakan pengelolaan yang baik, akan menambah buruk kondisi penangkapan di Pacitan.

Keberadaan yang menyebar hampir disepanjang pantai dan jauh dari pusat pemerintah menyebabkan perikanan skala kecil terlepas dari pengawasan dan penegakkan hukum (Berkes et al. 2008). Hampir sebagian besar lokasi pendaratan ikan skala kecil di Pacitan sulit dijangkau, berada pada teluk sempit dengan jalan yang terjal. Segala bentuk aktivitas nelayan legal maupun ilegal hanya nelayan

36

yang dapat memantau. Kondisi demikian mengharuskan peningkatan peran dari lembaga-lembaga pengelolaan.

FAO (1999) lebih lanjut menjelaskan kapasitas untuk mengelola perikanan tergantung pada sumber daya manusia dan keuangan yang tersedia serta pada keberadaan lembaga-lembaga yang kompeten. Pengelolaan perikanan untuk mencapai tujuan dan sasaran pengelolaannya membutuhkan pengembangan dan penerapan seperangkat aturan yang mengatur segala aktivitas penangkapan ikan seperti contoh alat tangkap yang diperbolehkan untuk digunakan. Bab ini menjelaskan kapasitas pengelolaan perikanan di Pacitan meliputi tata pengataturan, kebijakan bantuan/subsidi, dan rekomendasi pengelolaan perikanan tangkap skala kecil atas dasar pembahasan pada bab dan sub bab sebelumnya.

Metode Penelitian

Metode penelitian pada kajian ini adalah metode survei. Metode pengumpulan data melalui wawancara pribadi, observasi, pengarsipan data dan survei dengan menggunakan kuesioner. Populasi yang ada dalam penelitian ini adalah nelayan kecil dan pemangku kepentingan lain yang terkait dalam pengelolaan perikanan tangkap skala kecil di Pacitan seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, PPP Tamperan, petugas tempat pelelangan ikan (TPI). Metode pengambilan data primer yang digunakan adalah snowball sampling. Teknik snowball sampling memungkinkan sampel diperluas sesuai dengan data yang diperlukan (Sugiyono 2011). Jumlah sampel pada penelitian pertama adalah 15 orang yang kemudian dilanjutkan pada penelitian kedua menjadi 105 orang.

Data primer meliputi persepsi dimensi dan kepatuhan terhadap peraturan, kelembagaan dan pilihan aturan yang dikehendaki. Data sekunder berupa peraturan dan dokumen kebijakan yang berkaitan dengan topik penelitian antara lainUU 45/ 2009, Perda 15 / 2011 dan renstra DKP Pacitan. Sedangkan alat yang digunakan adalah perangkat lunak microsoft word dan exel.

Analisis data meliputi tata pengaturan perikanan tangkap dan upaya pengelolaan perikanan tangkap. Sehingga analisis data meliputi:

 Tata pengaturan perikanan tangkap skala kecil dijelaskan secara deskriptif terhadap komponen yang merupakan indikatorpembangunan berkelanjutan perikanan tangkap dari FAO (1999) yang meliputi kapasitas untuk mengatur/mengelola, kepatuhan terhadap sistem pemerintahan, transparansi dan partisipasi.

- Kapasitas untuk mengatur/mengelola antara lain menjelaskan lembaga pengelolaan perikanan dan lembaga pengawasan/penegak hukum.

- Kepatuhan terhadap sistem pemerintahan antara lain menjelaskan ketersediaan peraturan formal pengelolaan perikanan.

- Transparansi dan partisipasi antara lain menjelaskan demokrasi dalam penentuan kebijakan, peranan kelembagaan lokal (informal) yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikaan

 Menyusun usulan perbaikan pengelolaan perikanan skala kecil dengan menghimpun permasalahan yang ada pada bab sebelumnya kemudian disusun dalam tabel permasalahan untuk kemudian diberikan usulan perbaikan.

Hasil Tata pengaturan

Kapasitas untuk mengatur/mengelola

Lembaga yang paling berwenang dan bertanggung jawab dalam mengatur/mengelola pelaksanaan kebijakan, rencana, dan strategi pengelolaan perikanan tangkap di Pacitan adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. DKP Pacitan juga sebagai sebagai lembaga formal berpihak pada nelayan, baik dalam menegakan hukum dan memfasilitasi keberlanjutan usaha perikanan serta sekaligus sebagai penyelenggara operasional TPI/PPI yang ada. Dinas Kelautan dan Perikanan Pacitan juga sebagai jembatan penghubung kelembagaan lainnya yaitu Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), Kelompok Usaha Bersama (KUB), dan Koperasi (Gambar 5.1). Sedangkan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur memiliki dalam pelaksanaan tugasnya berperan sebagai pembina langsung DKP Pacitan dan sekaligus pengelola langsung PPP Tamperan.

Dokumen terkait