• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

E. Dinamika Perbedaan Kecenderungan Pembelian Impulsif Pada

Awal

Kartu debit ATM dan kartu kredit memang memiliki kemiripan dalam hal fungsi dan kemudahan yang ditawarkan. Persamaan antara keduanya adalah kartu debit ATM juga bisa digunakan untuk membayar dengan sistem elektonik (debit) seperti kartu kredit dan kedua kartu tersebut sama-sama bisa digunakan untuk menarik uang tunai melalui ATM (Siamat, 2005).

Dampak positif yang mengikuti penggunaan kedua kartu tersebut tentu terletak dalam kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi keuangan. Meskipun demikian, pemakaian kedua kartu tersebut juga menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya. Kedua kartu tersebut yang

semula bersifat dapat memudahkan konsumen dalam melakukan pembayaran dan transaksi uang, ternyata dapat membuat penggunanya menjadi impulsif dalam berbelanja (Rook, 1987). Hal tersebut juga senada dengan Gąsiorowska (2011) yang menyatakan bahwa kemudahan dalam membayar langsung dari sumber uang atau kemudahan ketika melakukan pembayaran dapat memicu seseorang mengalami pembelian yang impulsif. Moore dan Taylor (2011) lebih lanjut menemukan bahwa keberadaan kartu debit ATM memiliki dampak yang mirip dengan dampak kepemilikan kartu kredit, yaitu dapat membuat penggunanya menjadi boros dan cenderung tidak bisa mengontrol pengeluaran keuangan.

Perbedaan mencolok antara kartu debit ATM dan kartu kredit adalah tampak dari sumber uang yang melatarbelakangi penggunaan kedua kartu tersebut. Apabila sumber uang dalam kartu debit ATM adalah uang tabungan pemilik kartu debit ATM itu sendiri, maka uang pembayaran dalam kartu kredit justru bersumber pada uang pinjaman dari bank penyedia kartu (Siamat, 2005).

Ketika individu berbelanja menggunakan kartu kredit, uang tabungan atau uang pribadinya tidak berkurang (Siamat, 2005) sehingga diduga pengguna kartu kredit merasa tidak terbatasi apabila mengeluarkan uang untuk berbelanja menggunakan kartu kredit. Dugaan tersebut didukung oleh Fachriza (dalam Risma, 2011) yang mengungkapkan meskipun uang yang digunakan untuk membayar melalui kartu kredit adalah uang pinjaman, ternyata keinginan pengguna kartu kredit untuk membelanjakan uang tersebut

tetap saja meningkat. Hal ini lebih disebabkan oleh pengguna kartu kredit yang merasa lebih bebas dalam berbelanja karena memiliki uang tambahan melalui kartu kredit yang dimilikinya (Fachriza dalam Risma, 2011). Pernyataan tersebut didukung oleh Beatty dan Ferrell (dalam Verplanken & Herabadi, 2001) yang menyatakan bahwa orang yang merasa memiliki uang yang tersedia dapat mempengaruhi munculnya pembelian impulsif. Oleh karena itu, pengguna kartu kredit diduga merasa memiliki banyak uang sehingga merasa lebih aman dalam berbelanja karena mereka masih memiliki cadangan uang pribadi apabila uang dalam kartu kredit mereka telah habis. Hal tersebut kemungkinan menyebabkan pengguna kartu kredit lebih berpikir pendek ketika akan membeli barang-barang dan lebih tertarik untuk membeli barang-barang yang diinginkan demi memenuhi kepuasan mereka daripada membeli barang yang dibutuhkan.

Apabila dilihat dari cadangan uang yang hadir melalui kartu kredit, maka kartu tersebut lebih menunjang untuk memenuhi keinginan-keinginan pengguna kartu kredit dalam hal membeli barang yang mereka inginkan. Oleh karena itu, ketika mereka merasa mengalami ketenangan psikologis, maka diduga emosi mereka cenderung positif sehingga mereka menjadi impulsif dalam berbelanja. Terkait dengan hal tersebut, Bellenger, dkk (dalam Rook, 1987) menemukan bahwa berbelanja atas dasar rekreasi berhubungan positif terhadap pembelian impulsif. Hal tersebut dikarenakan oleh kenyamanan psikologis yang dirasakan ketika rekreasi sehingga barang-barang yang mereka inginkan kemudian dibeli. Pernyataan ini didasari oleh penelitian

Rook dan Gardner (dalam Herabadi, Verplanken, & Knippenberg, 2009) yang menemukan bahwa pembelian impulsif juga berhubungan dengan keadaan emosi positif seperti perasaan yang senang atau merasakan sesuatu yang menyenangkan.

Meskipun demikian, pengguna kartu tersebut juga dapat mengalami pembelian impulsif di saat emosi mereka sedang negatif karena pembelian impulsif tersebut merupakan “hadiah bagi diri” (self gifts) bagi mereka (Baumeister, 2002). Pembelian impulsif kemungkinan memang dapat berfungsi seperti self gifts yang mungkin memiliki peran dalam proses meregulasi suasana hati sehingga kemungkinan pembelian impulsif terjadi baik pada seseorang yang suasana hatinya sedang positif maupun sedang negatif (Baumeister, 2002 ; Herabadi, Verplanken, & Knippenberg, 2009). Hal tersebut berhubungan dengan pengaruh emosi seseorang ketika berbelanja, karena keputusan membeli seseorang juga didasarkan pada kondisi emosi seseorang pada saat itu (Gąsiorowska, 2011 ; Hoch & Lowenstein, 1991 ; Thompson, Locander & Pollio, 1990). Oleh karena itu, para pengguna kartu kredit diduga lebih leluasa dalam membelanjakan uangnya karena merasa memiliki cadangan uang dan dapat memenuhi keinginan berbelanja atas dasar emosi mereka.

Hal tersebut berbeda dengan pengguna kartu debit ATM, mereka justru menggunakan uang tabungannya sendiri ketika membeli barang-barang, sehingga ketika berbelanja, uang dalam tabungannya menjadi berkurang dan apabila digunakan secara terus menerus maka uangnya akan habis (Siamat,

2005). Hal tersebut menjadi salah satu batasan bagi para pengguna kartu debit ATM dalam membelanjakan uangnya. Oleh karena itu, kemungkinan pengguna kartu debit ATM merasa lebih cemas dalam berbelanja karena mereka tidak memiliki cadangan uang apabila uang dalam tabungan mereka telah habis. Hal tersebut menyebabkan pengguna kartu debit ATM berpikir lebih jauh ketika akan membeli barang-barang dan lebih mengutamakan membeli barang-barang yang dibutuhkan daripada membeli barang-barang yang mereka inginkan atau atas dasar emosi mereka saja. Selain itu, apabila orang berbelanja hanya menggunakan kartu debit ATM, mereka cenderung lebih terbatasi dalam berbelanja sehingga kemungkinan kenyamanan psikologis mereka lebih terganggu karena terjadi konflik. Konflik tersebut disebabkan oleh rasa cemas karena tidak memiliki cadangan uang lainnya dengan keinginan membeli barang. Hal tersebut mengakibatkan pengguna kartu debit ATM berpikir lebih panjang apabila ingin membeli barang-barang terkait dengan keinginan.

Yilmazkuday dan Yazgan (2009) juga menemukan bahwa penggunaan kartu debit ATM cenderung berdampak pada sikap seseorang dalam melakukan penarikan uang melalui ATM. Karena pengguna kartu debit ATM lebih berperilaku dalam penarikan uang dari ATM, maka diduga hal tersebut menyebabkan pengguna kartu debit ATM lebih membatasi dirinya dalam berbelanja karena merasa mengeluarkan uang pribadi. Hal tersebut dilandasi oleh pernyataan Kasmir (2005) bahwa orang biasanya cenderung agak boros dalam berbelanja karena orang tersebut merasa tidak mengeluarkan uang tunai

dalam berbelanja, sehingga kadang-kadang ada hal-hal yang sebetulnya tidak perlu menjadi dibeli. Oleh karena itu, para pengguna kartu debit ATM diduga lebih membatasi dirinya dalam membelanjakan uangnya karena uang pribadinya langsung berkurang dan merasa mengeluarkan uang tunai dalam berbelanja.

Terkait dengan hal tersebut, pada masa usia dewasa awal individu memiliki kemampuan kognitif dan penilaian moral yang lebih kompleks dibandingkan dengan masa perkembangan sebelumnya (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Orang dalam masa perkembangan ini dituntut untuk menyesuaikan diri yang sedikit mengandalkan analisis logis dalam memecahkan masalah (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Untuk itu, pengguna kartu debit ATM maupun kartu kredit dipengaruhi oleh faktor kognitif mereka. Letak perbedaannya adalah pada pengguna kartu debit ATM lebih digerakkan oleh pemikiran bahwa uang pribadi mereka yang langsung berkurang ketika berbelanja sehingga mereka lebih membatasi diri dalam membelanjakan uangnya. Berbeda dengan pengguna kartu kredit yang dapat berbelanja dengan mencicil uang tagihannya sehingga uang pribadinya tidak langsung berkurang atau dengan kata lain masih memiliki uang cadangan lainnya.

Untuk lebih jelasnya, keterkaitan antar variabel tersebut dapat dilihat melalui bagan berikut :

Bagan Perbedaan Kecenderungan Pembelian Impulsif Antara Pengguna Kartu Kredit dan Pengguna Kartu Debit ATM

Kartu debit ATM Sumber uang

Uang pinjaman Uang pribadi

Kecenderungan pembelian impulsif lebih

rendah Dalam berbelanja, uang pribadi

pengguna kartu kredit tidak langsung berkurang sehingga

pengguna kartu tersebut cenderung memiliki kebebasan

dalam mengeluarkan uang.

Dalam berbelanja, uang pribadi pengguna kartu debit ATM langsung berkurang sehingga

pengguna kartu tersebut cenderung memiliki keterbatasan

dalam mengeluarkan uang.

Kecenderungan pembelian impulsif lebih

tinggi • Merasa lebih aman atau

tenang dalam berbelanja karena memiliki cadangan uang.

• Lebih lancar dalam memenuhi keinginan untuk membeli barang yang diinginkan. • Berpikir lebih pendek ketika

akan membeli barang-barang karena pembelian dapat dilakukan dengan cicilan.

•Merasa lebih cemas dalam berbelanja karena tidak memiliki cadangan uang. •Lebih terhambat dalam

memenuhi keinginan untuk membeli barang yang diinginkan.

•Berpikir lebih jauh ketika akan membeli barang-barang karena uang pribadi langsung

berkurang ketika berbelanja. Kartu kredit

Dokumen terkait