• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ada berbagai macam pandangan yang digunakan oleh masyarakat Eropa dalam melihat posisi Uni Eropa terhadap negara mereka. Meskipun Uni Eropa tidak jarang mendapatkan kendala dalam perjalanannya, seperti masalah keuangan Eropa dan penurunan dukungan publik terhadap penerapan mata uang tunggal Uni Eropa dalam beberapa waktu terakhir. Namun survey menunjukkan bahwa Uni Eropa dalam pandangan mayoritas masyarakat Eropa sebagai institusi yang menguntungkan bagi publik dan negara mereka. warga negara Uni Eropa sangat menghargai kebebasan dalam melakukan perjalanan, pekerjaan, dan hidup di negara-negara Uni Eropa lainnya.

63

Namun walaupun demikian, pada saat yang sama selalu terdapat sejumlah

masyarakat eurosceptic atau masyarakat yang menunjukkan antipati terhadap

keberadaan institusi Uni Eropa. Pada dasarnya, ide eurosceptic dipicu oleh

kekhawatiran mereka pada hilangnya kedaulatan negara atau fokus mereka terhadap terkikisnya demokrasi di Uni Eropa, dengan asumsi bahwa masyarakat biasa tidak memiliki hak dalam pembuatan keputusan di Brussels. Terlebih bahwa baru-baru ini Uni Eropa menunjukkan stagnansi ekonomi dan krisis di zona euro, beriringan dengan kekhawatiran pada isu imigrasi dan globalisasi. Hal ini

berdampak pada meningkatnya dukungan bagi partai populis dan eurosceptic di

seluruh Eropa (Archick, 2016).

Beberapa akan berpendapat bahwa euroskeptic menunjukkan sinyal negatif

terhadap kesenjangan antara keinginan elit politik dan masyarakat Eropa. Namun,

kemunculan eurosceptic juga dapat menjadi sinyal positif karena mampu

menunjukkan peningkatan kesadaran, minat dan kemampuan kritis dari masyarakat Uni Eropa, fenomena ini juga menyadarkan para elite politik yang tidak bisa memerintah tanpa persetujuan populer. Dan bahkan beberapa akan berargumen

dengan mengatakan bahwa fenomena euroskeptic menjadi suatu yang sehat karena

dengannya segala kebijakan elit politik dapat dievaluasi dan meningkatkan pengaruh masyarakat umum dalam pembuatan keputusan institusi ini (Hansen, 2008).

64

Fenomena eurosceptic berubah secara perlahan menjadi isu diskusi

mainstream di awal 1990-an. Secara historis, fenomena kemunculan istilah ini telah lebih awal digunakan oleh masyarakat Inggris sebagai ungkapan kepada sekelompok masyarakat yang tidak menginginkan integrasi Inggris bersama Uni Eropa sejak tahun 1960-an (Hansen, 2008). Dan kemudian dengan berjalannya waktu paham eurosceptic menjadi sebuah tantanngan baru bagi para perangcang Eropa masa depan, dalam beberapa waktu terakhir tidak jarang media cetak yang memfokuskan pembahasan pada fenomena ini, terlebih fenomena ini telah menjadi perbincangan hangat dikalangan akademisi dan bahkan masyarakat umum di Eropa. Dengan menjunjung sebuah ide yang tidak sejalan dengan tujuan Uni Eropa,

kelompok eurosceptic tidak hanya khawatir terkait permasalahan ekonomi, namun

lebih luas hingga permasalahan kedaulatan negara member Uni Eropa.

Masyarkat eurosceptic pada umumnya terfokus pada wilayah Eropa Utara.

Bagi United Kingdom, Swedia, dan Denmark, projek ekonomi dan pembuatan mata

uang tunggal menjadi hal utama yang menjadi penyebab lahirnya sikap euroskeptic.

Semisal di Swedia dan United Kingdom, hanya tiga dari sepuluh dari masyarakat yang setuju bahwa menjadi anggota dari Uni Eropa akan membawa keuntungan. Bahkan beberapa negara anggota Uni Eropa masih memilih untuk menggunakan mata uang mereka sendiri dibanding menggunakan mata uang Euro (UK, Denmark,

dan Swedia). Masyarakat eurosceptic biasanya memfokuskan diri pada kerugian

menjadi anggota dari Uni Eropa ketimbang pada keuntunggan yang mereka dapatkan. Beberapa argumen yang menentang perekonomian dan mata uang tunggal Euro muncul atas dasar komplain pada ketidak stabilan dan miskinnya

65

pengaplikasian dari mata uang tunggal ini jika dibandingkan dengan negara

tetangga yang bukan merupakan anggota dari Uni Eropa. Sementara itu eurosceptic

juga melihat bahwa Uni Eropa merupakan sebuah superbirokrasi yang tidak demokrasi bahkan mengarah pada kediktatoran.

Semenjak ratifikasi perjanjian Mastrik, yaitu ketika Uni Eropa tidak hanya mengakomodir permasalahan ekonomi namun lebih jauh hingga politik, Uni Eropa mulai menghadapi banyak permasalah-permasalahan besar. Kemudian Uni Eropa menunjukkan penurunan legitimasi berdasarkan jajak pendapat yang diselenggarakan menunjukkan penurunan dukungan masyarakat terhadap Uni Eropa. Permasalahan ini menunjukan bahwa adanya gap antara para elit politik dan masyarakat Eropa. selanjutnya situasi ini memberikan kesempatan untuk bangkitnya konsep eurosceptic dalam masyarakat Uni Eropa. Fenomena ini menjadi permasalahan besar bagi Uni Eropa, terkhusus ketika Belanda dan Perancis menolak akan projek Uni Eropa atau ketika perjanjian Lisbon diratifikasi.

Semakin besar dan ambisius tindakan Uni Eropa, maka semakin kelompok oposisi dan eurosceptic menjadi lebih hati-hati dan khawatir pada segala agenda yang diselenggarakan oleh Uni Eropa, dan selanjutnya menjadi kekhawatiran bagi para kelompok elit. Uni Eropa menjadi lebih tertantang oleh segala proyek politik yang terlalu komplek, dan kemudian masyarakat menjauh dari proses integrasi. Referendum di Perancis, Denmark dan Irlandia terkait perjanjian mastrik tidak hanya menunjukkan hasil konsensus yang pesimis, namun lebih jauh dari itu bahwa

66

hal ini menunjukkan bahwa para elit politik eropa tidak mampu lagi untuk mengandalkan dukungan dari penduduk mengenai proyek integrasi.

Alasan atas muncul dan berkembangnya masyarakat eurosceptic menjadi

berbeda antara negara anggota baru dan negara anggota lama Uni Eropa. Banyak perbincangan pada masyarakat di bagian pusat dan barat Eropa, terkait merebaknya kekecewaan pada Uni Eropa oleh karena pembangunan ekonomi yang berdampak pada konfrontasi politik. Penurunan kepercayaan masyarakat terhadap Uni Eropa tidak akan menjadi fokus perhatian jika tiadanya fakta bahwa fenomena Euroscepticism telah menyebar dengan cepat dalam penduduk negara-negara Uni Eropa hingga melebihi setengah dari total penduduk Uni Eropa. Maka, sementara elit politik menemukan kebijakan terkait penyelesaian krisis ekonomi, masyarakat umum mulai untuk mempertanyakan legitimasi Uni Eropa dan merasa mereka telah

dipaksa untuk menerima hal-hal yang mereka tidak inginkan (Băcescu,

Euroscepticism Across Europe: Drivers and Challenges, 2014).

Meskipun eurosceptic memiliki sejarah yang panjang dalam awal

kemunculannya, namun banyak peneliti percaya bahwa isu eurosceptic menjadi

penting dalam lingkup politik Inggris sejak masa pemilihan umum Inggris tahun 2001, yaitu ketika kelompok konservatif mengalami kekalahan selama dua periode

berturut-turut. Selain itu isu eurosceptic juga menjadi isu yang penting untuk diteliti

disaat Ducan Smith berhasil memenangkan pemilu dalam memperebutkan jabatan sebagai pemimpin partai konservatif dimasa itu. Ducan Smith merupakan

67

pemimpin pertama partai konservatif yang mendapatkan jabatannya dengan

mengakat isu eurosceptic sebagai taktik dalam pemilu partai.

Euroscepticism menjadi isu yang lebih relevan dalam politik Inggris setelah pemilu Eropa pada tahun 2004, di mana UKIP menerima 16% suara dan memperoleh 12 kursi dalam Parlemen Eropa (hasil partai terbukti bahkan lebih spektakuler dalam pemilu Eropa 2009, disaat partai UKIP berhasil mengalahkan

Partai Buruh incumbent). Hasil ini membuktikan euroscepticism menjadi alat yang

kuat dan penting bagi para pemenang dalam pesta demokrasi di Eropa terkhusus Inggris, yang dengannya membuat pendirian David Cameron lebih kuat dengan pembenarannya terhadap isu ini. Ketika Perjanjian Lisbon mulai diberlakukan, Cameron menunjukkan kekecewaannya dan menyatakan bahwa perjanjian telah diratifikasi tanpa masyarakat Inggris yang memiliki suara dalam referendum yang dijanjikan kepada mereka. kemudian Cameron menawarkan solusi untuk menangani situasi kedepan, dan berjanji akan mengemukakan tiga poin spesifik untuk menjamin hubungan UK-Uni Eropa.

Pertama, sepenuhnya keluar dari pengaruh Charter of Fundamental Rights

(CFR). Tony Blair mengatakan bahwa Inggris sudah sepenuhnya terlepas dari CFR, namun menurut David Cameron tidak demikian dengan kenyataan yang berlaku. Maka, David Cameron mengusulkan untuk sepenuhnya kelular dari CFR, sehingga nantinya tidak akan mengganggu legislasi pekerja Inggris. Kedua, perlindungan yang lebih besar dari perluasan intervensi Uni Eropa terhadap Sistem Peradilan Pidana Inggris. Cameron mengusulkan perlindungan yang lebih luas dengan

68

penyediaan protokol tambahan. Ini akan melindungi Sistem Peradilan Pidana Inggris dari perluasan kontrol hakim Uni Eropa di Inggris, dan Cameron juga menyatakan akan memastikan bahwa hanya pemerintah Inggris yang dapat memulai investigasi kriminal di Inggris. Ketiga, restorasi kontrol nasional atas undang-undang sosial dan ketenagakerjaan. Cameron menyatakan ingin mengembalikan kontrol nasional atas bagian-bagian dari undang-undang sosial dan pekerjaan yang telah terbukti merusak perekonomian Inggris.

Cameron melanjutkan dengan menyatakan bahwa masyarakat Inggris

menginginkan pembicaraan yang langsung dan jelas "straight talk and plain

speaking " dari politisi mereka pada isu Eropa. "People are fed up with the endless lies and spin, they just want to know what we can achieve and how " katanya. "What I am promising today is doable, credible and deliverable. That’s what this is all about. Giving the British people a policy on Europe that they can actually believe in".

Pernyataan dari David Cameron diatas menegaskan bahwa dirinya dan Partai Konservatif menggunakan isu euroscepticism sebagai alat untuk menunjukkan diferensiasi kebijakan partai dari Partai Buruh. Berkaca pada pemilu 2004 hingga 2009 Inggris, dapat disimpulkan bahwa Inggris diterima atau

mendukung konsep euroscepticism (perilaku anti-Uni Eropa). Oleh karenanya,

David Cameron terus menggunakan euroscepticism sebagai strategi diferensiasi

69

mengalami kesulitan dalam menemukan taktik yang lebih baik untuk memenangkan perpolitikan di Inggris (Yongmin, 2013).

Rangkaian penjelasan dalam sub bab ini menunjukkan bahwa paham eurosceptic terus berkembang dari tahun ke tahun, baik di Inggris maupun dalam keseluruhan benua Eropa. Perkembangan eurosceptic bergerak beriringan dengan kebijakan yang datang dari Uni Eropa, dengan segala modifikasi kebijakan di

dalamnya. Namun sinyal kemunculan kembali eurosceptic terpaut pada masa

pergeseran atau lebih kepada perluasan fokus Uni Eropa, dari yang hanya dibidang ekonomi menuju bidang politik, yang ditandai dengan lahirnya perjajnjian Mastrik

pada tahun 1992. Selanjutnya eurosceptic mulai berkembang lebih deras disaat para

politikus menjadikan paham eurosceptic sebagai alat untuk memperoleh

kekuasaan.

C. Referendum Inggris Tahun 2016

Dokumen terkait