• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3. Dinamika Psikologis

Treatment mulai dilakukan pada tanggal 7 Januari 2016. Treatment ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Kalimanah. Treatment dilakukan dengan 4 0

1 2 3

kelompok eksperimenkelompok kontrol

Perbandingan Kategori Post-test Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol

rendah

sedang

112

kali pertemuan, yaitu berlangsung selama 2 minggu dengan 4 kali pertemuan tiap minggunya, Hari Kamis dan Hari Sabtu dengan waktu menyesuaikan. Treatment ini dilakukan dengan teknik konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt yang menggunakan cara empty chair atau biasa disebut dengan teknik kursi kosong. Teknik ini dimaksudkan agar konseli dapat memahami sisi lain dari masalah yang dimiliki konseli. Dalam hal ini, masalah tersebut adalah penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalimanah yang masih kurang.

Pada prosedurnya, peneliti menjadi konselor sekaligus pengamat dan pembimbing dalam kegiatan tersebut. Dalam kegiatan tersebut, konselor juga didampingi oleh guru BK. Sebagai langkah pertama, konselor memberikan arahan terlebih dahulu sebelum melakukan konseling kelompok. Kemudian konseli duduk disandingkan dengan kursi kosong dan bercerita masalah yang dihadapinya. Setelah itu, konselor mencari akar permasalahan yang dialami konseli dan menjadikannya sebagai yang diperankan oleh konseli nantinya. Kemudian pada kelompok tersebut bergantian memberikan suatu pertanyaan terkait masalah tersebut yang kemudian dijawab oleh konseli yang sedang berperan. Kemudian konselor dan anggota kelompok mencari solusi yang tepat untuk masalah konseli tersebut. Konseling diakhiri dengan jawaban konseli yang menyatakan bahwa konseli sudah mampu mengatasi masalah tersebut.

113

Treatment pertama dilakukan pada hari Kamis, 7 Januari 2016 seusai sekolah. Pada pertemuan yang pertama ini, siswa yang menjadi konseli terdapat 2 orang. Konseli yang pertama yaitu berinisial BSA. BSA bercerita bahwa sebenarnya BSA merupakan siswa yang berprestasi sewaktu SD. Namun BSA merasa jika dia mulai dijauhi oleh teman-temannya ketika mulai masuk SMP. BSA merasa bahwa ketika dia sedang membaca buku atau belajar di kelas, jarang sekali ada teman yang mendekatinya untuk berbicara. Sehingga BSA merasa dia harus meninggalkan buku yang dia baca dan mulai berbicara dengan teman-teman. Namun ketika dia mulai berbicara dengan teman-teman,

suasananya menjadi “garing”, seolah-olah suara tawa dari teman-teman lenyap. Setelah itu konselor memberikan konseling dengan menerapkan teknik kursi kosong tersebut. Yaitu dengan menyandingkan BSA dengan kursi kosong yang nantinya menjadi pemeran BSA itu sendiri. Dalam hal ini, konselor mendapat satu masalah yang ada pada BSA. Kemudian untuk mencari solusinya, BSA duduk di kursi yang telah disediakan. Kemudian anggota kelompok tersebut mulai bertanya tentang masalah yang bersangkutan. Perlahan konselor mencari akar permasalahannya dengan mendengar penjelasan apa yang dilakukan BSA tersebut. Selama penjelasan tentang apa yang dilakukan BSA tersebut, konselor mencari hal yang positif untuk membantu menghilangkan sifat penyendiri

tersebut, yaitu dengan kata kunci “serius” dan “sabar”. Peran serius dan

114

Bisa dimaksudkan bahwa sifat serius dari BSA dapat membantu BSA dalam belajar tentang mata pelajaran dan jugalingkungan sekitarnya. Sedangkan sifat sabar dari BSA dapat membantu BSA untuk lebih sabar dalam bersosialisasi dan menyesuaikan diri di lingkungannya.

Pada sesi ke dua Hari Kamis, 7 Januari 2016, konseli yang ke dua adalah berinisial FNO. Pada sesi ini FNO duduk bersandingan dengan kursi kosong dan mulai menceritakan masalahnya pada konselor. FNO bermasalah tentang hubungan yang dimilikinya dengan teman sebangkunya ketika masih SD. FNO merasa malu untuk mencari teman lain diluar teman SD dulu. Dalam hal ini, konselor mendapat 2 masalah yang ada pada FNO, yaitu pemalu dan ragu-ragu. Pada sesi ini, konselor

juga menerapkan teknik, yaitu menggunakan nama “A” sebagai ganti untuk sifat pemalu dan “B” sebagai ganti untuk sifat ragu-ragu dalam memecahkan masalah FNO. Dari hasil konseling tersebut, konselor mendapat solusi dengan menempatkan sikap jujur dari FNO agar dapat mengurangi rasa malu dan ragu-ragunya tersebut.

Pada treatment hari ke dua, yaitu Sabtu, 9 Januari 2016, konselor memberikan treatment kepada 2 siswa yang menjadi konseli. Siswa yang menjadi konseli pertama adalah berinisial S. Prosedur yang digunakan sama dengan pertemuan yang sebelumnya. Pertama S duduk disandingkan dengan kursi kosong dan kemudian bercerita tentang masalahnya. Dalam hal ini, S bercerita tentang masalahnya yaitu tentang rasa marahnya yang kadang tidak terkendali dan sering melampiaskan

115

amarahnya dengan cara menjahili temannya atau mem-bullying temannya. Pada konseling ini, masalah yang dihadapi adalah pemarah

dan pelampiasan yang salah, sebut saja “A” dan “B”. Setelah itu, anggota

memberikan pertanyaan terkait dengan masalah yang dihadapi. Sebelumnya konselor memberitahukan agar tidak memberikan pertanyaan secara asal agar tidak menyinggung perasaan konseli. Pada

konseling ini, konselor menemukan solusinya dengan memberikan “A” dan “B” bantuan dengan cara memanfaatkan sifat aktif dari S. Sifat Aktif dari S tersebut dimaksudkan membantu konseli untuk mengendalikan pelampiasan amarah S dengan cara mencari suatu kegiatan yang positif namun membantu meredakan rasa amarahnya. Sebagai contoh ketika S sedang meluap-luap, S harus segera mencari kertas dan bolpoin. Hal ini dimaksudkan supaya S mengekspresikan rasa amarahnya dengan coret-coret di kertas tersebut sehingga mampu mengurangi tindakan yang negatif.

Pada sesi kedua Hari Sabtu, 9 Januari 2016, IR menjadi konseli yang berikutnya. Prosedur yang diterapakan sama seperti sesi yang sebelumnya. Dalam sesi ini, IR menceritakan bahwa IR sering mencari perhatian di sekolah sehingga mulai dijauhi oleh teman-temannya. Diceritakan IR merupakan anak yang manja ketika berada di rumah. Kemungkinan sifat manja tersebut menjadi masalah utamanya Setelah itu anggota bergantian memberi pertanyaan yang terkait dan dikontrol oleh peneliti serta guru BK. Konselor mengamati serta mnedengarkan

116

penjelasan konseli guna menemukan solusinya. Solusi tersebut menggunakan sifat rajin dari IR karena pada dasarnya IR merupakan anak yang rajin. Sifat tersebut diperlukan untuk mengatur sifat manja yang dialami IR agar mampu memahami apa yang harus dilakukan untuk mengimbangi sifat manja tersebut.

Pada treatment hari ke tiga, Hari Kamis, 14 Januari 2016, RAF merupakan siswa terkahir yang akan menjadi konseli. Teknik dan prosedur yang digunakan adalah sama. Pertama, RAF duduk disandingkan dengan kursi kosong. Setelah itu RAF bercerita tentang masalah yang dihadapi. Disebutkan bahwa RAF mempunyai masalah dengan temannya yang sering mencemooh karena RAF sering

diantar-jemput ketika bersekolah oleh ibunya. RAF dibilang “nggak laki” oleh

temannya karena hal tersebut. Karena hal tersebut RAF merasa minder dengan teman-teman yang lain. Berdasarkan cerita tersebut, konselor

menetapkan “A” sebagai akar permasalahan yang dialami oleh RAF.

Setelah itu anggota konseling bergantian memberikan pertanyaan kepada RAF. Setelah mendengarkan dan mengamati konseli, konselor berdiskusi dengan anggota yang lain tentang solusinya. Pada kasus ini, konselor menetapkan sifat positif dari RAF untuk membantu menghilangkan sifat minder dari RAF. Hal ini dimaksudkan agar RAF tidak terlalu memikirkan tentang cemoohan teman-temannya tersebut dan mulai melangkah maju untuk menjadi diri sendiri yang lebih baik.

117

Pada pertemuan terakhir, yaitu Hari Selasa, 19 Januari 2016, peneliti melakukan post-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Post-test dilakukan karena treatment yang diberikan telah berakhir pada Hari Kamis, 14 Januari 2016. Pada akhir pertemuan ini, siswa pada kelompok eksperimen mengungkapkan perasaan senang dan puas kepada peneliti.

Dokumen terkait