E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Awal pengembangan SIKDA di DI Yogyakarta berbasis teknologi informasi diawali dengan pengembangan Sistem Informasi Puskesmas (Simpus) dan Rumah Sakit (SIMRS) yang diberi nama IHIS (Integrated Health Information System) yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan DI Yogyakarta. Simpus maupun SIMRS yang dikembangkan merupakan sistem informasi yang membantu pencatatan dan pelaporan pelayanan pasien mulai dari pasien datang sampai pasien pulang.
Permasalahan dalam pengembangan SIKDA adalah sistem pencatatan dan pelaporan yang diakomodasi oleh Simpus terbatas pada sistem informasi yang berkaitan dengan upaya kesehatan perorangan, sedangkan sistem pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat lebih banyak dilakukan secara manual. Pencatatan elektronik baru sebatas menggunakan spredsheet. Tantangan berikutnya adalah terkait dengan mekanisme pengiriman laporan dari Puskesmas ke kabupaten/kota, kabupaten/kota ke provinsi/ Kementerian Kesehatan, dan dari provinsi ke Kementerian Kesehatan.
Meskipun tantangan pengembangan SIKDA cukup berat, namun DI Yogyakarta memiliki peluang untuk mewujudkan SIKDA yang berkualitas karena sebagain puskesmas sudah memiliki komputer didukung dengan sarana komunikasi yang memungkinkan untuk melakukan koneksi internet. Strategi yang diterapkan untuk pengembangan SIKDA di DI Yogyakarta adalah dengan melakukan penguatan implementasi sistem, penetapan standar, dan fasilitasi teknologi informasi yang tepat sasaran. Hal ini dilakukan setahap demi setahap secara terus menerus mengikuti siklus hidup sistem informasi itu sendiri. Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan ini adalah bahwa (a) Pengembangan SIKDA tidak bisa dilakukan sekaligus, namun secara bertahap (b) Sistem Informasi Kesehatan Daerah adalah sistem yang tidak berdiri sendiri, karena SIKDA merupakan sub sistem dari Sistem informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS), oleh karena itu pengembangan SIKDA di DI Yogyakarta mempertimbangkan kebutuhan informasi super sistemnya (SIKNAS).
Kata Kunci : SIKDA, SIKNAS, Simpus, SIMRS
Pendahuluan
Dalam sistem kesehatan nasional, manajemen kesehatan merupakan komponen yang turut serta mendukung tercapainya tujuan sistem kesehatan itu sendiri. Keberhasilan manajemen kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya data
7
30
TULISAN TERKAIT TOPIK
dan informasi kesehatan. Sayangnya, sistem informasi kesehatan yang bertujuan menghasilkan informasi kesehatan yang kerkualitas masih mengalami banyak kendala di lapangan. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Health Metric Network -WHO pada tahun 2007 menunjukkan bahwa komponen manajemen data yang meliputi pengumpulan, pengolahan, dan analisis data menempati peringkat yang paling rendah dengan skor 35% saja yang berarti tidak adekuat sama sekali untuk komponen ini [1]. Padahal, kualitas informasi kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas manajemen data yang baik. Dinas Kesehatan DI Yogyakarta menyadari pentingnya informasi kesehatan sebagai bagian dari manajemen kesehatan. Oleh karena itu, pada timbulah inisiatif untuk mengembangkan sistem informasi kesehatan daerah (SIKDA) yang berbasis teknologi informasi. Upaya ini didukung oleh Pemerintah Daerah DI Yogyakarta dengan dikeluarkannya kebijakan Jogja Cyber Province melalui Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2006 yang membahas mengenai Blue Print Jogja Cyber Province. Peraturan Gubernur ini merupakan komitmen Pemerintah Daerah DI Yogyakarta untuk menciptakan layanan unggulan kepada masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Awal pengembangan SIKDA di DI Yogyakarta secara berbasis teknologi informasi diawali pada tahun 2006 dengan pengembangan Sistem Informasi Puskesmas (Simpus) dan Rumah Sakit (SIMRS) yang diberi nama IHIS (Integrated Health Information System) yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan DI Yogyakarta. Simpus maupun SIMRS yang dikembangkan merupakan sistem informasi yang membantu pencatatan dan pelaporan pelayanan pasien mulai dari pasien datang sampai pasien pulang.
Pengembangan sistem dilakukan dengan metode piloting, yaitu implementasi sistem itu sendiri dilakukan di beberapa lokasi yang menjadi pilot project. Ada 2 s.d. 5 Puskesmas di setiap kabupaten/kota yang dijadikan pilot project. Sedangkan untuk rumah sakit, implementasi dilakukan di 4 Rumah Sakit Umum Daerah, 1 Rumah Sakit milik swasta, dan 1 klinik milik swasta. Menurut evaluasi yang dilakukan Dinas Kesehatan DI Yogyakarta pada tahun 2012, seluruh Puskesmas di DI Yogyakarta yaitu sebanyak 121 Puskesmas sudah menggunakan Simpus secara mandiri, dengan pengembangan tidak lagi mengandalkan fasilitasi dari Dinas Kesehatan DI Yogyakarta, namun dikembangkan sendiri oleh kabupaten/kota. Pengembangan Simpus di masing-masing Puskesmas dilakukan sepenuhnya oleh kabupaten/kota, baik dari sisi anggaran maupun pilihan teknologi yang digunakan. Meskipun pilot project menggunakan aplikasi IHIS, namun kabupaten/kota diberi kesempatan seluas-luasnya memilih teknologi informasi yang paling sesuai diimplementasikan di masing-masing Puskesmas.
Permasalahan sistem informasi kesehatan tidak berhenti ketika Simpus dan SIMRS sudah terimplementasi di Puskesmas dan rumah sakit. Munculah kebutuhan sistem informasi yang lebih luas, yang dapat mengakomodasi tidak hanya kegiatan upaya kesehatan perorangan (UKP), namun juga kegiatan-kegiatan program upaya kesehatan masyarakat (UKM) di Puskesmas. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014, bahwa Puskesmas menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, dan penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sedangkan Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.
Meskipun tantangan pengembangan SIKDA cukup berat, namun DI Yogyakarta memiliki peluang untuk mewujudkan SIKDA yang berkualitas. Riset Fasilitas Kesehatan tahun 2011. menunjukkan bahwa 98,3% persen Puskesmas sudah memiliki komputer. Sedangkan persentase ketersediaan sarana komunikasi Telepon/HP/Radio Komunikasi di Puskesmas adalah sebesar 87,6 %. Dengan kata lain, ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi di puskesmas-puskesmas di wilayah DI Yogyakarta cukup memadai untuk melaksanakan sistem informasi berbasis komputer, didukung dengan sarana komunikasi yang memungkinkan untuk melakukan koneksi internet [2].
7 7
Pasie
2. Tantangan Pengembangan SIKDA
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan masyarakat meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi: pelayanan promosi kesehatan; pelayanan kesehatan lingkungan; pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; pelayanan gizi; dan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
Sistem pencatatan dan pelaporan yang diakomodasi oleh Simpus terbatas pada sistem informasi yang berkaitan dengan upaya kesehatan perorangan, sedangkan sistem pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat lebih banyak dilakukan secara manual. Pencatatan elektronik baru sebatas menggunakan spredsheet. Meskipun ada beberapa yang sudah terkomputerisasi, ada beberapa sistem informasi yang sudah terkomputerisasi menggunakan aplikasi yang dikembangkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, provinsi, maupun Kementerian Kesehatan.
Beberapa sistem informasi yang dikembangkan di DI Yogyakarta dalam rangka mendukung sistem pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat adalah aplikasi SIMUNDU dan KARTINI. Aplikasi SIMUNDU digunakan untuk membantu pencatatan dan pelaporan program imunisasi. Sedangkan KARTINI adalah sistem informasi yang digunakan untuk membantu pencatatan dan pelaporan program kesehatan ibu dan anak. Salah satu sistem informasi yang berasal dari Kementerian Kesehatan dan diimplementasikan di Puskesmas untuk kegiatan UKM adalah aplikasi SiTT yang digunakan untuk membantu pencatatan dan pelaporan program Tuberkulosis.
Gambar berikut merupakan gambaran program kesehatan yang dilakukan di Puskesmas, dan sistem informasi yang sudah dikembangkan untuk membantu sistem pencatatan dan pelaporan di program tersebut.
Gambar 1. Sistem Informasi yang Tersedia di Puskesmas
Tantangan berikutnya bagaimana memenuhi kebutuhan informasi di setiap level organisasi. Apa saja kebutuhan informasi tersebut, program mana yang membutuhkan, kapan periodenya, bagaimana teknologi pengirimannya.
Gambar berikut merupakan bagan kebutuhan informasi di setiap level organisasi.
30 7
7
7 7
32
TULISAN TERKAIT TOPIK
BULETIN JENDELA DATA & INFORMASI KESEHATAN, Semester 1, 2016
Pro osi kesehata
Pe ge dalia pe yakit KIA Gizi Kesehata li gku ga Obat Lab Reka Medik Si pus Si u du SITT Kari i Ko u itas
UKP
UKM
Gambar 2. Kebutuhan Informasi di Setiap Level Organisasi
Mekanisme pengirirman laporan dari Puskesmas ke kabupaten/kota berbeda-beda menurut program kegiatan. Ada laporan yang dikirim secara manual (elektronik tidak terstandar), dan diolah secara semi manual di kabupaten menggunakan spreadsheet. Ada pula beberapa laporan yang dikirim secara elektronik terstandar menggunakan aplikasi. Berikut adalah daftar pelaporan yang dikirim oleh Puskesmas dan kabupaten/kota serta cara pengolahan di kabupaten/kota/provinsi.
Tabel 1. Daftar Laporan Puskesmas
No. Nama kegiatan LaporanNama LaporanFormat Pengolahan di Kab/Kota Pengolahan di Provinsi
1 UKP LB1/LB 4 Elektronik Non
Standar Excel Excel
2 UKP Laporan Tenaga
Kesehatan Excel Excel, SINTESA Excel, SINTESA
3 UKM/Pengendalian
Penyakit STP
Elektronik Non
Standar Excel Excel
4 UKM/Pengendalian
Penyakit Imunisasi Elektronik Standar Simundu Simundu
5 UKM/Pengendalian
Penyakit SITT Elektronik Standar SITT SITT
6 UKM/Pengendalian
Penyakit W2 Elektronik Standar Sistem EWS Sistem EWS
7 UKM/KIA Laporan KIA Elektronik Standar Kartini Kartini
8 UKM/Gizi Laporan Gizi Elektronik Non
Standar
Excel, rekap
dientry di SIGizi SIGizi 9 UKM/Kesling Laporan Kesling Elektronik Non
Standar Excel, rekap dientry di SIKesling Excel, SIKesling 10 UKM/Promkes Laporan Promkes Elektronik Non
Standar Excel Excel
TULISAN TERKAIT TOPIK
3. Strategi Pengembangan SIKDA
3.1. Penguatan Implementasi Sistem
Sistem yang selama ini sudah berjalan dengan baik perlu diperlihara agar tetap berjalan secara efektif. Untuk sistem yang belum berjalan optimal, perlu dilakukan penguatan agar bisa berjalan lebih optimal. Penguatan dalam hal implementasi sistem dilakukan setelah mendapat masukan dari hasil monitoring dan evaluasi terhadap implementasi sistem.
Komponen yang jadi sasaran penguatan implementasi sistem dijabarkan sebagai berikut :
1. Teknologi. Komponen teknologi yang perlu dikuatkan adalah aplikasi sistem informasi itu sendiri. Aplikasi yang digunakan harus mudah dioperasikan, andal, dan memberi manfaat bagi pengguna. Ketika ujicoba aplikasi kadangkala tidak disadari adanya kesalahan, namun ketika implementasi barulah diketahui ada bug yang mengganggu jalannya aplikasi. Maka aplikasi perlu diupdate secara berkala untuk menghilangkan bug yang mengganggu jalannya implementasi di lapangan.
2. Sumber Daya Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan komponen penting dalam menjalankan sistem di setiap level organisasi dan manajemen. Sumber daya manusia yang kurang mampu dalam mengelola sistem informasi perlu ditingkatkan kemampuannya melalui pendampingan secara intensif. Sebelum pelaksanaan pendampingan, dilakukan identifikasi terlebih dahulu, SDM mana yang perlu didampingi agar dapat menghemat sumber daya. 3. Organisasi. Organisasi yang kurang mendukung impementasi sistem dapat menghambat berjalannya sistem itu
sendiri. Oleh karena itu dilakukan penggalangan komitmen secara periodik kepada pejabat terkait mengenai pentingnya sistem informasi dalam mendukung kinerja organisasi.
3.2. Menetapkan Standar
Sistem informasi merupakan tools yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Oleh karena itu, perlu ditetapkan standar agar sistem informasi yang dikembangkan dapat memenuhi kebutuhan organisasi di tiap level. Dalam era otonomi daerah sekarang, provinsi tidak lagi dapat memaksa kabupaten/kota untuk menggunakan tools yang diberikan oleh provinsi. Di DI Yogyakarta, kabupaten/kota dibebaskan menggunakan sistem informasi yang dibutuhkan di kabupaten/kota masing-masing. Berdasarkan evaluasi pada tahun 2012, Simpus di DI Yogyakarta dikembangkan oleh vendor yang berbeda-beda dengan produk aplikasi yang juga berbeda. 37% Puskesmas menggunakan aplikasi SISFOMAS (ada 45 Puskesmas), 34% Puskesmas menggunakan aplikasi IHIS (ada 41 Puskesmas), 12% Puskesmas menggunakan aplikasi MedCis (ada 15 Puskesmas), 11% Puskesmas menggunakan aplikasi e-Health (ada 13 Puskesmas), 4% Puskesmas menggunakan aplikasi Simpus ”Jojok” (ada 5 Puskesmas), serta 2% menggunakan aplikasi Simpus lainnya (ada 2 Puskesmas).
Aplikasi yang dengan teknologi yang berbeda-beda dapat diatasi dengan menggunakan standar. Dengan kata lain, apapun teknologinya, laporan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Pada tahun 2015 DI Yogyakarta menerbitkan Pedoman Pelaporan Puskesmas yang di dalamnya berisi konten laporan apa saja yang harus dikirim dari Puskesmas ke kabupaten. Di dalam pedoman tersebut sudah dimasukkan konten data prioritas (komunikasi data) yang harus kirimkan oleh Puskesmas ke kabupaten/kota. Bagaimanapun, SIKDA adalah bagian dari Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) sehingga dalam pelaporan juga harus memenuhi kebutuhan SIKNAS sebagai super sistem.
Tahun 2016 DI Yogyakarta sedang menyusun standar Pedoman Pelaporan Kesehatan Lingkungan. Pedoman ini berisi daftar laporan apa saja yang harus disampaikan oleh Puskesmas ke kabupaten/kota.
Penyusunan standar teknologi untuk pengiriman laporan dari Puskesmas ke provinsi sudah dilakukan untuk laporan imunisasi. Standar teknologi yang ditetapkan meliputi standar kode data dan standar format laporan elektronik. Puskesmas dan kabupaten/kota tidak kesulitan dalam memenuhi standar ini karena sudah menggunakan aplikasi Sistem Informasi Imunisasi Terpadu (SIMUNDU) yang sudah bisa mengeluarkan laporan dalam format standar.
32
34
TULISAN TERKAIT TOPIK
3.3. Fasilitasi Teknologi
Lingkup pengembangan SIKDA di DI Yogyakarta adalah melakukan fasilitasi teknologi untuk mekanisme pencatatan (recording), pelaporan (reporting), serta komunikasi dan informasi elektronik. Fasilitasi teknologi informasi diprioritaskan agar implementasinya tepat sasaran serta dilakukan setahap demi setahap secara terus-menerus mengikuti siklus hidup sistem informasi itu sendiri.
Berikut adalah fasilitasi yang sudah dilakukan oleh DI Yogyakarta dalam mendukung sistem informasi kesehatan daerah :
Tabel 2. Daftar Aplikasi untuk Mendukung SIKDA
4. Penutup
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan ini adalah bahwa (a) Pengembangan SIKDA tidak bisa dilakukan sekaligus, namun secara bertahap. (b) Sistem Informasi Kesehatan Daerah adalah sistem yang tidak berdiri sendiri, karena SIKDA merupakan sub sistem dari Sistem informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS), oleh karena itu pengembangan SIKDA di DI Yogyakarta mempertimbangkan kebutuhan informasi super sistemnya (SIKNAS)