• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Informasi Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Informasi Kesehatan"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI

EDITORIAL

TOPIK UTAMA

Tantangan e-Kesehatan di Indonesia

Oleh: dr. Daryo Soemitro Sp.BS

TULISAN TERKAIT TOPIK

Kamus Data Kesehatan: Pendukung Integrasi

dan Interoperabilitas Sistem Informasi Kesehatan

di Indonesia

Oleh: dr. Guardian Yoki Sanjaya

Sistem Informasi Puskesmas (SIP)

Oleh: Farida Sibuea, SKM, MScPH

Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan

Daerah (SIKDA) di DI Yogyakarta

Oleh: Ani Roswiani, S.Si, M.Cs

SIKDA Terpadu Kabupaten Subang, Antara

Harapan dan Kenyataan

Oleh: Maman, S.KM, MPH

17

22

30

01

(3)

Penataan sistem informasi di bidang kesehatan oleh Kementerian Kesehatan sudah diawali sejak tahun 1982 oleh Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data di Biro Perencanaan sampai tahun 1985 dibentuk Pusat Data Kesehatan (Pusdakes) yang akhirnya pada tahun 2010 ditetapkan menjadi Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) sebagai pelaksana tugas Kementerian Kesehatan di bidang data dan informasi kesehatan.

Pusat Data dan Informasi telah melakukan inisiatif penyusunan:

■ Regulasi dan standar Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang dijabarkan dalam bentuk kegiatan, indikator, target, sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Aksi.

■ Dataset minimal berdasarkan kebutuhan unit-unit utama yang ada di Kementerian Kesehatan RI.

■ Membuat kamus data kesehatan (Health Data Dictionary atau HDD), sebagai persyaratan yang diperlukan untuk menciptakan komunikasi data yang terintegrasi.

■ Mengintegrasikan SIK melalui Pengembangan Arsitektur Data Exchange (web services).

■ Merevisi SP2TP atau SP3 maupun SIMPUS dengan nama baru yaitu Sistem Informasi Puskesmas.

Era otonomi banyak pelaku usaha di daerah melakukan pembangunan e-Kesehatan baik yang personal, mobile hingga berbasis web sehingga timbul fragmentasi dan berjalan menjadi tidak efisien, efektif dan mahal, maka perlu dilakukan interoperabilitas dan arsitektur implementasi e-Kesehatan di Indonesia.

Kiat dibalik pembangunan e-Kesehatan adalah peningkatan pelayanan kepada masyarakat, partisipasi dan pencapaian akuntabilitas, efektivitas, serta efisiensi.

Dengan mempertimbangkan uraian di atas, kami merasa perlu buletin ini menyajikan penjelasan mengenai perencanaan, pembangunan e-Kesehatan di Indonesia mulai dari konsep, yang sudah dilakukan di pusat, provinsi, kabupaten/kota dan Puskesmas.

Selamat membaca …..! Redaksi

(4)

TIM REDAKSI

Pusat Data dan Informasi

Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9, Lantai 6 Blok C Jakarta 12950

Telp : 021-5221432, 021-5277167-68

Fax : 021-5203874, 021-5277167-68

Pelindung

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI

Pengarah

Pattiselanno Roberth Johan

Penanggung Jawab

Didik Budijanto

Redaktur

Nuning Kurniasih Cecep Slamet Budiono

Penyunting

Erwin Susetyoaji Eka Satriani Sakti

Desainer Grafis/

Lay Outer

Dian Mulya Sari Hira Ahmad Habibi

Kesekretariatan

Wardah Yoeyoen Aryantin Indrayani

Mitra Bestari

Daryo Soemitro Guardian Yoki Sanjaya

(5)

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,

Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan.

Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari Sistem Kesehatan di suatu negara. Kemajuan atau kemunduran Sistem Informasi Kesehatan selalu berkorelasi dan mengikuti perkembangan Sistem Kesehatan, kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bahkan mempengaruhi Sistem Pemerintahan yang berlaku di suatu negara.

Kemajuan dalam bidang TIK yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas praktik kedokteran maupun pelayanan kesehatan sebagai penunjang untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi keadministrasian maupun memudahkan komunikasi. Sistem Informasi Kesehatan merupakan tulang punggung dari e-Kesehatan karena merupakan sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematika dan terintegasi untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Dengan sistem informasi kesehatan yang baik maka akan membuat masyarakat mengerti dengan semua permasalahan kesehatan, akan mendapatkan info yang akurat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga bisa dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan.

Semoga dengan diangkatnya topik “Sistem Informasi Kesehatan” pada volume kali ini dapat menambah wawasan kita tentang perkembangan sistem infomasi kesehatan baik di pusat maupun di daerah.

Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Buletin “Sistem Informasi Kesehatan”.

Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Jakarta, Juni 2016

Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI

dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS

(6)

Latar Belakang

Salah satu bidang kesehatan yang saat ini sudah berkembang di berbagai negara dalam mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yaitu e-Kesehatan (e-Health). e-Kesehatan menurut WHO1 secara singkat adalah penggunaan TIK untuk kesehatan. Dalam arti luas, e-Kesehatan berhubungan dengan upaya meningkatkan arus informasi, melalui sarana elektronik, untuk mendukung pelayanan kesehatan dan pengelolaan sistem kesehatan. Istilah e-Kesehatan harus diartikan secara holistik, tidak hanya terkait pada aspek teknis, tetapi juga menyangkut sikap dan pola pikir yang berwawasan global dengan melihat pemanfaatan TIK tidak semata-mata untuk menunjang pelayanan kesehatan dalam hubungan dengan kepentingan lokal ataupun nasional, namun juga dalam kaitannya dengan kepentingan regional maupun dunia.

Dalam pertemuan KTT Dunia yang diadakan di Jenewa tahun 20032 telah dideklarasikan tentang pemanfaatan potensi teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung Deklarasi Milenium dan diantaranya adalah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Dalam pertemuan WHO ke 58 bulan Mei 2005 telah diadopsi Resolusi WHA58.28 (World Health Assembly) yang menyatakan agar negara-negara anggota mulai merencanakan pembangunan e-Kesehatan yang sesuai untuk masing-masing negara. Pada tahun yang sama, WHO meluncurkan Observatory Global for eHealth (GOe)3, sebuah inisiatif

yang didedikasikan untuk melakukan studi terhadap evolusi e-Kesehatan dan dampaknya pada kesehatan di masing-masing negara. Model Observatory yaitu menggabungkan peran koordinator WHO regional dengan kantor pusat WHO untuk memantau perkembangan e-Kesehatan di setiap negara di seluruh dunia melalui survei yang dilakukan sekali dalam dua tahun.

Penataan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Kementerian Kesehatan sudah diawali sejak tahun 1982 oleh unit kerja setingkat eselon 3 yaitu Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data di Biro Perencanaan4. Sejalan dengan semakin meningkatnya peran pengelolaan data dan perkembangan kebutuhan organisasi, maka pada tahun 1985 dibentuk Pusat Data Kesehatan (Pusdakes)5 yang merupakan unit kerja setingkat eselon 2. Dalam perjalanannya Pusdakes mengalami beberapa kali pergantian nama sampai akhirnya pada tahun 2010 ditetapkan menjadi Pusat Data dan Informasi (Pusdatin)6 sebagai pelaksana tugas Kementerian Kesehatan di bidang data dan informasi kesehatan. Sebagai sekretariat SIK, Pusdatin telah melakukan inisiatif penyusunan regulasi dan standar SIK berupa rancangan peraturan pemerintah dan NSPK yaitu panduan ROADMAP (Peta Jalan) Rencana Aksi Penguatan SIK7. Untuk memperkuat penyusunan standar dan regulasi SIK dibentuk Komite Ahli dan Tim Perumus Penyusunan Peraturan Pemerintah, Pedoman dan Roadmap Sistem Informasi Kesehatan8 yang terdiri dari para ahli yang berasal dari berbagai institusi/sektor yang mempunyai kaitan dan peran dalam Sistem Informasi Kesehatan. Setelah tugasnya selesai, komite ini akan dilebur menjadi Komite Ahli SIK.

Pada tahun 2016, dalam tahap awal pelaksanaan pembangunan kesehatan yang telah dijabarkan dalam bentuk kegiatan, indikator, target, sampai dengan kerangka pendanaan dan kerangka regulasinya sebagaimana telah dituangkan dalam

TOPIK UTAMA

TANTANGAN e-KESEHATAN

DI INDONESIA

dr. Daryo Soemitro Sp.BS

(7)

Rencana Aksi Kegiatan (RAK) Pusat Data dan Informasi tahun 2015 - 2019 yang diterbitkan Pusdatin, terjadi reorganisasi Kementerian Kesehatan RI9. Struktur organisasi Pusdatin mengalami sedikit perubahan pada nama, tugas dan fungsi bidang dan sub bidang.

Bersamaan dengan masa transisi perubahan struktur organisasi dan pejabat di lingkungan Pusdatin, pemerintah menetapkan Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 201610,11, yaitu :

 Memperkuat upaya promotif dan preventif.

 Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. 1. Pembiayaan kesehatan.

2. Penyediaan, distribusi, dan mutu sediaan farmasi, alkes, dan makanan. 3. Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.

4. Penguatan sistem informasi, manajemen, dan penelitian dan pengembangan kesehatan. 5. Penyediaan, persebaran dan kualitas SDM kesehatan.

 Mempercepat perbaikan gizi masyarakat.

 Meningkatkan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

Dalam rapat kerja nasional Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat telah ditetapkan strategi Penguatan Pelayanan Kesehatan sbb :

Gambar 1. Fokus Penguatan Pelayanan Kesehatan

Dalam masa transisi dimana RAK Pusdatin sudah dalam tahap implementasi, dibutuhkan proses evaluasi dan penyesuaian agar RAK Pusdatin tetap selaras dengan strategi Penguatan Pelayanan Kesehatan yang dilakukan di pusat dan daerah. Pembangunan e-Kesehatan harus dapat sejalan dengan kebutuhan pembangunan sistem informasi kesehatan di pusat dan daerah.

Ketua e-Indonesia Initiatives Forum Prof. Suhono Harso Supangkat13 mengatakan implementasi e-Kesehatan di Indonesia butuh interoperabilitas dan arsitektur. Jika ada arsitektur dari e-Kesehatan, akan terlihat ada kejelasan hubungan antar komponen di stakeholder, teknologi, people, dan process. Banyak inisiatif terkait pembangunan e-Kesehatan baik yang personal, mobile hingga berbasis web yang tengah dikembangkan pelaku usaha di pusat dan daerah, tetapi persoalannya referensi dan interoperabilitas tetap akan jadi isu utama agar inisiasi-inisiasi bisa berjalan lebih efisien, efektif dan murah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu fokus grup dari pemangku kepentingan kesehatan untuk membangun strategi nasional pembangunan e-health secara terkoordinatif. Forum ini akan mengusulkan suatu strategi, peta jalan e-Kesehatan nasional sehingga menjadi lebih mudah untuk diikuti stakeholder dan ada kejelasan arah pembangunan. Pernyataan Suhono ini

2

TOPIK UTAMA

(8)

mendukung perlunya berbagai standar e-Kesehatan, aturan dan protokol untuk fondasi e-Kesehatan yang dikoordinasikan oleh tim dari berbagai bidang sebagaimana telah dituangkan dalam Konsep Arsitektur Enterprise e-Kesehatan14. Berdasarkan pemikiran ini, maka materi dalam tulisan ini akan difokuskan pada berbagai aspek yang berhubungan dengan kepemimpinan dan regulasi.

Tantangan Demografi

Cepatnya respon oleh sebagian masyarakat, khususnya generasi muda dalam memanfaatkan berbagai kecanggihan era digital pada suatu kultur budaya yang masih kental diwarnai dengan paradigma cara berpikir tradisional sudah harus diantisipasi akan menimbulkan berbagai tantangan dan potensi benturan. Pembangunan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang pada hakikatnya merupakan proses pendidikan yang tidak dapat terlepas dari karakterisitik suatu generasi, dimana setiap generasi akan bertumbuh dan berkembang dengan menyesuaikan diri pada kondisi lingkungannya. Aspek ini merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikesampingkan dalam membuat program penyuluhan, pelatihan maupun kegiatan pendidikan lainya terkait upaya meningkatkan kualitas individu di masyarakat maupun lingkungan kepegawaian.

Merujuk pada istilah dalam Teori Generasi, dewasa ini sedang terjadi evolusi dari budaya generasi Baby Boomer (lahir tahun 1946-1964) dan Generasi X (lahir tahun 1965-1980) menuju budaya Generasi Y (lahir tahun 1981-2000), dan Generasi Z (lahir tahun 2001 - sekarang).

Generasi Y (Gen Y) atau disebut juga generasi milenium memiliki ciri menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook dan twitter. Mereka juga tumbuh dalam era game online.

Generasi Z atau disebut juga i-Generation, generasi net atau generasi internet, mereka memiliki kesamaan dengan generasi Y, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap tumbuh-kembangnya mereka.

Banyak publikasi dari para ahli yang berbeda dalam menentukan kapan Generasi Milenium lahir, namun hampir semua literatur sepakat bahwa sebagian besar Gen Y, lahir di antara tahun 1980-an hingga 1990-an15,16,17. Semua literatur juga sepakat bahwa sebagian besar orang tua Gen Y adalah generasi baby boomers, yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki keluarga kecil, sehingga biasanya mereka hanya mempunyai kakak atau adik, tidak lebih dari 3 orang. Apabila diperhatikan perilaku atau karakteristik Gen Y di setiap daerah Indonesia, maka akan terlihat karakteristik yang berbeda-beda, tergantung di mana ia dibesarkan, strata ekonomi dan sosial keluarganya. Namun secara keseluruhan dapat dilihat bahwa Gen Y itu sangat terbuka pola komunikasinya dibandingkan generasi sebelumnya.

Gen Y juga pemakai media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh perkembangan teknologi. Di setiap provinsi dapat dilihat mereka lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonominya sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya. Di samping itu Gen Y juga terlihat lebih concern terhadap ‘wealth’ daripada generasi sebelumnya. Banyak di antara mereka yang sudah membuat rencana apa saja yang mereka inginkan pada saat mereka baru berumur 20-30an. Namun definisi mereka tentang ‘wealth’ bukan mengacu kepada kekayaan material saja, hubungan keluarga dan pertemanan juga dianggap sebagai bagian dari ‘wealth’ yang diinginkan.

Di Indonesia dengan gambaran demografi saat ini, apa yang perlu diantisipasi dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan saat ini dan mendatang?

7 7

(9)

Gambar 2. Demografi Penduduk Indonesia dalam Kelompok Generasi

Peta demografi di atas memperlihatkan jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh generasi Y dan Z (generasi sesudah milenium). Pada tahun 2025 Gen Y akan mengambil alih lebih dari 75% tenaga kerja yang ada di semua lini. Mau tidak mau, walaupun secara nyata belum membuat perubahan radikal, harus diakui kehadiran Gen Y di dunia kerja sudah mulai dirasakan. Pertanyaan besarnya,

Bagaimana para praktisi Sumber Daya Manusia berpikir dan bersikap mengenai aligning, engaging, dan motivating terhadap Gen Y dalam rangka mempersiapkan kader-kader penerus kepemimpinan di masa mendatang, khususnya untuk keberlanjutan pembangunan kesehatan masyarakat?

Bagaimana strategi dalam menerapkan kemajuan teknologi di kalangan pegawai kesehatan di pusat dan daerah yang sebagian besar masih didominasi oleh generasi sebelum milenium?

Dari pengamatan sederhana dapat diketahui bahwa generasi terbesar pegawai pemerintah atau karyawan swasta yang sedang aktif bekerja adalah generasi Baby Boomer. Penelitian dan observasi memperlihatkan bahwa generasi Baby Boomers mengidentifikasi atau menggambarkan kekuatan mereka adalah pemikiran-pemikiran tentang organisasi, rasa optimisme dan kemauan untuk bekerja dengan waktu yang panjang (work long hours). Generasi ini dibesarkan di dalam suatu organisasi dengan struktur organisasi yang hierarkhis dari pada struktur manajemen yang datar di mana kerja sama yang timbul di dalam organisasi didasarkan pada tuntutan pekerjaan (teamwork-based job roles). Sementara itu Gen Y, yang mempunyai karateristik yang berbeda dengan Generasi Baby Boomers, juga mempunyai harapan yang sangat berbeda kepada perusahaan yang memperkerjakan mereka. Secara merata Gen Y mempunyai pendidikan yang lebih baik dari para orang tua, mereka cukup terbiasa dengan teknologi bahkan sebahagian mereka sangat ahli dengan teknologi. Mereka ini mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, mampu mengerjakan beberapa tugas bersamaan dan selalu mempunyai energi yang berlebihan. Namun di sisi lain Gen Y ini sangat membutuhkan interaksi sosial, hasil pekerjaan yang dapat dilihat seketika dan keinginan untuk mendapatkan pengembangan yang cepat. Mark Zuckerberg18 pendiri Facebook dan seorang Gen Y yang lahir pada 14 Mei 1984 pernah berkata, “In terms of doing work and in terms of learning and evolving as a person, you just grow more when you get more people’s perspectives...”

Uraian tentang demografi di atas yang lebih banyak dilhat dari perspekstif kepentingan rekruitmen dan pengembangan pegawai, di sisi lain juga dapat dilihat dari kepentingan pengguna layanan kesehatan. Pemanfaatan TIK di suatu daerah tidak terlepas dari berbagai kepentingan yang akan dibahas dalam bagian berikut. Adanya keselarasan antara kebutuhan masyarakat dengan kepentingan pihak pemberi jasa akan dapat menjadi salah satu pemicu cepatnya perkembangan aplikasi perangkat lunak di daerah yang telah memiliki infrastruktur yang baik. Sebagai contoh:

 Berbagai aplikasi perangkat lunak yang banyak digunakan oleh masyarakat umumnya adalah jenis aplikasi yang dapat

5 7

7 7

4

TOPIK UTAMA

(10)

memberi kesenangan, kemudahan, kenyamanan, kepuasan ataupun aspek lain yang mendukung kepentingan pribadi. Karakteristik ini secara tidak langsung dapat dijadikan cermin terhadap apa yang menjadi harapan masyarakat di bidang pelayanan kesehatan. Munculnya aplikasi HaloDoc yang baru diluncurkan dalam bulan April 2016 yang lalu dan disambut dengan penuh antusias merupakan bukti adanya keselarasan antara kebutuhan masyarakat untuk memperoleh kemudahan dan kenyamanan pelayanan kesehatan di satu sisi, dengan kepentingan pihak penyedia jasa. Aplikasi HaloDoc baru merupakan awal dari inovasi lain yang akan membuat makin semaraknya pelayanan kesehatan berbasis TIK yang bersifat “Pasien Sentris”. Tuntutan kebutuhan masyarakat ini tidak dapat dicegah dan kemajuan teknologi digital cepat atau lambat akan merubah paradigma pelayanan kesehatan dari “Fasyankes Sentris” menuju ke “Pasien Sentris”, atau dengan kata lain pelayanan kesehatan mendekati masyarakat.

Smart City atau Kota Cerdas dewasa ini mulai tumbuh di berbagai kota di Indonesia sebagai sasaran pembangunan kota berkelanjutan yang dicanangkan oleh Kementerian PPN/Bappenas. Pelayanan kesehatan telah menjadi bagian dari Pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP), yaitu: Perwujudan Kota Layak Huni, Aman, dan Nyaman; Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Bencana serta Perwujudan Kota Cerdas dan Berdaya Saing. Dengan adanya otonomi daerah sudah dapat diduga akan terjadi perbedaan kebijakan di masing-masing kota yang dipengaruhi oleh faktor demografi, sosio ekonomi dan kultur budaya lokal. Perbedaan kebijakan ini perlu diantisipasi akan sangat mungkin menimbulkan perbedaan kebijakan dalam operasional pelayanan kesehatan di masing-masing daerah. Perlu ada kebijakan dari pusat agar perbedaan ini tidak menjadikan masalah dalam upaya pemerintah membangun e-Kesehatan dan menghasilkan informasi dengan biaya-efektif untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, serta harmonis, konsisten, dapat diakses dan mampu digunakan secara efektif dalam menunjang tercapainya tujuan nasional.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pembangunan e-Kesehatan tidak semata-mata menyangkut keberhasilan dalam aspek teknologi, namun juga kultur-budaya di suatu daerah yang banyak diwarnai oleh komposisi generasi penduduk. Regulasi yang menyangkut keterlibatan atau peran serta SDM dalam TIK maupun kebutuhan masyarakat akan mengandung dimensi yang lebih kompleks dibanding regulasi yang akan diterapkan untuk mengatur aspek infrastruktur TIK yang karakteristiknya lebih terstruktur. Keberadaan tim koordinator maupun fokus grup untuk menyelesaikan masalah di bidang teknologi komunikasi sebagaimana diusulkan oleh Suharno dalam bab latar belakang di depan, tampaknya perlu dilengkapi dengan tenaga ahli dalam komunikasi masyarakat.

Tantangan dalam Mengatasi Tren di Era Digital

Berbagai kepentingan pengguna yang tumbuh akibat adanya kebutuhan dan ketersediaan sarana prasaran perlu disikapi sebagai proses yang wajar dan alamiah, tidak dapat dicegah oleh karena merupakan proses evolusi kultur budaya. Tantangan yang perlu diatasi adalah bagaimana kebijakan pusat dapat menjadi faktor pemersatu dari berbagai kepentingan agar tetap berada dalam koridor kepentingan nasional serta menjadi penguat kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.

Pertumbuhan TIK di Indonesia setidak-tidaknya dapat dilihat dari 4 perspektif kepentingan, yaitu:

1. Perspektif Pemerintah

e-Kesehatan merupakan fenomena global, pemanfaatan TIK dalam lingkungan pemerintahan tidak dapat terlepas dari kepentingan internasional, regional, nasional maupun lokal. Salah satu agenda WHO19 dalam meningkatkan e-Kesehatan di seluruh dunia adalah mendorong kolaborasi antara pemerintah dengan organisasi internasional maupun organisasi non-pemerintah, swasta dan pemangku kepentingan lain. Di Indonesia upaya kolaborasi diwujudkan sebagai Kebijakan Sektor Komunikasi dan Informatika Terkait e-Pemerintah dalam RPJMN 2015-201920. Model penyampaian dibuat dalam bentuk:

Government-to-Government (G2G): Mendukung komunikasi dan pertukaran data pemerintah, serta pelayanan publik yang lebih efisien. Termasuk di sini e-Pemerintahan.

Government to Community (G2C): Mendukung pengelolaan bonus demografi. Termasuk di sini e-Pendidikan dan e-Kesehatan.

(11)

Government to Business (G2B): Mendukung pergerakan komoditas dan belanja pemerintah yang lebih efisien. Termasuk disini e-Logistik dan e-Pengadaan.

Business to Business (B2B): Mendukung perdagangan, bisnis maritim, kelautan dan pariwisata. Termasuk di sini e-Commerce.

Di sektor kesehatan, perencanaan pembangunan kesehatan secara terintegrasi tidak dapat terlepas dari pemangku kepentingan lintas K/L sebagai tampak dalam gambar berikut21.

Gambar 3. Perencanaan Terintegrasi Pembangunan Kesehatan

Kementerian Kesehatan dalam gambar tampak bukan satu-satunya kementerian yang bertanggung jawab untuk keberhasilan peningkatan derajat kesehatan dan gizi masyarakat. Perencanaan terintegrasi pembangunan kesehatan dapat dicapai hanya apabila masing-masing pihak terkait dapat saling bertukar data/informasi. Sebagai ilustrasi, prioritas pembangunan kesehatan di daerah DTPK melalui TIK tidak akan berhasil apabila tidak sejalan dengan prioritas pengembangan infrastruktur oleh pemangku kepentingan terkait. Dengan demikian Rencana Kerja Pemerintah yang dituangkan dalam Nawa Cita sudah seyogyanya dijadikan sumber rujukan utama oleh Kementerian Kesehatan dalam menentukan prioritas pengembangan TIK di bidang kesehatan dan perlu didukung oleh semua pihak terkait, baik pemerintah maupun swasta.

Perspektif pemerintah merupakan salah satu faktor dari tiga perspektif lainnya, yaitu perspektif finansial, perspektif teknologi dan perspektif kedokteran. Namun nilai (value) perspektif pemerintah seyogyanya tidak berada di bawah ketiga perspektif lainnya. Ketiga perspektif berikut perlu dibangun sejalan dengan perspektif pemerintah, sehingga akan memperkuat upaya pencapaian program Nawa Cita.

2. Perspektif Finansial

Para pelaku usaha di bidang aplikasi perangkat lunak maupun perangkat keras berlomba-lomba untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dengan memperhatikan berbagai hal kecil yang merupakan kebutuhan pengguna maupun pemberi jasa pelayanan kesehatan. Inovasi yang dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap kebutuhan masyarakat dengan sendirinya akan menghasilkan berbagai produk teknologi dan aplikasi yang variasinya makin beraneka ragam. Pemerintah perlu memiliki kejelian atas regulasi apa yang perlu diterbitkan agar masyarakat dapat terlindung dari informasi yang salah ataupun pemakaian sarana teknologi yang tidak memiliki standar keamanan.

Keberadaan para pelaku usaha yang bertransaksi dengan pengguna untuk membangun aplikasi perangkat lunak di bidang

6

TOPIK UTAMA

(12)

kesehatan perlu disikapi sebagai bagian dari partisipasi pemangku kepentingan terkait dan masyarakat dalam membangun e-Kesehatan. Dalam setiap implementasi sistem baru, selalu dibutuhkan pelatihan, supervisi langsung saat ada masalah dalam penggunaan, serta perencanaan program perawatan terhadap sistem dan keamanan data. Dengan mengadopsi kondisi ini ke dalam strategi nasional, maka manfaat yang diperoleh antara lain:

 Manajemen perubahan terhadap kultur kerja dimotivasi dari internal kebutuhan pengguna. Apabila Pemerintah Daerah (Pemda) yang menjadi motor perubahan, setidaknya rentang kendali pengguna sebatas daerah yang menjadi tanggung jawab Pemda dan proses perubahan dilandaskan pada kultur-budaya setempat. Tidak kalah penting adalah faktor finansial yang sudah tentu akan diperhitungkan oleh Pemda dalam menjaga keberlanjutan.

 Keberadaan berbagai aplikasi perangkat lunak dapat menjadi bagian dalam ‘puzzle’ yang akan mempercepat pengisian kerangka e-Kesehatan, sedangkan kebutuhan untuk melakukan survei pendahuluan terhadap kondisi demografi setempat untuk kepentingan implementasi kegiatan terkait TIK sudah diambil alih oleh inisiator setempat.

Perspektif finansial yang dilatarbelakangi kepentingan para pelaku usaha di bidang pengembangan sistem informasi perlu dikoordinasi agar sistem yang dibangun tetap mengacu pada standar yang ditetapkan dari pusat. Dalam Health Metric Network, WHO telah memberikan strategi untuk membuat desain Sistem Informasi Kesehatan dan proses perencanaan implementasi22.

Gambar 4. Tahapan Perencanaan dan Implementasi Sistem Informasi Kesehatan

Dari gambar di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

 Kepemimpinan, koordinasi dan asesmen merupakan langkah awal yang perlu dibangun. Pembangunan e-Kesehatan yang kompleks tidak mungkin diselesaikan tanpa kerjasama dengan para pemangku kepentingan terkait, khususnya dalam melakukan koordinasi dan asesmen terhadap berbagai aspek substansi maupun infrastruktur e-Kesehatan (step 1 s/d 12). Keberadaan Tim Pengarah, Tim Inti dan/atau Working Group untuk pekerjaan yang kompleks dan berskala nasional sudah merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari dan sudah menjadi standar umum bagi negara yang akan membangun e-Kesehatan.

 Kerangka masa depan Arsitektur Enterprise e-Kesehatan disertai roadmap pentahapan yang disesuaikan pada prioritas kegiatan dalam mencapai program Nawa Cita sudah merupakan bagian yang perlu ditetapkan sebagai target kerja Tim Pengarah, Tim Inti maupun Working Group. Roadmap perlu segera diwujudkan oleh karena akan menjadi dasar penyusunan prioritas pembuatan regulasi, standardisasi dan kebijakan lainnya yang dibutuhkan para pengembang.

(13)

3. Perspektif Teknologi

Tren TIK mendatang antara lain makin baiknya komunikasi nir-kabel untuk akses ke internet, kemampuan telpon mobile makin bervariasi, teknologi video digital yang dapat menjadi sarana komunikasi dengan bahasa lokal, serta makin luasnya kemampuan kombinasi berbagai teknologi. Pemanfaatan TIK di bidang kedokteran / kesehatan dapat berupa23:

 Teknologi Diagnostik, antara lain eletrokardiografi, elektroensefalografi, fiberoptic endoscopy, computerized tomography, magnetic resonance imaging, dsb.

 Teknologi Terapi, antara lain teknik laparoskopi dan bedah laser, radiasi dengan sumber dari luar, gene theraphy, dsb.

 Teknologi Informasi: antara lain sistem data digital, rekam medis, dokumentasi klinik, smart card, dsb.

Teknologi ini dapat digunakan untuk memperbaiki fungsi-fungsi dalam sistem pelayanan kesehatan, maupun kualitas pelayanan sendiri, serta memperbaiki komunikasi terkait kesehatan. Tren dan pengaruh perkembangan di bidang teknologi dengan sendirinya dapat selalu digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Dari keanekaragaman teknologi ini tantangan yang dihadapi adalah bahwa kebijakan terkait pengaturan standar keamanan alat, khususnya patient safety untuk alat-alat yang digunakan pada manusia tidak semata-mata alat non-elektronik, namun juga alat kedokteran/kesehatan berbasis teknologi yang semakin berkembang. Kerjasama lintas K/L pemerintah sangat dibutuhkan dalam rangka pengawasan, mulai dari penyaringan alat dalam aspek manfaat dan keamanan pada waktu diajukan permohonan izin masuk, sertifikasi dan registrasi pre-market, izin beredar sampai ke pengawasan post-market terhadap insiden yang menyebabkan cedera ataupun kematian pada pengguna, baik pada penggunaan terkait dengan penyakitnya (Kejadian Tidak Diinginkan/KTD) maupun yang tidak berhubungan dengan penyakitnya (Sentinel)24.

4. Perspektif Kedokteran

Inovasi-inovasi baru yang muncul di bidang kedokteran akibat kemajuan teknologi antara lain Rekam Kesehatan Elektronik, m-Kesehatan (m-Health), Tele-Kesehatan/Telemedicine, Portal Teknologi, Kios Self-Service, Sarana monitoring jarak jauh, Teknologi Sensor dan Wearable, Komunikasi Nir-kabel, Real-time locating services, Pharmacogenomic/genome sequencing. Tujuan penulisan di sini bukan untuk menerangkan satu demi satu kemajuan teknologi ini, namun untuk menggambarkan betapa banyak kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang dapat ditawarkan ke pihak pengelola jasa pelayanan kesehatan maupun masyarakat pengguna oleh para pelaku usaha.

Salah satu contoh kemajuan teknologi yang dimanfaatkan dalam industri kesehatan dan masih dalam tahap penelitian adalah Farmakogenomik. Bidang ini mempelajari tentang bagaimana gen mempengaruhi respon seseorang terhadap obat. Bidang yang relatif baru ini menggabungkan farmakologi (ilmu obat-obatan) dan genomik (studi gen dan fungsi mereka) untuk mengembangkan efektif obat secara aman dan dosis yang akan disesuaikan pada genetik seseorang. Kebanyakan obat yang tersedia saat ini adalah "satu ukuran cocok untuk semua" (one size fits all) namun kenyataannya obat tidak bekerja dengan cara yang sama untuk semua orang, sehingga sulit untuk memprediksi siapa yang akan mendapatkan keuntungan dan siapa yang akan mengalami efek samping negatif dari penggunaan obat tersebut. Ilustrasi lain adalah teleneurosurgery, dimana operator berada di lokasi lain yang jaraknya ratusan kilometer, sedangkan tindakan operasi pada pasien dilakukan oleh robot.

Ilustrasi ini sekedar untuk mengelaborasi fakta bahwa tantangan mendatang dari perspektif kedokteran, pembuatan regulasi bukan sekedar memperhatikan aspek patient safety dalam pemanfaatannya untuk pelayanan kesehatan, namun juga faktor legal, etik maupun sosial di bidang penelitian kedokteran berbasis teknologi.

Penataan Transaksi Data dan Optimalisasi Aliran Data

e-Kesehatan menyangkut upaya untuk meningkatkan pertukaran informasi melalui dukungan elektronik agar terselenggara manajemen sistem kesehatan yang lebih baik, aman dan dengan biaya efektif dalam mendukung pelayanan kesehatan, surveilans kesehatan, literatur kesehatan, serta pendidikan, pengetahuan, dan penelitian kesehatan.

8

TOPIK UTAMA

(14)

Gambar 5. Bagan Hubungan Berbagai Aspek TIK dalam e-Kesehatan

Ruang lingkup e-Kesehatan yang meliputi SIK dan Tele-Kesehatan pada hakikatnya adalah untuk memastikan bahwa informasi yang benar, diberikan kepada orang yang tepat, di tempat dan waktu yang tepat dan terlaksana secara aman, dalam bentuk elektronik dengan tujuan untuk mengoptimalkan kualitas dan efisiensi pelayanan kesehatan.

25

1. SIK adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan.

2. Berbeda dengan yang dianut oleh WHO, SIK di Indonesia telah dikembangkan untuk dapat menunjang ketujuh subsistem kesehatan nasional sebagai berikut: a. Upaya kesehatan; b. Penelitian dan pengembangan kesehatan; c. Pembiayaan kesehatan; d. Sumber daya manusia kesehatan; e. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; f. Manajemen dan regulasi kesehatan; dan g. Pemberdayaan masyarakat.

Gambar 6. Hubungan Organogram Kemenkes dengan Sistem Informasi Kesehatan

3. Untuk kepentingan penataan data kesehatan, perlu dibuat pengelompokkan yang disesuaikan pada tujuan dari pembuatan sistem informasi serta hubungannya dengan kepentingan dari pemangku kepentingan terkait (Gambar 6). Struktur basis data ini masih perlu ditetapkan oleh karena terkait basis data berbagai fungsi yang sudah berjalan dan akan menjadi fondasi dari e-Kesehatan.

Sebagai ilustrasi diasumsikan secara sederhana terdapat 3 domain kelompok data yaitu: a. Domain Sumber Daya Manusia (SDMK), b. Domain Surveilans dan c. Domain Rantai Suplai. Domain ketiga kelompok data ini tidak terlepas dari hubungan

(15)

antara Unit Kerja Utama Kementerian Kesehatan RI, pilar SIK serta domain utama dalam SIK. Keberadaan basis data dalam SIK sangat penting, oleh karena tidak semata-mata untuk menghasilkan keterpaduan penataan data untuk menunjang ke sub sistem informasi kesehatan dalam pelaksanaan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, Kriteria) di setiap unit kerja, namun juga akan menjadi pusat data yang dihasilkan dari Tele-Kesehatan, serta menjadi sumber data untuk Rekam Kesehatan Elektronik.

Gambar 7. Hubungan Berbagai Sistem dalam e-Kesehatan

Dalam gambar tampak bahwa Sistem Informasi Rumah Sakit (A) dan Sistem Informasi Klinik (B) merupakan sumber data utama SIK, dan terdiri dari data yang terkelompok dalam Domain Sumber Daya Manusia, Domain Surveilans dan Domain Rantai Suplai. Ketiga domain ini berbasis pada Sistem Akuntansi. SIK merupakan pilar pertama dari e-Kesehatan, sedangkan pilar kedua dan ketiga adalah Tele-Kesehatan dan Rekam Kesehatan elektronik.

27,28

Di kalangan awam istilah tele-Kesehatan dan telemedicine sering tidak dipermasalahkan dan dianggap sama, namun untuk kepentingan perencanaan terkait upaya pelayanan kesehatan, penggunaan kedua istilah ini dibedakan sebagai berikut:

Gambar 8. Lingkup Tele-Kesehatan

Telemedicine adalah pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan medis jarak-jauh dalam upaya meningkatkan kualitas Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Termasuk di dalamnya antara lain Teleradiologi, Telekardiologi, Telefarmasi, Telekonsultasi, dsb.

 Tele-Kesehatan (Telehealth) adalah pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan yang lingkupnya lebih luas, termasuk kepentingan konsumen dan pengguna akhir yang menjadi fokus kegiatan peningkatan Upaya Kesehatan Masyarakat.

SIK dan tele-Kesehatan dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang. Berbicara tentang SIK berbasis elektronik tidak dapat terlepas dari keberadaan berbagai modalitas sarana penunjang TIK, sebaliknya berbicara tentang tele-Kesehatan tidak dapat terlepas dari SIK oleh karena dalam sistem pelayanan kesehatan, peran tele-Kesehatan semata-mata merupakan sarana

10

TOPIK UTAMA

BULETIN JENDELA DATA & INFORMASI KESEHATAN, Semester 1, 2016

(16)

penunjang untuk melakukan komunikasi jarak jauh dan data yang dihasilkan akan disimpan dalam database yang menjadi bagian dari SIK.

Rekam Medik Elektronik dan Rekam Kesehatan Elektronik

29,30

Data konsultasi maupun perawatan pasien yang diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit maupun Telemedicine di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dikenal sebagai Rekam Medik Elektronik (RME). Dengan adanya upaya untuk mengintegrasikan data kesehatan dari semua Fasyankes menjadi data kesehatan nasional, salah satu manfaat adalah data kesehatan setiap individu dapat dihimpun menjadi Rekam Kesehatan Elektronik (RKE). Karena itu RKE mencakup berbagai fungsi dan informasi termasuk demografi pasien, catatan kemajuan, masalah, obat-obatan, tanda-tanda vital, sejarah masa lalu medis, imunisasi, data laboratorium, laporan radiologi, penjadwalan, transkripsi, e-resep, evaluasi dan manajemen coding, kondisi khusus perawatan, keluhan utama, pendukung keputusan berbasis bukti, dan pemeliharaan kesehatan.

Regulasi

Kemajuan dalam bidang TIK yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas praktik kedokteran maupun pelayanan kesehatan sifatnya semata-mata hanyalah sebagai penunjang untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi keadministrasian maupun memudahkan komunikasi. Dalam upaya membuat peraturan baru ataupun menyempurnakan peraturan yang sudah ada, rambu -rambu yang perlu diperhatikan antara lain:

 Sistem Informasi Kesehatan pada hakikatnya merupakan tulang punggung dari e-Kesehatan oleh karena merupakan sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematika dan terintegasi untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan e-Kesehatan menurut Ketua e-Indonesia Initiatives Forum, Prof. Suhono Harso Supangkat, masih terkendala adanya jarak atau 'dinding penghalang' antar pemain di ranah ini. Selain itu, tidak dipungkiri jika dalam penerapannya, e-health juga butuh interoperabilitas yang mumpuni serta pembangunan arsitektur yang jelas.

Gambar 9. Konsolidasi Model Referensi

Gambar di atas31 menunjukkan berbagai referensi yang dibutuhkan untuk membangun e-Kesehatan, yaitu referensi penampilan, bisnis, data, aplikasi, infrastruktur dan keamanan.

 Praktik kedokteran sesuai amanah Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) bertujuan untuk: a. Memberikan perlindungan kepada pasien; b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Oleh karena itu semua

(17)

ketentuan yang berlaku dalam pelayanan secara konvensional (tatap muka) menyangkut aturan tentang sertifikasi, registrasi dan lisensi harus tetap berlaku. Pengembangan regulasi harus tetap berbasis pada aturan yang berlaku terhadap praktik konvensional, dapat menyangkut antara lain:

Standardisasi rujukan untuk keseragaman pertukaran data dalam upaya meningkatkan kualitas SIK, baik keseragaman kodifikasi diagnosis, rekam medis dan sistem rujukan, maupun berbagai berbagai aspek teknis terkait kepentingan integrasi data.

Kapan dan dalam aspek apa hubungan dokter-pasien boleh dilakukan melalui jarak jauh, khususnya terkait kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Kompetensi tenaga medis maupun tenaga kesehatan yang akan melakukan pelayanan secara online perlu ditetapkan mana saja yang memerlukan kualifikasi tambahan, disesuaikan pada jenis layanan jarak jauh.

Bagaimana bentuk serta siapa yang menerbitkan Sertifikat Kualifikasi Tambahan, Surat Tanda Registrasi serta Surat Izin Praktik dengan layanan online.

Bagaimana prosedur dan pengamanan privasi data pasien, baik dari hasil telekonsultasi maupun hasil pemeriksaan yang dikirim melalui teleradiologi, telekardiologi, telepatologi, dsb.

Bagaimana aturan dalam membatasi resep dan dispensing obat tertentu, dsb.

Gambar 10. Ilustrasi Tingkat Kebutuhan Regulasi terhadap Layanan Kesehatan Online

Dalam gambar terlihat bahwa pemanfaatan tele-Kesehatan untuk tujuan Upaya Kesehatan Masyarakat tidak membutuhkan regulasi seketat pemanfaatan Telemedicine yang ditujukan untuk Upaya Kesehatan Perorangan, dimana perlu diwarnai kepentingan Patient Safety.

 Demikian pula di luar pengaturan praktik kedokteran, berbagai regulasi nasional maupun internasional, khususnya dalam membangun profil e-Kesehatan di Indonesia, perlu dijadikan acuan agar dalam upaya memanfaatkan kemajuan TIK di bidang pelayanan kesehatan tidak timbul kerancuan dan tumpang tindih peraturan32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42. Tidak kalah penting pada saat implementasi peraturan, bagaimana sinkronisasi dengan peraturan pemerintah daerah yang satu dengan lainnya berbeda, serta bagaimana pengaturan layanan kesehatan online lintas negara.

Kepemimpinan

Dalam Peraturan Pemerintah43 telah ditetapkan bahwa SIK Nasional dikelola oleh unit kerja pada Kementerian. Unit kerja pada Kementerian Kesehatan yang berfungsi khusus di bidang TIK adalah Pusdatin, yang berada langsung di bawah Menteri

BULETIN JENDELA DATA & INFORMASI KESEHATAN, Semester 1, 2016

12

(18)

Kesehatan. Dengan demikian semua fungsi penyelenggaraan kementerian terkait TIK berada dalam koordinasi Pusdatin, mencakup antara lain :

 Menjamin hak pasien atas informasi, integritas, dan kerahasiaan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Memperhatikan efektifitas biaya, efisiensi dan manfaat atas keterbatasan sumber daya untuk kepentingan pengembangan potensi ke depan.

 Eksploitasi terhadap struktur yang ada dengan pendekatan pengembangan secara bertahap.

 Pengembangan teknologi, standardisasi, dan integrasi.

 Kolaborasi dan konsultasi dengan semua stakeholder terkait.

 Kepemimpinan dan mekanisme tata kelola yang kuat.

 Memastikan ketersediaan sumber daya manusia lokal yang terampil (SDM) untuk menjamin keberlanjutan dari solusi e-Kesehatan.

 Memastikan kesinambungan bisnis untuk menerapkan sistem e-Kesehatan.

Peraturan pemerintah ini mengisyaratkan suatu tanggung jawab yang harus dicermati secara holistik. Pemikiran ini memiliki kesamaan dengan anjuran maupun hasil studi yang dilakukan oleh WHO44,45,46 tentang bagaimana memadukan kegiatan antara sektor kesehatan dan non-kesehatan, publik dan swasta maupun masyarakat untuk kepentingan bersama. Hal ini membutuhkan seperangkat sinergi kebijakan, yang sebagian berada di luar sektor kesehatan maupun pemerintah, dan harus tetap didukung oleh struktur dan mekanisme yang memungkinkan kolaborasi. Dengan cara ini akan terbangun legitimasi yang kuat sebagai dasar bagi semua pemangku kepentingan terkait untuk berkolaborasi sesuai peran baru mereka dalam berkontribusi untuk mencapai sasaran pembangunan kesehatan.

Gambar 11. Pendekatan Top-Down dan Bottom-Up

Gambar di atas memperlihatkan bahwa Pusdatin harus mampu menjadi sumber standardisasi dan diterapkan secara top-down, sedangkan berbagai aplikasi perangkat lunak e-Kesehatan/m-Kesehatan yang dibuat para pengembang diarahkan pada standar yang ditetapkan.

Melihat cakupan tanggung jawab di atas, maka kepemimpinan yang ideal untuk melakukan Monitoring dan Evaluasi (M&E), serta mengatasi berbagai tantangan dalam mengimplementasikan e-Kesehatan adalah melalui kepemimpinan kolektif dalam

7 7

(19)

suatu Tim Pengarah atau Komite e-Kesehatan Nasional (KeKN), yang terdiri dari para pakar dalam bidang TIK Kesehatan, baik dari internal Kemenkes, profesi kesehatan ataupun praktisi di bidang TIK. M&E perlu dilakukan secara partisipatif dan dikelola dengan bijaksana. Bila sistem M&E kurang dimanfaatkan atau dilakukan secara teknokratik tanpa melihat ruang lingkup M&E sesungguhnya, maka di samping akan menyebabkan pemborosan sumber daya, juga cenderung sangat merusak kualitas informasi yang dihasilkan serta mengundang pertanyaan atas manfaat keberlanjutan dari sistem itu sendiri47,48. Sebaliknya bila M&E dapat diterapkannya dengan baik, maka data kesehatan nasional akan merupakan data agregasi yang dihasilkan dari integrasi data individu secara bottom-up. Dengan cara ini pengelolaan administrasif secara hirarki akan tampak sbb49.

Keuntungan melalui kolaborasi ini antara lain:

Gambar 12. Pendekatan Partisipatif dalam Menyatukan Potensi di Daerah

Tantangan utama dalam mengimplementasikan sistem informasi (sisfo) yang baru adalah Manajemen Perubahan (Change Management) berupa resisten dari pengguna. Gambar di atas memperlihatkan apabila jalur B ditempuh, maka pada saat program aplikasi baru diimplementasi, lingkungan masih perlu waktu untuk dapat siap menerima pembaruan (X ke Y). Sebaliknya dengan tetap digunakannya sistem yang lama namun disempurnakan (dalam gambar angka 2, 3, 4, 5) oleh pengembang terkait (jalur A), maka masalah Manajemen Perubahan akan dapat dikurangi karena tidak merubah total pola kerja maupun tampilan layar dari aplikasi yang sudah menjadi kebiasaannya.

Tidak merubah bisnis proses yang merupakan kespesifikan daerah dengan variasi muatan lokal masing-masing. Pembangunan sisfo tidak dapat terlepas dari regulasi yang diberlakukan untuk suatu bisnis proses, sehingga keberadaan regulasi lokal yang berbeda untuk tiap daerah akan menjadi penyulit dan tidak mungkin dicakup dalam pembuatan aplikasi perangkat lunak secara terpusat.

Level Administratif Fungsi

Fasyankes (Fasilitas Pelayanan Kesehatan) Penemuan Kasus dan Pelayanan Kesehatan

Dinkes Kab/Kota ataupun Koordinator Lokal Monitoring dan Supervisi

Dinkes Provinsi Perencanaan Program dan Rencana Aksi Evaluasi

Kemenkes Formulasi Kebijakan

7 7

7 7

14

BULETIN JENDELA DATA & INFORMASI KESEHATAN, Semester 1, 2016

(20)

Pelatihan secara melekat yang dilakukan oleh masing-masing pengembang kepada penggunanya atas perubahan akibat penyempurnaan sistem sudah dapat teratasi sebagai bagian dari kerja sama antara pengembang dan pengguna. Pelatihan melekat pada saat dibutuhkan merupakan pra syarat agar pengguna dapat mahir dalam menggunakan program aplikasi, dan ini tidak mungkin dilakukan oleh tenaga dari pusat.

Masing-masing koordinator lokal, khususnya institusi pendidikan, maupun pengembang dapat turut melakukan berbagai inovasi maupun penelitian untuk penyempurnaan sistem. Sebagian hasil inovasi diharapkan dapat menjadi bahan untuk menyempurnakan e-Kesehatan.

Koleksi data kesehatan nasional dapat diakselerasi melalui pengembangan kerjasama antara Pusdatin dengan Koordinator Lokal maupun pengembang, dengan skenario kerja sama yang menguntungkan masing-masing pihak.

Rangkuman

e-Kesehatan merupakan fenomena global, sehingga pengembangan TIK di bidang kesehatan tidak dapat terlepas dari kepentingan internasional, regional, nasional maupun lokal. Ke empat kepentingan ini perlu diperhatikan secara seimbang dan tercermin dalam desain e-Kesehatan. Semua jenis data yang dibutuhkan untuk ke empat kepentingan di atas perlu dibangun menjadi data kesehatan nasional yang terintegrasi, sedangkan prioritas pembangunan TIK ditetapkan berdasarkan Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Kesehatan. Jenis data yang dikumpulkan menjadi data kesehatan nasional adalah data yang dapat mengambarkan profil kesehatan masyarakat Indonesia sesuai pedoman yang dibuat WHO, sedangkan data yang dibutuhkan semata-mata untuk kepentingan daerah disatukan dalam bank data masing-masing pemerintah daerah.

e-Kesehatan yang mencakup Sistem Informasi Kesehatan, Tele-Kesehatan dan Rekam Kesehatan Elektronik, memiliki banyak dimensi dan perlu diatur agar satu dengan lainnya dapat saling berinteraksi secara seimbang. Keberadaan pemerintah daerah yang memiliki otonomi dalam mengatur pelaksanaan kegiatan di bidang kesehatan, dapat menimbulkan program dan rencana aksi pengembangan TIK yang berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Agar semua kegiatan pengembangan TIK dapat terarah pada pencapaian sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Kesehatan, maka dibutuhkan:

 Peran sentral pemerintah pusat sebagai regulator e-Kesehatan perlu ditingkatkan, khususnya Pusdatin Kemenkes sebagai penanggung jawab pengembangan e-Kesehatan di Indonesia. Berbagai regulasi, standar maupun protokol sebagai dasar pengembangan program dan rencana aksi di daerah, baik yang berhubungan dengan substansi pelayanan kesehatan maupun infrastruktur, sudah sangat dibutuhkan agar inisiasi-inisiasi yang sudah mulai tumbuh dapat terarah pada pencapaian program kerja di bidang kesehatan.

 Keberadaan para pelaku usaha dan pengembang yang terus bertambah dan sudah banyak berperan dalam mengembangkan sistem di daerah perlu diarahkan dan dikoordinasikan agar tidak menambah pulau-pulau sistem informasi yang tidak terintegrasi.

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan yang menjadi tanggung-jawab Kementerian Kesehatan RI tidak dapat terlepas dari kualitas kerjasama antara K/L pemerintah terkait, swasta, organisasi profesi, berbagai asosiasi maupun masyarakat. Keberadaan para pelaku usaha maupun pengembang yang bertambah sejalan dengan meningkatnya permintaan dari sektor pemerintah maupun swasta perlu dikendalikan bersama secara terkoordinasi agar sumber daya serta sumber dana dari pemerintah yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efisien. Keberadaan Komite, Tim Inti dan atau Fokus Grup yang terdiri dari para pakar di berbagai bidang terkait perlu segera dibentuk untuk memperkuat peran sentral Pusdatin dalam mengendalikan pertumbuhan e-Kesehatan.

Daftar Pustaka

1 National eHealth strategy toolkit. © World Health Organization and International Telecommunication Union 2012

2 World summit on the information: Declaration of Principles. Building the Information Society: a global challenge in the new Millennium. Geneve 2003. Document WSIS-03/GENEVA/DOC/4-E

3 http://www.who.int/goe/data/en/

4 http://www.pusdatin.kemkes.go.id/article/view/13010100004/sejarah-pusdatin.html

(21)

6 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan

7 Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 192 tahun 2012 tentang Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan Indonesia 8 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 805/Menkes/SK/IV/2011 telah dibentuk Komite Ahli dan Tim Perumus Penyusunan Peraturan Pemerintah, Pedoman

dan Roadmap Sistem Informasi Kesehatan.

9 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja

10 Lampiran Peraturan Presiden RI Nomor 60 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 11 Kementerian PPN/Bappenas: Multi Lateral Meeting I: Prioritas Nasional: Kesehatan. Bappenas, 23 Februari 2016

12 Nila F. Moeloek: Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat. Rapat Kerja Kesehatan Nasional Regional Tengah, Denpasar, 15 Februari 2015 13 http://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/129-implementasi-e-health-di-indonesia-belum-efisien

14 Pusdatin Kemenkes: Arsitektur Enterprise e-Kesehatan. Desain Pendahuluan dan Metodologi Penyempurnaan Rancangan. Jakarta - 2015 15 Mia Octa Jala: Mengenal Siapa Itu GenY? HC Magazine #1, November - Desember 2012

16 Mary Elizabeth Burke, Generational Differences Survey Report. A Study by the Society for Human Resource Management, SHRM Research, August 2004 17 Sema Yigit & Kadir Aksay: A Comparison between Generation X and Generation Y in Terms of Individual Innovativeness Behavior: The Case of Turkish

Health Professionals. International Journal of Business Administration Vol. 6, No. 2; 2015

18 Bevly B, Valley S: Human Resources Managemens Style untuk Gen Y. HC Magzine #1, Nivember - Desember 2012 19 Building foundations for eHealth : Progress of member states : Report of the Global Observatory for eHealth. WHO 2006

20 Ardajat JJ.: Kebijakan Sektor Komunikasi dan Informatika Terkait E_Pemerintah Dalam RPJMN 2015-2019. Direktur Energi, Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/BAPPENAS, 2015

21 Sardjoko S.: Multilateral Meeting Tahap I. Prioritas Nasional: Kesehatan. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan. Bappenas 2016

22 Health Metrics Network: Guidance for the Health Information Systems (HIS) Strategic Planning Process . Version 6 – March 2009

23 Andrew Chetley A, editor: Improving health, connecting people: the role of ICTs in the health sector of developing countries. InfoDev, 31 May 2006 24 Permenkes Nomor 1691 tahun 2011 tentang Keselamaan Pasien Rumah Sakit

25 Peraturan Pemerintah RI Nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan

26 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

27 Hein M.A.: Telemedicine: An Important Force in the Transformation of Healthcare. International Trade Specialist, U.S. Department of Commerce, International Trade Administration. 2009

28 https://id.wikipedia.org/wiki/Telemedis

29 Amatayakul M.K.: Electronic Health Records. A Practical Guide for Professionals and Organizations. Copyright ©2004 by the American Health Information Management Association

30 An Introduction to Electronic Health Records. Copyright © 2011 by The McGraw-Hill Companies, Inc. 31 Federal Enterprise Architecture Framework. Version 2. CIO Council January 2013

32 UURI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 33 UURI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

34 UURI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 35 UURI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 36 UURI Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan

37 ISO 18308 :2011 Health Informatics – Requirements for an Electronic Health Record Architecture

38 ISO/ HL7 10781 :2015 Health Informatics - HL7 Electronic Health Records-System Functional Model Release 2 (EHR FM) 39 NEMA Digital Imaging and Communications in Medicine (DICOM) PS3.0-2015

40 Terminologi Primer: IHTSDO - Persyaratan Clinical SNOMED (SNOMED CT

41 WHO ICD-10: International Classification of Diseases (ICD) and its derivative classifications 42 WHO ICF: International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF)

43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan

44 Report of the WHO Global Observatory for Health: Building Foundations for eHealth. © World Health Organization 2006

45 Kickbusch I., Thorsten Behrendt T.: Implementing a Health 2020 vision: governance for health in the 21st century. Making it happen. World Health Organization 2013

46 Kwankam S.Y.:Successful partnerships for international collaboration in e-health: the need for organized national infrastructures. Bull World Health Organization 2012;90:395–397

47 Mackay K: How to Build M&E Systems to Support Better Government. ©2007 The International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank 48 Monitoring and Evaluation Systems Strengthening Tool. U.S. Agency for International Development (USAID) . http://www.cpc.unc.edu/measure

49 WHO: Developing Health Management Information Systems. A Practical Guide For Developing Countries. 2004

16

BULETIN JENDELA DATA & INFORMASI KESEHATAN, Semester 1, 2016

(22)

Kamus Data Kesehatan:

Pendukung Integrasi dan

Inter-operabilitas Sistem Informasi

Kesehatan di Indonesia

dr. Guardian Yoki Sanjaya

E-mail :

gysanjaya

@gmail.com

Latar Belakang

Sumber data kesehatan dapat berasal dari berbagai fasilitas kesehatan (rutin) dan juga sumber lain yang berbasis populasi. Pencatatan data rutin dilakukan oleh berbagai fasiltias pelayanan kesehatan baik layanan primer, sekunder dan tersier. Sedangkan pencatatan data populasi umumnya melalui survei yang dilakukan berkala. Berbagai instrumen sudah digunakan untuk proses pengumpulan data tersebut, terutama dengan pendekatan sistem informasi elektronik. Banyak Dinas Kesehatan telah mengembangkan Sistem Informasi Puskesmas (SIMPUS), rumah sakit dengan SIMRS, serta berbagai program kesehatan telah mengembangkan sistem informasi yang sangat spesifik seperti Kartini untuk program kesehatan ibu dan anak (KIA), EWARS untuk surveilans penyakit, SITT untuk tuberkulosis dan SIHA untuk HIV/AIDS. Idealnya data yang dikumpulkan dari berbagai sumber tersebut dapat diintegrasikan dalam satu data repository tertentu atau bank data kesehatan, agar dapat dianalisis sesuai kebutuhan.

Sayangnya pengembangan sistem berbasis elektronik tersebut belum memiliki acuan standar yang jelas dan justru mengancam terjadinya pulau-pulau informasi baru karena terbatasnya kemampuan untuk dipertukarkan satu sama lainnya (integrasi dan interoperabilitas). Salah satu kendalanya adalah kurangnya acuan standar dalam pengembangan sistem berbasis elektronik. Sistem informasi dikembangkan berdasarkan logika dan preferensi dari masing-masing pengembang. Selain itu, sedikit sekali referensi standar data yang tersedia untuk dijadikan acuan oleh pengembang sistem.

Dalam rangka untuk memastikan integrasi dan interoperabilitas antar berbagai sistem informasi yang menyediakan data kesehatan secara elektronik, perlu diidentifikasi kebutuhan data dan standar yang digunakan dalam transaksi elektronik tersebut. Beberapa negara seperti Australia, Malaysia, Pakistan, Filipina mengambil langkah dengan membuat Kamus Data Kesehatan Nasional (Health Data Dictionary) sebagai salah satu bagian penting untuk mendukung integrasi dan interoperabilitas antar sistem yang berbeda-beda.

Tahun 2012, Pusat Data dan Informasi telah menyusun dataset minimal berdasarkan kebutuhan unit-unit utama yang ada di Kementerian Kesehatan RI. Kemudian, pada tahun 2014 mulai dibuat kamus data kesehatan (Health Data Dictionary atau HDD) yang dapat diakses di http://idn-hdd.depkes.go.id. HDD tahap awal tersebut baru mengakomodasi beberapa dataset seperti dataset orang, dataset klaim RS dan dataset penyakit menular (tuberkulosis, malaria dan HIV/AIDS). Sebagaimana kamus data kesehatan lainnya, kamus data perlu dikembangkan dan dipelihara untuk mengakomodasi transaksi elektronik lainnya seperti rekam medis elektronik, registrasi penyakit, pelaporan rutin dan bridging antar sistem informasi.

7

(23)

Pengertian Umum dan Definisi

Kamus data kesehatan atau dikenal juga dengan Health Data Dictionary (HDD) secara sederhana adalah suatu set informasi yang menjelaskan jenis data yang dikumpulkan dalam database, format, struktur, dan bagaimana data digunakan. Dalam banyak hal, kamus data dapat dianggap sebagai aturan di mana semua sistem informasi kesehatan harus mengikuti standar tersebut untuk mencapai interoperabilitas semantik1. Kamus data terdiri dari daftar data element yang berisi informasi data kesehatan sebagai rujukan standar berbagai entitas dalam mengelola informasi kesehatan. Sebuah kamus data menyediakan daftar nama, definisi, dan atribut dari data element yang bersifat deskriptif dan akan digunakan dalam suatu sistem informasi (metadata). Metadata berisi atribut atau karakteristik seperti panjang data element, tipe data (misalnya, alfanumerik, numerik, tanggal, simbol-simbol khusus), frekuensi data (wajib atau tidak), value atau constraint yang telah diatur.

Kamus data kesehatan juga dapat diartikan sebagai referensi standar pada pengembangan sistem informasi kesehatan nasional, sehingga dapat dijadikan syarat dan protokol yang perlu digunakan untuk pengumpulan data kesehatan. Istilah-istilah yang ada dalam kamus data kesehatan (HDD) mencerminkan cakupan yang luas dari pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat yang ada di suatu negara. Kamus data kesehatan dapat dijadikan referensi bagi orang-orang yang terlibat dalam proses pengumpulan data baik melalui survei atau data rutin (administratif dan klinis). Kamus data kesehatan akan membantu untuk memaksimalkan konsistensi dan komparabilitas data dan informasi kesehatan antar individu, organisasi atau antar wilayah.

1 Diadopsi dari http://blog.healthlanguage.com/what-is-a-data-dictionary-and-what-role-does-it-play-in-semantic-interoperability

Tujuan Pengembangan Kamus Data Kesehatan Nasional

Beberapa tujuan dari pengembangan kamus data kesehatan nasional antara lain:

1. Menyediakan referensi data kesehatan untuk dapat digunakan oleh individu dan organisasi yang terlibat dalam melakukan pengumpulan data, penyimpanan dan penggunaan data dan informasi kesehatan. Terutama bagi pihak ketiga (vendor dan software house) yang membantu organisasi kesehatan dalam menyediakan aplikasi berbasis elektronik.

2. Membantu konsensus antara pemangku kepentingan dalam memberikan pemahaman semantik dari data element yang digunakan dalam pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat.

3. Untuk memastikan keseragaman, keandalan dan konsistensi data kesehatan dalam rangka memfasilitasi pengumpulan informasi dan pertukaran data elektronik.

4. Untuk menyesuaikan aplikasi yang telah digunakan dengan protokol dan standar yang disepakati secara nasional. 5. Selain menyamakan protokol pengolahan data kesehatan yang disepakati secara nasional, sedapat mungkin konsisten

dengan standar internasional yang telah banyak digunakan.

Manfaat Kamus Data Kesehatan

Interoperabilitas menjadi kata kunci pentingnya kamus data kesehatan. Interoperabilitas adalah kemampuan sistem yang berbeda-beda untuk dapat berkomunikasi satu sama lainnya. Interoperabilitas perlu mengakomodasi 2 kemampuan secara bersamaan, yaitu:

1. Kemampuan sintaksis: yaitu kemampuan berkomunikasi dan bertukar data melalui format data tertentu dan protokol komunikasi yang telah disepakati.

2. Kemampuan semantik: kemampuan untuk menafsirkan/mengartikan informasi yang dipertukarkan secara sama, akurat dengan jelas.

Dalam konteks ini sebuah aplikasi / sistem akan berkomunikasi dalam infrastruktur TI khusus, dimana harus dapat menjawab 3 pertanyaan penting yaitu Bagaimana pesan dikirimkan? Bagaimana data kesehatan dalam pesan tersebut disusun? dan Bagaimana sistem lain dapat memahami data tersebut? Sebuah sistem akan mengirim pesan dengan struktur pesan (message) dokumen elektronik yang telah ditentukan. Di dalam sebuah pesan tersebut telah ditentukan data kesehatan apa saja yang dikirimkan seperti informasi pasien (nama, jenis kelamin, tanggal lahir dan sebagainya), informasi klinis (diagnosis, tindakan

7

18

TULISAN TERKAIT TOPIK

(24)

medis dan lain sebagainya) dan atribut lain seperti informasi pengirim. Sistem lain dapat memahami isi dari pesan jika masing-masing sistem memiliki metadata (data dari data) dan konten yang sama. Contoh sederhana dari standar konten data kesehatan yang umumnya digunakan antara lain ICD 10 untuk data diagnosis, SNOMED CT untuk data terminologi klinis, LOINC untuk data Laboratorium dan identifikasi dokumen dan lain sebagainya.

Beberapa manfaat lain adanya kamus data kesehatan nasional antara lain:

 Menghindari penggunaan sumber daya untuk menciptakan standar data kesehatan yang sama oleh masing-masing pengembang sistem informasi.

 Sistem informasi yang dikembangkan oleh berbagai organisasi, vendor atau individual dapat langsung sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.

 Pihak otoritas dapat memperoleh data yang dapat dibandingkan antara satu sumber dengan sumber lainnya walaupun menggunakan sistem/platform yang berbeda.

 Mendukung pengembangan Bank Data Kesehatan baik di level kabupaten/kota, provinsi maupun nasional yang merupakan integrasi data dari berbagai sumber data rutin dan tidak rutin.

Kesinambungan Kamus Data Kesehatan

Bercermin pada pengalaman di negara lain, kamus data kesehatan dikembangkan secara berkesinambungan dengan mempertimbangkan prioritas dari negara yang bersangkutan. Kamus data kesehatan berkaitan dengan 1). Terminologi data kesehatan, 2). Standar klasifikasi dan koding data kesehatan, 3). Penyimpanan data kesehatan dalam database dan 4). Pertukaran data kesehatan (integrasi dan interoperabilitas), sehingga memerlukan langkah yang sistematis penyusunannya. Gambar berikut merupakan framework pengembangan HDD nasional.

Gambar 1. Kerangka Pengembangan dan Kesinambungan Kamus Data Kesehatan Nasional

Pertama, secara nasional perlu dibentuk komite standar data kesehatan nasional atau yang sejenis, Adanya komite tersebut menunjukkan bahwa pengembangan kamus data memiliki wadah yang jelas dan landasan hukum yang kuat. Beberapa negara seperti Australia, membentuk struktur organisasi nasional khusus yang mengelola kamus data kesehatan dan kegiatan-kegiatan terkait, baik penyusunan regulasi, pengembangan kamus data, monitoring dan evaluasi penggunaan kamus data di lapangan.

Kedua, diperlukan langkah-langkah yang sistematis untuk menyusun kamus data kesehatan sesuai dengan prioritas nasional. Diawali dengan analisis kebutuhan data yang perlu diakomodasi, melakukan harmonisasi, menentukan dataset dan mendefinisikan data element. Secara hirarkis, kamus data tersusun dari 3 komponen, yaitu:

1. Dataset: yang merupakan kelompok dan atau sub-kelompok (kategori data) dari data element. Pengkategorian dataset

(25)

dilakukan sesuai kebutuhan dan prioritas nasional. Sebuah dataset dapat terdiri dari banyak data element.

2. Data element: Satuan data terkecil (atomik) yang memiliki arti tersendiri (semantik). Satu data element dapat digunakan di beberapa dataset sesuai kebutuhan.

3. Metadata: Informasi untuk setiap data element, yang terdiri dari informasi deskriptif dari data element (dapat berupa definisi data element, nama pendek, nama panjang) dan informasi teknis dari data element (tipe data, panjang karakter, value data dan referensi data).

Pendekatan yang umumnya digunakan adalah pendekatan konsensus (Malaysia, Arab Saudi menyusun protokol konsensus dalam menentukan dataset dan data element yang digunakan). Konsensus mengumpulkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk menetapkan secara bersama-sama terhadap kamus data yang dikembangkan. Dalam melakukan konsensus diperlukan beberapa pendekatan seperti:

1. Harmonisasi kebutuhan dataset dan data element dengan mengidentifikasi standar lokal, nasional dan atau internasional yang telah ada untuk dipertimbangkan dalam pembuatan kamus data.

2. Mendefinisikan atau menyusun kamus data dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait melalui serangkaian workshop atau pertemuan, sampai memperoleh kesepakatan terhadap kamus data.

Ketiga, penggunaan instrumen atau tools untuk mendokumentasikan kamus data kesehatan yang telah disepakati sehingga dapat dilihat dan diakses oleh pihak-pihak yang membutuhkan. Pada umumnya instrumen tersebut berupa aplikasi kamus data kesehatan yang dikembangkan secara khusus, sehingga memudahkan dalam mengelola kamus data. Penggunakan aplikasi juga bertujuan untuk menjaga konsistensi kamus data, menghindari duplikasi, memberikan akses kepada publik dan memberikan peluang keterlibatan publik dalam pengembangan kamus data kesehatan. Aplikasi kamus data bahkan dapat memberikan layanan (web service) terhadap standar yang telah ditetapkan secara nasional agar dapat dipakai oleh pengembang sistem informasi kesehatan.

Keempat, penggunaan kamus data kesehatan secara nasional. Setelah kamus data tersedia, tantangan berikutnya adalah bagaimana kamus data tersebut digunakan sehingga memberikan manfaat sebagaimana tujuan awal dikembangkannya kamus data kesehatan. Beberapa strategi penggunaan kamus data dapat dilakukan dengan cara:

1. Memberikan layanan kamus data kepada publik, dari yang paling sederhana seperti fasilitas browsing kamus data, layanan web service sampai memberikan peluang bagi pengguna untuk mengusulkan, memodifikasi dan memberikan komentar terhadap kamus data yang telah disusun.

2. Membuat regulasi terhadap pengembangan dan penggunaan kamus data kesehatan secara nasional.

3. Melakukan tes kepatuhan terhadap standar data dan ujicoba integrasi dan interoperabiltias sistem informasi yang digabungkan dengan mekanisme sertifikasi dan atau benchmarking sistem informasi.

4. Monitoring dan evaluasi dengan mengembangkan indikator yang tepat, terutama dalam menjawab tantangan integrasi dan interoperabilitas antar sistem.

Penutup

Kamus data kesehatan merupakan salah satu pendekatan untuk mencapai integrasi dan interoperabiltias sistem informasi nasional. Beberapa pendekatan lain diperlukan untuk mendukung isu tersebut seperti:

 Secara politis mendapatkan dukungan penuh dari pengambil keputusan tertinggi, seperti Kementerian Kesehatan.

 Kerjasama tim lintas disiplin dan kerjasama yang baik di antara para pemangku kepentingan (regulator, penyedia layanan kesehatan, pihak penjamin, pengembang sistem informasi dan akademisi).

 Dukungan terhadap pemanfaatan sistem informasi elektronik di lapangan (rumah sakit, Puskesmas, dinas kesehatan) sehingga mendorong perubahan ke sistem komputerisasi.

 Sosialisai melalui pendidikan formal dan non formal yang berkelanjutan terhadap kepentingan integrasi dan

20

TULISAN TERKAIT TOPIK

Gambar

Gambar 1. Fokus Penguatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2. Demografi Penduduk Indonesia dalam Kelompok Generasi
Gambar 3. Perencanaan Terintegrasi Pembangunan Kesehatan
Gambar 4. Tahapan Perencanaan dan Implementasi Sistem Informasi Kesehatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan Sistem Informasi Persediaan Alat Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun adalah sistem informasi yang menangani tentang persed iaan alat kesehatan

Eva Yanti Nainggolan : Sistem Jaringan Informasi Kesehatan Di Kantor Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2005... Eva Yanti Nainggolan : Sistem Jaringan Informasi Kesehatan

Integrasi dan penyederhanaan sistem-sistem informasi (pelaporan) yang ada. Pelaksanaan pengumpulan dan pemanfaatan data dan informasi terintegrasi. Pengembangan teknologi dan

Pengembangan sistim informasi kesehatan nasional (SIKNAS) merupakan pengembangan sistem informasi kesehatan yang menyeluruh dan terintegrasi di setiap tingkat administrasi

MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT KONSENTRASI: SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KESEHATAN  UNIVERSITAS DIPONEGORO 2005 ABSTRAK

Implementasi: sistem informasi yang perlu dikembangkan adalah: Sistem Informasi Asuransi Kesehatan Pasien-Perusahaan Asuransi (SIAK-P-PA), Sistem Informasi Asuransi

Besarnya cakupan pelayanan, kompleksitas tugas dan tantangan teknologi ini mendasari penggunaan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian SIMPEG pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Niat Penggunaan Sistem Tingkat kepuasan pengguna sistem informasi kesehatan lebih tinggi di kala- ngan dokter yang mempunyai niat yang le- bih tinggi terhadap penggunaan sistem skor