• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

11. Dinding sel

Semakin tebal dinding sel kayu, maka semakin banyak jumlah air terikat yang harus dikeluarkan dari dalam kayu dibandingkan dengan kayu yang memiliki dinding sel tipis. Dinding sel yang tebal juga menyebabkan masa kayu yang harus dilewati secara difusi oleh air lebih banyak; selain itu masa kayu yang mengalami penyusutan juga lebih besar, sehingga dapat mendorong terjadinya cacat deformasi ataupun retak permukaan dan retak ujung (Tobing 1988).

12. Parenkim

Kayu dengan parenkim berbentuk pita apalagi yang kondisinya rapat beraturan dapat memudahkan keluarnya air ke arah tebal dan lebar sortimen. Sehingga pengeringannya relatif cepat (Pandit 2008).

Sifat pengeringan kayu juga dipengaruhi oleh sifat fisis seperti diantaranya:

Berat jenis

Berat jenis merupakan suatu indikator yang dapat digunakan untuk menduga mudah atau tidaknya suatu kayu dikeringkan. Kayu yang memiliki berat jenis tinggi pada umumnya mempunyai sifat pengeringan yang lebih lambat serta

kemungkinan mengalami cacat yang lebih besar dibandingkan kayu yang berat jenisnya rendah (Walker 2007).

Penyusutan (shirinkage)

Penyusutan adalah penurunan dimensi kayu akibat keluarnya air terikat dari dinding sel. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyusutan kayu antara lain: kadar air, kerapatan, struktur/anatomi kayu, kadar ekstraktif, kandungan/komposisi bahan penyusun kimia (Tsoumis 1991).

Faktor kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pengeringan menurut Tsoumis (1991), antara lain :

Temperatur

Panas merupakan energi yang diperlukan oleh molekul air untuk melepaskan ikatan antar sesama molekul air pada air bebas yang berada didalam rongga sel, dan untuk melepaskan ikatan gugus hidroksil pada air terikat. Ketersediaan panas haruslah cukup, sehingga terjadi pergerakan air dari dalam menuju permukaan kayu.

Kelembaban relatif

Kelembaban rei merupakan penentu kapasitas pengeringan. Rendahnya nilai kelembaban relatif mengakibatkan semakin tingginya air yang dapat di tampung udara yang di uapkan dari dalam kayu, sehingga kadar air kayu dapat semakin rendah.

Sirkulasi udara

Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan kayu, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan berjalan denganbaik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan

Tekanan Udara

Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tetampung dan disingkirkan dari bahan. Sebaliknya jika tekanan udara

semakin besar makaudara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap airterbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan

Mekanisme Pengeringan Kayu

Keluarnya air dari dalam kayu terjadi secara lambat dan bertahap. Bila kayu basah diletakan pada suatu ruangan, maka air akan keluar dari permukaan kayu sehingga terjadi kondisi yang dinamakan gradien kadar air kayu, yaitu bagian permukaan kayu lebih kering dari pada bagian dalamnya. Hal ini mengakibatkan air dari bagian dalam kayu bergerak keluar. Air dalam kayu bergerak ke segala arah. Pergerakan air yang paling cepat terjadi pada arah longitudinal, sedangkan yang paling lambat terjadi pada arah tangensial. Air ini dapat bergerak dalam bentuk caian (air bebas dan air terikat) maupun dalam bentuk uap (Coto 2004).

Pada proses pengeringan kayu buatan terdapat tahapan-tahapan dalam pengeringan yang mencakup periode laju konstan dan periode laju menurun yang dapat terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 10. Tahapan laju pengeringan hydroscopic (Mujumdar,2006) Laju pengeringan adalah banyaknya uap air yang keluar dari bahan pada selang waktu tertentu. Kadar air pada saat laju pengeringan bahan berubah dari laju pengeringan konstan ke laju pengeringan menurun seperti gambar diatas, disebut kadar air kritis (critical moistur content) yaitu kadar air terendah yang akan dicapai selama priode tertentu.

Penambahan laju pengeringan dari laju pengeringan konstan menjadi laju pengeringan turun. Koefisien difusi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pengeringan dan untuk pemodelan sifat-sifat. higroskopis dari kayu (Fotsing,2000). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan konstan menurut Brooker et al (1973) dalam Simarmata (1994) adalah kecepatan aliran udara, suhu udara dan kelembaban udara

Karakteristik kurva pengeringan pada banyak bahan hydroscopic mengalami periode laju pengeringan konstan dengan awal yang cepat selama lapisan air pada permukaan bahan cukup banyak, selanjutnya diikuti periode laju pengeringan menurun yang lebih lambat

Laju pengeringan menurun akan sebanding dengan penurunan kadar air selama pengeringan. Permukaan partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi ditutupi oleh lapisan air. Jumlah air terikat semakin lama akan berkurang, yang disebabkan proses migrasi dari bagian dalam ke permukaan secara difusi (Henderson and Perry,1976)

Tobing (1988) menerangkan bahwa terdapat beberapa gaya yang mempengaruhi pergerakan air secara simultan. Beberapa gaya tersebut antara lain ialah :

 Gaya kapiler menyebabkan air bebas bergerak dari lumen, melalui noktah dan membran sel. Gaya ini berhenti ketika kayu mencapai kadar air dibawah titik jenuh serat.

 Perbedaan tekanan uap air menyebabkan uap air bergerak dari lumen, melalui noktah, membran noktah dan ruang antar sel. Gerakan ini efektif pada temperature tinggi dan pada kayu dengan berat jenis rendah.

 Perbedaan kadar air menyebabkan air bergerak melalui dinding sel. Gerakan ini penting pada pengeringan kayu dengan temperatur rendah. Budianto (1996) menerangkan, bahwa mekanisme keluarnya air dari dalam kayu dipengaruhi oleh permeabilitas kayu, proses difusi dan penguapan. Difusi ini dialami uap air dan air terikat dalam kayu.

Metode Pengeringan Kayu

Metode pengeringan kayu secara umum terbagi menjadi dua, yaitu metode pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami sering disebut juga

pengeringan udara. Pengeringan alami dilakukan dengan menumpuk kayu menurut susunan tertentu dan membiarkan tumpukan itu beberapa lama di lapangan pada kondisi terbuka ataupun dibawah naungan (Budianto 1996).

Metode pengeringan alami banyak dilakukan sebagai perlakuan awal untuk membantu mangurangi cacat serta mempercepat waktu pada pengeringan buatan. Adapun kelemahan pengeringan alami yaitu sangat dipengeruhi kondisi cuaca dan lokasi, sulit mencapai kadar air 15%, perlu pencegahan terhadap serangan berbagai organisme perusak kayu selama proses pengeringan, waktu pengeringan relatif lama dan perlu areal yang cukup luas. Maka dikembangkanlah sistemsistem pengeringan lain guna menjamin kelangsungan proses produksi serta untuk mengurangi cacat pengering yang terjadi, yaitu dengan sistem pengeringan buatan (Coto 2004).

Sistem pengeringan buatan tidak tergantung pada kondisi cuaca. Beberapa model pengeringan buatan, antara lain ialah :

a. Metode pengeringan dehumidifer b. Metode pengeringan vakum c. Metode pengeringan fan

d. Metode pengeringan kilang pengering (konvensional) Metode pengeringan dehumidifier

Pengeringan dehumidifier berprinsip memanaskan udara agar air dalam kayu terevaporasi keluar dilanjutkan dengan penurunan kelembaban udara. Air yang menguap dari kayu menjadikan udara disekitarnya lembab. Udara lembab tersebut dikondensasikan oleh mesin melalui proses pendinginan udara. Air kondensasi tersebut dibuang keluar kilang, sedangkan udara kering disirkulasikan lagi didalam kilang melalui elemen pemanas. Udara panas dan kering tersebut kembali menguapkan air dari kayu. Proses tersebut terus berulang selama pengeringan (Budianto 1997).

Metode pengeringan vakum

Sistem pengeringan vakum bekerja berdasarkan prinsip pemanasan dan penurunan tekanan udara untuk mengevaporasi kandungan air dalam kayu. Sistem ini cukup baik untuk proses pengawetan ( Budianto 1997)

Menggunakan penukar kalor dalam ruang pengering. panas tersebut bersumber dari elemen pemanas disirkulasikan menggunakan kipas dan diarahkan ruang pengering.Pada saat yang sama udara di keluarkan dari ruang pengering dengan menggunakan pompa vakum sehingga tekanan udara di ruang pengering di bawah 1 atm. Penguapan air berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan sistem pengering kovensional, dengan tekanan rendah dan temperatur didih air lebih rendah sehingga energi dan waktudapat di efesienkan dengan sistem pengeringan vakum dapat menggurangi kekurangan yang terjadi pada sistem pengeringan konvensional

Dalam pengeringan vakum, kayu yang ditempatkan dalam ruang pengering yang ketat. Sistem pengeringan vakum menarik vakum pada kayu sehingga air di kayu mendidih dan ditarik keluar dari kayu (Simpson 1984). Metode pengeringan fan

Metode pengeringan ini dilakukan menggunakan fan (kipas), yang cukup efektif untuk mengeringkan kayu yang tergolong mudah dikeringkan dan kadar airnya masih tinggi. Pengeringan menggunakan fan ini berprinsip kepada kecepatan udara yang mempengaruhi penyebaran molekul air yang keluar dari kayu ke udara sekitarnya. Tapi menurut Coto (2004) percepatan sirkulasi udara tidak berpengaruh nyata terhadap kayu yang sulit untuk dikeringkan dan kadar airnya rendah.

Metoda pengeringan konvensional (kilang pengering)

Coto (2004) menerangkan, kilang pengering kayu konvensional paling sering digunakan karena pengoprasiannya mudah, efisien dan ekonomis. Prinsip yang digunakan dalam metoda pengeringan ini adalah mengalirkan udara panas dari sumber panas melalui uap air dan diradiasikan melalui udara oleh plat metal. Udara panas bergerak keatas. Dinding atas dan sekat akan mengarahkan udara ke tumpukan kayu sehingga air keluar dari dalam kayu. Udara di sekitar kayu menjadi lembab dan bergerak ke bawah. Sebagian uap air udara tersebut akan mengembun dan jatuh ke dasar kilang. Adanya sekat, lantai dan dinding mengarahkan pergerakan udara ke plat metal, menyerap panas, bergerak ke atas

dan seterusnya berkelanjutan hingga kayu pada tumpukan tersebut mengering. Metode pengeringan ini dapat digunakan untuk semua jenis kayu.

Selain metode pengeringan yang telah dijelaskan di atas, teknik penumpukan memiliki peranan yang cukup penting dalam menentukan lamanya pengeringan kayu. Kayu yang ditumpuk secara berlapis dipisahkan oleh ganjal (sticker). Peletakan sticker dalam penumpukan ini harus tersusun lurus dari bagian bawah hingga bagian atas (vertically alignment) dengan jarak antar sticker tersusun dengan teratur. Hal ini bertujuan agar sirkulasi udara masuk kedalam tumpukan kayu secara merata. Pemberian beban yang cukup dibagian atas tumpukan dan pengaturan jarak ganjal yang baik akan menghasilkan kualitas kayu kering yang baik pula.

Martawijaya dan Barly (1995), Rasmussen (1961), He dan Lin (1989) menyarankan percepatan pengeringan dengan melakukan kombinasi pengeringan alami dan pengeringan konvensional. Selain itu, pemberian uap air panas (pengukusan) kayu selama 12-24 jam menjelang akhir pengeringan dapat memulihkan cacat collapse (McMillen 1978, diacu dalam Basri 2000), namun demikian teknik ini tidak selalu cocok untuk setiap jenis kayu, terutama kayu muda. Pengaruh suhu pengukusan yang tinggi dalam waktu yang lama juga dikhawatirkan akan menurunkan kekuatan kayu tersebut (Basri et al 2000).

Cacat Pengeringan Kayu

Pada penelitian sifat dasar pengeringan, sebagian besar contoh uji kayu yang didapat merupakan kayu berdiameter kecil (diameter 30 – 40 cm). Kayu diameter kecil juga dapat dikategorikan sebagai kayu muda yang memiliki kelemahan antara lain ialah cukup banyak mengandung serat spiral, rasio penyusutan tengensial/radial yang besar, dinding sel relatif tipis dengan sudut mikrofibril dalam dinding sel yang besar sehingga penyusutan longitudinalnya besar. Kondisi tersebut menyebabkan sortimen dari kayu diameter kecil cenderung berubah bentuk (warping), dan atau collapse pada saat dikeringkan (Walker 2007)

Menurut Walker (2007), terdapat beberapa cacat kayu yang sering terjadi dalam proses pengeringan diantaranya sebagai berikut :

Perubahan warna (staining)

Perubahan warna dapat terjadi karena serangan jamur pewarna terutama pada kayu segar hal ini dapat ditangani dengan meminimalisir waktu antara penebangan dengan pengolahannya. Penumpukan kayu perlu dilakukan secepatnya agar permukaannya cepat mengering dan mencapai kadar kurang dari 20%. Pewarnaan pada kayu hasil pengeringan dapat juga terjadi oleh ganjal yang digunakan, serta bahan-bahan dalam ruang pengering yang mengalami kondensasi seperti karat pada besi.

Cacat bentuk (warping)

Cacat bentuk pada umumnya terjadi akibat perbedaan susut pada arah radial dan tangensial (Walker 2007). Terjadinya cacat bentuk ini dapat juga disebabkan kesalahan dalam pemilihan jadwal pengeringan serta proses penumpukan kayu yang tidak benar. Beberapa jenis perubahan bentuk yang sering dijumpai dapat dilihat pada gambar 1,2, dan 3 (Tsoumis 1991)

Gambar 11. Cacat bentuk dalam pengeringan: (a) memangkuk (cuping) (b) membusur (bowing) (c) memuntir (twisting) (d) diamonding (e) membungkuk (crook).

Tegangan sisa pengeringan (case hardening)

Case hardening merupakan tegangan sisa yang terjadi dipermukaan kayu. Cacat ini tampak pada waktu pengerjaan kayu dan sangat mengganggu pada saat kayu akan diserut atau dipotong. Untuk mengetahui ada tidaknya cacat jenis ini dapat dilakukan uji garpu (Gambar 12) pada kayu (Walker 2007).

Gambar 12. Kondisi kayu dalam uji garpu: (a) kondisi awal kayu; (b) tidak terjadi casehardening ; (c) terjadi casehardening (d) reserve casehardening. Retak (checking)

Retak pada kayu dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu retak permukan (surface check) dan retak ujung (end check) dan retak dalam (honey comb). Menurut Tsoumis (1991), retak diakibatkan perubahan dimensi yang tidak sama antara permukaan kayu dengan bagian dalamnya. Retak pada umumnya terjadi pada sepanjang jari-jari karena merupakan bagian terlemah pada kayu.

Gambar 13. Cacat retak permukaan (a) cacat pecah ujung (b) (Bergman, 2010) Retak dalam dapat disebabkan oleh retak permukaan yang berkelanjutan atau karena besarnya tegangan tegak lurus serat melebihi kekuatan yang kayu tersebut. Cara untuk menghindari terjadinya cacat ini adalah dengan memberikan kelembaban udara yang tinggi pada permulaan pengeringan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi ( Walker 2007).

Gambar 14. Cacat honeycombing pada papan quartersawn (a) dan pada papan flatsawn (b) (Bergman, 2010)

Collapse

Apabila kadar air kayu cukup tinggi, rongga sel penuh berisi air, maka bila terjadi proses pengeringan yang sangat cepat, air bebas akan bergerak dari dalam rongga sel kayu keluar melalui kapiler yang berakibat tegangan vakum pada lumen sehingga dinding sel mengalami collapse. Collapse terjadi pada kayu ketika tegangan kapiler di rongga sel melebihi keteguhan tekan tegak lurus serat (Walker 2007).

Gambar 15.Kayu yang mengalami collapse.

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa collapse merupakan penyusutan sel yang sangat parah sehingga permukaan papan tampak berkerut (Gambar 7). Agar cacat collapse dapat dihindari, maka kayu yang rawan collapse perlu mendapatkan pengeringan pendahuluan (predrying) dengan suhu rendah selama beberapa hari atau dilakukan pengeringan alami dalam beberapa minggu. Selain itu terdapat beberapa cara yang menjelaskan pencegahan terjadinya collapse, antara lain ialah :

1. Mengganti air yang berada dalam kayu dengan cairan lain yang mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah dari air, seperti metanol dan etanol, sehingga tegangan cairan yang terbentuk lebih kecil. Namun usaha ini masih terlalu mahal untuk diterapkan walaupun usaha ini berhasil mencegah collapse (Siau 1984)

2. Usaha yang cukup efektif dan efisien untuk mencegah collapse adalah dengan menggunakan kondisi awal pengeringan yang lunak, karena suhu yang tinggi dan kondisi pengeringan yang terlalu keras pada awal pengeringan merupakan penyebab utama sel collapse (Hadi 1987).

Jadwal Pengeringan Kayu

Menurut Coto (2004), jadwal pengeringan adalah pengaturan faktor pengering (kelembaban dan suhu) pada setiap tahapan pengeringan agar waktu pengeringan dapat dilakukan sesingkat-singkatnya dan cacat yang terjadi pada kayu yang dikeringkan pun seminimal mungkin. Basri (1990) menjelaskan bahwa jadwal pengeringan sangat penting dalam pengeringan kayu. Jadwal pengeringan yang lazim digunakan ialah yang perubahan suhu dan kelembabannya berdasarkan kadar air kayu yang dikeringkan. Jadwal pengeringan yang berbasis kadar air merupakan pedoman umum yang memuat langkah-langkah perubahan suhu dan kelembaban udara berdasarkan kadar air rerata kayu.

Basri dan Rahmat (2001) menerangkan bahwa jadwal pengeringan kayu ditetapkan secara individual atau per jenis kayu melalui beberapa kali percobaan pengeringan. Untuk menetapkan suhu dan kelembaban awal hingga akhir pengeringan agar kayu dapat mengering dalam waktu yang optimal tanpa merusak kualitas kayu, diperlukan pengetahuan dasar tentang sifat pengeringan kayu. Pendugaan sifat pengeringan kayu yang lazim didasarkan pada berat jenis kayu, kayu yang memiliki berat jenis yang kurang lebih sama, diduga memiliki sifat pengeringan yang sama.

Menurut Basri (1990), jadwal pengeringan umumnya dibuat dengan melakukan pengujian pengeringan pendahuluan (sifat dasar pengeringan) menggunakan suhu tinggi (100 °C). Pengujian pendahuluan ini ditujukan untuk menduga sifat pengeringan (kepekaan) kayu dalam dapur pengering. Hasil pengujian pendahuluan ini dapat digunakan untuk merancang jadwal pengeringan dasar melalui evaluasi tingkat cacat yang terjadi pada contoh uji selama pengeringan hingga mencapai berat kering tanur. Kemudian jadwal pengeringan diuji lagi di dapur pengering percobaan. Cacat pengeringan yang diamati ialah yang terkait dengan dampak proses pengeringan seperti retak/pecah ujung dan permukaan, retak dalam serta deformasi (collapse).

Evaluasi pengamatan tingkat cacat dibuat dengan menggunakan sistem skala. Cacat pecah/retak permukaan kayu menggunakan skala 1-8, 1-6 skala untuk retak bagian dalam dan deformasi. Semakin tinggi skala yang digunakan, maka semakin parah tingkat cacat yang terjadi pada contoh uji kayu. Walaupun dari

seluruh contoh uji hanya satu contoh uji saja yang mengalami cacat terparah, maka penetapan suhu dan kelembaban tersebut mengacu terhadap tingkat cacat yang terparah (Basri 1990).

Perpindahan Panas dan Massa

Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air,uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke mediumsekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macamtahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas.

a. Perpindahan Panas Konduksi - Perpindahan kalor secara perambatan atau konduksi adalah perpindahan kalor dari suatu bagian benda padat ke bagian lain dari benda padat yang sama, atau dari benda padat yang satu ke benda padat yang lain karena terjadi persinggungan fisik atau menempel tanpa terjadinya perpindahan molekulmolekul dari benda padat itu sendiri

Hubungan dasar untuk perpindahan panas dengan cara konduksi diusulkan oleh ilmuwan perancis, Fourier dalam tahun 1882. hubungan ini menyatakan bahwa qk, laju aliran panas dengan cara konduksi dalam suatu bahan, sama dengan hasil kali dari tiga besaran berikut

1. k, Konduksi termal bahan (W/m . 0C)

2. A, luas penampang melalui panas mengalir dengan cara konduksi, yang harus diukur tegak lurus terhadap aliran panas (m²)

3. dT/dx, gradien suhu pada penampang tersebut, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x (0C/m)

b. Perpindahan Panas Konveksi - Perpindahan kalor secara aliran atau konveksi adalah perpindahan kalor yang dilakukan oleh molekul-molekul suatu fluida (cair atau gas). Molekulmolekul fluida tersebut dalam gerakannya melayang kesana-kemari membawa sejumlah kalor . Konveksi adalah perpindahan panas melalui

media gas atau cairan seperti udara di dalam es dan air yang dipanaskan di dalam ceret. Udara bersinggungan dengan pipa-pipa Evaporator yang dingin di dalam lemari. Udara mengambil panas, udara akan merenggang dan menjadi ringan, kemudian mengalir lagi ke atas sampai udara bersinggungan lagi dengan pipa evaporator

c. Perpindahan Panas Radiasi - Perpindahan kalor secara pancaran atau radiasi adalah perpindahan kalor suatu benda ke benda yang lain melalui gelombang elektromagnetik tanpa medium perantara. Bila pancaran kalor menimpa suatu bidang, sebagian dari kalor pancaran yang diterima benda tersebut akan dipancarkan kembali (re-radiated), dipantulkan (reflected) dan sebagian dari kalor akan diserap

d. Perpindahan Massa - Mass diffusion adalah perpindahan massa yaitu berupa atom atau melekul di dalam sebuah bahan atau melewati batas antara dua bahan yang bersinggungan. Hal ini biasa terjadi pada bahan dalam kondisi cair dan gas, tetapi juga pada kondisi padat. Pada zat padat, gerakan atom difasilitasi oleh adanya imperfection pada struktur kristalnya.

Faktor yang mempengaruhi mass diffusion adalah :

o suhu, semakin tinggi suhu maka mass diffusion semakin besar

o Gradien konsentrasi dc/dx,yaitu konsentrasi dari dua atom yang berbeda pada arah x.

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 1,5 tahun di mulai dengan desain dan pembuatan model mesin pengeringan kayu vakum pada bulan Desember 2010. Penelitian ini dilakukan laboratorium Teknik Sumberdaya Air (TSDA), Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,FATETA IPB. Pengolahan data dilakukan dengan analisa desain eksperimen dengan bantuan softwere for windows.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam pembuatan model pengering vakum meliputi; plat baja ukuran 60 cm x 120 cm, plat baja diameter 40 cm, plat seng ukuran 20 cm x 50 cm, acrylics ukuran 40 cm x 50 cm dan tebal 5 mm, kaca ukuran 25 cm x 30 cm, pemanas (heater), blower (kipas),pipa tembaga panjang 2 m diameter ½ inci, selang mampu tekan, katup satu arah, elektroda dan bahan penelitian yang digunakan adalah kayu kumea batu (Manilkara merrilliana H.J.L)

yang berasal dari kabupaten Luwu Timur di Propinsi Sulawesi Selatan.

Alat lain yang di gunakan meliputi : mesin las, roll plat, bor tangan, gurinda, pompa vakum, hibrid recorder yokogawa 3181, komputer PC, pengukur tekanan vakum, pengukur temperatur, termokopel type E, sensor suhu, sensor tekanan, microkontrol, Oven pengering, Timbangan digital

Tahapan Peneltian

Keseluruhan penelitian pengeringan kayu vakum dengan bahan kayu kumea batu dilakukan mengikuti diagram aliran seperti Gambar 16 . Bagian utama penelitian ini adalah analisis pengeringan kayu kumea batu dengan metode vakum. Karena diperlukan peralatan pengering vakum sebagai alat penelitian, maka yang pertama dilakukan adalah mendesain dan membuat model mesin pengering metode vakum yang kinerja suhu pengeringan dan tekanan vakum yang dapat dikendalikan. Setelah mesin pengering tersedia, kemudian dapat dilakukan pengujian kinerja dari model mesin pengering tersebut. Analisis pengeringan kayu

Dokumen terkait