• Tidak ada hasil yang ditemukan

GRK Model I Persen (%) Model II Persen (%) 1. Metan Fermentasi Enterik (Gg CH4) 56,4 - 86,6 - Manajemen Manur (Gg CH4) 5,4 - 3,7 - 2. Dinitrogen oksida Direct/langsung (Gg N2O) 2,4 - 2,5 - Indirect/tidak langsung (Gg N2O) 2,4 - 2,3 -

Setelah dikonversi ke dalam satuan Gg CO2

1. Metan Fermentasi Enterik 1.297,6 45,8 1.991,1 57,2

Manajemen Manur 124,2 4,3 84,2 2,4 2. Dinitrogen oksida Direct (langsung) 705,3 24,9 727,4 20,9 Indirect (tidak langsung) 708,8 25,0 679,2 19,5 Total 2.835,8 100,0 3.481,8 100,0

Persentase emisi metan dengan dinitrogen oksida berdasarkan perhitungan menggunakan model I dan model II di Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2008 disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Persentase Emisi Total Tahun 2008 Menggunakan Model I dan Model II Metan Dinitrogen Oksida Model II Model I Model II 40% % 60% % 50% % 50% %

52 Gambar 7 menunjukkan bahwa persentase emisi metan lebih besar daripada dinitrogen oksida. Pada emisi metan baik menggunakan model I (default-IPCC) maupun model II (enhanced) dan emisi dinitrogen oksida menggunakan model II (enhanced) pada tahun 2008 memiliki persentase yang sama. Emisi tertinggi dicapai oleh emisi metan walaupun dinitrogen oksida dikonversi dalam bentuk karbon jauh lebih besar daripada metan ke dalam bentuk karbon. Hal ini dikarenakan emisi dinitrogen oksida yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada emisi metan yang dihasilkan. Tabel 18 menujukkan bahwa kabupaten tertinggi penghasil emisi adalah Kabupaten Karawang yaitu sebesar 502,59 Gg CO2 (pada model I) dan 525,56 Gg CO2 (pada model II) sedangkan emisi terendah dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu sebesar 1,91 Gg CO2 (pada model I) dan 2,41 Gg CO2 (pada model II). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Karawang sebaiknya melakukan perbaikan manajemen peternakan agar emisi yang dihasilkan dapat ditekan.

Tabel 18. Emisi Total dalam Satuan Gg CO2 Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Menggunakan Model I dan Model II

No Kabupaten/Kota Emisi Total dalam Gg CO2

Model I Model II 1 Kab. Bogor 177,33 221,66 2 Kab. Sukabumi 205,13 243,99 3 Kab. Cianjur 167,52 213,24 4 Kab. Bandung 171,10 253,34 5 Kab. Garut 272,70 332,60 6 Kab. Tasikmalaya 147,67 196,33 7 Kab. Ciamis 168,48 220,47 8 Kab. Kuningan 81,31 118,14 9 Kab. Cirebon 56,16 61,79 10 Kab. Majalengka 87,89 104,19 11 Kab. Sumedang 125,11 187,96 12 Kab. Indramayu 102,64 120,09 13 Kab. Subang 150,01 191,23 14 Kab. Purwakarta 227,84 257,86

53 15 Kab. Karawang 502,59 525,56 16 Kab. Bekasi 124,73 147,49 17 Kota Bogor 10,29 12,28 18 Kota Sukabumi 3,64 4,64 19 Kota Bandung 6,07 8,63 20 Kota Cirebon 1,91 2,41 21 Kota Bekasi 8,93 11,29 22 Kota Depok 14,30 18,00 23 Kota Cimahi 3,77 4,93 24 Kota Tasikmalaya 8,89 12,87 25 Kota Banjar 9,82 10,94 Jawa Barat 2.835,85 3.481,93

Tindakan Mitigasi yang Sudah Dilakukan Peternak Jawa Barat

Mitigasi merupakan tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan untuk meningkatkan penyimpanan karbon dalam rangka mengatasi perubahan iklim. Mitigasi gas rumah kaca dari usaha peternakan antara lain: melakukan kontrol terhadap perubahan penggunaan lahan dari ekstensif ke intensif, perbaikan kualitas ternak secara genetik, perbaikan manajemen perkandangan dan peralatan serta perbaikan manajemen pakan, tanaman pakan ternak, dan pastura. Hal-hal yang dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca antara lain dengan meningkatkan teknologi pakan, pengembangan spesies yang adaptif terhadap lahan marjinal, pengawetan/penyimpanan C dan N pada pastura dan tanah pertanian, meningkatkan tanaman peneduh dan tanaman pagar pada peternakan dan sistem rotasi pastura. Emisi yang dihasilkan dari proses fermentasi enterik dapat diturunkan dengan memperbaiki formulasi pakan yang ditunjang dengan teknologi pakan dan dengan manipulasi kondisi rumen.

Lanjutan Tabel 18.

No Kabupaten/Kota Emisi Total dalam Gg CO2

54 Berdasarkan hasil wawancara 33,33% peternak menggunakan mineral mix berupa urea molasses block dan tanaman legume yaitu kaliandra sebagai pakan tambahan. Suplementasi dengan UMB/Feed Block dapat meningkatkan efesiensi pencernaan fermentasi yang kemudian menurunkan produksi gas metana sampai 30-50% dari energi tercerna. Peternak memberikan pakan tambahan berupa mineral mix ketika ternak sakit dan dapat digunakan untuk menggemukkan ternak ataupun ketika ingin menambah produksi susu ternak. Peternak PT. Lembu Jantan Perkasa memberikan tambahan berupa kapur dan mineral mix berupa urea molasses block untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi potong.

Berdasarkan hasil wawancara 50% peternak sapi perah Pengalengan-Bandung memberikan pakan leguminosa berupa Kaliandra (Caliandra calotirtus). Alasan peternak menggunakan kaliandra sebagai pakan tambahan untuk memperbaiki produksi susu sapi. Kaliandra telah diperkenalkan sebagai tambahan pakan ternak oleh Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) sejak tahun 1980. Kaliandra merupakan salah satu leuguminosa pohon atau semak yang memiliki beberapa spesies, satu diantaranya yang paling banyak dikenal adalah jenis kaliandra bunga merah (Calliandra calothyrsus). Peternak umumnya memberikan daun kaliandra dalam bentuk segar karena lebih disukai ternak, tetapi kadang kala dilayukan dahulu untuk menurunkan kadar tanninnya (Jayadi, 1991). Kadar tannin pada daun kaliandra cukup tinggi yaitu sekitar 8% sehingga peternak disarankan untuk melayukan daun kaliandra sebelum diberikan ke ternak. Mekanisme penghambatan produksi metan pada ternak ruminansia oleh senyawa tannin digagas oleh Tavendale et. al (2005) yakni: secara langsung melalui penghambatan pada pencernaan serat yang mengurangi produksi H2 dan secara tidak langsung yaitu dengan menghambat pertumbuhan dan aktivitas metanogen. Menurut penelitian Thalib (2004) tannin dapat mengurangi produksi gas metan. Semakin tinggi konsentrasi tannin maka produksi CH4 akan menurun. Selain itu daun kaliandra merupakan protein baik bagi ternak ruminansia karena mengandung 20%-25% protein kasar yang sangat bermanfaat bagi peningkatan produktivitas ternak. Selain digunakan sebagai hijauan pakan ternak, kaliandra juga banyak dimanfaatkan sebagai kayu bakar, produksi lebah madu, dan untuk konservasi lahan marginal. Kebanyakan tanaman kaliandra

55 dimanfaatkan sebagai tanaman untuk konservasi tanah marginal seperti tepi sungai, hutan, jalan, atau daerah lahan kritis yang ditumbuhi alang-alang (Jayadi, 1991).

Feed Block Supplement (Urea Molasses Block/UMB) merupakan pakan tambahan yang paling digemari oleh peternak karena dapat meningkatkan produktivitas ternak. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya pertambahan bobot badan dan produksi susu. Biasanya UMB diberikan dalam bentuk permen di mana ternak akan menjilat-jilat permen yang digantung ketika sapi merasa membutuhkan suplemen pakan. Ternak membutuhkan suplemen pakan ketika kualitas pakan kurang dari kebutuhan hidupnya. Penggunaan multinutrient block merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kecernaan pakan ternak ruminansia, khususnya pada musim kemarau yang berkepanjangan. Multinutrient block ini mengandung urea, mineral, dan kadang-kadang diberi protein by-pass (Tolleng, 2002). Hartati (1998) melaporkan bahwa pemberian urea dapat menurunkan emisi gas metana dari 0,84 kg menjadi 0,126 kg per kg PBB. Selanjutnya dijelaskan bahwa, dari berbagai laporan hasil uji coba di berbagai negara, dapat dilihat bahwa pakan blok ini dapat meningkatkan produktivitas maupun tingkat reproduksi pada ternak ruminansia. Dari aspek produksi, blok ini dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, dan produksi susu. Dari aspek reproduksi, blok ini dapat mempercepat munculnya berahi pertama setelah melahirkan dan dapat meningkatkan angka kebuntingan.

Sekitar 83,33% peternak yang diwawancarai telah melakukan tindakan mitigasi dengan memanfaatkan kotoran ternak menjadi pupuk kandang sedangkan yang memanfaatkan kotoran ternak menjadi bahan baku biogas sekitar 66,67%. Sebenarnya dengan membiarkan begitu saja di kandang, dalam waktu tertentu, kotoran ternak akan berubah menjadi pupuk kandang (Setiawan, 1996). Pemanfaatan kotoran ternak dijadikan pupuk kandang terdiri dari dua jenis yaitu pupuk kandang dengan kompos ekstensif (secara periodik/jarang) dan pupuk kandang dengan kompos intensif (setiap hari). Pemanfaatan kotoran ternak menjadi pupuk kandang dapat mengurangi emisi metan dan dinitrogen oksida karena pupuk kandang merupakan upaya untuk menjaga kandungan bahan organik dalam tanah. Selain itu kotoran ternak dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku biogas dikarenakan kotoran ternak dominan akan bahan organik. Limbah organik ini dengan pengolahan

56 teknologi sederhana dapat diupayakan menghasilkan gasbio, dimana gas ini dapat digunakan sebagai bahan bakar menggunakan kompor gas seperti lazimnya pemanfaatan gas LPG (Setiawan, 1996). Menurut Harahap et al. (1978) produksi gasbio dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es. Berdasarkan hasil wawancara, selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar, biogas juga dimanfaatkan sebagai penerangan.

Dokumen terkait