• Tidak ada hasil yang ditemukan

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan alat Kesehatan

Dalam dokumen Mediakom Edisi 22 Februari 2010 - [MAJALAH] (Halaman 56-58)

W

anita yang kini

menjabat Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan di Kementerian Kesehatan ini, mengawali karirnya sebagai Kepala

Seksi Pengaturan Distribusi Obat Ditjen POM selama 10 tahun sampai tahun1995. Sejak itu karir naik dalam waktu yang relatif pendek secara berturut-turut. Dia menjadi Kepala Bagian Informasi Ditjen POM tahun 1995, Kepala Subdit Perizinan

Obat Tradisional Ditjen POM tahun 1998, Kepala Subdit Pantar Harga Obat Probdiag Ditjen POM tahun 2000, Kepala Biro Umum Badan POM tahun 2001, Direktur Obat Asli Indonesia Badan POM tahun 2007, Direktur Standarisasi Obat

Siapa Dia

P

ria ganteng berkacamata ini, memiliki segudang pengalaman kerja, pela- tihan dan pendidikan, serta aktivis berbagai organisasi profesi atau lainnya. Khusus pengalaman kerja, dokter yang sering dipanggil dokter Triono ini mempunyai banyak pengalaman kerja, pernah bekerja di Rumah Sakit Umum Mataram, NTB, Kepala Biro Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Biro Kesejahteran Sosial, Kesehatan dan Gizi, di Bappenas, Kepala Biro Lingkungan, Kelautan, Kedirgantara- an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Bappenas.

Pernah juga menjabat Kepala Pusdiklat Kemkes dan Kepala Badan Litbangkes. Disamping itu juga aktif mengajar sebagai dosen luar biasa

di Uiversitas Hasanudin, Universitas Indonesia, Universitas Udayana, John Hopkins University dan pernah

mengajar di Yale University ( USA). Sejak tahun 2009 menjadi Staf Ahli Menkes Bidang Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan. Sampai sekarang juga masih menjadi anggota Komisa- ris Biofarma, Bandung.

Sebagai dokter, Triono telah mela- hirkan banyak karya tulis. Lebih dari 30 karya tulis katagori umum dan lebih 21 karya tulis katagori ilmiah. Ia juga telah mempunyai pengalaman menjadi peneliti bidang kesehatan sejak tahun 1981, bahkan sampai sekarang masih menjadi Coordina- tor, Multi-centre Case Study ( Action Research), Learning Organization and Systems Thinking Approach, Johns Hopkins University, USA dan Universitas Indonesia, Gajah Mada, Hasanudin dan Mataram. npra Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Badan POM tahun 2008 dan Direktur Jenderal Bina kefarmasian dan Alat kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2010.

Apoteker yang beralamat rumah di Pondok Kopi Jakarta ini, menyelesaikan pendidikan Sarjana Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1978, Apoteker ITB tahun 1980 dan Pasca Sarjana Kesehatan Masyarakat UI tahun 1999.

PNS yang berpangkat Pembina Utama Madya / Gol IVd ini, mempunyai alamat email tetyoai@yahoo.com. Lahir sebagai pemeluk Islam yang taat pada 57 tahun yang lalu di Kota Kembang, Bandung Jawa Barat. npra

Triono Soendoro, dr, M.Sc, M.Phil, Ph.D:

Staf ahli Menkes Bidang Perlindungan

Faktor Risiko Kesehatan

H

idup menyimpang, bila ditimbang dengan nurani, sejatinya susah dan tidak nyaman. Ada perasaan bersalah dan merasa dikejar-kejar oleh dosa sendiri. Akan tetapi kondisi seperti ini tidak bertahan lama, hanya beberapa saat saja muncul, lalu menghilang ditelan masa. Apalagi tidak ada kesempatan untuk melakukan perenungan, kontemplasi dan evaluasi diri. Mengapa tidak ada kesempatan ? Banyak alasan, setiap orang punya argumen sendiri-sendiri. Seluruh argumen itu menyebabkan hilangnya nurani sebagai dasar pertimbangan. Untuk itu diperlukan banyak rambu-rambu yang memagari diri kita agar tidak mendekati penyimpangan, diantaranya ialah dengan penandatangan Pakta Integritas.

Penandatangan Pakta Integritas, hanya sebagai salah satu alat pengendali diri, agar para penyelenggara negara berhati-hati dan komitmen mengikuti aturan yang berlaku. Berdisiplin menjalankan tugas, tidak menyalah gunakan kekuasaan, sekecil apapun amanah itu. Memang belum ada hasil penelitian yang menggambarkan keterkaitan berkurangnya penyimpangan dengan penandatangan pakta integritas oleh pemegang kekuasaan. Tapi, sebagai upaya preventif, hadirnya pakta integritas perlu mendapat apresiasi, langkah awal membangun pemerintahan yang baik dan bersih.

Senin, 4 Januari 2010 seluruh eselon I dan II Kementerian Kesehatan disaksikan Menkes menandatangani pakta integritas. Saat itu, Menkes memberi pengarahan dan berharap agar Kementerian Kesehatan ke depan menjadi lebih baik, bersih dan transparan. Untuk mendukung transparansi, akan diselenggarakan E procurement dalam pengadaan barang dan jasa. Selain itu, akan menyediakan saluran telepon setiap unit satuan kerja yang dapat dihubungi oleh publik.

Komitmen untuk perbaikan, bila dilakukan oleh para pemimpin tentu akan berdampak positif pada penyelenggaraan negara. Sebab pemimpin mempunyai pengaruh besar terhadap baik- buruknya perilaku para pembatu bawahannya. Pemimpin dapat menjadi penarik gerbong perubahan kearah yang lebih baik. Begitu teorinya, bagaimana faktanya ? Sangat bergantung dari kesungguhan komitmen para pemimpin. Jika para pemimpin mempunyai komitmen yang tinggi, cepat atau lambat pasti perbaikan akan terjadi. Sudah banyak pemimpin yang mampu

tampil menjadi agen perbaikan.

Sebaliknya, jika para pemimpin tidak berkomitmen menjadi agen perbaikan, maka berulangkali pakta integritas ditandangani tidak akan berpengaruh apa-apa, sekedar seremonial kering tak bermakna, bahkan hanya menjadi pemanis administrasi tanpa arti. Repotnya lagi, jika pakta integritas hanya dianggap sebagai pemenuhan administrasi kementerian, maka hanya menjadi pertunjukan dan akan segera basi, karena tak ada realisasi.

Kini, para pemimpin mulai dari Presiden, menteri, eselon I & II sudah berkomitmen menandatangani pakta intergritas, kemudian akan disusul para eselon dibawahnya. Kita harus mendukung dan berprasangka baik atas ikhtiar ini. Walau dalam perjalanan dan pengalaman selama ini belum memberi pengaruh yang signiikan terhadap perbaikan. Tapi, ikhtiar harus tetap digalakkan sambil memperbaiki kekurangan yang ada selama ini. Oleh sebab itu, berjuang untuk perbaikan tak boleh mudah putus asa, banyak mengeluh, apalagi kecewa lalu menyerah.

Memperbaiki, ibarat jalan panjang yang terjal dan berliku. Menyelusuri semak belukar, hutan rimba dan banyak binatang buas. Rintangan dan tantangan silih berganti menghadang, selesai satu masalah, segera muncul masalah baru berikutnya. Sehingga tak mungkin memperbaiki hanya bermodal angan-angan saja. Tapi, memerlukan kerja ikhlas, keras dan cerdas.

Bagi siapapun, yang berminat meniti jalan perbaikan harus memahami peta sasaran. Tak semua sasaran harus selesai dalam satu waktu. Memerlukan pentahapan perbaikan. Masing-masing tahapan juga tak mempunyai batas waktu yang jelas, bisa lebih cepat, atau lebih lambat. Sehingga wajib melakukan evaluasi dalam setiap tahapannya, sebelum melangkah pada tahapan berikutnya.

Penanda tangan pakta integritas, baru tahap awal dari sebuah perbaikan. Masih banyak tahapan lain yang harus ditempuh. Oleh sebab itu, terlalu naif jika setelah penandatangan pakta integritas, kemudian berharap langsung terjadi perbaikan. Perbaikan tak ada yang instan, memerlukan proses yang panjang dan berkelanjutan. Bisa jadi, umur proses perbaikan lebih panjang dari umur para penggiat perbaikan. Oleh sebab itu upaya perbaikan tak boleh berhenti sampai penanda tangan pakta integritas saja, harus ada tahapan berikutnya. Apa itu ?, mari kita tunggu...! l

Lentera

Dalam dokumen Mediakom Edisi 22 Februari 2010 - [MAJALAH] (Halaman 56-58)

Dokumen terkait