D. Hasil Penelitian
1. Kasus PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) melawan Heryono, Nugroho dan Sayud
Kasus PT. Dirgantara Indonesia (Persero), PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero) melawan Heryono, Nugroho dan Sayudi memperoleh kekuatan hukum tetap pada tingkat kasasi. Berikut ini uraian putusan terhadap tingkat pertama dan tingkat kasasi :
a. Tingkat Pertama: Putusan Pengadilan Niaga
No.41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst
Indikator Uraian
Pemohon Pailit 1)Heryono (Prmohon I); 2)Nugroho (Pmohon II);
3)Sayudi (Permohon III).
Termohon Pailit PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Pertimbangan Hakim
Debitor memiliki dua kreditor atau lebih
Setelah mencermati dan meneliti permohonan pernyataan pailit pemohon maka terungkap fakta bahwa pemohon dalam perkara ini adalah para pekerja termasuk dari 6.561 pekerja yang di PHK oleh termohon berdasarkan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (Putusan P4 Pusat) No. 142/03/02-8/X/PHK/1-2004 tanggal 29 Januari 2004. Selain itu, termohon juga mempunyai hutang kepada Sdri. Nelly Ratnasari sebesar ± Rp. 12.701.489,25; Sdr. Sukriadi Djasa sebesar ± Rp. 79.024.764,81; dan BANK MANDIRI sebesar Rp. 125.658.033.228.
Debitor tidak
membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
1) Bahwa pemohon dalam dalil permohonannya berdasarkan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (Putusan P4 Pusat) No. 142/03/02-8/X/PHK/1-2004 tanggal 29 Januari 2004, dengan amar Putusan P4 Pusat mewajibkan kepada Pengusaha PT. DIRGANTARA INDONESIA untuk memberikan kompensasi pensiun dengan nilai tagihan masing-masing:
a) Heryono sebesar Rp. 83.347.862,82; b) Nugroho sebesar Rp. 59.258.079,22; c) Sayudi sebesar Rp. 74.040.827,91.
2) Terbukti sebagai hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sejak putusan P4P tanggal 29 Januari 2004 dengan bukti teguran/peringatan kepada Termohon :
a) Surat teguran Depnakertrans RI No.B.169/DJPPK/IX/2004; b) Penetapan teguran/peringatan Ketua PN Jakarta Pusat No.
079/2005.EKS;
c) Hasil kesepakatan Direksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dan SP FKK PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
Hingga gugatan pailit, termohon tidak ada realisasi maupun pembayaran, walaupun hutang terseut telah jatuh tempo dan dapat ditagih, maka termohon dapat dinyatakan pailit.
3) Selain itu, penggugat dalam permohonannya juga mendalilkan bahwa termohon mempunyai utang kepada kreditor lain, yaitu: a) Sdri. Nelly Ratnasari sebesar ± Rp. 12.701.489,25;
b) Sdr. Sukriadi Djasa sebesar ± Rp. 79.024.764,81; c) BANK MANDIRIsebesar Rp. 125.658.033.228. Atas permohonan
sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditor
Berdasarkan surat permohonan pernyataan pailit yang diajukan pemohon dan jawaban termohon dapat disimpulkan bahwa permohonan pailit ini diajukan oleh para pekerja termasuk dari 6.561 orang pekerja selaku kreditur dari termohon pailit yang di PHK oleh termohon berdasarkan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (Putusan P4 Pusat) No. 142/03/02-8/X/PHK/1-2004 tanggal 29 Januari 2004.
Terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana
Berdasarkan fakta, ternyata termohon telah memiliki utang kepada pemohon dan kreditur lainnya dan telah jatuh tempo akan tetapi termohon tidak dapat membayar utangnya tersebut meskipun telah ditagih oleh pemohon.
Putusan Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
Menyatakan bahwa termohon PT. DIRGANTARA INDONESIA (Persero) pailit dengan segala akibat hukumnya.
Tanggal Putusan Selasa, 4 September 2007
b. Tingkat Kasasi: Putusan Mahkamah Agung No. 075 K/Pdt.Sus/2007
Indikator Uraian
Pemohon Kasasi 1) PT. Dirgantara Indonesia (Persero) - Pemohon Kasasi I; 2) PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero) - Pemohon Kasasi II. Termohon Kasasi 1)Heryono (Termohon I);
2) Nugroho (Termohon II); 3) Sayudi (Termohon III). Pertimbangan Hakim
Kesalahan dalam
penerapan hukum
Mahkamah Agung membenarkan alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi oleh karena judex facti telah salah dalam menerapkan hukum
dengan pertimbangan:
1) Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam hal Debitor adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan;
2) Yang dimaksud BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004 adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham;
3) PT. Dirgantara Indonesia (Persero) adalah BUMN yang keseluruhan modalnya dimiliki oleh Negara, yang pemegang sahamnya adalah Menteri Negara BUMN dan Menteri Keuangan RI;
4) Perusahaan Perseroan/Persero menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah BUMN berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya dimiliki oleh Negara RI, atau BUMN berbentuk PT yang modalnya terbagi dalam saham yang paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara RI;
5) Terbaginya modal Pemohon Kasasi I atas saham yang pemegangnya adalah Menteri Negara BUMN dan Menteri Keuangan RI adalah untuk memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (3) UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT yang mewajibkan pemegang saham suatu perseroan sekurang-kurangnya dua orang, karena itu terbaginya modal atas saham yang seluruhnya dimiliki oleh Negara tidak membuktikan bahwa Pemohon Kasasi I adalah BUMN yang tidak bergerak di bidang kepentingan Publik;
6) Dalam lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 03/M- IND/PER/2005 disebutkan bahwa PT. DI adalah objek vital industri, dan yang dimaksud dengan objek vital industri adalah kawasan lokasi, bangunan / instalasi dan atau usaha industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan Negara
dan/atau sumber pendapatan Negara yang bersifat strategis;
7) Oleh karena itu Pemohon Kasasi I sebagai BUMN sebagai BUMN yang keseluruhan modalnya dimiliki oleh Negara dan merupakan objek vital industri, adalah BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik yang hanya dapat dimohonkan pailit oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004;
8) Pasal 50 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melarang pihak manapun untuk melakukan penyitaan terhadap antara lain uang atau surat berharga, barang bergerak dan barang tidak bergerak milik Negara, sehingga kepailitan menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 merupakan sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit, apabila kekayaan Debitor pailit tersebut adalah kekayaan Negara tentunya tidak dapat diletakkan sita, kecuali permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan dan bendahara umum negara (Pasal 6 ayat (2) Jo. Pasal 8 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara);
Putusan Mengadili:
Mengabulkan permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi, yaitu PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dan PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero);
Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst tanggal 4 September 2007.
Mengadili sendiri:
Menolak permohonan pailit dari para Pemohon Heryono, Nugroho, Sayudi.
2. Kasus PT. Arta Glory Buana diwakili dikantor utama Willi Josep Candra