• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN UMUM TENTANG KEDISIPLINAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO 5 TAHUN

A. Disiplin Kerja Pegawai Negri Sipil Pengertian Disiplin

Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan15

“Sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau .

Di dalam buku Wawasan Kerja Aparatur Negara disebutkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah :

15

I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian. Kenisisus, Yogyakarta, 1989, hal. 108

masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku dalam masyarakat”16

“Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan”.

Menurut Sutopo Yuwono di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Produksi, diungkapkan bahwa :

17

Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.18

“Disiplin adalah ketaatan yang sikapnya impersonal, tidak memakai perasan dan tidak memakai perhitungan pamrih atau kepentingan pribadi”.

Di samping beberapa pengertian mengenai disiplin pegawai tersebut di atas, A.S. Moenir mengemukakan bahwa :

19

Kaitannya dengan kedisiplinan, Astrid S. Susanto juga mengemukakan sesuai dengan keadaan di dalam setiap organisasi, maka disiplin dapat dibedakan menjadi 2

17

Nurlita Witarsa, Dasar-Dasar Produksi, Karunika, jakarta, 1988, hal. 102

18

I.S. Livine, Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja. Terjemahan oleh iral Soedjono, Cemerlang, Jakarta, 1980, hal 71

19

A.S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian,Gunung Agung, Jakarta, 1983, hal. 152.

(dua) macam yaitu20

Disiplin yang bersifat positif. :

Disiplin yang bersifat negatif

Merupakan tugas seorang pemimpin untuk mengusahakan terwujudnya suatu disiplin yang mempunyai sifat positif, dengan demikian dapat menghindarkan adanya disi21

Kepatuhan terhadap jam-jam kerja. plin yang bersifat negatif.

Disiplin positif merupakan suatu hasil pendidikan, kebiasaan atau tradisi dimana seseorang dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan, adapun disiplin negatif sebagai unsur di dalam sikap patuh yang disebabkan oleh adanya perasaan takut akan hukuman.

Adapun ukuran tingkat disiplin pegawai menurut I.S. Levine, adalah sebagai berikut20 :

“Apabila pegawai datang dengan teratur dan tepat waktu, apabila mereka berpakaian serba baik dan tepat pada pekerjaannya, apabila mereka mempergunakan bahan-bahan dan perlengkapan dengan hati-hati, apabila menghasilkan jumlah dan cara kerja yang ditentukan oleh kantor atau perusahaan, dan selesai pada waktunya.”

Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas, maka tolak ukur pengertian kedisiplinan kerja pegawai adalah sebagai berikut :

Kepatuhan terhadap instruksi dari atasan, serta pada peraturan dan tata tertib yang berlaku.

Berpakaian yang baik pada tempat kerja dan menggunakan tanda pengenal instansi.

20

Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Aksara, Jakarta, 1974, hal 305.

21

Menggunakan dan memelihara bahan-bahan dan alat-alat perlengkapan kantor dengan penuh hati-hati.

Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan.

Selanjutnya untuk lebih memperjelas arti dan makna displin kerja, Alex S. Nitisemito22

Pengertian Pegawai Negri Sipil

, antara lain mengemukakan, bahwa kedisiplinan lebih dapat diartikan suatu sikap atau perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau instansi yang bersangkutan baik secara tertulis maupun tidak tertulis12.

Menurut J.H.A. Logemann bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah setiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas publik (open bare dienst betrokking) dengan Negara.Mengenai hubungan dinas publik ini terjadi jika seseorang mengikat dirinya untuk tunduk pada pemerintah dan pemerintah untuk melakukan suatu atau beberapa macam jabatan tertentu dengan mendapatkan penghargaan berupa gaji dan beberapa keuntungan lain.23

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Tentang Aparatur Sipil Negara, yang dimaksud dengan Pegawai Negri Sipil yang selanjutnya disebut sebagai Pegawai ASN adalah warga negara indonesia yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan

22

Alex S. Nitisemito, Managemen Sumber Saya Manusia, Sasmito Bross, Jakarta, 1980, hal. 260.

23

Menurut Pasal 7 UU No.5 Tahun 2014, maka Pegawai ASN terdiri atas :

a. PNS sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf (a) merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional.

b. PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (b) merupakan Pegawai ASN yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instasi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang.

Didalam Pasal 2 ayat (2) UU No.43 Tahun 1999 bahwa Pegawai Negri Sipil terdiri dari :

Pegawai Negeri Sipil Pusat, Pegawai Negeri Sipil Daerah,

Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya didalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dari UU No. 43 Tahun 1999 ditegaskan bahwa :

Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah :

Pegawai Negeri Sipil Pusat yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah-daerah, dan Kepanitiaan Pengadilan.

Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan Bawahan.

Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Daerah Otonom.

undangan yang diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti Perusahaan Umum, Yayasan dan lain-lain.

Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Otonom.

Organisasi adalah suatu alat untuk mencapai tujuan, oleh sebab itu organisasi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok dalam mencapai tujuan. Berkaitan dengan itu ada kemungkinan bahwa arti Pegawai Negeri Sipil akan berkembang di kemudian hari. Kemungkinan perkembangan ini harus diletakkan landasannya dalam undang-undang.

Didalam Penjelasan Pasal 2 dari UU No.43 Tahun 1999 dijelaskan bahwa, Pegawai Negeri adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu Pegawai Negeri yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh mayarakat.

Berdasarkan pada pengertian tersebut, Pegawai Negeri mempunyai kewajiban untuk memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan pada umumnya kepada Pegawai Negeri diberikan tugas kedinasan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Pada prinsipnya pemberian tugas kedinasan itu adalah merupakan kepercayaan dari atasan yang berwenang dengan harapan bahwa tugas itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dengan demikian maka, setiap Pegawai Negeri wajib melaksanakan tugas kedinasan yang telah dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian,

kesadaran, dan tanggung jawab.

. Latar Belakang dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Perubahan sistem Pemerintah daerah sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah dilakukan perubahan dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.

Perubahan mendasar undang-undang ini terletak pada paradigma yang digunakan, yaitu dengan memberikan kekuasaan otonomi melalui kewenangan-kewenangan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya, khususnya kepada daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dengan berpedoman kepada peraturan perundang- undangan yang berlaku dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.24

Dikeluarkannya dua undang-undang ini menunjukkan Indonesia telah meninggalkan paradigma pembangunan sebagai pijakan Pemerintah untuk beralih kepada paradigma pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.Perubahan paradigm ini tidak berarti bahwa pemerintah sudah tidak lagi memiliki komitmen untuk membangun, tetapi lebih pada (Agus Dwiyanto, dkk, Teladan dan Tantangan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM Yogyakarta, 2003. Hal 165)

24

Agus Dwiyanto, dkk, Teladan dan Tantangan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

meletakkan pembangunan pada landasan nilai pelayanan dan pemberdayaan. Dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah dilakukan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah tersebut telah menggeser paradigma pelayanan, dari yang bersifat sentralistis ke desentralistis dan mendekatkan pelayanan secara langsung kepada masyarakat.

Dengan adanya perubahan sistem Pemerintahan Daerah berimplikasi pada perubahan UU No. 8 Tahun 1974 menjadi UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan berubah lagi menjadi UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatus Sipil Negara. Perubahannya yang paling mendasar adalah tentang manajemen kepegawaian yang lebih berorientasi kepada profesionalisme SDM aparatur (PNS), yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, Pemerintah dan pembangunan, tidak partisan dan netral, keluar dari pengaruh semua golongan dan partai politik dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk itu sumber daya manusia aparatur dituntut memilki profesionalisme, wawasan global, dan mampu berperasn sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lahirnya Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 sebagai pengganti Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang selanjutnya diubah menjadi Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tersebut membawa perubahan mendasar guna mewujudkan sumber dasar aparatur negara yang profesional yaitu dengan pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara sistem prestasi dan karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja yang pada hakekatnya

dalam rangka peningkatan pelayanan publik.

Dokumen terkait