• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKURSUS KOMUNITAS ABOGE

A. Sejarah Singkat Aboge

Hisab Rukyat Kejawen lebih dikenal dengan penanggalan Jawa atau kalender Jawa yang mempunyai arti dan fungsi tidak hanya sebagai petunjuk hari tanggal keagamaan, tetapi juga menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang disebut Pitungan Jawi yakni perhitungan baik buruk yang dilukiskan dalam lambang dan

watak suatu hari, tanggal, bulan, tahun, pranatamangsa, dan lain-lainnya.1 Kalender

Jawa, dilihat dari masa penggunaannya, dibagi menjadi 2 periode yaitu periode Jawa Hindu dan Jawa Islam. Kalender Jawa Hindu menggunakan sistem kalender matahari

yang mengacu pada sistem kalender Saka di India.2

Almanak Saka di pakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan Almanak Saka dan Almanak Hijriyah secara bersama-sama. Permulaan tahun Saka dihitung mulai dari penobatan Aji Saka atau bertepatan pada hari sabtu tanggal 14 Maret tahun 78 Masehi satu tahun setelah penobatan Raja Hindu di India yaitu Prabusali Wahono (Aji Saka). Kemudian pada tahun 1555 saka atau 1633 M/ 1043 H diadakan perubahan oleh Sri Sultan

1

Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah Kejawen Studi atas Penentuan Poso dan Riyoyo Masyarakat Dusun Golak Desa Kenteng Ambarawa Jawa Tengah (Semarang: DIPA, 2006), h. 15.

2

Ruswa Darsono, Penanggalan Islam Tinjauan Sistem, Fiqih dan Hisab Penanggalan

Muhammad yang terkenal dengan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang bertahta di

Mataram.3

Perubahan itu menyangkut sistemnya yaitu tidak lagi didasarkan pada peredaran Matahari melainkan didasarkan pada peredaran Bulan disesuaikan dengan

sistem perhitungan tahun hijriyah.4 Sehingga nama-nama bulan ditetapkan dengan

urutan sebagai berikut:5

Nama Bulan Umur Wastu Wuntu Sura 30 30 Sapar 29 29 Mulud 30 30 Bakdamulud 29 29 Jumadilawal 30 30 Jumadilakir 29 29 Rejeb 30 30 Ruwah 29 29 Pasa 30 30 3

Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa Sejarah Sistem Penanggalan Masehi, Hijriyah dan Jawa (Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011), h. 17-18.

4 Takhrir Fauzi, “Studi Analisis Penetapan Awal Bulan Kamariah Sistem Aboge Di Desa

Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah”, (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah,

Institus Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2010), h. 29.

5

Harya Tjakraningrat dan Wibatsu Harianto Soembogo, Kitab Primbon Qomarrulsyamsi Adammakna (Yogyakarta: Soemodidjojo Maha Dewa, 1990), h. 22.

16

Sawal 29 29

Dulkaidah 30 30

Besar 29 30

Umur dalam setahun 354 hari 355 hari

Meskipun mengadopsi sejumlah ketentuan kalender Hijriyah, kalender Jawa mempunyai konsep dan aturan berbeda. Jadilah kalender Jawa sebagai sistem

penanggalan khas memadukan budaya Islam-Hindu-Jawa.6 Kebijakan tersebut

menjadikan perbedaan antara kalender Jawa dan kalender Masehi berselisih 1/120 hari, maka dari hal tersebut setiap 120 tahun kalender Jawa harus dimajukan satu hari, maksudnya satu tahun yang sebenarnya tahun panjang (Wuntu) dijadikan tahun Pendek (Wastu).

Untuk mengenalnya dalam pergantian tahun diperkenalkan “Huruf” dengan

penjelasan sebagai berikut:7

1. Mulai 1 Suro Alip tahun 1555/1043 H menjelang tahun 1674/1115 H hurufnya

JAMNGIYAH LEGI (jatuh pada hari Jumat Legi).

2. Mulai permulaan tahun 1674/1115 H sampai permulaan tahun 1747/1235 H

hurufnya CHOMSIYAH KLIWON (1 Suro Alip jatuh pada hari Kamis Kliwon).

6

M. Zaid Wahyudi, “Kalender Jawa, Akulturasi Budaya Jawa Hindu”, diakses pada 27

November 2014 dari Sains.Kompas.com/read/2014/11/06/20363101/kalender-jawa-akulturasi-budaya-islam-hindu.

7

Harya Tjakraningrat dan Wibatsu Harianto Soembogo, Kitab Primbon Qomarrulsyamsi Adammakna (Yogyakarta: Soemodidjojo Maha Dewa, 1990), h. 34.

3. Mulai permulaan tahun 1747/1235 H sampai permulaan tahun 1867/1355 H hurufnya ARBANGIYAH WAGE (Alip 1 Suro jatuh pada hari Rebo Wage yang disebut ABOGE).

4. Mulai permulaan tahun 1867/1355 H sampai permulaan tahun 1987/1475 H

hurufnya TSALATSIYAH PON (1 Suro Alip jatuh pada hari Selasa Pon yang disebut ASAPON).

Ajaran Islam Aboge pertama kali diperkenalkan oleh Ngabdullah Syarif Sayid

Kuning yang terkenal dengan nama Sayid Abdullah. Terminologi Aboge merupakan

akronim dari kata Alip, Rebo dan Wage. Aboge adalah sistem penghitungan kalender

yang didasarkan pada masa peredaran windu atau delapan tahun. Satu windu menurut kalender Aboge terdiri atas tahun Alip, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba, Wawu dan Jim

Akhir.8

Satu Windu tahun Jawa Islam berumur 8 tahun terdiri dari tahun Kabisat dan

Basithah:9

1. Tahun Kabisat (Wuntu/ Panjang):

Yaitu tahun Ehe, Dal, dan Jim Akhir dimana ketiga tahun tersebut masing-masing memiliki panjang hari sebanyak 355 hari.

2. Tahun Basithoh (Wastu/ Pendek):

Yaitu tahun Alip, Jim Awal, Ze, Be, dan Wawu dimana masing-masing tahun tersebut memiliki panjang hari sebanyak 354 hari saja.

8 Teguh Trianton, “Catatan Budaya”, diakses pada 19 November 2014 dari http://catatan

budaya/2008/11/13/riset-masjid-sayid-Kuning-html.

18

Menurut kalender Aboge, 1 Muharram yang pertama dipercaya jatuh pada

tahun Alip, hari Jum’at dengan pasaran Pon. Tahun Alip adalah tahun pertama,

sedangkan hari Jum’at dan pasaran Pon adalah hari dan pasaran pertama. Kalender

Aboge mengenal lima pasaran; yaitu Pon, Wage, Kliwon, Manis (legi) dan Pahing.

Kemudian jumlah hari dalam sebulan rata-rata 29 hingga 30 hari.10

Urutan hari dan pasaran diurutkan sesuai dengan awal harinya, berikut

tabelnya:11

No Hari Istilah Neptu

1 Rebo Siji (Ji) 7

2 Kemis Loro (Ro) 8

3 Jemuah Telu (Lu) 6

4 Setu Papat (Pat) 9

5 Ahad Lima (Ma) 5

6 senen Enem (Nem) 4

7 Selasa Pitu (Tu) 3

No Hari Istilah Neptu

1 Wage Ji 4

2 Kliwon Ro 8

10 Teguh Trianton, “Catatan Budaya”, diakses pada 19 November 2014 dari http://catatan

budaya/2008/11/13/riset-masjid-sayid-Kuning-html.

11

Machfudz Syah, Ilmu Hikmat Sejati Intisari Mujarrobat dan Kitab Bertuah Lainnya, cet.6, (Pekalongan: CV. Bahagia, 1996), h. 43.

3 Manis Lu 5

4 Paing Pat 9

5 Pon Ma 7

Dalam perhitungan tahun Jawa Islam (penanggalan Aboge) permulaan tahun dimulai dengan tahun Alip yang memiliki dua belas bulan dengan rumus-rumus

sebagai berikut:12

No Singkatan Bulan Hari Pasaran

1 Ramjiji Muharram Rebo Wage

2 Parluji Sapar Jemuah Wage

3 Ludpatma Mulud Setu Pon

4 Ngukhirnemma Robingul Akhir Senen Pon

5 Diwaltupa Jumadil Awal Selasa Paing

6 Dikhirropat Jumadil Akhir Kemis Paing

7 Jablulu Rajab Jemuah Manis

8 wahmalu Ruwah Ahad Manis

9 Sanemro Pasa Senen Kliwon

10 Waljiro Sawal Rebo Kliwon

11 Dahroji Dzulqoidah Kemis Wage

12 M. Abdurrahman, “Islam Aboge: Harmoni Islam dan Tradisi Jawa”, diakses pada 16

November 2014 dari http://majelispenulis.blogspot.com/2012/05/28/islam-aboge-harmoni-islam-dan-tradisi.html.

20

12 Jahpatji Dzulhijjah Setu Wage

Dari setiap bulan dapat kita ketahui hari yang menjadi awal bulan tersebut, misalnya untuk bulan Syawal sekaligus penetapan hari raya, maka pada tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo Kliwon. Demikian juga untuk menetapkan hari raya Idhul Adha dan Puasa. Pada tahun-tahun berikutnya akan disesuaikan dengan hari-hari sebelumnya.

Rumus-rumus yang diberlakukan dalam tahun-tahun berikutnya adalah sebagai berikut: untuk tahun Ehe maka awal bulan dan awal tahun meneruskan tahun sebelumnya, selengkapya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No Singkatan Bulan Hari Pasaran

1 Rammama Muharram Ahad Pon

2 Partuma Sapar Selasa Pon

3 Ludjipat Mulud Rebo Paing

4 Ngukhirlupat Rabingul Akhir Jemuah Paing

5 Diwalpatlu Jumadil Awal Setu Manis

6 Dikhirpatlu Jumadil Akhir Senin Manis

7 Jabturo Rajab Selasa Kliwon

8 Wahroro Ruwah Kemis Kliwon

9 Saluji Puasa Jemuah Wage

11 Dahnemma Dzulqoidah Senen Pon

12 Jahjima Dzulhijjah Rebo Pon

Demikian juga untuk menghitung tahun selanjutnya, maka awal bulan dan awal tahun meneruskan tahun sebelumnya.

Untuk memudahkan dalam mengerjakan perhitungan tahun jawa di atas, Sultan Agung menciptakan rumus hari dan pasaran untuk setiap tahun. Pada periode 1 Suro Aboge tiap-tiap tahunnya, dapat kita lihat sebagai berikut:13

Nama Tahun Istilah Hari dan Pasaran Singkatan

Alip 1-1 (Alip Ji-Ji) Rebo Wage ABOGE

Ehe 5-5 (Ehe Mama) Ahad Pon HEHADPON

Jimawal 3-5 (Jiwal Luma) Jumah Pon JIMAPON

Je 7-4 (Je Tupat) Selasa Pahing JESAING

Dal 4-3 (Dal Patlu) Setu Manis DALTUNIS

Be 2-3 (Be Rolu) Kemis Manis BEMISNIS

Wawu 6-2 (Wa Nemro) Senen Kliwon WANENWON

Jimakhir 3-1 (Jimkir Luji) Jumah Wage JIMKIRMAGE

13 Takhrir Fauzi, “Studi Analisis Penetapan Awal Bulan Kamariah Sistem Aboge Di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah”, (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah,

22

Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut ini:14

No

Nama Tahun

Awal Tahun Akhir Tahun

Keterangan

Hari Pasaran Hari Pasaran

1 Alip Rebo Wage Setu Pahing 2006

2 Ehe Ahad Pon Kemis Pahing 2007

3 Jim Awal Jemuah Pon Senin Manis 2008

4 Je Selasa Paing Jemuah Kliwon 2009

5 Dal Setu Legi Rebo Kliwon 2010

6 Be Kemis Legi Ahad Wage 2011

7 Wawu Senen Kliwon Kemis Pon 2012

8 Jim Akhir Jemuah Wage Selasa Pon 2013

Jika tahun Jim Akhir telah berakhir maka dimulai lagi dari tahun Alip dengan rumus yang sama karena disini tidak akan pernah terjadi perubahan. Adapun awal bulan maka akan melanjutkan dari bulan-bulan sebelumnya. Misalnya pada tahun Alip dimulai pada hari Rebo Wage dan berakhir pada hari Setu Pahing maka pada tahun Ehe akan melanjutkan dari hari tersebut yaitu hari Ahad Pon, begitu seterusnya. Dengan sistem kalender itu, penganut Aboge dapat menentukan kapan dan pada hari

14 M. Abdurrahman, “Islam Aboge: Harmoni Islam dan Tradisi Jawa”, diakses pada 16

November 2014 dari http://majelispenulis.blogspot.com/2012/05/28/islam-aboge-harmoni-islam-dan-tradisi.html.

apa 1 Ramadhan atau 1 Syawal tiba. Sistem kalender ini hingga sekarang masih

dilestarikan oleh pengikutnya.15

Contoh:

Pada tahun 2013 bertepatan dengan tahun Jawa yaitu tahun Jim Akhir yang jatuh pada hari Jumat Wage sehingga untuk menentukan tahun 2014 kembali ke awal yaitu bertepatan dengan tahun Jawa (tahun Alip) yang jatuh pada hari Rebo Wage, begitupun seterusnya.

B. Wilayah Penyebaran Aboge

Pesan dakwah Ulama di Jawa yang dilakukan melalui serangkaian simbol budaya pada dasarnya adalah membahasakan bahasa perubahan sosial. Sehingga budaya dari berbagai peristiwa tren islam jawa tidak hanya diarahkan pada upaya pengungkapan makna-makna simbolnya saja, tetapi juga mengungkapkan tata bahasa

di baik munculnya fenomena itu sendiri. 16

Aboge ditransformasikan kepada pemeluknya secara tradisional melalui pendidikan keluarga dan pertemuan para penganut Aboge. Di Kabupaten Banyumas penganut Aboge yang berjumlah ribuan tersebar di sejumlah desa antara lain di Desa

15 Teguh Trianton, “Catatan Budaya”, diakses pada 19 November 2014 dari http://catatan

budaya/2008/11/13/riset-masjid-sayid-Kuning-html.

16

Muchammad Ismail, Strategi Kebudayaan: Penyebaran Islam Di Jawa, Vol. 11, No. 1 (2013): Dilematika Islam dan Budaya Lokal Jawa, 2013.

24

Cibangkong (Pekuncen), Desa Kracak (Ajibarang), Desa Cikakak (Wangon), Desa

Tambaknegara (Rawalo).17

Sementara di Kabupaten Purbalingga tepatnya di Desa Onje, Kecamatan

Mrebet, yang diyakini sebagai pusat penyebaran Islam Aboge di Banyumas.18

Misalkan di salah satu Wilayah Banyumas, suatu masyarakat Islam yang

masih menggunakan dan mengamalkan kalender Jawa penyebar agama Islam Aboge

di Desa Cikakak dipercaya bernama Mustolih. Untuk menjaga masyarakat Aboge. Agar tetap eksis ada beberapa strategi bertahan yang dilakukan masyarakat Aboge di Desa Cikakak, yaitu:

1. Tetap menjaga solidaritas dan kekompakan sesama warga Aboge

2. Taat mengikuti petuah para orang tua. Dan yang dituakan dari dulu samapai

sekarang adanya dawuh pangandiko yaitu proses regenerasi.19

C. Paktek Komunitas Aboge

Orang Jawa mengacu pada budaya leluhur yang turun-temurun. Leluhur dianggap memiliki kekuatan tertentu, apalagi kalau orang yang meninggal (leluhur)

tersebut tergolong wong tuwa baik dari segi umur maupun ilmunya.20

17

http://properti.kompas.com/read/2010/09/11/09383178/Islam.Aboge.Idul.Fitri.Hari.Ini. Diakses pada 18 November 2014.

18 Suparjo, “Aboge”, diakses pada 18 November 2014 dari http://www.tabloidpamor.com/berita-89-aboge.html.

19

Siska Laelatul B, Eksistensi Komunitas Islam Aboge di Desa Cikakak Kecamatan Wagon Kabupaten Banyumas, Vol IV, No. 4, Tahun 2003.

20

Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa (Jogjakarta: Penerbit Narasi, 2004), cet. IV, h. 7.

Karena itu, Umat Islam Aboge menentukan jatuhnya 1 Ramadan dan 1 Syawal berbeda satu hari dengan Pemerintah karena berdasar keyakinan dari nenek moyang secara turun temurun dan menggunakan rumusan perhitungan kalender Jawa.

Demi mengakomodasi kepentingan masyarakat Jawa yang berbeda, sistem penanggalan Jawa dibuat nama bulan dan jumlah hari dalam setahun diambil dari kalender Hijriyah. Namun, angka tahun Saka dipertahankan.

Menurut Hendro Setyanto, kalender Jawa adalah kalender matematis, sama seperti kalender Masehi. Aturannya didasarkan pada perhitungan matematika dari fenomena astronomi. Sifatnya yang matematis membuat penanggalan Jawa tidak

mengalami sengketa seperti dalam penentuan awal bulan kalender Hijriyah.21

Menurut Sulam Imam Masjid Baitussalam Saka Tunggal, Desa Cikakak Banyumas bahwa kalender Islam Jawa sudah menjadi hitungan yang telah diyakini secara turun temurun sejak ratusan tahun silam. Namun, berkembangnya kalender

Aboge di wilayah Banyumas tidak diketahui kepastiannya.22

Penganut Aboge mengatakan bahwa inti dari ajaran mereka diyakini

berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis.23

Kendati demikian, aliran Islam Jawa (Aboge) sudah ada secara turun-temurun,

bahkan sejak akhir jaman kerajaan Hindu,24 dengan kata lain kalender Aboge ini

21 M. Zaid Wahyudi, “Kalender Jawa, Akulturasi Budaya Jawa Hindu”, diakses pada 27

November 2014 dari Sains.Kompas.com/read/2014/11/06/20363101/kalender-jawa-akulturasi-budaya-islam-hindu.

22

http://www.jurnalhajiumroh.com/post/berita/penganut-islam-aboge-berlebaran-jumat. Diakses pada 16 November 2014.

23Falinda, Sistem Keyakinan dan Ajaran Islam Aboge, Jurnal Ibda’, Vol. 10, No. 2 (2012:

26

diperkirakan muncul pada masa peralihan budaya Hindu seiring dengan masuknya ajaran Islam di Pulau Jawa. Bisa juga sebelum adanya Wali. Perkiraan tersebut

muncul karena kalender Aboge tidak hanya digunakan oleh umat Islam tetapi juga

para penganut Kejawen.25

Komunitas Aboge di Purbalingga menetapkan awal bulan Kamariah dengan dua cara yaitu:

1. Secara sederhana yaitu melihat almanac seumur hidup yang terdapat

dalam kitab Mujarrabat dan Primbon Sembahyang, dengan cara dan

metode yang telah diterangkan pada bab sebelumnya. Perhitungan ini dipergunakan bagi orang awam yang tidak mengetahui rumus-rumus perhitungan Aboge.

2. Dengan menggunakan rumus yang terkonsep dari pesan para sesepuh

komunitas Aboge yang sebagian terdapat pada kitab Mujarrabat, yang

diterjemahkan oleh Abdurrahman bin H. Abdul Aziz. Rumus ini dihapal

oleh sesepuh Aboge, catatan atau rumusan tersebut tidak dibukukan.

Karena menurut mereka, ilmu perhitungan Aboge adalah ilmu yang dihapalkan bukan dicatat. Sehingga metode pembelajarannya adalah cerita.26

24 Suparjo, “Aboge”, diakses pada 18 November 2014 dari http://www.tabloidpamor.com/berita-89-aboge.html.

25

http://www.jurnalhajiumroh.com/post/berita/penganut-islam-aboge-berlebaran-jumat. Diakses pada 16 November 2014.

26Alfina Rahil Ashidiqi, “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge (Studi Terhadap Komunitas Aboge Di Purbalingga)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 77.

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Langkah pertama, mengetahui urutan atau tanda pada nama hari

Patokan utama adalah Aboge yang mengandung arti bahwa tahun Alif jatuh pada hari Rebo pasarane Wage. Maka hari Rebo ditandai angka 1 karena menjadi dasar yang utama dan pada urutan yang pertama dalam hari, sehingga urutannya adalah:

No Nama Hari Urutan Ke 4 Setu 4

1 Rebo 1 5 Ahad 5

2 Kamis 2 6 Senen 6

3 Jum’ah 3 7 Selasa 7

b. Langkah kedua, yaitu mengetahui urutan pasaran.

Kemudian pasaran juga berpatokan pada Wage, sehingga urutannya adalah: wage, Kliwon, Legi, Pahing, Pon.

c. Langkah ketiga, yaitu menggunakan rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada setiap tahun Aboge dengan mengetahui urutan hari dan pasaran.

Kemudian dalam menentukan hari dan pasaran pada tiap tanggal 1 Sura (Muharram) dalam setiap tahun Aboge terdapat rumus yang pasti yaitu:

Tahun ke Nama Tahun Urutan Hari Urutan

Pasaran

Rumus (Singkatan)

28

1 Alif Rabo (1) Wage (1) Aboge

2 Ha Ahad (5) Pon (5) Hahadpon

3 Jim Awal Jumngah (3) Pon (5) Jangahpon

4 Za Selasa (7) Pahing (4) Zasahing

5 Dal Sabtu (4) Legi (3) Daltugi

6 Ba Kamis (2) Legi (3) Bamisgi

7 Wal Senen (6) Kliwon (2) Walinenwon

8 Jim Akhir Jumngah (3) Wage (1) Jangehge

d. Langkah keempat, menggunakan rumus untuk menentukan hari dan pasaran tanggal 1 pada setiap bulan Aboge.

Dalam penentuan hari dan pasarn tanggal 1 pada setiap bulan tahun Aboge menggunakan rumus yang pasti, yang diurutkan dari hari pasaran tanggal 1 Muharram pada tahun tersebut. Rumus-rumus tersebut ialah Ramjiji, Parluji, Uwalpatma, Uhirnemma, Diwaltupat, Dihirropat, Jablulu, Banmalu, Dhannemma, Waljiro, Dahroji, dan Jahpatji. Nama-nama rumus tersebut merupakan singkatan dari Nama-nama bulan, urutan hari dan urutan pasaran yang menagndung arti bahwa bulan tersebut jatuh

pada urutan hari yang ke sekian dan urutan pasaran yang kesekian.27

27

Sedangkan untuk penganut Aboge di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati dalam menentukan tahun, awal bulan, hari dan pasaran menggunakan

almanak yang terdapat dalam kitab Mujarrobat, sebagai berikut:28

28

Mujarrobat, h. 144. Sebenarnya kitab ini sudah diterjemahkan dengan cara jawa oleh Abdurrahman dari Madiun Tampuran.

Keterangan:

Bulan Muharram tahun Alip (1) jatuh pada hari Rebo dan pasaran Wage, pada tahun Ehe (5) jatuh pada hari Ahad Pon, tahun Jim Awal (3) jatuh pada hari Jumat Pon, tahun Je (7) jatuh pada hari Selasa Pahing, tahun Dal (4) jatuh pada hari Sabtu Legi, tahun Be (2) jatuh pada hari Kamis Legi, tahun Wawu (6) jatuh pada hari senin Kliwon, dan tahun Jim Akhir (3) jatuh pada hari Jumat Wage. Dan seterusnya.

BAB III

KONDISI SOSIAL DESA KEMBANG DAN MODEL PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

A. Demografi Masyarakat Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati

1. Asal Usul Nama Desa Kembang

Sejarah Desa Kembang tidak luput dari sejarah Kecamatannya yaitu Dukuhseti. Pendiri Desa Dukuhseti adalah Brojoseti Singobarong. Beliau mempunyai banyak Kerbau dan yang memelihara adalah Mbah Anggur. Tidak lama kemudian Mbah Anggur dituduh mencintai istri Majikannya (Brojoseti Singobarong), dari situlah Mbah Anggur dibunuh (potong leher) sampai

darahnya sebabar dan baunya wangi seperti Kembang. Oleh sebab itu diberi

nama Desa Kembang.1

2. Keadaan Geografis

Desa Kembang merupakan salah satu dari 12 Desa yang terletak di Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati. Luas wilayah Desa Kembang adalah 1.241.677 Ha. Dengan Tanah sawah 463.765 Ha, luas tanah kering yang terdiri dari pekarangan/ bangunan 479.960, Tegalan/ kebunan 175.345 Ha dan tambak/

1

Wawancara Pribadi dengan Yusuf Rustam (Mantan Kepala Desa Kembang sekaligus sebagai Tokoh Aboge). Pati, 16 Januari 2015.

kolam 375.201 Ha. Desa Kembang terbagi dalam 15 dusun, 4 RW, dan 34 RT.2 Jarak Desa Kembang dengan Kantor Kecamatan 3 km, jarak dengan Kota

Kabupaten 40 km, sedangkan jarak dengan Kota Propinsi Jawa Tengah 150 km.3

Jumlah penduduk Desa Kembang dilihat dari umur dan kelamin:

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4) 0 - 4 233 230 463 5 - 9 233 221 454 10 - 14 303 250 553 15 - 19 382 379 761 20 - 24 437 420 857 25 - 29 551 540 1091 30 - 39 558 501 1059 40 - 49 501 470 971 50 - 59 351 353 704 60 + 200 224 424 Jumlah 3749 3588 7337 2

Data Laporan Monografi Kabupaten Pati, Kecamatan Dukuhseti Desa Kembang, Keadaan Bulan November 2014.

3

34

Jumlah penduduk menurut pendidikannya (bagi 5 tahun ke atas)

1 Tamat Akademik/ Perguruan Tinggi 212 orang

2 Tamat SLTA 965 orang

3 Tamat SLTP 1184 orang

4 Tamat SD 2752 orang

5 Tidak Tamat SD 779 orang

6 Belum Tamat SD 402 orang

7 Tidak Sekolah 632 orang

3. Keadaan Keagamaan

Agama Kristen Protestan merupakan agama yang paling dominan di desa ini. Dengan jumlah 7337. Selebihnya yaitu 6705 pemeluk agama Islam dan 632 pemeluk Kristen Katolik. Sarana peribadatan terdiri dari 6 masjid, 21 Surau/ Mushola, dan 2 Gereja. Masyarakat Desa Kembang juga mengikuti organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Selain agama-agama tersebut, sebagian kecil masyarakat Desa Kembang

penganut Sabda yang tidak beragama tetapi mempunyai kepercayaan atau

keyakinan. Masyarakat ini juga masih menggunakan penanggalan Jawa Aboge.

Ajaran Sabda tidak melaksanakan shalat karena mereka sudah punya keyakinan

di hati, kalaupun mereka melaksanakan shalat maka mereka hanya ingin

4. Keadaan Sosial Ekonomi

Masyarakat Desa Kembang sebagaimana kehidupan masyarakat pedesaan pada umumnya memiliki jiwa gotong royong yang sangat tinggi. Kagiatan saling tolong menolong merupakan hal yang sangat di utamakan. Masyarakat hidup dengan tentram. Tingkat ekonominya hampir sebagian besar sudah pada taraf sejahtera. Masyarakat di desa Kembang kebanyakan bekerja sebagai buruh tani karena luasnya lahan sawah yang di miliki desa tersebut. Tanaman utama desa ini adalah padi seluas 105000 Ha. Sedangkan tanaman perdagangan rakyat adalah kelapa muda sebanyak 230 batang, berproduksi 543 dan tidak berproduksi sebanyak 468. Ada juga jenis tanaman kapuk randu muda sebanyak 13 batang (pohon), berproduksi 15 dan yang tidak berproduksi sebanyak 7 pohon.

Selain pertanian, peternakan menempati peringkat kedua, tabel jumlah ternak besar dan kecil sebagai berikut:

No Nama Hewan Jumlah

1 Sapi Biasa 162 ekor

2 Kerbau 8 ekor

3 Kambing/ Domba 1263 ekor

4 Kuda 4 ekor

5 Ayam Kampong 2179 ekor

36

Sarana perekonomian di Desa Kembang meliputi: 26 toko/ kios/ warung, 2 koperasi simpan pinjam, 616 perusahaan industri besar dan sedang, 2 perusahaan

industri kecil, dan lain-lain.4

B. Profil Komunitas Aboge di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati

Penanggalan Jawa merupakan salah satu produk budaya asli bangsa Indonesia. System penanggalan Jawa tersebut, seperti halnya budaya Jawa lainnya, perlahan

mulai hilang dari peredaran.5 Tetapi karena sifatnya yang pasti sebagai Mathematical

Calender membuat penanggalan Jawa tetap ada yang menggunakan.

Istilah Aboge dapat dirinci bahwa a berasal dari Alip, salah satu dari delapan

tahun siklus windu, bo mengacu pada rebo (hari Rabu), dan ge berasal dari Wage,

salah satu dari hari pasaran yang lima yang berarti tahun Alip jatuh pada hari Rabo Wage. Hal ini timbul karena persentuhan Islam dengan budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak budaya tersendiri di luar dugaan dan melahirkan pemikiran

tersendiri, dalam pemikiran hisab rukyat.6 Aboge di Desa Kembang Kecamatan

Dukuhseti Kabupaten Pati tidak merupakan sebuah organisasi melainkan sebuah kelompok masyarakat Islam yang kebanyakan adalah paranormal yang menggunakan

sistem penghitungan Aboge (Alip Rebo Wage) untuk rutinitas sehari-hari karena

4

Data Laporan Monografi Kabupaten Pati, Kecamatan Dukuhseti Desa Kembang, Keadaan Bulan November 2014.

5

Hendro Setyanto, Membaca Langit (Jakarta: Al-Ghuraba, 2008), h. 68.

6 Alfina Rahil Ashidiqi, “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge (Studi Terhadap

Komunitas Aboge Di Purbalingga)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Dokumen terkait