(Studi Terhadap Pedoman Kegiatan Keagamaan dan Rutinitas Sehari-hari bagi Komunitas Aboge di Wilayah Kabupaten Pati Jawa Tengah )
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
MUNDALIFAH NIM: 1111044100098
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
Tengah). Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M.
Menurut diskursus hisab kejawen, sistem Aboge telah berubah menjadi Asapon. Namun di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati masih menggunakan sistem Aboge dalam penentuan awal bulan Kamariah dan dalam menjalankan tradisi-tradisi yang berkaitan dengan keagamaan dalam kehidupan mereka. Berkaca dari hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap fenomena yang terjadi ditengah-tengah masyarakat Desa Kembang yang masih kental dengan tradisi-tradisi
ini. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui metode dan fungsi dari kalender Aboge di
Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kualitatif. Yang dijadikan objek penelitian ini merupakan tokoh-tokoh Aboge yang meliputi Sesepuh Aboge, anggota Islam Aboge. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara/ interview dan dokumentasi. Hasil penelitian yang menjadi temuan dalam penelitian ini adalah dalam menentukan awal bulan Kamariah murni menggunakan hisab Jawa
sistem Aboge tanpa ada perubahan ke Asapon. Karena mereka menganggap
perhitungan Aboge bersifat paten (abadi), nyata dan sakral juga sebagai budaya
peninggalan sesepuh yang harus dijaga agar tetap lestari. Masyarakat Desa Kembang
Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati mengimplementasikan sistem Aboge sebatas
dalam rutinitas sehari-hari seperti Membeli hewan ternak, Pernikahan, Asahan, dan
lain-lain. Sedangkan dalam menentukan awal bulan yang di dalamnya terdapat ibadah
wajib seperti awal bulan Ramadan yang di dalamnya terdapat kewajiban berpuasa, awal bulan Syawal, dan awal bulan Zulhijjah yang didalamnya ada kewajiban haji, masyarakat Desa Kembang mengikuti ketetapan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama.
Faktor-faktor masih digunakannya Aboge, pertama keyakinan masyarakat terhadap
Aboge yang merupakan warisan nenek moyang sehingga harus dilestarikan, karena
selain penentuan awal bulan juga menyangkut hari-hari baik. Kedua kurangnya
sosialisasi kalender Jawa, mereka hanya mengenal tahun Jawa Aboge, sedangkan
Ajumgi, Amiswon, dan Asapon tidak diketahui. Ketiga pendidikan yang relatif
rendah, kebanyakan penganut Aboge adalah orang tua yang hanya menamatkan SD,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji Syukur bagi Allah SWT atas berkat rahmat, nikmat,
hidayah serta ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam dihaturkan pada Nabiyullah Muhammad saw, beserta
keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa dan raga demi tegaknya
Syari’at Islam yang pengaruh dan manfaatnya dapat kita rasakan sampai saat ini.
Tanpa penulis lupakan bahwa keberhasilan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini adalah atas berkat bimbingan, bantuan, dorongan, dan saran-saran dari
berbagai pihak. Tanpa partisipasi mereka, upaya penulis dalam menyelesaikan studi
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta terutama dalam
menyelesaikan skripsi ini tentu akan terasa lebih sulit terwujud. Oleh karena itu
tidaklah berlebihan jika dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak-banyak
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Kementrian Agama RI cq yang telah memberikan bantuan dan beasiswa
sampai penulis menyelesaikan studi;
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Syakhsiyyah dan Sri Hidayati, M.Ag selaku sekretaris Prodi Ahwal
Al-Syakhsiyyah;
4. Dra. Maskufa, MA selaku Dosen Pembimbing yang telah rela meluangkan
waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing dan mengarahkan
penulis dalam pembuatan skripsi;
5. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum yang telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses
belajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya pada saat pembuatan skripsi;
6. Juremi, PA selaku kepala Desa Kembang, Mbah Sukamto, Mbah Yusuf
Rustam, Mbah Sahlan, Mbah Rami dan Kasemo yang bersedia
diwawancara sebagai narasumber dari penelitian penulis;
7. Kepada orang tua tercinta Bapak Subhan dan Ibu Rasmi’ah, Kakak dan
Adik tersayang (Nur Rohman, Ratnasari dan Ika Maya Shofiatin) yang
telah memberikan motivasi serta memberikan nasehat-nasehat kepada
penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini;
8. Orang terkasih A. Sholeh Spd.I, teman-teman terdekat (Juniarti Harahap,
yang telah memberi semangat dan masukan-masukan serta nasehat kepada
penulis;
9. Semua orang yang pernah hadir dalam kehidupan penulis untuk
memberikan ilmu, nasehat, dan gambaran hidup. Jazakumullah khairal
Jaza’.
10.Serta berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan seluruhnya, semoga
amal baik mereka diterima Allah SWT dan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Amin.
Saran dan kritik yang membangun, sangat ditunggu demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini dan wawasan ilmu penulis. Besar harapan penulis,
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umunya. Amiin.
Jakarta, 13 Maret 2015
Mundalifah
HALAMAN JUDUL………i
PERSETUJUAN PEMBIMBING……….ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI.………iii
LEMBAR PERNYATAAN ……..………iv
ABSTRAK………....v
KATA PENGANTAR………vi
DAFTAR ISI………...ix
DAFTAR TABEL………..xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………..1
B. Identifikasi Masalah………6
C. Pembatasan Dan Rumusan Masalah………...7
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………..7
E. Review Kajian Terdahulu………...7
F. Metode Penelitian………..………..10
G. Sistematika Penulisan………...12
B. Wilayah Penyebaran Aboge……….…….23 C. Praktek Komunitas Aboge………...………..……...24
BAB III KONDISI SOSIAL DESA KEMBANG DAN MODEL
PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH
A. Demografi Masyarakat Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti
Kabupaten Pati…….……….32
B. Profil Komunitas Aboge di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti
Kabupaten Pati………...………...36
C. Model dan Metode Penentuan Awal Bulan Sistem Aboge….…..37
BAB IV APLIKASI PENENTUAN AWAL BULAN DALAM SISTEM
ABOGE DAN PEMERINTAH SERTA ANALISIS PENERAPAN
ABOGE SEBAGAI SISTEM PENENTUAN AWAL BULAN
KAMARIAH
A. Aplikasi Penentuan Awal Bulan Sistem Aboge dan Pemerintah
…………..………….………...50
B. Analisis Terhadap Metode dan Fungsi Penentuan Awal Bulan
Kamariah Dalam Perspektif Aboge di Desa Kembang Kecamatan
Dukuhseti Kabupaten Pati………...………..55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………...………63
Lampiran 2: Hasil Wawancara………...………....…….
Lampiran 3: Surat Permohonan Data/Wawancara………..…
Lampiran 4: Almanak Kitab Mujarrabat………
DAFTAR TABEL
Tabel 1 2.1. Nama-nama bulan dalam Almanak Saka.………...…….15
Tabel 2 2.2. Urutan hari………...………18
Tabel 3 2.3. Urutan Pasaran.………....………..18-19 Tabel 4 2.4. Rumus-rumus dalam tahun Alip..…………...………19-20 Tabel 5 2.5. Rumus-rumus dalam tahun Ehe.………... 20-21 Tabel 6 2.6. Nama-nama tahun dan pasaran kalender Jawa untuk setiap tahun.….21 Tabel 7 2.7. Rincian tentang tahun dan pasaran kalender Jawa.…..………...22
Tabel 8 2.8. Urutan hari yang menjadi dasar utama dalam kalender Jawa……… 27
Tabel 9 2.9. Rumus menentukan hari dan pasaran dalam setiap tahun Aboge..27-28 Tabel 10 3.1. Jumlah Penduduk Desa Kembang berdasarkan umur ……….33
Tabel 11 3.2. Jumlah penduduk Desa Kembang berdasarkan pendidikan…………34
Tabel 12 3.3. Jumlah peternakan Desa Kembang………..35
Tabel 13 3.4. Rumus mendirikan bangunan……...………...44
Tabel 15 3.5. Rumus memanen hasil pertanian…………...………..46
Tabel 16 3.6. Rumus menentukan arah bepergian………...…………..47
Tabel 17 3.7. Rumus membeli hewa……….……….48
A. Latar Belakang Masalah
Perbedaan sering muncul dalam kehidupan manusia, sejak pertama kali umat
manusia diciptakan oleh Allah SWT. sampai datangnya hari kiamat.1 Begitu pula
perbedaan untuk menentukan awal bulan Kamariah, yang mana didalamnya banyak
ditemukan perbedaan pendapat, sistem atau cara untuk menentukannya. Perbedaan
tidak selalu bermuara pada benar disatu pihak dan salah dipihak lain. Perbedaan ini
tidak jarang menimbulkan keresahan, bahkan terkadang menimbulkan adanya
pertentangan fisik dikalangan umat Islam.2 Namun, perbedaan inilah yang akan
menjadi muara pada semangat untuk selalu memurnikan ajaran Allah melalui
petunjuk yang dibawakan oleh Rasulullah Saw.3
Salah satu fenomena sosial keagamaan yang muncul dalam kehidupan
masyarakat adalah terjadinya perbedaan penetapan awal bulan Kamariah, terutama
penetapan awal bulan Ramadan, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Perbedaan ini
tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan antara kelompok hisab dan kelompok
rukyat saja, melainkan sering pula terjadi disebabkan adanya perbedaan intern
1
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab (Jakarta: Amythas Publicita, 2007), h. 6.
2
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji., Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Selayang Pandang Hisab Rukyat (T.tt., tp, 2004), h. 1.
3
2
kalangan yang berpegang pada rukyat dan perbedaan intern kalangan yang berpegang
pada hisab.4
Sebagaimana Hadis riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
yang berbunyi: Shumu li ru‟yatihi wa afthiru li ru‟yatihi fain ghumma „alaikum fa
istakmiluhu tsalatsina yauman, artinya “Berpuasalah kamu karena melihat hilal
(tanggal) dan berbukalah (berlebaranlah) kamu karena melihat tanggal. Bila kamu
tertutup oleh mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulan Syakban tiga puluh
hari” (H.R. Muttafaq Alaih).5
Hadis tersebut menjelaskan bahwa cara penentapan awal bulan Kamariah
khususnya awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijjah adalah dengan menyaksikan
hilal atau rukyatul hilal yaitu melihat secara langsung hilal sesaat setelah matahari
terbenam pada hari ke-29 atau dengan jalan istikmal.6 Namun, dalam memahami dan
memenuhi perintah hadis tersebut selalu saja mengundang polemik. Polemik itu tidak
hanya dalam wacana, tetapi berimplikasi pada awal dimulainya pelaksanaan ibadah
puasa dengan segala macam kegiatan ibadah didalamnya, penentuan Idul Fitri dan
Idul Adha. Bahkan tidak jarang, berpengaruh pada harmonitas sosial antara sesama
pemeluk Islam.7 Oleh sebab itu, penggunaan metode ataupun cara dalam menentukan
4
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji., Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Selayang Pandang Hisab Rukyat, h. 3.
5
Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 21.
6
Maskufa, Ilmu Falak (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), Cet. II. h. 152.
7 Ahmad Rofiq, “mungkinkah Hisab dan Rukyat Dipersatukan”, dalam
Ahmad Izzuddin,
awal bulan disesuaikan dengan argumentasi yang dipegang oleh suatu kelompok atau
organisasi.
Ketika terjadi perbedaan, masyarakat luas pada umumnya beranggapan
bahkan menuduh bahwa perbedaan itu disebabkan karena adanya perbedaan antara
hisab dan rukyat. Memang benar bahwa perbedaan itu ditimbulkan karena adanya
perbedaan antara hisab dan rukyat. Namun dalam kasus-kasus yang sering kali
terjadi, justru perbedaan itu disebabkan bukan semata-mata oleh adanya perbedaan
antara hisab dan rukyat. Perbedaan itu terjadi karena perbedaan yang disebabkan oleh
adanya perbedaan di kalangan ahli hisab sendiri, atau perbedaan di kalangan ahli
rukyat sendiri.8 Bahkan di Indonesia sejak dulu sudah dikenal dengan adanya
pemikiran hisab rukyat mazhab tradisional Islam Jawa. Kelompok tersebut
mempunyai metode penetapan awal bulan Ramadan tersendiri.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perbedaan penentuan awal bulan
Kamariah, terutama penetapan awal Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha tidak
sepenuhnya karena perbedaan di kalangan hisab atau pun rukyat karena terdapat
kelompok masyarakat yang berpedoman pada hisab dan kelompok yang berpedoman
pada rukyat,9 bahkan ada juga kelompok yang bersandarkan pada perhitungan tahun
Jawa lama (khuruf Aboge) dan rukyatul hilal (observasi dengan mata telanjang saat
8
BJ.Habibie, Rukyat dengan Teknologi Upaya Mencari Kesamaan Pandangan tentang Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal (Jakarta: Gema Insani Press, 1994, Cet. Pertama), h. 79.
9Wahyu Widiana, “Penentuan Awal Bulan Qamariyah dan Permasalahannya di Indonesia”,
4
tenggelamnya matahari).10 Kelompok-kelompok ini sangat sulit untuk disatukan
karena mempunyai alasan fikih masing-masing, yang berbeda satu sama lain.
Kelompok yang menekankan pedomannya pada rukyat dipresentasikan oleh
organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia (NU), yang mana sistem
penentuan awal bulan Kamariah biasa disebut ru‟yah al-hilal bi al-fi‟li atau istikmal
(menyempurnakan bulan Syakban 30 hari). Sedangkan kedudukan hisab hanyalah
sebagai pembantu dalam melaksanakan rukyat.11 Organisasi kemasyarakatan terbesar
kedua yang dipresentasikan Muhammadiyah, yang mana sistem penentuan awal dan
akhir bulan Ramadan melalui Majlis Tarjih menggunakan hisab wujud al-hilal (milad
al-hilal). Kendatipun demikian, Muhammadiyah menyatakan “apabila ahli hisab
menetapkan bahwa (tanggal) bulan belum tampak, atau sudah wujud tetapi tidak
kelihatan, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga, Majlis
Tarjih memutuskan bahwa rukyat lah yang muktabar”. Karena itulah Muhammadiyah
lebih mengidentifikasikan dirinya sebagai Mazhab Hisab.12
Sedangkan kelompok yang menekankan pedomannya pada perhitungan tahun
Jawa lama dan rukyatul hilal adalah pemikiran hisab rukyah yang dianut oleh Aboge
(penganut Islam Alip Rebo Wage). Hal ini timbul karena persentuhan Islam dengan
budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak budaya tersendiri di luar dugaan
10
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 82.
11
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah, h. 110.
12
dan melahirkan pemikiran tersendiri, dalam pemikiran hisab rukyat.13 Dalam
pemikirannya ada beberapa prinsip utama, yakni pertama, prinsip penentuan tanggal
selain berdasarkan kalender Hindu-Muslim-Jawa, adalah dina niku tukule enjing lan
ditanggal dalu (hari itu lahirnya pagi dan diberi tanggal malam harinya). Kedua,
bahwa jumlah hari dari bulan puasa menurut cara perhitungan Aboge selalu genap 30
hari. Adapun istilah Aboge dapat dirinci bahwa a berasal dari Alip, salah satu dari
delapan tahun siklus windu, bo mengacu pada rebo (hari Rabu), dan ge berasal dari
Wage, salah satu dari hari pasaran yang lima. Kelompok ini merupakan kelompok
keagamaan yang cukup konsisten dalam menentukan awal bulan karena hitungan
komunitas Aboge ini hanya untuk rutinitas keagamaan dan kegiatan sehari-hari
sedangkan untuk menentukan awal bulan yang berkaitan dengan ibadah khususnya
awal bulan Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha mengikuti ketetapan Pemerintah.14
Aboge ini tersebar di beberapa daerah Indonesia. Salah satunya adalah Aboge yang
terdapat di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati.
Perbedaan-perbedaan tersebut tentu akan memberikan dampak hukum
terhadap waktu dari pelaksanaan suatu ibadah. Sebagai contoh apabila ibadah puasa
dilaksanakan sebelum waktunya maka ibadah puasa tersebut dinyatakan tidak sah
atau batal, namun sebaliknya apabila telah dinyatakan masuk waktunya untuk
berpuasa sementara umat Islam belum juga melaksanakannya, maka umat Islam
13
Alfina Rahil Ashidiqi, “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge (Studi Terhadap Komunitas Aboge Di Purbalingga)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 4.
14
6
tersebut berarti telah melalaikan ibadah puasa sebagaimana yang telah diwajibkan
oleh Allah SWT. Oleh karena itu sudah sepantasnya umat Islam memiliki sistem
penanggalan yang mapan, ajeg dan mampu memberikan kepastian tanggal agar tidak
menimbulkan kebimbangan dan keraguan bagi umat Islam itu sendiri, sehingga akan
lebih menambah keyakinan dan kekhusyukan dalam melaksanakan suatu ibadah.
Seiring dengan semakin maju dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta
teknologi saat ini, tentu akan semakin memberi kemudahan bagi umat Islam dalam
membuat sistem penanggalan yang berdasarkan almanak astronomi dan peredaran
bulan (lunar system).15
Berangkat dari keadaan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dan menuangkannya dalam tulisan yang berjudul “PENENTUAN AWAL
BULAN KAMARIAH DALAM PERSPEKTIF ABOGE (Studi Terhadap Pedoman
Kegiatan Keagamaan dan Rutinitas Sehari-hari bagi Komunitas Aboge di Wilayah
Kabupaten Pati Jawa Tengah)”.
B. Identifikasi Masalah
1. Banyaknya sistem atau cara dalam menentukan awal bulan Kamariah.
2. Terjadinya perbedaan awal dan akhir Ramadan.
3. Banyaknya ormas-ormas/ golongan yang memiliki pendapat atau
pemahaman tersendiri.
15
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan judul diatas, agar pembahasan yang akan diteliti tidak
melebar tanpa arah karena banyaknya pemikiran penetapan awal bulan
Kamariah di Indonesia maka penulis batasi dalam hal “Penentuan Awal Bulan
Kamariah di Komunitas Aboge di Daerah Pati)”, khususnya dalam penentuan
awal bulan Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha.
2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah di atas maka dalam penelitian ini
permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana metode kalender Aboge yang ada di komunitas Aboge Pati?
2. Apa saja fungsi dari kalender Aboge di komunitas Aboge di Pati?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui metode yang digunakan komunitas Aboge di Pati dalam
menentukan awal bulan.
2. Untuk mengetahui fungsi/ kegunaan dari kalender Aboge.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
1. Judul Skripsi : “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge (Studi
8
Oleh : Alfina Rahil Ashidiqi, SJAS 2009
Skripsi ini membahas tentang suatu fenomena atau kenyataan sosial yang
berupa studi kasus komunitas Aboge di Purbalingga dalam menentukan awal
bulan Kamariah berdasarkan Hisab Aboge yang bermuara pada seluk beluk
atau sejarah konsep penanggalan Jawa. Komunitas Aboge di Purbalingga
memahami perhitungan Aboge sebagai interpretasi dari surat Yunus ayat 5
dan menggunakan rujukan Kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrab dalam
menentukan awal bulan Kamariah. Metodologi penelitian yang digunakan
adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis.
Sedangkan skripsi yang penulis tulis membahas tentang fenomena pada
komunitas Aboge di Desa Kembang yang masih menggunakan hitungan
Aboge, namun tidak untuk menentukan awal bulan Kamariah yang berkaitan
dengan ibadah melainkan hanya untuk kegiatan keagamaan dan rutinitas
sehari-hari yang diinterpretasi dari Tafsir al-Hidayah surat Fusilat ayat ke 41,
dibagian asbabun nuzul HR. Ibnu Jarir ayat 9, 10, 11, dan 12 karya Syekh
Nawawi Al-Bantani. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah
kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi-antropologi.
2. Judul Skripsi : “Penentuan Awal Bulan Qamariyah dalam Perspektif
Hizbut Tahrir”
Oleh : Jumiatil Huda, SJAS 2011
Skripsi ini membahas tentang perbedaan pendapat antara intern kalangan
penulis salah satu penyebab perbedaan pendapat dikalangan rukyat adalah
tentang mathla’, penelitian ini lebih menekankan terhadap metode
rukyatulhilal yang berdasarkan hadis “shumu liru‟yatihi wa afthiru
liru‟yatihi” yang digali dari metodologi istinbath At-Ta‟âdul wa At-Tarajih
dan kesepakatan pendapat para ulama atau mazhab yang sama-sama
menggunakan sistem rukyatulhilal. Tapi bukan berarti menafikan adanya
metode hisab. dalam skripsi ini, penulisnya menginginkan dengan adanya
institusi politik pemersatu umat (Khilafah) harus bahkan wajib menyatukan
umat secara global agar perbedaan pendapat tersebut mampu disatukan oleh
keputusan seorang khalifah.
Sedangkan skripsi yang penulis tulis membahas tentang fenomena pada
komunitas Aboge di Desa Kembang yang masih menggunakan hitungan
Aboge, namun tidak untuk menentukan awal bulan Kamariah yang berkaitan
dengan ibadah melainkan untuk kegiatan keagamaan dan rutinitas sehari-hari
yang diinterpretasi dari Tafsir al-Hidayah surat Fusilat ayat ke 41, dibagian
asbabun nuzul HR. Ibnu Jarir ayat 9, 10,11, dan 12 karya Syekh Nawawi
Al-Bantani. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah kualitatif
10
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid, reliabel dan obyektif.16
Dalam penelitian skripsi ini penulis melakukan dua jenis penelitian, yaitu
penelitian lapangan (Field Research) dan penelitian Pustaka (Library Research).
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian yang diterapkan adalah penelitian kualitatif, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam
tentang masalah-masalah manusia dan sosial.17 Strategi pendekatan yang
digunakan dalam penelitian adalah sosiologi-antropologi, yakni bertujuan untuk
mengetahui perkembangan masyarakat sederhana dan unsur-unsur tradisional18
dengan memaparkan hasil-hasil penelitian yang bersumber wawancara dan dari
data atau dokumen tertulis. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sikap,
perilaku dan persepsi dari komunitas Aboge yang melakukan penentuan awal
bulan Kamariah menggunakan kalender Islam Jawa lama.
2. Sumber penelitian
Sumber data yang digunakan adalah sumber data yang bersifat primer dan
skunder. Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung
16
Ipah Farihah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), h. 32.
17
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 85.
18
dari subjek penelitian. Data ini meliputi wawancara dengan pemuka Agama
Sesepuh atau tokoh-tokoh Aboge di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti
Kabupaten Pati. Sedangkan sumber data skunder merupakan data yang diperoleh
dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas pembahasan yang berhubungan
dengan masalah yang diajukan yang memberikan penjelasan tentang bahan data
primer.19 Antara lain adalah Buku-buku Ilmu Falak tentang Hisab Rukyat dan
perbedaannya serta literatur-literatur yang terkait dengan materi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan pada penulisan skripsi
ini adalah:
a. Wawancara atau interview
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah
tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau
lebih berhadap-hadapan secara fisik.20
b. Dokumentasi
Dokumentasi diperoleh dari data-data yang telah ada sebelumnya mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa buku-buku, jurnal, hasil penelitian, catatan,
transkip, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan
sebagainya.21
19
Ipah Farihah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 45.
20
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h. 160.
21
12
4. Analisis Data
Teknis analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan atau mudah dipahami dan
diinformasikan kepada orang lain.
5. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pada skripsi ini adalah Desa Kembang Kecamatan
Dukuhseti Kabupaten Pati.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami dan mempelajari skripsi ini, maka disini
akan dijelaskan mengenai sistematika penulisan laporan penelitian, dimana
penelitian ini terdiri dari lima bab dengan rancangan sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, review kajian terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II merupakan pembahasan tentang diskursus Komunitas Aboge, yang
meliputi sejarah singkat Aboge, wilayah cakupan Aboge dan prakteknya.
Bab III merupakan pembahasan tentang Kondisi Sosial Desa Kembang dan
Model Penentuan Awal Bulan Kamariah yang meliputi Demografi Masyarakat
Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati, Profil dan Model dan
Bab IV merupakan pembahasan tentang Aplikasi Penentuan Awal Bulan
Sistem Aboge Dan Pemerintah Serta Analisis Penerapan Aboge Sebagai Sistem
Penentuan Awal Bulan Kamariah yang meliputi Aplikasi penentuan Awal Bulan
Sistem Aboge dan Pemerintah dan Analisis Terhadap Metode dan Fungsi
Penentuan Awal Bulan Kamariah Dalam Perspektif Aboge di Desa Kembang
Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati.
BAB II
DISKURSUS KOMUNITAS ABOGE
A. Sejarah Singkat Aboge
Hisab Rukyat Kejawen lebih dikenal dengan penanggalan Jawa atau kalender
Jawa yang mempunyai arti dan fungsi tidak hanya sebagai petunjuk hari tanggal
keagamaan, tetapi juga menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang disebut
Pitungan Jawi yakni perhitungan baik buruk yang dilukiskan dalam lambang dan
watak suatu hari, tanggal, bulan, tahun, pranatamangsa, dan lain-lainnya.1 Kalender
Jawa, dilihat dari masa penggunaannya, dibagi menjadi 2 periode yaitu periode Jawa
Hindu dan Jawa Islam. Kalender Jawa Hindu menggunakan sistem kalender matahari
yang mengacu pada sistem kalender Saka di India.2
Almanak Saka di pakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak,
Banten, dan Mataram menggunakan Almanak Saka dan Almanak Hijriyah secara
bersama-sama. Permulaan tahun Saka dihitung mulai dari penobatan Aji Saka atau
bertepatan pada hari sabtu tanggal 14 Maret tahun 78 Masehi satu tahun setelah
penobatan Raja Hindu di India yaitu Prabusali Wahono (Aji Saka). Kemudian pada
tahun 1555 saka atau 1633 M/ 1043 H diadakan perubahan oleh Sri Sultan
1
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah Kejawen Studi atas Penentuan Poso dan Riyoyo Masyarakat Dusun Golak Desa Kenteng Ambarawa Jawa Tengah (Semarang: DIPA, 2006), h. 15.
2
Ruswa Darsono, Penanggalan Islam Tinjauan Sistem, Fiqih dan Hisab Penanggalan
Muhammad yang terkenal dengan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang bertahta di
Mataram.3
Perubahan itu menyangkut sistemnya yaitu tidak lagi didasarkan pada
peredaran Matahari melainkan didasarkan pada peredaran Bulan disesuaikan dengan
sistem perhitungan tahun hijriyah.4 Sehingga nama-nama bulan ditetapkan dengan
urutan sebagai berikut:5
Nama Bulan
Umur
Wastu Wuntu
Sura 30 30
Sapar 29 29
Mulud 30 30
Bakdamulud 29 29
Jumadilawal 30 30
Jumadilakir 29 29
Rejeb 30 30
Ruwah 29 29
Pasa 30 30
3
Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa Sejarah Sistem Penanggalan Masehi, Hijriyah dan Jawa (Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011), h. 17-18.
4 Takhrir Fauzi, “Studi Analisis Penetapan Awal Bulan Kamariah Sistem Aboge Di Desa
Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah”, (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah, Institus Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2010), h. 29.
5
16
Sawal 29 29
Dulkaidah 30 30
Besar 29 30
Umur dalam setahun 354 hari 355 hari
Meskipun mengadopsi sejumlah ketentuan kalender Hijriyah, kalender Jawa
mempunyai konsep dan aturan berbeda. Jadilah kalender Jawa sebagai sistem
penanggalan khas memadukan budaya Islam-Hindu-Jawa.6 Kebijakan tersebut
menjadikan perbedaan antara kalender Jawa dan kalender Masehi berselisih 1/120
hari, maka dari hal tersebut setiap 120 tahun kalender Jawa harus dimajukan satu hari,
maksudnya satu tahun yang sebenarnya tahun panjang (Wuntu) dijadikan tahun
Pendek (Wastu).
Untuk mengenalnya dalam pergantian tahun diperkenalkan “Huruf” dengan
penjelasan sebagai berikut:7
1. Mulai 1 Suro Alip tahun 1555/1043 H menjelang tahun 1674/1115 H hurufnya
JAMNGIYAH LEGI (jatuh pada hari Jumat Legi).
2. Mulai permulaan tahun 1674/1115 H sampai permulaan tahun 1747/1235 H
hurufnya CHOMSIYAH KLIWON (1 Suro Alip jatuh pada hari Kamis Kliwon).
6
M. Zaid Wahyudi, “Kalender Jawa, Akulturasi Budaya Jawa Hindu”, diakses pada 27 November 2014 dari Sains.Kompas.com/read/2014/11/06/20363101/kalender-jawa-akulturasi-budaya-islam-hindu.
7
3. Mulai permulaan tahun 1747/1235 H sampai permulaan tahun 1867/1355 H
hurufnya ARBANGIYAH WAGE (Alip 1 Suro jatuh pada hari Rebo Wage yang
disebut ABOGE).
4. Mulai permulaan tahun 1867/1355 H sampai permulaan tahun 1987/1475 H
hurufnya TSALATSIYAH PON (1 Suro Alip jatuh pada hari Selasa Pon yang
disebut ASAPON).
Ajaran Islam Aboge pertama kali diperkenalkan oleh Ngabdullah Syarif Sayid
Kuning yang terkenal dengan nama Sayid Abdullah. Terminologi Aboge merupakan
akronim dari kata Alip, Rebo dan Wage. Aboge adalah sistem penghitungan kalender
yang didasarkan pada masa peredaran windu atau delapan tahun. Satu windu menurut
kalender Aboge terdiri atas tahun Alip, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba, Wawu dan Jim
Akhir.8
Satu Windu tahun Jawa Islam berumur 8 tahun terdiri dari tahun Kabisat dan
Basithah:9
1. Tahun Kabisat (Wuntu/ Panjang):
Yaitu tahun Ehe, Dal, dan Jim Akhir dimana ketiga tahun tersebut
masing-masing memiliki panjang hari sebanyak 355 hari.
2. Tahun Basithoh (Wastu/ Pendek):
Yaitu tahun Alip, Jim Awal, Ze, Be, dan Wawu dimana masing-masing tahun
tersebut memiliki panjang hari sebanyak 354 hari saja.
8 Teguh Trianton, “Catatan Budaya”, diakses pada 19 November 2014 dari
http://catatan
budaya/2008/11/13/riset-masjid-sayid-Kuning-html.
9Muh. Choeza’I Ali
18
Menurut kalender Aboge, 1 Muharram yang pertama dipercaya jatuh pada
tahun Alip, hari Jum’at dengan pasaran Pon. Tahun Alip adalah tahun pertama,
sedangkan hari Jum’at dan pasaran Pon adalah hari dan pasaran pertama. Kalender
Aboge mengenal lima pasaran; yaitu Pon, Wage, Kliwon, Manis (legi) dan Pahing.
Kemudian jumlah hari dalam sebulan rata-rata 29 hingga 30 hari.10
[image:30.612.113.531.133.681.2]Urutan hari dan pasaran diurutkan sesuai dengan awal harinya, berikut
tabelnya:11
No Hari Istilah Neptu
1 Rebo Siji (Ji) 7
2 Kemis Loro (Ro) 8
3 Jemuah Telu (Lu) 6
4 Setu Papat (Pat) 9
5 Ahad Lima (Ma) 5
6 senen Enem (Nem) 4
7 Selasa Pitu (Tu) 3
No Hari Istilah Neptu
1 Wage Ji 4
2 Kliwon Ro 8
10 Teguh Trianton, “Catatan Budaya”, diakses pada 19 November 2014 dari
http://catatan
budaya/2008/11/13/riset-masjid-sayid-Kuning-html.
11
3 Manis Lu 5
4 Paing Pat 9
5 Pon Ma 7
Dalam perhitungan tahun Jawa Islam (penanggalan Aboge) permulaan tahun
dimulai dengan tahun Alip yang memiliki dua belas bulan dengan rumus-rumus
sebagai berikut:12
No Singkatan Bulan Hari Pasaran
1 Ramjiji Muharram Rebo Wage
2 Parluji Sapar Jemuah Wage
3 Ludpatma Mulud Setu Pon
4 Ngukhirnemma Robingul Akhir Senen Pon
5 Diwaltupa Jumadil Awal Selasa Paing
6 Dikhirropat Jumadil Akhir Kemis Paing
7 Jablulu Rajab Jemuah Manis
8 wahmalu Ruwah Ahad Manis
9 Sanemro Pasa Senen Kliwon
10 Waljiro Sawal Rebo Kliwon
11 Dahroji Dzulqoidah Kemis Wage
12 M. Abdurrahman, “Islam Aboge: Harmoni Islam dan Tradisi Jawa”, diakses pada 16
20
12 Jahpatji Dzulhijjah Setu Wage
Dari setiap bulan dapat kita ketahui hari yang menjadi awal bulan tersebut,
misalnya untuk bulan Syawal sekaligus penetapan hari raya, maka pada tahun Alif
akan jatuh pada hari Rebo Kliwon. Demikian juga untuk menetapkan hari raya Idhul
Adha dan Puasa. Pada tahun-tahun berikutnya akan disesuaikan dengan hari-hari
sebelumnya.
Rumus-rumus yang diberlakukan dalam tahun-tahun berikutnya adalah
sebagai berikut: untuk tahun Ehe maka awal bulan dan awal tahun meneruskan tahun
sebelumnya, selengkapya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Singkatan Bulan Hari Pasaran
1 Rammama Muharram Ahad Pon
2 Partuma Sapar Selasa Pon
3 Ludjipat Mulud Rebo Paing
4 Ngukhirlupat Rabingul Akhir Jemuah Paing
5 Diwalpatlu Jumadil Awal Setu Manis
6 Dikhirpatlu Jumadil Akhir Senin Manis
7 Jabturo Rajab Selasa Kliwon
8 Wahroro Ruwah Kemis Kliwon
9 Saluji Puasa Jemuah Wage
11 Dahnemma Dzulqoidah Senen Pon
12 Jahjima Dzulhijjah Rebo Pon
Demikian juga untuk menghitung tahun selanjutnya, maka awal bulan dan awal
tahun meneruskan tahun sebelumnya.
Untuk memudahkan dalam mengerjakan perhitungan tahun jawa di atas, Sultan
Agung menciptakan rumus hari dan pasaran untuk setiap tahun. Pada periode 1 Suro
Aboge tiap-tiap tahunnya, dapat kita lihat sebagai berikut:13
Nama Tahun Istilah Hari dan Pasaran Singkatan
Alip 1-1 (Alip Ji-Ji) Rebo Wage ABOGE
Ehe 5-5 (Ehe Mama) Ahad Pon HEHADPON
Jimawal 3-5 (Jiwal Luma) Jumah Pon JIMAPON
Je 7-4 (Je Tupat) Selasa Pahing JESAING
Dal 4-3 (Dal Patlu) Setu Manis DALTUNIS
Be 2-3 (Be Rolu) Kemis Manis BEMISNIS
Wawu 6-2 (Wa Nemro) Senen Kliwon WANENWON
Jimakhir 3-1 (Jimkir Luji) Jumah Wage JIMKIRMAGE
13 Takhrir Fauzi, “Studi Analisis Penetapan Awal Bulan Kamariah Sistem Aboge Di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah”, (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah,
22
Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut ini:14
No
Nama
Tahun
Awal Tahun Akhir Tahun
Keterangan
Hari Pasaran Hari Pasaran
1 Alip Rebo Wage Setu Pahing 2006
2 Ehe Ahad Pon Kemis Pahing 2007
3 Jim Awal Jemuah Pon Senin Manis 2008
4 Je Selasa Paing Jemuah Kliwon 2009
5 Dal Setu Legi Rebo Kliwon 2010
6 Be Kemis Legi Ahad Wage 2011
7 Wawu Senen Kliwon Kemis Pon 2012
8 Jim Akhir Jemuah Wage Selasa Pon 2013
Jika tahun Jim Akhir telah berakhir maka dimulai lagi dari tahun Alip dengan
rumus yang sama karena disini tidak akan pernah terjadi perubahan. Adapun awal
bulan maka akan melanjutkan dari bulan-bulan sebelumnya. Misalnya pada tahun
Alip dimulai pada hari Rebo Wage dan berakhir pada hari Setu Pahing maka pada
tahun Ehe akan melanjutkan dari hari tersebut yaitu hari Ahad Pon, begitu seterusnya.
Dengan sistem kalender itu, penganut Aboge dapat menentukan kapan dan pada hari
14 M. Abdurrahman, “Islam Aboge: Harmoni Islam dan Tradisi Jawa”, diakses pada 16
apa 1 Ramadhan atau 1 Syawal tiba. Sistem kalender ini hingga sekarang masih
dilestarikan oleh pengikutnya.15
Contoh:
Pada tahun 2013 bertepatan dengan tahun Jawa yaitu tahun Jim Akhir yang
jatuh pada hari Jumat Wage sehingga untuk menentukan tahun 2014 kembali ke awal
yaitu bertepatan dengan tahun Jawa (tahun Alip) yang jatuh pada hari Rebo Wage,
begitupun seterusnya.
B. Wilayah Penyebaran Aboge
Pesan dakwah Ulama di Jawa yang dilakukan melalui serangkaian simbol
budaya pada dasarnya adalah membahasakan bahasa perubahan sosial. Sehingga
budaya dari berbagai peristiwa tren islam jawa tidak hanya diarahkan pada upaya
pengungkapan makna-makna simbolnya saja, tetapi juga mengungkapkan tata bahasa
di baik munculnya fenomena itu sendiri. 16
Aboge ditransformasikan kepada pemeluknya secara tradisional melalui
pendidikan keluarga dan pertemuan para penganut Aboge. Di Kabupaten Banyumas
penganut Aboge yang berjumlah ribuan tersebar di sejumlah desa antara lain di Desa
15 Teguh Trianton, “Catatan Budaya”, diaks
es pada 19 November 2014 dari http://catatan
budaya/2008/11/13/riset-masjid-sayid-Kuning-html.
16
24
Cibangkong (Pekuncen), Desa Kracak (Ajibarang), Desa Cikakak (Wangon), Desa
Tambaknegara (Rawalo).17
Sementara di Kabupaten Purbalingga tepatnya di Desa Onje, Kecamatan
Mrebet, yang diyakini sebagai pusat penyebaran Islam Aboge di Banyumas.18
Misalkan di salah satu Wilayah Banyumas, suatu masyarakat Islam yang
masih menggunakan dan mengamalkan kalender Jawa penyebar agama Islam Aboge
di Desa Cikakak dipercaya bernama Mustolih. Untuk menjaga masyarakat Aboge.
Agar tetap eksis ada beberapa strategi bertahan yang dilakukan masyarakat
Aboge di Desa Cikakak, yaitu:
1. Tetap menjaga solidaritas dan kekompakan sesama warga Aboge
2. Taat mengikuti petuah para orang tua. Dan yang dituakan dari dulu samapai
sekarang adanya dawuh pangandiko yaitu proses regenerasi.19
C. Paktek Komunitas Aboge
Orang Jawa mengacu pada budaya leluhur yang turun-temurun. Leluhur
dianggap memiliki kekuatan tertentu, apalagi kalau orang yang meninggal (leluhur)
tersebut tergolong wong tuwa baik dari segi umur maupun ilmunya.20
17
http://properti.kompas.com/read/2010/09/11/09383178/Islam.Aboge.Idul.Fitri.Hari.Ini. Diakses pada 18 November 2014.
18 Suparjo, “Aboge”, diakses pada 18 November 2014 dari http://www.tabloidpamor.com/berita-89-aboge.html.
19
Siska Laelatul B, Eksistensi Komunitas Islam Aboge di Desa Cikakak Kecamatan Wagon Kabupaten Banyumas, Vol IV, No. 4, Tahun 2003.
20
Karena itu, Umat Islam Aboge menentukan jatuhnya 1 Ramadan dan 1 Syawal
berbeda satu hari dengan Pemerintah karena berdasar keyakinan dari nenek moyang
secara turun temurun dan menggunakan rumusan perhitungan kalender Jawa.
Demi mengakomodasi kepentingan masyarakat Jawa yang berbeda, sistem
penanggalan Jawa dibuat nama bulan dan jumlah hari dalam setahun diambil dari
kalender Hijriyah. Namun, angka tahun Saka dipertahankan.
Menurut Hendro Setyanto, kalender Jawa adalah kalender matematis, sama
seperti kalender Masehi. Aturannya didasarkan pada perhitungan matematika dari
fenomena astronomi. Sifatnya yang matematis membuat penanggalan Jawa tidak
mengalami sengketa seperti dalam penentuan awal bulan kalender Hijriyah.21
Menurut Sulam Imam Masjid Baitussalam Saka Tunggal, Desa Cikakak
Banyumas bahwa kalender Islam Jawa sudah menjadi hitungan yang telah diyakini
secara turun temurun sejak ratusan tahun silam. Namun, berkembangnya kalender
Aboge di wilayah Banyumas tidak diketahui kepastiannya.22
Penganut Aboge mengatakan bahwa inti dari ajaran mereka diyakini
berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis.23
Kendati demikian, aliran Islam Jawa (Aboge) sudah ada secara turun-temurun,
bahkan sejak akhir jaman kerajaan Hindu,24 dengan kata lain kalender Aboge ini
21 M. Zaid Wahyudi, “Kalender Jawa, Akulturasi Budaya Jawa Hindu”, diakses pada 27
November 2014 dari Sains.Kompas.com/read/2014/11/06/20363101/kalender-jawa-akulturasi-budaya-islam-hindu.
22
http://www.jurnalhajiumroh.com/post/berita/penganut-islam-aboge-berlebaran-jumat. Diakses pada 16 November 2014.
23Falinda, Sistem Keyakinan dan Ajaran Islam Aboge, Jurnal Ibda’, Vol. 10, No. 2 (2012:
26
diperkirakan muncul pada masa peralihan budaya Hindu seiring dengan masuknya
ajaran Islam di Pulau Jawa. Bisa juga sebelum adanya Wali. Perkiraan tersebut
muncul karena kalender Aboge tidak hanya digunakan oleh umat Islam tetapi juga
para penganut Kejawen.25
Komunitas Aboge di Purbalingga menetapkan awal bulan Kamariah dengan
dua cara yaitu:
1. Secara sederhana yaitu melihat almanac seumur hidup yang terdapat
dalam kitab Mujarrabat dan Primbon Sembahyang, dengan cara dan
metode yang telah diterangkan pada bab sebelumnya. Perhitungan ini
dipergunakan bagi orang awam yang tidak mengetahui rumus-rumus
perhitungan Aboge.
2. Dengan menggunakan rumus yang terkonsep dari pesan para sesepuh
komunitas Aboge yang sebagian terdapat pada kitab Mujarrabat, yang
diterjemahkan oleh Abdurrahman bin H. Abdul Aziz. Rumus ini dihapal
oleh sesepuh Aboge, catatan atau rumusan tersebut tidak dibukukan.
Karena menurut mereka, ilmu perhitungan Aboge adalah ilmu yang
dihapalkan bukan dicatat. Sehingga metode pembelajarannya adalah
cerita.26
24 Suparjo, “Aboge”, diaks
es pada 18 November 2014 dari http://www.tabloidpamor.com/berita-89-aboge.html.
25
http://www.jurnalhajiumroh.com/post/berita/penganut-islam-aboge-berlebaran-jumat. Diakses pada 16 November 2014.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Langkah pertama, mengetahui urutan atau tanda pada nama hari
Patokan utama adalah Aboge yang mengandung arti bahwa tahun Alif
jatuh pada hari Rebo pasarane Wage. Maka hari Rebo ditandai angka 1
karena menjadi dasar yang utama dan pada urutan yang pertama dalam
hari, sehingga urutannya adalah:
No Nama Hari Urutan Ke 4 Setu 4
1 Rebo 1 5 Ahad 5
2 Kamis 2 6 Senen 6
3 Jum’ah 3 7 Selasa 7
b. Langkah kedua, yaitu mengetahui urutan pasaran.
Kemudian pasaran juga berpatokan pada Wage, sehingga urutannya
adalah: wage, Kliwon, Legi, Pahing, Pon.
c. Langkah ketiga, yaitu menggunakan rumus untuk menetapkan hari dan
pasaran tanggal 1 Sura pada setiap tahun Aboge dengan mengetahui
urutan hari dan pasaran.
Kemudian dalam menentukan hari dan pasaran pada tiap tanggal 1 Sura
(Muharram) dalam setiap tahun Aboge terdapat rumus yang pasti yaitu:
Tahun ke Nama Tahun Urutan Hari Urutan
Pasaran
Rumus
28
1 Alif Rabo (1) Wage (1) Aboge
2 Ha Ahad (5) Pon (5) Hahadpon
3 Jim Awal Jumngah (3) Pon (5) Jangahpon
4 Za Selasa (7) Pahing (4) Zasahing
5 Dal Sabtu (4) Legi (3) Daltugi
6 Ba Kamis (2) Legi (3) Bamisgi
7 Wal Senen (6) Kliwon (2) Walinenwon
8 Jim Akhir Jumngah (3) Wage (1) Jangehge
d. Langkah keempat, menggunakan rumus untuk menentukan hari dan
pasaran tanggal 1 pada setiap bulan Aboge.
Dalam penentuan hari dan pasarn tanggal 1 pada setiap bulan tahun
Aboge menggunakan rumus yang pasti, yang diurutkan dari hari pasaran
tanggal 1 Muharram pada tahun tersebut. Rumus-rumus tersebut ialah
Ramjiji, Parluji, Uwalpatma, Uhirnemma, Diwaltupat, Dihirropat,
Jablulu, Banmalu, Dhannemma, Waljiro, Dahroji, dan Jahpatji.
Nama-nama rumus tersebut merupakan singkatan dari Nama-nama bulan, urutan hari
dan urutan pasaran yang menagndung arti bahwa bulan tersebut jatuh
pada urutan hari yang ke sekian dan urutan pasaran yang kesekian.27
27
Sedangkan untuk penganut Aboge di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti
Kabupaten Pati dalam menentukan tahun, awal bulan, hari dan pasaran menggunakan
almanak yang terdapat dalam kitab Mujarrobat, sebagai berikut:28
28
Keterangan:
Bulan Muharram tahun Alip (1) jatuh pada hari Rebo dan pasaran Wage, pada
tahun Ehe (5) jatuh pada hari Ahad Pon, tahun Jim Awal (3) jatuh pada hari Jumat
Pon, tahun Je (7) jatuh pada hari Selasa Pahing, tahun Dal (4) jatuh pada hari Sabtu
Legi, tahun Be (2) jatuh pada hari Kamis Legi, tahun Wawu (6) jatuh pada hari senin
BAB III
KONDISI SOSIAL DESA KEMBANG DAN MODEL PENENTUAN AWAL
BULAN KAMARIAH
A. Demografi Masyarakat Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten
Pati
1. Asal Usul Nama Desa Kembang
Sejarah Desa Kembang tidak luput dari sejarah Kecamatannya yaitu
Dukuhseti. Pendiri Desa Dukuhseti adalah Brojoseti Singobarong. Beliau
mempunyai banyak Kerbau dan yang memelihara adalah Mbah Anggur. Tidak
lama kemudian Mbah Anggur dituduh mencintai istri Majikannya (Brojoseti
Singobarong), dari situlah Mbah Anggur dibunuh (potong leher) sampai
darahnya sebabar dan baunya wangi seperti Kembang. Oleh sebab itu diberi
nama Desa Kembang.1
2. Keadaan Geografis
Desa Kembang merupakan salah satu dari 12 Desa yang terletak di
Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati. Luas wilayah Desa Kembang adalah
1.241.677 Ha. Dengan Tanah sawah 463.765 Ha, luas tanah kering yang terdiri
dari pekarangan/ bangunan 479.960, Tegalan/ kebunan 175.345 Ha dan tambak/
1
kolam 375.201 Ha. Desa Kembang terbagi dalam 15 dusun, 4 RW, dan 34 RT.2 Jarak Desa Kembang dengan Kantor Kecamatan 3 km, jarak dengan Kota
Kabupaten 40 km, sedangkan jarak dengan Kota Propinsi Jawa Tengah 150 km.3
Jumlah penduduk Desa Kembang dilihat dari umur dan kelamin:
Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
0 - 4 233 230 463
5 - 9 233 221 454
10 - 14 303 250 553
15 - 19 382 379 761
20 - 24 437 420 857
25 - 29 551 540 1091
30 - 39 558 501 1059
40 - 49 501 470 971
50 - 59 351 353 704
60 + 200 224 424
Jumlah 3749 3588 7337
2
Data Laporan Monografi Kabupaten Pati, Kecamatan Dukuhseti Desa Kembang, Keadaan Bulan November 2014.
3
34
Jumlah penduduk menurut pendidikannya (bagi 5 tahun ke atas)
1 Tamat Akademik/ Perguruan Tinggi 212 orang
2 Tamat SLTA 965 orang
3 Tamat SLTP 1184 orang
4 Tamat SD 2752 orang
5 Tidak Tamat SD 779 orang
6 Belum Tamat SD 402 orang
7 Tidak Sekolah 632 orang
3. Keadaan Keagamaan
Agama Kristen Protestan merupakan agama yang paling dominan di desa ini.
Dengan jumlah 7337. Selebihnya yaitu 6705 pemeluk agama Islam dan 632
pemeluk Kristen Katolik. Sarana peribadatan terdiri dari 6 masjid, 21 Surau/
Mushola, dan 2 Gereja. Masyarakat Desa Kembang juga mengikuti organisasi
keagamaan seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Selain agama-agama tersebut, sebagian kecil masyarakat Desa Kembang
penganut Sabda yang tidak beragama tetapi mempunyai kepercayaan atau
keyakinan. Masyarakat ini juga masih menggunakan penanggalan Jawa Aboge.
Ajaran Sabda tidak melaksanakan shalat karena mereka sudah punya keyakinan
di hati, kalaupun mereka melaksanakan shalat maka mereka hanya ingin
4. Keadaan Sosial Ekonomi
Masyarakat Desa Kembang sebagaimana kehidupan masyarakat pedesaan
pada umumnya memiliki jiwa gotong royong yang sangat tinggi. Kagiatan saling
tolong menolong merupakan hal yang sangat di utamakan. Masyarakat hidup
dengan tentram. Tingkat ekonominya hampir sebagian besar sudah pada taraf
sejahtera. Masyarakat di desa Kembang kebanyakan bekerja sebagai buruh tani
karena luasnya lahan sawah yang di miliki desa tersebut. Tanaman utama desa ini
adalah padi seluas 105000 Ha. Sedangkan tanaman perdagangan rakyat adalah
kelapa muda sebanyak 230 batang, berproduksi 543 dan tidak berproduksi
sebanyak 468. Ada juga jenis tanaman kapuk randu muda sebanyak 13 batang
(pohon), berproduksi 15 dan yang tidak berproduksi sebanyak 7 pohon.
Selain pertanian, peternakan menempati peringkat kedua, tabel jumlah ternak
besar dan kecil sebagai berikut:
No Nama Hewan Jumlah
1 Sapi Biasa 162 ekor
2 Kerbau 8 ekor
3 Kambing/ Domba 1263 ekor
4 Kuda 4 ekor
5 Ayam Kampong 2179 ekor
36
Sarana perekonomian di Desa Kembang meliputi: 26 toko/ kios/ warung, 2
koperasi simpan pinjam, 616 perusahaan industri besar dan sedang, 2 perusahaan
industri kecil, dan lain-lain.4
B. Profil Komunitas Aboge di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti
Kabupaten Pati
Penanggalan Jawa merupakan salah satu produk budaya asli bangsa Indonesia.
System penanggalan Jawa tersebut, seperti halnya budaya Jawa lainnya, perlahan
mulai hilang dari peredaran.5 Tetapi karena sifatnya yang pasti sebagai Mathematical
Calender membuat penanggalan Jawa tetap ada yang menggunakan.
Istilah Aboge dapat dirinci bahwa a berasal dari Alip, salah satu dari delapan
tahun siklus windu, bo mengacu pada rebo (hari Rabu), dan ge berasal dari Wage,
salah satu dari hari pasaran yang lima yang berarti tahun Alip jatuh pada hari Rabo
Wage. Hal ini timbul karena persentuhan Islam dengan budaya lokal atau yang sering
menimbulkan corak budaya tersendiri di luar dugaan dan melahirkan pemikiran
tersendiri, dalam pemikiran hisab rukyat.6 Aboge di Desa Kembang Kecamatan
Dukuhseti Kabupaten Pati tidak merupakan sebuah organisasi melainkan sebuah
kelompok masyarakat Islam yang kebanyakan adalah paranormal yang menggunakan
sistem penghitungan Aboge (Alip Rebo Wage) untuk rutinitas sehari-hari karena
4
Data Laporan Monografi Kabupaten Pati, Kecamatan Dukuhseti Desa Kembang, Keadaan Bulan November 2014.
5
Hendro Setyanto, Membaca Langit (Jakarta: Al-Ghuraba, 2008), h. 68.
6 Alfina Rahil Ashidiqi, “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge (Studi Terhad
ap
Komunitas Aboge Di Purbalingga)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
dalam penentuan awal bulan Kamariah mereka mengikuti ketetapan Pemerintah,
dalam hal ini adalah Kementerian Agama. Komunitas Aboge di Desa tersebut tidak
dipimpin oleh seorang ketua, hanya saja orang yang faham ilmu Aboge dianggap
sebagai Sesepuh dan tidak terkait secara organisasi dengan komunitas Aboge di
daerah-daerah lain.
Tokoh-tokoh Aboge di Desa tersebut tidak diketahui secara jelas, karena
mereka mendapatkan ilmu itu secara turun-temurun. Namun ada yang mengatakan
bahwa tokoh Aboge yang dulu adalah Wong Islam Abangan, salah satunya Sunan
Kalijaga, dan orang pertama kali yang memperkenalkan Islam Aboge adalah
Ngabdullah Syarif Sayid Kuning yang terkenal dengan nama Sayid Abdullah dan Aji
Saka. Sedangkan tokoh Aboge yang ada di Desa Kembang adalah Edi, Imam Suroso,
Mbah Macan (julukan Yusuf Rustam), Mbah Kasemo, Mbah Sukamto dan Mbah
Kumbino.
C. Model dan Metode Penentuan Awal Bulan Sistem Aboge
Masyarakat Desa Kembang adalah penganut hisab Islam Jawa sistem Aboge.
Dalam menentukan awal bulan kamariyah masih murni menggunakan perhitungan
Jawa tersebut. Aboge adalah akronim dari Alip, Rabu, Wage yang memiliki arti
bahwa tahun Alip jatuh pada hari Rabu Wage. Perhitungan Aboge ini mereka
dapatkan dari nenek moyang yang diwariskan secara turun-temurun. Dalam kalender
Jawa nama tahun selama satu windu adalah Alip, Ehe, Jimawal, Ze, Dal, Be, Wawu,
ada-38
ada (mulai berniat), Ehe memiliki arti tumandang (melakukan), Jimawal artinya gawe
(pekerjaan), Ze adalah lelakon (proses, nasib), Dal artinya urip (hidup), Be memiliki
arti bola-bali (selalu kembali), Wawu artinya marang (ke arah), Jimakir artinya
suwung (kosong). Kedelapan tahun tersebut membentuk kalimat “ada-ada
tumandang gawe lelakon urip bola-bali marang suwung” (mulai melaksanakan
aktifitas untuk proses kehidupan dan selalu kembali kepada kosong). Tahun dalam
bahasa Jawa memiliki arti wiji (benih), kedelapan tahun itu menerangkan proses dari
perkembangan wiji yang selalu kembali kepada kosong yaitu lahir-mati, lahir-mati
yang selalu berputar,7 tanpa ada perubahan kepada hisab sistem Asapon.
Lahirnya sistem penanggalan Jawa Islam ini tidak terlepas dari jasa Sultan
Agung Hanyokrokusumo yang merubah kalender Saka. Kalender Sultan Agung yakni
sistem penanggalan yang didasarkan pada peredaran Bumi mengelilingi Matahari. Di
daerah Tengger, tanah Badui dan kelompok orang Samin mengikuti kalender Saka
yang merupakan warisan zaman Hindu-Budha. Permulaan tahun Saka ini adalah hari
Sabtu (14 Maret 78 M), yaitu ketika Prabu Saliwahana (Aji Saka) pertama kali
mendarat di Pulau Jawa. Oleh sebab itulah penanggalan ini dikenal dengan almanak
Saka yang dipakai sampai awal abad ke-17.8
Pada permulaannya, Tahun (Tareh) Jawa dihitung dengan peredaran Matahari
dan ber-windu=30 tahun dengan nama Tahun Hindu Jawa (Soko). Kemudian pada
7
Suryati, “Penggunaan Sistem Aboge dalam Penentuan Awal Bulan Kamariah dan Implementasinya dalam Kehidupan Masyarakat Desa Cikakak Wangon Banyumas”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah IAIN Walingoso Semarang, 2012), h. 60.
8
tahun 1555 Saka, oleh Sri Sultan Muhammad tahun tersebut dirubah dengan
didasarkan pada peredaran Bulan yang disesuaikan dengan tahun Hijriyah. Tetapi
tahunnya tetap 1555 sedangkan perputaran tahunnya dirubah berwindu 8 tahun yang
terdiri dari tahun kabisatdan basithah.
Windu tahun Jawa diberi rumus dengan 8 huruf abjadiyyah dengan urutan
sebagai berikut dan berlaku untuk selama-lamanya tanpa ada perubahan.
Tahun pertama : Alip ( ا )
Tahun kedua : Ehe ( ه )
Tahun ketiga : Jimawal ( ج )
Tahun keempat : Ze ( ز )
Tahun kelima : Dal ( د )
Tahun keenam : Be ( )
Tahun ketujuh : Wawu ( و )
Tahun Kedelapan : Jim Akhir ( ج )
Biasanya diringkas dalam sebuah huruf hijaiyyah
زجه جوبد
.
Untuk lebih jelasnya ialah bahwa tahun-tahun Ehe, Dal, dan Jim Akhir adalah
tahun Kabisat (Wuntu). Dan tahun-tahun Alip, Jim Awal, Ze, Be, dan Wawu adalah
tahun Basithah (Wastu).9
Sistem kalender Jawa dan kalender Hijriyah memiliki kesamaan yaitu
mengacu pada sistem peredaran Bulan ketika mengorbit Bumi (Kamariah),
9Muh. Choeza’I Aliy Comal,
40
perbedaannya adalah 1 tahun dalam kalender Hijriyah berumur 354 hari 8 jam 48
menit atau 354 11/30 hari, sedangkan kalender Jawa berumur 354 hari 9 jam atau 354
3/8 hari. Agar tahun baru Hijriyah dan Jawa dapat bersamaan (1 Muharram dan 1
Suro) setiap tahun maka harus ada penyesuaian yang membutuhkan waktu 120 tahun.
Sejak tahun 1555 Jawa sampai sekarang (1948 Jawa /2015 Masehi) telah berganti era
120 tahunan yang ke-4 (Asapon).
Apabila ditelusuri, selisih waktu tersebut bisa terjadi karena tahun Jawa pada
satu periode yaitu 120 tahun memiliki 45 tahun kabisat dengan rincian 3x 120 : 8 =
45. Akan tetapi dalam perhitungan tahun Hijriyah hanya mempunyai 44 tahun kabisat
dalam satu periode 120. Dengan rincian 11 x 120 : 30= 44. Jadi dalam 120 tahun,
tahun Jawa mendahului satu hari dari tahun Hijriyah. Artinya apabila tahun Hijriyah
sudah masuk bulan baru, maka bulan Jawa masih pada akhir bulan lama. Menurut
perhitungan di atas, perbedaan tahun Hijriyah dengan tahun Jawa selisih 3 hari.
Tetapi sekarang hanya selisih 1 hari karena menurut ketetapan dari Kraton Solo sudah
dilampaui 2 x 1 hari yaitu pada tahun 1674 dan 1748 Jawa. Pada dasarnya kedua
tahun di atas adalah tahun Kabisat yang ditetapkan sebagai tahun Basithah. Oleh
karena itu, selisih tahun Jawa dengan tahun Hijriyah sekarang hanya terpaut 1 hari.10
Pergantian tahun Wastu dan tahun Wuntu terjadi pada setiap 4 tahun sekali.
Perhitungan tersebut berdasarkan kepada usia siklus perjalanan edar planet bumi
mengelilingi matahari selama 400 tahun sekali.11
Dalam menentukan awal bulan Kamariah, penganut Aboge di Desa Kembang
tidak perlu bermusyawarah karena hasil yang didapatkan dari perhitungan
masing-masing individu penganut Aboge pasti mendapatkan hasil yang sama. Perhitungan
Aboge ini sudah bisa menentukan kapan awal bulan itu terjadi sampai beberapa tahun
kemudian sudah bisa ditentukan, bahkan puluhan tahun kemudian, karena murni
menggunakan perhitungan yang sudah pasti. Setelah delapan tahun perhitungan
tersebut akan kembali pada tahun yang sama, yakni tahun Alip.12
Untuk menentukan kapan terjadi awal bulan Kamariah, penganut Aboge di
desa ini tidak perlu repot-repot menjalankan rukyatul hilal, karena sebenarnya dengan
mata telanjang pun hilal sudah terlihat.13 Selain itu, para penganut Aboge di Desa
Kembang tidak memiliki organisasi yang struktural, yang ada hanyalah sesepuh
Aboge sebagai seorang yang dipandang mengetahui semua hal mengenai petangan
Jawa.14
Penganut Aboge di Desa Kembang dengan penganut Aboge di daerah lainnya
sangat berbeda dalam implementasinya. Pada umumnya peganut Aboge di Jawa
11
Budiono Herusatoto, Mitologi Jawa, cet.I, (Depok: Oncor Semesta Ilmu, 2012), h. 34.
12 Ali Mas’udi, “Penentuan Awal Bulan Kamariah Menggunakan Sistem Aboge dan
Implementasinya (Studi Kasus di Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2014), h. 74.
13
Wawancara Pribadi dengan Sukamto (Sesepuh Aboge di Desa Kembang). Pati, 16 Januari 2015.
14
42
Tengah mengimplementasikan Aboge dalam tradisi keagamaan yang menyangkut
ibadah di dalamnya seperti penentuan awal Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Zulhijjah dan
tradisi dalam kehidupan sehari-hari.15
Berbeda dengan penganut Aboge di Desa Kembang yang hanya
mengimplementasikan perhitungan Aboge dalam tradisi keagamaan dan tradisi
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini penganut Aboge di Desa Kembang hampir
serupa dengan Kraton Yogyakarta, yaitu dalam menentukan awal bulan Kamariah
terutama awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah mengikuti ketetapan dari
pemerintah berdasarkan QS. An-Nisa ayat 59.
Diantara tradisi keagamaan yang pelaksanaanya dilakukan menurut
perhitungan Aboge di Desa Sukolilo antara lain :
1. Tradisi Asahan
Asahan adalah tradisi peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad Saw.
yang diperingati pada tanggal 12 Mulud tahun Jawa. Bertepatan pada tanggal 13
Rabiul Awwal tahun Hijriyah. Kegiatan ini serupa dengan Grebeg Maulid
(sekatenan) yang ada di Kraton Yogyakarta maupun di Kraton Surakarta, Oshing
di Banyuwangi, Ampyangan di Loram Kulon Kabupaten Kudus. Pada peringatan
hari lahir Nabi Muhammad ini dibacakan berzanji di masjid-masjid, mushola,
15 Ali Mas’udi, “Penentuan Awal Bulan Kamariah Menggunakan Sistem Aboge dan Implementasinya (Studi Kasus di Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati),” (Skripsi S1
dan rumah-rumah penduduk. Selain itu dilakukan pula selamatan (Rasulan) yang
berupa nasi tumpeng beserta lauk-pauknya seperti Ikan Tawar16 dan Iwak Loh17.
Asahan dilengkapi dengan berbagai kelengkapan sesaji yang oleh
masyarakat dipersepsikan memiliki makna-makna filosofis dalam kehidupan.
Makna filosofis yang terkandung dalam tradisi Asahan mencakup berbagai hal
yang meliputi: pelaksanaan ritual, mendatangkan keberkahan dan mencerminkan
budaya dan tradisi Islam. Selain itu tradisi Asahan memiliki tujuan yaitu untuk
melestarikan tradisi nenek moyang yang dilakukan secara turun temurun,
meningkatkan sikap gotong-royong, membina persatuan dan kesatuan (dulur
sikep), mewujudkan rasa syukur atas limpahan rizqi yang diberikan oleh Allah
Swt, serta melambangkan dan menggambarkan tingkatan kehidupan manusia
yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Oleh karena itu keberadaannya perlu dilestarikan,
dipertahankan dan dikembangkan dari generasi ke generasi sehingga dapat
dijadikan sebagai cermin jati diri dari kepribadian budaya masyarakat Desa
Kembang.18
2. Penggunaan Sistem Aboge untuk perjodohan atau pernikahan
dalam perjodohan atau pernikahan ini tidak perlu menggunakan rumus
karena hanya mengandalkan hari dan pasaran kelahiran calon suami dan isteri.
16
Selamatan Ikan Tawar dengan tujuan menawarkan (membantu) orang yang berperilaku buruk menjadi baik.
17
Iwak Loh, karena merupakan ciri khas kesuburan. Dan dengan tradisi ini supaya Allah memberikan keberkahan karena wong seng nyempuyung keapikan, karena lahirnya Nabi itu membuka jalan kebaikan.
18
44
Misalkan jumlah hari dan pasaran serta hari pernikahannya berjumlah 29
(Kerap Sakit), 35 (Suka bertengkar), 36 (banyak sakitnya), 37 (terjadi
perceraian), 44 (Miskin), 47 (ada yang meninggal).19
3. Penggunaan Sistem Aboge dalam mendirikan bangunan seperti rumah dan
lain-lain.20
Dalam hal pembangunan rumah, masjid serta bangunan lainnya
masyarakat Desa Kembang juga menggunakan penanggalan Aboge. Hal ini
bermaksud agar rumah yang akan mereka tempati kedepannya terasa nyaman dan
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti kemalingan dll.
Berbeda dengan penggunaan perhitungan sistem Aboge perjodohan
karena untuk membangun rumah terdapat rumus kejawen yang digunakan antara
lain sebagai berikut :
No Nama Keterangan
1 Guru Apabila mendirikan rumah pada hitungan ini
mempunyai arti yang sangat baik.
Tokoh Aboge sangat menganjurkan.
2 Ratu Rumah yang dibangun pada hitungan ini akan berdiri
kokoh.
3 Sempoyong Tidak baik untuk melaksanakan pembangunan, karena
19
Wawancara Pribadi dengan Sukamto, hitungan tersebut tidak ada kitabnya karena merupakan ilmu titen yang beliau dapat dari nenek moyang dengan cara menghafal. Pati, 16 Januari 2015.
20
rumah tidak kokoh.
4 Rogoh Akan sering kehilangan dan jadi incaran maling.
Contoh :
Apabila akan membangun rumah pada hari Rabu Pahing, neptunya adalah Rabu
= 7 dan Pahing = 9 (7+9 =16). Maka untuk mengetahui jatuh pada petungan apa
dengan cara mulai menghitung dari guru, ratu, sempoyong, rogoh berulang kali
sampai pada hasilnya yaitu 16. Bila dicocokkan dengan rumus yang di atas, maka
jatuh di rogoh berarti masyarakat meyakini rumah atau bangunan yang dibangun
akan sering kehilangan.
4. Penggunaan Sistem Aboge dalam memanen hasil pertanian.
Penanggalan Aboge juga dimanfaatkan dalam memprediksi
keberuntungan dalam pertanian, misalnya untuk mengetahui kapan padi harus
ditanam dan dipanen agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
Berikut rumus kejawen yang digunakan dalam bidang pertanian:
No Nama Keterangan