• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diskusi Kelompok Terarah

Dalam dokumen Analisis Strategi Kebijakan Penanggulang (1) (Halaman 174-179)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.7. Analisis PRA dan FGD

6.7.4. Diskusi Kelompok Terarah

Permasalahan yang telah diidentifikasi pada tingkat desa, disampaikan ke stakeholders tingkat kabupaten, dan diadakan diskusi untuk mendapatkan jalan keluar dalam penyelesaian permasalahan kemiskinan nelayan. Dari diskusi tersebut disepakati beberapa poin penting yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah kemiskinan nelayan. Poin-poin penting yang disepakati tersebut antara lain :

a. Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Perikanan di Maluku Tenggara

Sebagai kabupaten kepulauan, Maluku Tenggara kaya akan sumber daya laut, seperti perikanan tangkap. Menurut data KOMNAS Pengkajian Stok 1998, Kabupaten Maluku Tenggara berada pada 2 (dua) wilayah pengelolaan yaitu Wilayah V (Laut Banda) yang memiliki potensi sebesar 248.400 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 198.700 ton/tahun. Wilayah VI (Laut Arafura) yang memiliki potensi sebesar 793.100 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 633.600 ton/tahun. Setiap tahun sektor perikanan mampu meningkatkan sumbangsinya terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Untuk tahun-tahun kedepan nampaknya laut akan terus memberikan andil dalam proses pembangunan di Maluku Tenggara jika potensi kelautan dapat dikelola dan dimanfaatkan secara baik dengan memperhatikan aspek keberlanjutan sumber daya, baik secara ekonomi, ekologi maupun secara sosial.

Bila sektor perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara dioptimalkan pengelolaanya baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya maka akan terjadi penyerapan tenaga kerja serta peningkatan pendapatan nelayan. Hal ini akan mengurangi angka kemiskinan yang terjadi di Maluku Tenggara. Sejak masalah kelautan dikelola

depertemen tersendiri, maka baik secara nasional maupun lokal telah terjadi perubahan dalam kontribusi terhadap pendapatan nasional maupun pendapatan daerah.

b. Peningkatan Kapasitas Sarana Prasarana Perikanan Tangkap yang Dimiliki Nelayan Lokal

Nelayan lokal di Maluku Tenggara sangat banyak dan terjadi peningkatan jumlah armada penangkapan ikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, jumlah armada penangkapan sebanyak 6.407 unit dengan rincian sebagai berikut : perahu tanpa motor (PTM) 5.284 unit atau 82,47%, motor tempel (MT) 894 unit atau 13,95%, kapal motor (KM) 229 unit atau 3,57%. Berdasarkan data tersebut maka terlihat bahwa nelayan lokal yang menggunakan perahu tanpa mesin, sebanyak 82,47% hal ini membuktikan bahwa nelayan lokal hidup dalam keterbatasan sarana prasarana penangkapan ikan. Banyaknya nelayan lokal yang tidak menggunakan mesin, menunjukan kepada kita bahwa tingkat produksi mereka juga sangat kecil hal ini dapat berakibat pendapatan nelayan lokal rendah sehingga mereka hidup dalam kubangan kemiskinan. Sementara kapal motor yang terdapat di Maluku Tenggara, adalah milik nelayan besar, baik pengusaha perikanan dalam negeri maupun pengusaha perikanan dari luar negeri. Nelayan lokal tidak memiliki kapal motor bergross ton.

Dengan sarana prasarana perikanan tangkap yang terbatas maka nelayan lokal tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan pada lautan lepas. Sehingga mereka selalu melakukan kegiatan penangkapan ikan pada perairan pesisir (perikanan pantai) sehingga tingkat pendapatan mereka lambat laun akan menurun dan mengakibatkan terjadinya over fishing di daerah pesisir. Oleh karena itu perlu kerja sama antara pemerintah daerah dan para pengusaha lokal maupun nasional agar dapat menyediakan sarana penangkapan yang memadai bagi nelayan agar nelayan dapat melakukan penangkapan pada wilayah laut lepas yang masih banyak sumber daya perikanannya sehingga pendapatan nelayan dapat meningkat.

c. Program Pemberdayaan Masyarakat Nelayan (Penangkapan dan Budidaya) dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Lainnya.

Sasaran program adalah peningkatan kegiatan ekonomi produktif yang terkait lansung dengan kehidupan nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat pesisir lainnya,

serta pulau-pulau kecil yang masih miskin. Beberapa kebijakan pemberdayaan yang dikembangkan mencakup tiga aspek, yakni aspek usaha, SDM dan Lingkungan.

Pemberdayaan usaha merupakan upaya peningkatan kualitas usaha perikanan yang mencakup beberapa aspek yakni :

a. Akses terhadap tehnologi, informasi pasar, modal, prasarana dan pendidikan/pelatihan yang dapat mendorong efisiensi produksi, efektifitas manajemen dan modernisasi alat-alat maupun faktor produksi, termasuk peningkatan akses terhadap hasil riset.

b. Dukungan pendampingan yang mampu mengguga peran serta dan kemandirian masyarakat pesisir.

c. Program kemitraan (partnership) untuk menciptakan hubungan yang saling menguntungkan baik secara sosial maupun ekonomi antara kelompok pelaku usaha besar dengan usaha perikanan skala kecil melalui penguatan kelembagaan dan permodalan dalam rangka meningkatkan posisi tawar.

Pemberdayaan SDM dalam rangka peningkatan kualitas SDM baik dalam konteks pola sikap dan perilaku, ketrampilan, kemampuan manejerial, maupun aspek gizi, melalui peningkatan penyuluhan dan pendidikan/pelatihan. Sedangkan perbaikan lingkungan dilakukan dalam rangka mencegah dan mengatasi terjadinya kemiskinan alamiah sekaligus merupakan pintu bagi terwujudnya perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries), termasuk perbaikan lingkungan pemukiman.

d. Program Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Sektor Kelautan & Perikanan Berbasis Bisnis Perikanan

Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya pendapatan nelayan lokal dan dapat memicu peningkatan PAD (pendapatan asli daerah). Untuk mencapai target tersebut beberapa strategi sebagai berikut :

a. Peningkatan kemampuan penangkapan armada perikanan milik nelayan lokal

b. Pengembangan dan aplikasi sistim monotoring. Pengawasan melalui pengembangan sistim pengawasan masyarakat dan peningkatan penegakan hukum dilaut.

c. Redistribusi dan rasionalisasi upaya tangkap/fishing effort (jumlah kapal ikan, jumlah nelayan, dll) sesuai potensi lestari wilayah perikanan (fishing ground).

d. Rehabilitasi dan pengembangan prasarana dan sarana penangkapan ikan, termasuk mengefektifkan fungsi prasarana tersebut menjadi tempat pemasaran hasil laut dan ikan.

e. Penyempurnaan, pengembangan dan deversifikasi usaha budidaya perikanan. f. Pendayagunaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat. g. Penguatan dan pengembangan sistim ekonomi (usaha, investasi, dan pemasaran)

kelautan dan perikanan terpadu dengan berbasis ekonomi kelautan dan perikanan lokal.

h. Penguatan dan pengembangan kemampuan pemasaran produk-produk perikanan dan kelautan milik nelayan lokal.

i. Pengembangan badan usaha milik rakyat. j. Program kredit yang muda diakses nelayan.

e. Program Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan serta Ekosistimnya.

Sasaran program yang ingin dicapai adalah meningkatkan daya dukung dan kualitas lingkungan kawasan laut, pesisir, pulau-pulau kecil dan perairan tawar, sehingga dapat menunjang pembangunan perikanan tangkap, budidaya, parawisata bahari, dan kegiatan bidang kelautan lainnya secara berkelanjutan. Program terutama diprioritaskan pada kawasan habitat ekosistim kritis yang memerlukan dukungan sektor lain. Program rehabilitasi dan konservasi sumber daya kelautan dan perikanan mencakup :

1. Pembangunan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat. 2. Rehabilitasi ekosistim pesisir dan laut (terumbu karang, mangrove, dll)

3. Manajemen kawasan pesisir secara terpadu

4. Tata ruang pembangunan kawasan pesisir dan laut. 5. Pengelolaan kawasan konservasi laut

6. Pengendalian pemanfaatan pasir pantai dan laut.

f. Program Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur, Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Masyarakat Pesisir Setempat.

Hasil yang ingin dicapai adalah meningkatnya kualitas sumber daya manusia baik aparatur pemerintahan daerah maupun nelayan dan masyarakat pesisir. Tersedianya sarana dan prasarana aparatur, berdayanya institusi lokal, pemerintah daerah, dunia usaha,

dan masyarakat nelayan pesisir, terwujudnya pelayanan publik. Disusunya peraturan daerah tentang pengelolaan sumber daya kelautan & perikanan. Optimalisasi kinerja aparatur pemerintahan daerah khususnya aparatur pada sektor kelautan & perikanan. Pembinaan terhadap aparatur pemerintahan daerah yang nakal dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab yang diembankan kepadanya.

g. Pengembangan Tehnologi dan Sistim Informasi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.

Sasaran program adalah terwujudnya ketersediaan tehnologi untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, data dan informasi mengenai potensi kelautan dan perikanan untuk menunjang pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainya. Dengan demikan, pembangunan dan pengelolaan kelautan dan perikanan didasarkan pada IPTEK yang kuat (knowledge/science based).

Data dan informasi sangat dibutuhkan semua pihak untuk meransang kegiatan yang baik, yang didukung oleh pertimbangan ekonomi dan dampak lingkungan yang akurat, sehingga konflik perencanaan kegiatan dapat dihindarkan. Data dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian yaitu: (a) data fisik yang tidak berubah dalam waktu lama, (b) data sosial-ekonomi dan ingkungan yang berubah dalam waktu relatif cepat, dan (c) pilihan manajemen dari pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat untuk satu kawasan pesisir. Data b dan c harus diperbaharui (update) setiap saat dan diolah sesuai dengan kepentingan rekanan (pengguna), sehingga membutuhkan biaya (updating) dan pemeliharaan (maintenance) yang relatif besar. Oleh sebab itu, rekanan yang memintah data tersebut harus membayar ongkos data dan informasi tersebut, dan dana ini digunakan untuk membiayai pengumpulan data baru, pembaharuan dan pemeliharaan data (Dahuri dkk, 2001).

h. Koordinasi Listas Sektoral dalam Pelaksanaan Pembangunan

Koordinasi sangat penting dilakukan antar instansi dan antar lembaga terkait agar tidak terjadi tumpang tindih terhadap program yang dijalankan tiap-tiap instansi, dengan demikian maka tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan pada sektor tertentu sangat didukung oleh instansi lain. Dengan koordinasi antar instansi maka permasalahan-

permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan program dapat diatasi secara bersama. Kemudian SDM yang tersedia pada masing-masing sektor dapat berperan sesuai bidang keahlianya sehingga permasalahan kualitas program dapat tercapai dengan baik. Adanya kerjasama lintas sektor maka tidak terjadi penumpukan anggaran pada suatu wilayah tertentu dan juga tidak terjadi pemborosan sumber daya yang tersedia.

Menurut Abdurachman (1973) bahwa koordinasi merupakan kegiatan untuk menertibkan, sehingga segenap kegiatan manajemen maupun pelaksanaan satu sama lain tidak simpang siur, tidak berlawanan arah dan dapat ditujukan kepada titik pencapaian tujuan dengan efisien.

Dalam pelaksanaan suatu program apabila banyak stakehoders yang dilibatkan maka kekuatan untuk pencapaian program itu sangat besar. Karena setiap lembaga atau instansi memiliki keahlian-keahlian tersendiri, yang bila disatukan maka dapat menghasilkan suatu output yang sangat diandalkan. Kerjasama lintas sektor sangat penting dalam implementasi program masing-masing sektor baik pemerintah maupun swasta.

Dalam dokumen Analisis Strategi Kebijakan Penanggulang (1) (Halaman 174-179)