• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

B. DISKUSI

Hasil penelitian pada sampel staff/ karyawan PT Tirta Sibayakindo Brastagi menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kualitas kehidupan bekerja dengan komitmen karyawan terhadap organisasi, dimana semakin tinggi

kualitas kehidupan bekerja maka semakin tinggi pula komitmen karyawan terhadap organisasi, dan sebaliknya. Dan variable kualitas kehidupan bekerja memberikan pengaruh sebesar 61,1% terhadap terbentuknya komitmen karyawan terhadap organisasi, ini berarti ada 38,9% lagi factor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Winardi (2001) yang mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja seorang individu, telah dikaitkan dengan banyak macam perilaku di tempat kerja. Perbaikan-perbaikan dalam kualitas kehidupan bekerja misalnya dapat menimbulkan perasaan lebih positif terhadap organisasi (komitmen lebih kuat terhadap tujuan-tujuan organisasi). Sejalan dengan hal di atas, Mullins (1996) juga mengatakan bahwa komitmen merupakan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan kualitas kehidupan bekerja. Selanjutnya Hanes (2007) dalam penelitiannya juga menagatakan bahwa kualtas kehidupan bekerja (yang subvariabelnya adalah: kompensasi finansial, peluang untuk maju, lingkungan kerja, nilai-nilai organisasi, karakteristik pekerjaan, dan kepemimpinan) berpengaruh positif terhadap komitmen karyawan.

Dari hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin, tidak ditemukan perbedaan komitmen karyawan terhadap organisasi. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek penelitian diperoleh bahwa mean komitmen karyawan terhadap organisasi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Menurut Mowday, Porter dan Steers, (1982) Wanita pada umumnya menghadapi tantangan yang lebih besar dalam pencapaian kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi.

Berdasarkan pendidikan terakhir, juga tidak ditemukan perbedaan komitmen karyawan terhadap organisasi. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek penelitian diperoleh bahwa mean komitmen karyawan terhadap organisasi tertinggi dialami oleh subjek yang berpendidikan terakhir SMU/SMK dan yang paling rendah pada subjek berpendidikan terakhir Diploma-3. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Mowday, Porter dan Steers, (1982) yaitu, makin tinggi tingkat pendidikan maka komitmennya semakin rendah, alsannya adalah semakin tnggi tingkat pendidikan maka semakin banyak pula harapan individu yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi.

Selanjutnya dari penelitian ini juga diketahui bahwa tidak ada perbedaan komitmen karyawan terhadap organisasi ditinjau dari lamanya bekerja. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek penelitian diperoleh bahwa mean komitmen karyawan terhadap organisasi tertinggi dialami oleh subjek yang berada pada rentang lama bekerja 6-10 tahun dan yang paling rendah pada subjek yang berada pada rentang lama bekerja 1-5 tahun. Lalu ditemukan juga bahwa tidak ada perbedaan komitmen karyawan terhadap organisasi ditinjau dari usia. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek penelitian diperoleh bahwa mean komitmen karyawan terhadap organisasi tertinggi dialami oleh subjek yang berada pada rentang usia 31-35 tahun dan yang paling rendah pada subjek yang berada pada rentang usia 41-46 tahun. Kedua hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mowday, Porter dan Steers, (1982), yaitu, Usia dan masa kerja berkorelasi positif dengan komitmen. Gilmer, Attiselli dan Brown (dalam Prabowo, 1997) dalam penelitiannya juga menambahkan bahwa usia akan

berpengaruh pada komitmen organisasi dimana komitmen bertambah seiring bertambahnya usia. Selanjutnya Angel & Perry (1981) mengemukakan bahwa prediktor terhadap komitmen adalah masa kerja seseorang pada organisasi tertentu hal ini beralasan bahwa: 1) semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, semakin ia memberi peluang untuk menerima tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan untuk bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih besar dan peluang mendapat promosi yang lebih tinggi. 2) Adanya peluang investasi pribadi, yang berupa pikiran, tenaga dan waktu untuk organisasi yang makin besar, sehingga makin sulit untuk meninggalkan organisasi tersebut. 3) Adanya keterlibatan sosial yang dalam dengan organisasi dan individu-individu yang ada, hubungan sosial yang lebih bermakna, sehingga membuat individu semakin berat meninggalkan organisasi. 4) Akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang. Sejalan dengan pendapat di atas, Luthans (1995) juga mengatakan bahwa umumnya orang-orang yang berusia lebih tua dan telah lama bekerja memiliki komitmen organisasi yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang berusia muda. Hal ini dipengaruhi oleh pandangan bahwa masa hidup mereka baik kehidupan bilologis maupun usia kerja di perusahaan hanya tinggal sesaat, sehingga mencegah mereka untuk keluar dari perusahaan, dalam arti mereka tetap komit dengan organisasi.

Dari hasil penelitian berdasarkan rentang gaji juga tidak terdapat perbedaan komitmen karyawan terhadap organisasi. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek penelitian diperoleh bahwa mean komitmen karyawan terhadap organisasi tertinggi dialami oleh subjek yang berada

pada rentang gaji > Rp. 2.000.0001 dan yang paling rendah pada subjek yang berada pada rentang gaji Rp. 1.500.001- Rp. 2.000.000. Menurut Robert Lavering (dalam Temaluru, 2001), tempat kerja yang baik adalah tempat yang membuat karyawan dihargai keberadaannya dan merasa bangga menjadi anggota organisasi tersebut, dan salah satunya adalah persepsi karyawan terhadap gaji, sejauh mana individu tersebut merasa gaji yang diterimanya seimbang dengan gaji individu lain. Jika persepsi ini positif maka karyawan akan memiliki komitmen lebih baik pula terhadap organisasi tempatnya bekerja. Sejalan dengan hal tersebut, Luthans (1995) menambahkan bahwa masalah pembagian menentukan tetap atau tidaknya seseorang di dalam organisasi. Pembagian dalam hal ini adalah masalah pembayaran atau gaji yang diterima, dalam arti positif pembayaran adalah pemenuhan gaji yang layak, sebaliknya pembayaran negatif adalah ketidaklayakan penerimaan gaji. Pembayaran yang cukup akan mendorong besarnya komitmen seseorang kepada organisasi, tidak memikirkan hal lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan tidak memiliki keinginan untuk melakukan penyelewengan-penyelewengan kekuasaan dan wewenang, seperti korupsi atau memanipulasi aktivitas-aktivitas tertentu dalam organisasi untuk menambah kekurangan pembayaran.

Dokumen terkait