• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seorang pasien, laki-laki berusia 36 tahun, pekerja lepas, datang ke RSUP Haji Adam Malik, Medan dengan keluhan utama adanya benjolan di leher sebelah kanan dan kiri sudah ±1 tahun. Dari anamnese, pasien mengeluhkan telinganya berdengung ±6 bulan, riwayat hidung berdarah ±2 bulan terakhir, mempunyai penglihatan ganda, dan sakit kepala. Pemeriksaan klinis pasien ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening (KGB). Dari hasil anamnese, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosa karsinoma nasofaring (NPC) stadium IV. Pengobatan awal yang diterimanya berupa IVFD R. laktat 30 gtt/i, inj. Cefotaxine 1gr/12 jam, inj. Ranitidine 1 amp/8 jam, dan inj. Ketorolac 1 amp/8 jam. Kemudian pasien diberikan radioterapi sebanyak 35x dengan dosis 200 cGy lima kali dalam seminggu dengan dosis total 7000 cGy.

Dari hasil pemeriksaan fisik pasien, didapatkan status presens tanda vital pasien dengan tingkat kesadaran yang baik, yaitu :

• Suhu tubuh : 36,8°

• Tekanan darah : 110/80 mmHg • Heart rate (HR) : 80x

Respitatory rate (RR) : 20x

Hasil pemeriksaan darah lengkap laboratorium di bagian patologi klinik RSUP Haji Adam Malik, didapat hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Unit Hasil Nilai Normal

Hemoglobin g % 11.20 13.20-17.3

Hematokrit % 34.60 43-49

Leukosit 103/mm3 4.63 4.5-11.0

Trombosit 103/mm3 281 150-450

Efek samping radioterapi yang terlihat pada pasien ini yaitu yang pertama adalah kulit mengelupas pada daerah yang diradiasi, yang timbul setelah radiasi yang ke 13. Kemudian pasien dikonsultasikan ke bagian kulit dan kelamin, yang didiagnosa sebagai dermatitis radiasi. Yang kedua adalah pasien mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya, yang menyebabkan pasien menjadi tidak mau makan sehingga pasien diberikan nasogastric feeding tube (NGT). Sayangnya, keluhan ini tidak dikonsultasikan ke bagian gigi dan mulut, hanya diberikan pengobatan oral dengan nystatin drop.

Dari anamnese yang dilakukan, pasien mengeluhkan mulutnya kering (xerostomia), sulit untuk membuka mulut, sulit untuk makan dan minum, dan kehilangan rasa pengecapan (dysgeusia). Pada pemeriksaan ekstra oral tidak dijumpai adanya kelainan. Pada pemeriksaan klinis rongga mulut, dijumpai adanya ulser pada mukosa bukal dan jelas terlihat pada bagian dalam bibir pasien, kemudian dijumpai adanya bercak-bercak putih yang dapat diangkat pada bagian palatum, gingiva, mukosa bukal, dan juga lidah pasien. Berdasarkan anamnese dan pemeriksaan klinis

rongga mulut, pasien didiagnosa mengalami mukositis dan kandidiasis oral. Penegakan diagnosa kandidiasis oral ditunjang dengan pemeriksaan mikologi, tetapi pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan mikologi langsung.

Gambar 7. Kandidiasis pada bagian palatum dan gingiva.

BAB 4 DISKUSI

Pada kasus ini, pasien didiagnosa kanker nasofaring yang kemudian diberikan radioterapi sebanyak 35x, dimana telah dijelaskan sebelumnya radioterapi ini biasanya mempunyai komplikasi pada mulut pasien. Komplikasi pada mulut terjadi selama pemberian radioterapi hingga radioterapi telah selesai. Komplikasi ini tergantung pada volume dan daerah yang diradiasi, dosis total, dan kondisi klinis pasien yang berhubungan dengan perawatan radioterapi.3 Penelitian lain mengatakan bahwa komplikasi oral juga tergantung pada keadaan mulut pasien sebelum dan selama terapi.7,16

Oleh karena itu penting seorang dokter gigi melakukan evaluasi berupa tindakan dental dan juga edukasi kepada pasien sebelum, selama dan setelah dilakukan radioterapi, pastikan gigi dan gusi pasien dalam keadaan yang baik.20,26 Evaluasi ini berupa :5,26

a. Sebelum terapi, komplikasi harus dikoreksi. Kebersihan mulut yang buruk, patologi molar ketiga, lesi periapikal, penyakit periodontal, karies, tambalan yang buruk, keluhan pada pemakaian protesa, orthodontic appliances, dan semua sumber yang dapat menyebabkan infeksi harus dihilangkan. Hal penting lain yang harus dilakukan adalah menghilangkan plak, termasuk menyikat gigi dengan pasta gigi fluoride dan flossing apabila memungkinkan. Pemberian topikal aplikasi fluoride dan kloreksidin juga membantu dalam mengkontrol karies dan plak. Apabila waktunya memungkin untuk melakukan

prosedur dental khususnya pencabutan gigi harus sudah dilakukan dua sampai tiga minggu sebelum radioterapi dilakukan. Menghitung jumlah saliva dan mengumpulkan model studi juga dapat dilakukan untuk menilai perubahan selama radioterapi.

b. Kepatuhan pasien dalam menjaga kebersihan mulut adalah penting. Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien, konsultasi, dan motivasi dapat meningkatkan kesuksesan.

Sayangnya, evaluasi ini tidak dilakukan pada pasien tersebut. Padahal, evaluasi dental ini dapat menurunkan insidens dan keparahan komplikasi oral yang dapat terjadi.5

Pada pemeriksaan intra oral ditemukan mukositis dan kandidiasis pada mulut pasien. Mukositis jelas terlihat pada bagian dalam bibir pasien. Pada kasus ini, tingkat keparahan mukositis pasien mencapai derajat IV menurut ketentuan WHO, karena pada pasien tersebut terdapat mukositis yang meluas, dimana pasien tidak dapat makan dan minum,3,16,20 sehingga pasien memerlukan alat bantu makan berupa nasogastric feeding tube (NGT).4 NGT digunakan karena terdapat mukositis oral yang parah yang menyebabkan rasa sakit sehingga pasien cenderung malas untuk mengunyah dan menelan makanan. Pasien terlihat kurus. Hal ini dapat mempengaruhi nutrisi dan gizi pasien, dimana malnutrisi sendiri dapat meningkatkan resiko keparahan mukositis.

Mukositis pada pasien ini sudah berada pada fase ulserasi, dimana berdasarkan gambaran klinis, sudah menunjukkan adanya ulserasi pada mulut pasien, yang disertai rasa sakit.16,30 Keparahan mukositis ini sendiri tergantung pada variasi

dari faktor penyebabnya, seperti dosis yang digunakan, volume dari jaringan yang terradiasi, dan tipe radiasi.6,16 Pada kasus ini, dosis total adalah 7000cGy dimana dapat memperparah terjadinya mukositis.6 Literatur menyebutkan bahwa pasien yang menerima radioterapi cenderung terjadi eritema selama dua minggu terapi, dengan dosis total mencapai 2000 cGy, gejala mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam dari terapi radiasi. Keparahan meningkat sesuai peningkatan dosis, dimana reaksi mukosa terburuk terjadi pada dosis total 5000-7000 cGy. Fraksinasi yang dipercepat (akselarasi fraksinasi) juga menghasilkan onset mukositis yang cepat.4

Status kebersihan mulut pasien ini juga berhubungan dengan keparahan mukositis oral, dimana literatur menyebutkan bahwa kebersihan mulut yang buruk seringkali dihubungkan dengan mukositis yang parah, dimana jaringan mukosa dapat terinfeksi dengan mudah oleh mikroorganisme.27

Infeksi yang paling sering terjadi pada pasien yang menjalani radioterapi kanker nasofaring adalah kandidiasis, dimana penyebab yang paling sering adalah Candida albicans.4 Kandidiasis oral ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang ditunjang oleh pemeriksaan mikologi langsung. Bercak-bercak putih yang dapat diangkat dengan dasar eritema pada gingiva, palatum, mukosa bukal, dan lidah menunjukkan adanya kandidiasis pseudomembran.2,5

Pada kasus ini, faktor yang dapat meningkatkan kandidiasis oral adalah penurunan produksi saliva, defisiensi nutrisi, dan kebersihan mulut yang buruk.7 Saliva penting dalam mempertahankan mikroflora oral normal. Saliva mengencerkan antigen patogenik dan secara mekanis membersihkan mukosa. Antibodi saliva (SIg A) dan faktor-faktor antimikroba nonspesifik penting untuk menurunkan perlekatan

dan kolonisasi fungal, oleh karena itu produksi saliva yang menurun akibat radioterapi memicu infeksi kandida. Defisiensi nutrisi dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh (imunitas) dan hilangnya integritas sel yang akan mempermudah invasi dan infeksi kandida.28 Kebersihan mulut yang buruk membantu lingkungan yang konduktif dalam meningkatkan kolonisasi dan perlekatan kandida.22

Pada anamnese, pasien mengeluhkan xerostomia, dimana dijumpai saliva yang sedikit dan kental. Literatur menyebutkan sekresi saliva cenderung menurun pada daerah yang terkena radiasi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan radioterapi dapat menyebabkan hiposalivasi karena terjadi disfungsi kelenjar saliva yang merupakan komplikasi jangka panjang yang terjadi secara progresif dikarenakan atrofi kelenjar yang kronis.3,4 Edukasi yang diberikan dokter adalah pasien diharuskan untuk banyak minum air untuk mengurangi terjadinya kekeringan pada mulut. Namun, banyak minum pada siang hari dapat mengganggu kenyamanan pasien pada malam hari, karena pasien cenderung menjadi poliuria pada malam hari.4 Tapi bagaimanapun, upaya pengurangan efek dari xerostomia harus tetap dilakukan.

Selain itu, berdasarkan anamnese, pasien mengeluhkan kehilangan persepsi rasa (dysgeusia). Dysgeusia ini disebabkan oleh degenerasi taste budd, kerusakan pada syaraf ataupun sel pengecapan,23 dan juga karena perubahan barrier mekanis saliva sehingga dapat menyebabkan sulitnya kontak fisik antara lidah dengan bahan makanan.3 Biasanya kehilangan rasa bersifat sementara. Rasa pada umumnya kembali normal atau mendekati batas normal dalam waktu enam bulan sampai satu tahun setelah radioterapi.4,23 Namun, apabila terjadi kerusakan pada sel syaraf, persepsi rasa tidak kembali dalam waktu 6 bulan.23 Selain itu, dysgeusia menyebabkan pasien

menjadi tidak nafsu makan, malas untuk mengunyah, dan dapat mempengaruhi gizi pasien. Hal ini menyebabkan defisiensi nutrisi pada pasien yang nantinya dapat menyebabkan berkurangnya imunitas pasien, dimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa berkurangnya imunitas tersebut dapat memperparah terjadinya infeksi. Jadi, pasien harus tetap diberikan edukasi pentingnya menjaga gizi dan nutrisi pasien.7

Pasien ini tidak dikonsultasikan ke bagian gigi dan mulut dan hanya diberikan nystatin drop. Nystatin merupakan pilihan obat untuk perawatan kandidiasis oral yang terlokalisir.28 Namun, pada pemberian akhir dari radioterapi, mukositis dan kandidiasis pada pasien ini masih terlihat. Menurut penelitian, kandidiasis masih ditemukan setelah radioterapi, bahkan meningkat dari sebelum, selama, hingga setelah radioterapi.7 Mukositis dan kandidiasis akan hilang secara bertahap setelah radioterapi dengan menjaga kebersihan mulut dan pengobatan yang adekuat. Xerostomia dan dysgeusia juga masih dikeluhkan pasien ini. Menurut penelitian Jham B C dkk (2007), xerostomia, masih dikeluhkan hingga 251 hari bahkan dapat mencapai 12-18 bulan setelah radioterapi,7 dan menurut literatur, dysgeusia umumnya kembali normal atau mendekati batas normal dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah radioterapi.4,23

Dokter yang bekerja di RSUP Haji Adam Malik seharusnya melibatkan dokter gigi dalam melakukan perawatan komplikasi oral yang timbul akibat radioterapi kanker nasofaring. Hal ini bertujuan agar pasien menerima pengobatan yang lebih relevan terhadap lesi oral yang dideritanya, sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara dokter dan dokter gigi dalam merawat pasien tersebut.

BAB 5 KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa komplikasi oral akibat radioterapi kanker nasofaring yang terdapat pada kasus ini adalah mukositis, kandidiasis, xerostomia dan dysgeusia. Komplikasi oral ini terjadi karena radioterapi selain merusak sel kanker juga merusak sel normal rongga mulut dengan menghentikan pertumbuhan sel-sel secara cepat dan mencegah reproduksi sel-sel di dalam mulut, sehingga akan sulit bagi jaringan mulut untuk mengadakan perbaikan. Selain itu, keadaan mulut sebelum dan selama terapi juga mempengaruhi keparahan komplikasi oral tersebut.

Oleh karena itu, dokter gigi juga mempunyai peranan penting untuk mengevaluasi dan mengatasi gangguan yang terdapat di rongga mulut yang merupakan akibat dari radioterapi kanker nasofaring dengan cara yang tepat dan sesuai, untuk mengurangi keparahan komplikasi tersebut. Selain itu, edukasi kepada pasien dan keluarga pasien juga penting untuk meningkatkan keberhasilan perawatan.

Dokumen terkait