• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dislokasi Inferior

Dalam dokumen Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091 (Halaman 27-36)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Dislokasi Sendi Bahu

2.2.6.3 Dislokasi Inferior

Pada luxatio erecta atau dislokasi inferior, posisi lengan atas dalam posisi abduksi, kepala humerus terletak dibawah glenoid, terjepit pada kapsul yang robek. Karena robekan kapsul sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus ditarik keluar, hal ini disebut sebagai “efek lubang kancing” ( Button hole effect ). Pengobatan dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan operasi (Koval dan Zuckerman, 2006).

13

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis (autoanamnesis atau alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat memberikan informasi riwayat trauma dan mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga dapat lebih membantu menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit yang mungkin telah ada dan yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi mengenai riwayat penyakit pasien dan riwayat trauma sebelumnya, untuk mempertimbangkan penanganan yang akan diambil. (Rasjad, 2007)

Pada pemeriksaan fisik regional dislokasi didapatkan terlihat adanya penonjolan acromion, bahu menjadi rata, penonjolan kepala humerus, lengan abduksi, dan rotasi eksterna. Pasien mencegah pergerakan rotasi interna, fleksi siku, dan lengan bawah dibantu lengan normal. Kepala humerus teraba, periksa adanya gangguan fungsi sensori dan motorik dari muskulotaneus dan saraf radial. Pasien juga tidak mampu menggerakan bahu secara adduksi dan rotasi interna (Helmi, 2012).

Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu ini dapat menggunakan tanda cemas (apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring. Pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas kebagian anterior dan tubuhnya menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan bahu, dimana dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda cemasnya negatif (Rasjad, 2007)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu anteroposterior (AP) dan lateral. Rontgen bagian AP akan memperlihatkan bayangan yang tumpang tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang diarahkan pada daun skapula akan memperlihatkan kaput humerus keluar mangkuk sendi (Apley, 2010).

2.2.8 Pengkajian Diagnostik

Pada pemeriksaan rontgen bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpang-tindih antara kaput humeri dan fossa glenoid. Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang diarahkan pada daun skapula akan memperlihatkan kaput humeri keluar dari mangkuk sendi.

Dislokasi anterior memiliki gambaran X-ray posisi AP dan axial atau “Y” Scapular view akan membantu membedakan dislokasi anterior dengan posterior. X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk menyingkirkan fraktur lain yang terjadi sebelum dilakukannya manipulasi dan reduksi. Ada peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi bahu yang rekuren dan atraumatis tidak membutuhkan pre-manipulasi dan reduksi X ray. Namun, keadaan ini tidak diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.

Dislokasi posterior memiliki gambaran X-ray posisi AP dan “Y” scapular view. Sangat mudah terjadi miss diagnosa dislokasi bahu posterior pada bahu AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat „light bulb sign‟ karena rotasi internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus dan glenoid labrum pada foto bahu AP (Helmi, 2012).

2.2.9 Manifestasi Klinik

Keluhan utama adalah nyeri pada bahu dan tidak bisa menggerakan bahu. Penting untuk mengkaji mekanisme cedera untuk menentukan tipe cedera dislokasi bahu. Pada dislokasi anterior penderita biasanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku dengan menggunakan tangan sebelahnya, lengan dalam posisi abduksi ringan, kontur terlihat „squared off”, serta nyeri yang sangat hebat. Pada dislokasi posterior, penderita merasakan nyeri, dan terdapat penurunan pergerakan dari bahu dan lengan terletak berotasi internal dan adduksi. Pada dislokasi inferior, abduksi lengan atas dengan posisi „hand over head‟ serta hilangnya kontur bulat dari bahu (Helmi, 2012). Apabila keluhan utama atau kejadian dislokasi terjadi pada 2 minggu pertama disebut dislokasi akut,

15

sedangkan jika telah lebih dari 2 minggu disebut dislokasi kronik. Dislokasi kronik sangat berhubungan dengan terjadinya dislokasi berulang apabila tidak mendapat penanganan yang adekuat dan segera (Verhaegen, 2012).

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi dini dapat berupa cedera saraf, cedera pembuluh darah, serta terjadinya fraktur-dislokasi. Bila tidak mendapat penanganan atau penanganan tidak memadai dapat terjadi komplikasi lanjut, yaitu kekakuan bahu, atrofi atau kelemahan otot, serta dislokasi berulang. Biasanya dislokasi berulang terjadi karena ligamen-ligamen pada sendi tersebut menjadi kendor. Apabila terjadi fraktur-dislokasi, direkomendasikan untuk melakukan open reduksi dan fiksasi internal. Bila keadaan belum membaik, tindakan operasi sangat dianjurkan untuk menghindari keadaan yang lebih buruk (Helmi, 2012).

2.2.11 Penatalaksanaan

Reduksi dislokasi harus dilakukan segera mungkin. Beberapa intervensi dalam melakukan reduksi bahu, meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Teknik Cooper-Milch

a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine dengan siku fleksi 90o.

b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi medial dan inferior dari humeral head.

c. Adduksi lengan secara bertahap.

Gambar 2.3 Teknik reduksi Cooper-Milch (Bishop, 2004).

2. Teknik Stimson‟s

a. Berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-5kg terikat pada lengan tersebut.

b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu. c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.

17

3. Teknik Hipocrates

Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam waktu 15 menit.

a. Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.

b. Lengan pasien ditarik kearah distal punggung dengan sedikit abduksi, sementara kaki penolong berada diketiak pasien untuk mengungkit kaput humerus kearah lateral dan posterior.

c. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu

d. Pasang collar dan cuff, periksa x-ray post reduksi

Gambar 2.5 Teknik reduksi Hipocrates (Bishop, 2004).

4. Teknik Kocher

Penderita ditidurkan diatas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat dibagi menjadi 4 tahap :

a. tahap 1 : dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas kearah distal.

b. tahap 2 : dilakukan gerakan ekserotasi dari sendi bahu

c. tahap 3 : Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu d. tahap 4 : Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu

Setelah terreposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verban dan lengan bawah digantung dengan sling (mitella ) selama 3 minggu.

Gambar 2.6 Teknik reduksi Kocher (Bishop, 2004).

5. Teknik Countertraction

Bermanfaat sebagai sebuah manuver back-up ketika cara-cara diatas gagal. a. Dibawah conscious sedation, tempatkan pasien berbaring supine dan

tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.

b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan menggunakan rolled sheet.

c. Setelah relokasi, pasang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi. d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.

19

Gambar 2.7 Teknik manipulasi Countertraction (Bishop, 2004).

6. Teknik Spaso

Walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas tetapi dianggap bahwa metode ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka keberhasilan yang tinggi.

a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit di dinding dada. b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar simultan.

Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi kedepan 90o, akan terdengar bunyi „clunk‟, dan head humerus telah kemabali pada posisinya. c. Adduksi lengan

d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi (Bishop, 2004).

Pasca-reduksi sinar-x dilakukan untuk memastikan reduksi tidak menyebabkan fraktur. Bila pasien sepenuhnya sadar, abduksi aktif dengan pelan-pelan diuji untuk menyingkirkan suatu cedera saraf aksila. Lengan diistirahatkan dalam kain gendongan selama satu atau dua minggu dan digerakan aktif kemudian dimulai, tetapi kombinasi abduksi dan rotas lateralharus dihindari sekurang-kurangnya selama 3 minggu. Selama periode ini, gerakan siku dan jari dipraktikan setiap hari (Helmi, 2012).

Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak memungkinkan, maka dapat dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi adalah dislokasi yang berkali – kali, terutama bila terdapat nyeri serta subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah keikutsertaan dalam aktifitas sehari – hari atau olahraga.

Operasi terdiri atas tiga jenis yaitu operasi untuk memperbaiki labrum glenoid dan kapsul yang robek (prosedur Bankart), operasi untuk memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan tumpang – tindih (operasi

Plutti – Platt), dan operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan

mengarahkan tulang otot lain ke bagian depan sendi (Salter, 1999).

2.2.12 Prognosis

Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi (Rasjad, 2007)

Dalam dokumen Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091 (Halaman 27-36)

Dokumen terkait