TEKNIK SAMPLING
B. Jenis Teknik Sampling
2. Disproportionate Stratified Random Sampling
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingkat bawah (III), tetap 63 orang.
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, jika populasi berstrata tetap kurang proporsional (Sugiyono, 2009:83). Misalnya, Jumlah guru di Kecamatan X memiliki 1 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 178 orang lulusan S1 dan 156 orang lulusan Diploma. Maka Pengambilan sampel untuk S3 sebanyak 1 orang, S2 sebanyak 4 orang, sedangkan untuk S1 dan Diploma diambil secara proporsional.
c. Area (Cluster) Sampling (Sampling Menurut Daerah)
Cluster sampling adalah sebuah sampel random sederhana dalam setiap unit sampling yang dipilih atau dikelompokan dari elemen-elemen. Sampel wilayah atau daerah adalah teknik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah dalam populasi. Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel jika obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Sehingga kita
dapat menyimpulkan bahwa cluster sampling ini digunakan jika objek yang akan diteliti sangat luas, populasi biasanya dalam bentuk gugus atau kelompok-kelompok tertentu, anggota gugus/kelompok mungkin tidak homogen. Teknik ini dapat digambarkan sebagai berikut:
87 Misalnya, Jumlah guru di Kecamatan X memiliki 1 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 178 orang lulusan S1 dan 156 orang lulusan Diploma. Maka Pengambilan sampel untuk S3 sebanyak 1 orang, S2 sebanyak 4 orang, sedangkan untuk S1 dan Diploma diambil secara proporsional.
c. Area (Cluster) Sampling (Sampling Menurut Daerah)
Cluster sampling adalah sebuah sampel random sederhana dalam setiap unit sampling yang dipilih atau dikelompokan dari elemen-elemen. Sampel wilayah atau daerah adalah teknik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah dalam populasi. Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel jika obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa cluster sampling ini digunakan jika objek yang akan diteliti sangat luas, populasi biasanya dalam bentuk gugus atau kelompok-kelompok tertentu, anggota gugus/kelompok-kelompok mungkin tidak homogen. Teknik ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Populasi Daerah Tahap I Tahap II
Sampel Daerah Sampel Individu Teknik pengambilan sampel acak klaster dapat digunakan manakala jumlah tak terbatas dan anggota populasi memiliki sifat-sifat yang sama (homogen) namun masih dapat dibuat klaster-klaster atau gugus. Adapun langkah-langkah teknik pengambilan sampel acak klaster (gugus) terdiri dari dua langkah utama yaitu: langkah penentuan klaster yang akan dijadikan sampel dan langkah penentuan subjek tiap sampel klaster yang akan dijadikan sampel anggota populasi. Berikut ini tahapan
Teknik pengambilan sampel acak klaster dapat digunakan manakala jumlah tak terbatas dan anggota populasi memiliki sifat-sifat yang sama (homogen) namun masih dapat dibuat klaster-klaster atau gugus. Adapun langkah-langkah teknik pengambilan sampel acak klaster (gugus) terdiri dari dua langkah utama yaitu: langkah penentuan klaster yang akan dijadikan sampel dan langkah penentuan subjek tiap sampel klaster yang akan dijadikan sampel anggota populasi. Berikut ini tahapan lebih rinci teknik pengambilan sampel acak klaster (gugus) dengan contoh kasus; seorang peneliti akan meneliti sapi di Kabupaten Sleman.
1) Peneliti harus mengenali populasi yang hendak digunakan dalam penelitian
Berdasarkan contoh kasus, maka peneliti tersebut mengetahui seberapa luas daerah populasi penelitiannya, ternyata Kabupaten Sleman terdiri dari 10 kecamatan (Kecamatan Turi, Pakem, Depok, Cangkringan, Prambanan, Godean, Minggir, Ngaglik, Kalasan, dan Seyegan).
2) Menentukan dasar logika untuk menentukan klaster.
Berdasarkan contoh, dasar logika yang digunakan adalah wilayah kecamatan dijadikan sebagai klaster/gugus, sehingga
pada penelitian tersebut teerdapat 10 klaster/gugus.
3) Menentukan besar sampel klaster, dan pemilihan klaster sampel dilakukan secara acak .
Berdasarkan contoh kasus, dari kesepuluh klaster yang ada, peneliti harus menetapkan berapa banyak klaster yang akan dijadikan sampel wilayah/klaster, misalnya ditetapkan 3 klaster. Kemudian ketiga sampel klaster dipilih secara acak (dengan menggunakan undian atau pun dengan acak sistematik). Misalnya; dari hasil pengundian terpilih 3 klaster yaitu; Kecamatan Turi, Minggir, dan Kalasan.
4) Menentukan jumlah rata-rata subjek di setiap klaster.
Misalnya dari kesepuluh klaster pada contoh kasus di atas diketahui jumlah rata-rata subjek di setiap klaster adalah 30 ekor sapi.
5) Mendaftar semua subjek yang terdapat dalam sampel klaster. 6) Memilih jumlah subjek yang diinginkan sebagai sampel
anggota populasi pada masing-masing sampel klaster secara random.
Misalnya pada ketiga klaster (Kecamatan Turi, Minggir, dan Kalasan), masing-masing ditetapkan 15 ekor sapi sebagai sampel anggota populasi dari hasil pemilihan secara random dengan undian.
Apabila karena alasan tertentu, maka dalam setiap klaster masih dapat dibuat klaster lagi (disebut subklaster), maka pengambilan sampel dilakukan terhadp subklaster, dan seluruh anggota subklaster yang terpilih adalah sebagai sampel (teknik ini disebut multistage cluster
sampling). Teknik pengambilan sampel acak klaster memiliki beberapa
keuntungan, yaitu: penyebaran unit populasi dapat ditekan, tidak memerlukan daftar semua subjek klaster, dan biaya lebih murah.
d. Sampling Sistematis
Adalah Teknik pengambilan sampel acak sistematis merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota poopulasi
yang telah diberi nomor urut. Teknik ini dapat digunakan manakala jumlah terbatas, anggota populasi memiliki sifat-sifat yang sama (homogen), dan peneliti tidak memiliki alat pengambil data secara random. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, jika ada 100 guru, semuanya diberi nomor urut no. 1 s.d. 100. Pengambilan sampel dapat dilakukan berdasarkan urutan nomor genap saja atau urutan nomor ganjil saja.
Adapun langkah-langkah teknik pengambilan sampel acak sistematis adalah sebagai berikut:
1) Memberikan nomor urut kepada semua anggota poopulasi, mulai dari nomor 1 hingga nomor sebanyak jumlah anggota populasi.
2) Menentukan kriteria anggota populasi yang dijadikan sampel, misalnya sampel haruslah yang bernomor genap saja atau bernomor ganjil saja, atau sampel yang memiliki selang interval tertentu, dan sebagainya.
3) Menentukan sampel pertama secara acak sederhana dengan undian atau tabel acak.
4) Mengambil sampel kedua sampai ukuran sampel yang diharapkan dilakukan dengan ketentuan kriteria sampel seperti pada poin (2).
Contoh kasus: seorang peneliti akan menganalisis soal UN Biologi, tahun 2009 diketahui jumlah anggota populasi sebanyak 40 butir soal, dan peneliti menetapkan 14 butir soal sebagai sampel dengan kriteria anggota populasi tersebut memiliki selang interval 3 dengan nomor anggota populasi yang berada di dekatnya. Selanjutnya peneliti mengambil sampel pertama secara acak, dan ternyata diperoleh anggota populasi bernomor urut 4, maka sampel kedua adalah anggota populasi yang berselang interval 3 dari 4 yaitu bisa berupa anggota populasi bernomor 1 namun juga dapat berupa anggota populasi bernomor 7. Pada kasus tersebut misalnya saja ditetapkan anggota populasi yang
bernomor 1 sebagai sampel kedua, maka anggota populasi bernomor 7 sebagai sampel ketiga, dan seterusnya hingga diperoleh 26 butir sampel soal UN Biologi tahun 2009 yaitu: 1, 4 , 7, 10,13, 16, 19, 22, 25, 28, 31, 34, 37, dan 40.