• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Frekuensi Variabel .1 Status Gizi

Dalam dokumen Gambaran Status Gizi pada Siswa SD (Halaman 39-43)

Status Gizi: - BB/U

HASIL PENELITIAN

6.1 Distribusi Frekuensi Variabel .1 Status Gizi

Berdasarkan dari data yang diperoleh pada siswa SD Negeri 3 Banyubiru, terdapat tiga indikator penilaian status nutrisi yang diteliti. Dimana ketiga indikator tersebut adalah TB/U, BB/U dan IMT/U. Dari hasil penilaian berdasarkan ketiga indikator tersebut, hasil yang diperoleh cenderung memiliki status nutrisi yang baik. Meskipun begitu angka kejadian status nutrisi dibawah normal pada sampel juga cukup tinggi. Distribusi status nutrisi berdasarkan TB/U, didapatkan angka kejadian pendek mencapai 21%. Dimana persentase tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan prevalensi angka kejadian pendek di Bali berdasarkan Riskesdas Provinsi Bali tahun 2013 sebesar 12,5%. Hasil ini melampaui pula angka kejadian pendek di Indonesia berdasarkan data Riskesdas RI tahun 2013, yaitu sebesar 18,4%. Hasil pengukuran tinggi badan dapat menggambarkan proses pertumbuhan yang berlangsung dalam proses lama (kronis), yang jika diukur berdasarkan umur (TB/U) berguna untuk mendeteksi gangguan

pertumbuhan fisik di masa lampau apabila ditemukan adanya kriteria status nutrisi sangat pendek. Pada penelitian tidak ditemukan adanya gangguan proses pertumbuhan yang berlangsung kronis.

Untuk distribusi status nutrisi berdasarkan BB/U, didapatkan presentase angka kejadian gizi kurang sebesar 30%. Hasil ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan angka kejadian gizi kurang di Bali yaitu sebesar 5,7%. Pada hasil penelitian yang dilakukan di SD Negeri 3 Banyubiru, didapatkan siswa dengan status gizi lebih sebesar 13% dan obesitas sebesar 4%. Hasil ini juga lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kejadian gizi lebih di Bali sebesar 8%. Keadaan kurang gizi yang diukur dengan berat badan bersifat akut. Mengingat berat badan adalah parameter antropometri yang sangat sensitif dengan perubahan, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current national status). Indeks BB/U yang rendah dengan suatu keadaan gizi buruk menggambarkan adanya gangguan proses perkembangan yang berlangsung akut. Pada penelitian tidak ditemukan adanya gangguan proses perkembangan yang berlangsung akut.

Selanjutnya untuk distribusi penilaian status nutrisi berdasarkan IMT/U, didapatkan hasil angka kejadian kurus dengan persentase 24%. Dimana persentase tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan prevalensi angka kejadian kurus di Bali berdasarkan Riskesdas Provinsi Bali tahun 2013 sebesar 5,1%. Hasil ini melampaui pula angka kejadian kurus di Indonesia berdasarkan data Riskesdas RI tahun 2013, yaitu sebesar 7,2%.

Untuk hasil penelitian dilihat dari jenis kelamin, berdasarkan TB/U dengan status nutrisi pendek tercatat 63,6% pada anak laki-laki dan 36,4% pada anak perempuan. Angka ini melampaui data Riskesdas 2013 Provinsi Bali yakni status nutrisi pendek sebanyak 12,2% untuk anak laki-laki dan 12,7% untuk anak perempuan. Berdasarkan IMT/U Untuk kelompok status nutrisi kurus tercatat 53,8% pada anak laki-laki

dan 46,2% pada anak perempuan. Sedangkan pada Riskesdas 2013 Provinsi Bali tercatat jumlah status nutrisi kurus pada anak laki-laki 5,9% dan 4,1% pada anak perempuan (Riskesdas, 2013)

Angka kejadian gizi kurang dan buruk di Indonesia tersebar lebih banyak di daerah pedesaan daripada di perkotaan yakni diperkirakan sebesar 21% di desa dan 15% di perkotaan. (Riskesdas, 2013) Hal ini disebabkan oleh banyak faktor misalnya, daya beli masyarakat, harga bahan makanan, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendidikan masyarakat pedesaan relatif lebih rendah daripada masyarakat perkotaan. Berdasarkan teori Blum faktor lain yang dapat turut mempengaruhi, yaitu genetik, lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Namun penelitian ini hanya difokuskan pada kecenderungan asupan nutrisi.

6.1.2 Asupan Nutrisi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan energi rata-rata yang didapat sampel sejumlah 1498,75 kkal, angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan AKG yang dianjurkan sesuai kelompok umur sampel berdasarkan Kemenkes RI tahun 2013, yaitu 1850 kkal perhari. Nilai rata-rata tersebut juga lebih tinggi apabila dibandingkan dengan asupan minimal yang diperlukan dalam satu hari, yaitu 70% AKG dari total anjuran asupan kalori perhari atau setara dengan 1295 kkal. Setelah dilakukan pengelompokan diperoleh sampel yang mendapat asupan nutrisi <70% AKG sebanyak 46%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan data yang dirilis dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan RI 2013, yaitu 41,2% untuk anak usia sekolah.

Pada usia 7-9 tahun, zat – zat gizi yang dibutuhkan cukup tinggi. Energi didalam tubuh berfungsi untuk pertumbuhan, yaitu untuk sintesis senyawa-senyawa baru. Protein sendiri memiliki fungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh dan sangat efisien dalam

memelihara protein yang ada dan menggunakan kembali asam amino yang diperoleh dari pemecahan jaringan untuk membangun kembali jaringan yang sama atau jaringan lain. Sedangkan salah satu fungsi karbohidrat yaitu sebagai sumber energi yang fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. (Almatsier, 2001).

Energi diperlukan untuk kelangsungan proses di dalam tubuh seperti proses peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses fisiologis lainnya, untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengkonsumsi makanan yang cukup dan seimbang. Protein diperlukan oleh tubuh untuk membangun sel - sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, membentuk zat anti energi dimana tiap gram protein menghasilkan sekitar 4,1 kalori. (Kartasapoetra, 2003).

6.1.3 Kebiasaan Sarapan

Hasil penelitian mendapatkan bahwa sampel sebagian besar tidak melaksanakan kebiasaan sarapan dengan persentase 63%. Hasil ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya tingkat pengetahuan akan arti penting sarapan khususnya sebelum memulai aktivitas belajar di sekolah. Selain itu, faktor lainnya yakni daya beli masyarakat, harga bahan makanan dan proses pengolahan makanan menjadi kendala dapat menjadi penyebab minimnya angka kebiasaan sarapan.

Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya, membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah tetap bugar selama mengikuti kegiatan

di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang seringkali menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk sarapan pagi. (Sulasminingsih, 2006)

Sarapan merupakan bagian penting dalam jadwal makan. Sarapan idealnya memiliki porsi 20% dari keseluruhan jumlah makanan dalam satu hari. Beberapa sumber menyebutkan sarapan memiliki hubungan terhadap status gizi dan tingkat prestasi siswa di sekolah, selain faktor eksternal lain seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan waktu belajar. (Kemenkes RI, 2010)

Dalam dokumen Gambaran Status Gizi pada Siswa SD (Halaman 39-43)

Dokumen terkait