• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Status Gizi pada Siswa SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gambaran Status Gizi pada Siswa SD"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gizi yang baik merupakan landasan kesehatan yang dapat mempengaruhi kekebalan tubuh, kerentanan terhadap penyakit, serta pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. Gizi yang baik akan menurunkan kesakitan, kecacatan dan kematian sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Upaya pengembangan dan perbaikan gizi masyarakat sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah bertujuan meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi (Depkes 2014).

Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa penting, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Mercedes, et al 2011).

Salah satu masalah gizi yang masih tetap terjadi hingga saat ini yaitu malnutrisi. Definisi malnutrisi menurut WHO merupakan kondisi medis yang disebabkan oleh asupan atau pemberian nutrisi yang tidak benar maupun yang tidak mencukupi. Malnutrisi lebih sering dihubungan dengan asupan nutrisi yang kurang atau sering disebut undernutrition (gizi kurang) yang bisa disebabkan oleh penyerapan yang buruk atau kehilangan nutrisi yang berlebihan. Namun istilah malnutrisi juga mencakup overnutrition (gizi lebih). (Blossner, 2005).

(2)

54% kematian pada anak-anak di Negara berkembang pada tahun 2001. Prevalensi gizi kurang di dunia pada anak dengan usia 5-12 tahun dari tahun 2010-2012 masih terbilang tinggi yaitu 15%, namun sudah mengalami penurunan dari 25%. Prevalensi malnutrisi tidak hanya meningkat di Negara maju tetapi juga di Negara berkembang. Selain gizi kurang, diperkirakan 44 juta (6,7%) anak usia 5-12 tahun mengalami gizi lebih dan jumlah ini terus meningkat tiap tahunnya. Anak gizi lebih didefinisikan dengan nilai berat badan untuk tinggi badan melebihi dua standar deviasi atau lebih dari nilai median standar pertumbuhan anak menurut WHO (WHO 2012).

Global National Report 2014, menyebutkan bahwa Indonesia sendiri memiliki angka gizi kurang maupun gizi lebih yang tinggi. Walaupun sudah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada anak usia 5-12 tahun dari tahun 2010 (47,8%) menjadi 41,9% pada tahun 2013, namun diikuti dengan peningkatan prevalensi gizi lebih pada tahun 2010 (9,2%) menjadi 18,8% tahun 2013 (Riskesdas 2013).

Berdasarkan data Riskesdas Provinsi Bali tahun 2013 status gizi anak usia 5-12 tahun di provinsi Bali cenderung lebih baik, dengan prevalensi gizi kurang sebesar 5,7%, gizi buruk 2,3% dan gizi lebih 8%. Berdasarkan tinggi badan dibandingkan dengan umur (TB/U) sebesar 15,3% anak usia 5-12 tahun masih tergolong pendek dan 5,7% sangat pendek. Sedangkan berdasarkan berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB), sekitar 2,3% anak tergolong sangat kurus, 5,7% kurus, dan yang tergolong gemuk sebesar 20,3%.

(3)

Berdasarkan laporan bagian program gizi anak sekolah dasar terhadap status gizi siswa kelas 1 SD Negeri di wilayah kerja Puskesmas I Negara tahun 2014, terdapat 15,3% siswa terindikasi malnutrisi yang meliputi gizi buruk, gizi kurang dan gizi lebih. Indikator penilaian adalah berdasarkan standar indeks masa tubuh menurut umur berdasarkan standar antropometri penilaian status gizi anak oleh Kemenkes RI 2010 (Data Puskesmas I Negara, 2014). Adapun upaya yang dilakukan Puskesmas I Negara selama ini diantaranya dengan cara meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang masalah gizi kurang melalui program gizi dan promosi kesehatan. Penjaringan tersangka anak malnutrisi di lakukan di puskesmas namun penyuluhan aktif secara lintas program oleh petugas kesehatan hanya dilakukan di Posyandu yang sasarannya hanya ibu hamil dan balita. (Data Puskesmas I Negara, 2014). Sangat penting jika permasalahan gizi pada anak SD diketahui secara dini, sehingga dapat ditanggulangi dengan intervensi yang tepat dengan tujuan hasil yang optimal, dari segi mengembalikan status gizi, perubahan pola pikir anak dan orang tua untuk lebih peduli terhadap gizi keluarga.

Dalam teori ditemukan sarapan pagi merupakan hal yang penting namun sering terlewatkan oleh beberapa orang, dimana dalam sebuah studi disebutkan bahwa kebiasaan sarapan dapat menentukan status gizi dan kemampuan beraktivitas seseorang, terutama pada anak-anak akan berpengaruh terhadap daya tangkap pelajaran di sekolah yang akan terlihat dalam prestasi akademik. (Rampersaud, 2005).Sedangkan berat badan lahir dan usia kelahiran juga dapat mempengaruhi status nutrisi yang terjadi karena adanya pengaruh terhadap asupan kalori, protein, dan zat gizi esensial lainnya (Depkes RI, 2005).

1.2Rumusan Masalah

(4)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui gambaran status gizi pada anak siswa SD di wilayah kerja Puskesmas I Negara, Kabupaten Jembrana.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik anak usia sekolah dasar yang meliputi usia dan jenis kelamin anak di wilayah kerja Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana.

2. Untuk mengetahui gambaran asupan nutrisi siswa di wilayah kerja Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana.

3. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan sarapan siswa di wilayah kerja Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana.

4. Untuk mengetahui gambaran status gizi berdasarkan asupan nutrisi siswa di wilayah kerja Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana. 5. Untuk mengetahui gambaran status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan

siswa di wilayah kerja Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan maupun hasil penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat digunakan sebagai dasar untuk acuan/sumber data bagi penelitian lebih lanjut mengenai status gizi di cakupan wilayah kerja Puskesmas I Negara pada khususnya dan Kabupaten Jembrana pada umumnya.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

(6)

dipergunakan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan fungsi organ tubuh dan produksi (Linder, 2006)

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan energi. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai. Jika keseimbangan tersebut terganggu, misalnya pengeluaran energi lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang disebut dengan gizi kurang.

Status gizi optimal adalah suatu keadaan dimana terdapat keseimbangan antara asupan dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari (Soekirman, 2000). Status gizi lebih terjadi apabila asupan zat gizi diperoleh dalam jumlah berlebih, sedangkan status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan zat-zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh konsumsi makan yang bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasukan, disitribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perseorangan (Coitinho, 2000)

Prevalensi gizi kurang di dunia pada anak dengan usia 5-12 tahun dari tahun 2010-2012 masih terbilang tinggi yaitu 15%, namun sudah mengalami penurunan dari 25%. Begitu juga, masalah gizi lebih akan timbul apabila asupan zat gizi lebih banyak dibandingkan pengeluaran energi. Diperkirakan 44 juta (6,7%) anak usia 5-12 tahun mengalami gizi lebih dan jumlah ini terus meningkat tiap tahunnya. (WHO 2012)

2.2. Indeks Antropometri

(7)

(TB), lingkar lengan atas (LILA), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD), dan lapisan lemak bawah kulit.

Dalam penelitian ini pengukuran antopometri hanya menggunakan berat badan dan tinggi badan. Untuk penilaian dari hasil antopometri diperlukan data tambahan mengenai umur pasti, jenis kelamin, dan data acuan standar. Dari data tersebut pengukuran dinilai dengan berat badan sesuai umur (BB/U), dan tinggi badan sesuai umur (TB/U), dan indeks masa tubuh sesuai umur (IMT/U) yang dimana hasilnya mengacu pada standar yang telah ditetapkan. (PPM BMD)

2.2.1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)

(8)

2.2.2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Selain pengukuran BB, pengukuran tinggi badan (TB) juga merupakan pengukuran yang penting, sederhana dan mudah untuk dilakukan, selain itu pengukuran TB juga cepat dan alat pengukuran menggukanan microtoise atau meteran yang dapat dibuat sendiri. Hasil pengukuran TB menggambarkan proses pertumbuhan yang berlangsung dalam proses lama (kronis), yang jika diukur berdasarkan umur (TB/U) berguna untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan fisik di masa lampau. Proses pertumbuhan tinggi badan yang berlangsung lama merupakan salah satu kekurangan dari pengukuran TB, dan pengukuran TB secara tepat sukar untuk dilakukan (Thok, 2013).

2.2.3. Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U)

Indikator ini diperoleh dengan membandingkan antar IMT dengan umur yang hasilnya cenderung menunjukkan hasil yang sama dengan BB/TB. IMT adalah pengukuran yang digunakan sebagai indikator untuk menilai kegemukan anak. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung namun dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran lemak tubuh secara langsung. Pengukuran IMT adalah pengukuran yang murah dan mudah untuk dilakukan. Pada anak-anak IMT digunakan untuk menilai masalah berat badan pada anak berusia mulai 2 tahun, dimana hasil pengukurannya berdasarkan IMT berdasarkan umur. IMT dapat menskrining anak dengan obesitas, berat badan lebih, berat badan sehat, dan berat badan kurang. (CDC.gov, 2014)

2.3. Penilaian Status Gizi berdasarkan Antropometris

(9)

secara tidak langsung (survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi).

Pada prinsipnya, cara pemaparan indikator status gizi berdasarkan antropometris dapat menggunakan tiga cara, yaitu presentase, persentil dan z-score, atau simpangan baku terhadap nilai median acuan. Dimana untuk penggunaan presentase, mengacu pada presentase berat badan ideal berdasarkan Waterlow menggunakan berat badan aktual dan berat badan ideal anak. Untuk penggunaan persentil dan z-score, menggunakan tabel pengukuran yang disesuaikan dengan kelompok umur.

Mengacu pada Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun 2013, untuk anak umur 5-18 tahun penilaian status gizi dapat ditentukan berdasarkan nilai Z-score menggunakan kurva pengukuran WHO. Terdapat tiga poin penilaian yang dapat dilakukan yaitu pengukuran berat badan dibandingkan dengan umur (BB/U), tinggi badan dibandingkan dengan umur (TB/U) dan indeks massa tubuh dibandingkan dengan umur (IMT/U). Dimana untuk klasifikasi indikator dari masing-masing poin penilaian dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Interpretasi Indikator Poin Penilaian berdasarkan z-score Sumber: Riskesdas 2013

Indeks Antropometri

Nilai Z-score Indikator Status Nutrisi

TB /U Z-score < -3 Sangat Pendek

Z-score  -3 s/d <-2 Pendek

Z-score  -2 Normal

BB/U Z-score < -3 Gizi Buruk

(10)

Z-score -2 s/d 2 Z-score >2 s/d 3 Z-score > 3

Gizi Baik Gizi Lebih Obesitas

IMT/U Z-score < -3 Sangat Kurus

Z-score  -3 s/d <-2 Kurus Z-score  -2 s/d  1

Z-score > 1 s/d  2

Z-score > 2

(11)

Gambar 2.1 Kurva Pengukuran BB/U untuk Jenis Kelamin Laki-laki Sumber : WHO 2007, Growth Reference

(12)
(13)
(14)

Gambar 2.5 Kurva Pengukuran IMT/U untuk Jenis Kelamin Laki-laki Sumber : WHO 2007, Growth Reference

Gambar 2.6 Kurva Pengukuran IMT/U untuk Jenis Kelamin Perempuan Sumber : WHO 2007, Growth Reference

(15)

Awal usia 7 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak-anak mulai masuk ke dalam dunia baru, dimana dia mulai banyak berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya, dan dia berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka.( Moehji, 2003).

Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya, membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah tetap fit selama mengikuti kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang seringkali menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk sarapan pagi (Sulasminingsih, 2006).

(16)

kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, kondisi khusus (hamil dan menyusui) dan aktivitas fisik (Almatsier, 2009). Angka kecukupan zat gizi individu dapat diperoleh dari perbandingan antara asupan zat gizi dengan standar angka kecukupan gizi seseorang. Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan (reference values) yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan zat gizi (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004). AKG perhari yang dianjurkan oleh kementrian kesehatan tahun 2013, untuk anak usia 7-9 tahun adalah sebesar 1850 kkal. Dimana minimal kebutuhan gizi perhari yang ditetapkan yaitu sebesar 70% dari kebutuhan gizi perhari menurut usia.

Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi. Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Hasil Riskesdas 2010 menunjukan 40,6% penduduk mengkonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi/AKG) yang dianjurkan. Berdasarkan kelompok umur dijumpai 24,4% pada balita, dan 41,2% pada anak usia sekolah (Riskesdas, 2010).

2.5 Kebiasaan Sarapan dan Status Gizi

(17)

sehingga dapat membantu dalam mempertahankan konsentrasi, meningkatkan kewaspadaan, dan memberi kekuatan untuk otak (Parreta, 2009).

Sarapan yang dianjurkan adalah mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang dan memenuhi 20%-25% dari kebutuhan energi total dalam sehari yang dilakukan pada pagi hari sebelum kegiatan belajar di sekolah (Khomsan, 2003). Membiasakan sarapan sangat dianjurkan karena dapat menambahkan kebutuhan zat gizi sehari-hari. Frekuensi sarapan pagi dengan prestasi belajar memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan nilai (p :0,03), hal ini sesuai dengan penelitian Subiono dan Zaeni (2011) bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar (Faizah, 2012). Hal ini sejalan dengan teori Khomsan (2003) yang menyatakan bahwa aktivitas makan pagi secara langsung dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, hal ini dikarenakan ada dua manfaat dari sarapan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula dalam darah, dengan kadar gula darah yang normal gairah dan konsentrasi kerja akan lebih baik sehingga berdampak pada prestasi belajar. Kedua, sarapan pagi memberikan kontribusi penting akan zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral.

(18)

karena infeksi sehingga siswa sering absen dan ketinggalan pelajaran di sekolah (Brown et al, 2008).

Khapipah (2000) melaporkan bahwa sebagian besar siswa yang makan pagi mempunyai status gizi normal (86,7%), sebagian siswa yang hanya makan pagi saja (84,2%) juga mempunyai status gizi normal, hal ini disebabkan karena sebagian siswa sudah mengetahui tentang pentingnya sarapan pagi dengan melakukan sarapan pagi maka status gizi siswa normal dan konsentrasi dalam menangkap pelajaran di sekolah menjadi mudah. Siswa yang biasa sarapan memiliki status gizi yang lebih baik dari siswa yang tidak biasa sarapan, sedangkan pada kelompok siswa yang tidak biasa sarapan kasus gizi terlihat lebih tinggi (Hapsari dkk, 2011). Penelitian Hapsari dkk juga terlihat bahwa kasus gizi kurang lebih banyak pada kelompok siswa yang tidak biasa sarapan. Rampersaud dkk serta Florence dkk menyebutkan kualitas diet, tidak terkecuali kualitas sarapan, merupakan faktor penentu status gizi siswa, sehingga meskipun sudah sarapan akan tetapi kualitas sarapannya tidak baik maka siswa juga tidak akan mendapatkan energi dan mikronutrien yang dibutuhkan. Dengan demikian informasi mengenai kebiasaan sarapan harus diperkuat dengan informasi mengenai jenis makanan yang dikonsumsi saat sarapan dan gambarannya terhadap status gizi siswa.

2.6 Faktor-faktor Penentu Status Gizi

Ada beberapa hal yang dapat menentukan status gizi individu : 2.5.1 Penyebab langsung

Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi dimana keduanya saling mendorong (berpengaruh).

(19)

dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau oleh semua rumah tangga sangat menentukan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan tingkat konsumsi makanan keluarga.

b. Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan. Untuk itu, imunisasi wajib yang lengkap sangat diperlukan agar pada masa balita yang penting untuk pertumbuhan anak.

2.5.2 Penyebab tidak langsung

Penyebab tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi individu yaitu:

a. Faktor ekonomi. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.

b. Pola pengasuhan anak. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial. c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan. Sistem pelayanan kesehatan

yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.

2.7 Metode Food Recall 24 jam

(20)

diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Menurut Sanjur yang dikutip oleh Supariasa, dkk (2001). Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam adalah sebagai berikut:

1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan atau minuman yang dikonsumsi sampel dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu, kemudian petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). 2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan

Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia. (Supariasa, 2007).

Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:

1. Mudah melaksanakannya serta tidak membebani sampel. Biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas.

2. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak sampel. 3. Dapat digunakan untuk sampel yang buta huruf.

4. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

Kekurangan metode recall 24 jam antara lain:

1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan recall satu hari.

2. Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat sampel.

(21)

KERANGKA BERPIKIR

Asupan Nutrisi dan kebutuhan kalori dapat menentukan status gizi seseorang. Jika terjadi ketidakseimbangan antara asupan nutrisi dan kebutuhan seseorang maka akan terjadi masalah status gizi. Berdasarkan hal tersebut peneliti akan mencari gambaran status gizi pada siswa sekolah dasar dengan melakukan pengukuran berat dan tinggi badan. Peneliti juga mencari asupan nutrisi pada siswa sekolah dasar dengan menggunakan 24 hours food recall dan kebiasaan sarapan siswa.

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

BAB IV - Food recall

- Kebiasaan sarapan

Aktivitas fisik FFQ

Tidak Diteliti

Kebutuhan

Asupan Nutrisi

Status Gizi:

- BB/U

- TB/U

- IMT/U

- Jenis Kelamin - Usia

(22)

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan desain cross-sectional. Studi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran status gizi pada anak usia sekolah.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 3 Banyubiru, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, pada tanggal 3 Desember dan 4 Desember 2015.

4.3 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak SD di wilayah kerja UPT Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana. Jumlah anak SD di wilayah kerja UPT Puskesmas I Negara pada tahun ajaran 2014/2015 adalah 1.742 orang.

4.4 Sampel Penelitian

Sebagai sampel penelitian dipilih siswa kelas 1, 2, dan 3 di SD Negeri 3 Banyubiru, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana

Kriteria Inklusi :

1. Terdaftar sebagai siswa-siswi kelas 1, 2, dan 3 di SD Negeri 3 Banyubiru, Jembrana

Kriteria Eksklusi :

1. Siswa yang tidak masuk sekolah saat pengambilan data. Drop out

1. Siswa yang tidak bersedia untuk dilakukan pengukuran dan wawancara.

4.4.1 Besar Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus berikut :

=

= n = besar sampel

Zα = 1,96 (α = 0,05) p = estimasi proporsi

(23)

n = 46

Besar p didasarkan pada data survei awal siswa kelas I dengan malnutrisi sebesar 15,3%.

Jumlah populasi dalam penelitian ini terbatas (kurang dari 10.000), maka jumlah sampel yang dibuat dari perhitungan rumus diatas perlu dikoreksi. Jumlah sampel dengan koreksi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

nK =

nK = 45 orang

4.4.2 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dari penelitian ini dipilh dari salah satu SD yang berada di wilayah kerja Puskesmas I Negara yaitu SD Negeri 3 Banyubiru. SD ini dipilih karena memiliki jumlah siswa terbanyak dengan karakteristik yang beragam. Jumlah sampel minimal yang diperlukan 45 anak tapi untuk penelitian ini diambil seluruh siswa kelas 1,2 dan 3 di SD Negeri 3 Banyubiru sebanyak 54 anak dengan mempertimbangkan adanya kemungkinan drop out.

nK = besar sampel setelah dikoreksi n = besar sampel sebelum dikoreksi

(24)

4.5 Variabel Penelitian

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah :

 Usia

a. Usia sampel, didapat dari hasil perhitungan tanggal lahir dengan tanggal pengambilan data dengan satuan dalam tahun. Tahun kelahiran sesuai dengan data sekolah. Usia dibagi menjadi 3 kelompok usia, yaitu usia 7,8 dan 9 tahun.

b. Jenis kelamin sampel, dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan (sesuai dengan data sekolah)

c. Berat badan adalah ukuran berat tubuh menggunakan alat penimbang berat badan (weight scale) dengan merek one med. Berat badan diukur dalam satuan kilo gram (kg) dengan akurasi 0,1 kg.

d. Tinggi badan adalah ukuran jarak tubuh dari ujung kepala hingga tumit dalam posisi berdiri tegak. Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise merek one med dalam satuan dalam sentimeter (cm) dengan akurasi 0,1 cm.

e. Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan kebutuhan dan masukan nutrisi atau zat gizi. Status gizi dihitung dengan penentuan klasifikasi status gizi untuk anak usia SD (termasuk kelompok usia 5-18 tahun) menggunakan 3 indikator status nutrisi berdasarkan Z-score oleh WHO yaitu TB/U, BB/U dan IMT/U.

Untuk indikator tinggi badan menurut umur (TB/U), yaitu: - Sangat Pendek < -3 SD

- Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD - Normal -2 SD sampai dengan 1 SD

Untuk indikator berat badan menurut umur (BB/U), yaitu: - Gizi Buruk < -3 SD

(25)

- Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD - Gizi Lebih > 2 SD sampai dengan 3 SD - Obesitas > 3 SD.

Untuk indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U), yaitu:

- Sangat Kurus < -3 SD makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam satu hari yang disajikan dalam satuan kilokalori (kkal). Data ini didapat dengan menggunakan wawancara yang mengacu 24 hours dietary recall. Data yang didapat pada wawancara akan dikonversi dalam satuan berat (gram) sesuai dengan padanan makanan pada buku pedoman pelaksanaan program gizi masyarakat, dinas kesehatan provinsi bali tahun 2008. Sedangkan jumlah energi yang terdapat pada makanan dan minuman tersebut dikonversikan sesuai dengan aplikasi Nutrisurvey yang didalamnya mengacu pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) Dinas Kesehatan, kementrian Kesehatan RI.

g. Kebiasaan sarapan adalah kebiasaan anak makan pagi sebelum melakukan aktivitas minimal 5 kali dalam seminggu. Kebiasaan sarapan diperoleh dari hasil wawancara.

4.7 Instrumen Penelitian

(26)

pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) Dinas Kesehatan, kementrian Kesehatan RI.

4.8 Cara Pengumpulan Data

Data diperoleh dari pengukuran langsung untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) terhadap semua subjek penelitian oleh pengumpul data. Data usia dan jenis kelamin didapatkan dari daftar absen siswa milik wali kelas 1, 2 dan 3 SN Negeri 3 Banyubiru. Kuisioner yang berisi data asupan nutrisi dan kebiasaan sarapan dibagikan kepada sampel untuk diberikan ke orangtua dan dibawa kembali ke sekolah keesokan harinya. Apabila sampel tidak membawa kuisioner keesokan harinya atau terdapat data yang kurang lengkap, peneliti mendatangi masing-masing rumah sampel untuk secara langsung mewawancarai orang tua.. Jika pada hari pelaksanaan penelitian sampel tidak datang, maka sampel dinyatakan drop out.

4.9 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif kuantitatif dan disajikan dalam bentuk tabel dan naratif.

Data dimasukkan secara komputerisasi menggunakan software SPSS Windows versi 16.0. Struktur entry data mencakup nomor, nama, variabel, tipe variabel, width, decimals, variable labels, value labels, dan missing values.

c. Cleaning data

Untuk menghindari kemungkinan adanya kesalahan dalam analisis data, data yang telah dimasukkan akan dicek kembali sehingga kesalahan data dapat segera diperbaiki.

4.4.1.9.2. Teknik analisis data

(27)

a. Analisis Univariat

Data dengan skala pengukuran berupa skala nominal seperti usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, status gizi, kebiasaan sarapan, dan asupan nutrisi disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi berupa tabel.

b. Analisis Bivariat

Untuk data univariat pada karakteristik sampel dan status gizi dilakukan analisis frekuensi, kemudian dilakukan tabulasi silang antara variabel usia dan status gizi, serta jenis kelamin dan status gizi. Data kemudian disajikan dalam model tabel agar mudah pelaksanaanya pada semua responden telah dilakukan wawancara terhadap kebiasaan sarapan dan 24 hours dietary recall.

Tabel 1 Karakteristik Responden

No. Variabel Kriteria Jumlah Persentase (%)

(28)

sampel

Total 54 100

Dalam tabel 1 di atas terlihat bahwa persebaran responden berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu pada perempuan sebesar 62% sedangkan pada laki-laki sebesar 38%. Persebaran responden berdasarkan hubungan responden terhadap sampel terbanyak yaitu pada ibu sebesar 62% dan ayah sebesar 38%.

5.2 Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 54 orang dan dalam pelaksanaanya pada semua sampel telah dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan.

Tabel 2 Karakteristik Sampel

No. Variabel Kriteria Jumlah Persentase (%)

1 Kelas

(29)

5.3 Distribusi Frekuensi Status Nutrisi, Asupan Nutrisi dan Kebiasaan Sarapan

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Variabel

No. Variabel Kriteria Jumlah Persentase (%)

1 Status Nutrisi TB/U Pendek 11 21

Normal 43 79

2 Status Nutrisi BB/U Gizi Kurang 16 30

Gizi Baik 29 53

Gizi Lebih 7 13

Obesitas 2 4

3 Status Nutrisi IMT/U Kurus 13 24

Normal 29 54

Gemuk 7 13

Obesitas 2 4

4 Asupan Nutrisi  70% AKG 29 54

< 70% AKG 25 46

5 Kebiasaan Sarapan Biasa 20 37

Tidak Biasa 34 63

Total 54 100

(30)

dan pendek sebanyak 21%. Untuk indikator BB/U, sampel dengan gizi kurang sebanyak 30%, gizi baik 53%, gizi lebih 13% dan obesitas sebanyak 4%. Selanjutnya untuk indikator IMT/U terdapat sampel dengan kriteria kurus 24%, normal 54%, gemuk 13% dan obesitas 4%.

Angka kecukupan gizi memiliki distribusi frekuensi yang relatif setara antara sampel yang sudah dan belum memenuhi anjuran Depkes RI. Berdasarkan pola makanan yang dikonsumsi sampel dalam satu hari, diketahui lebih dari setengah (54%) mengkonsumsi asupan kalori sesuai angka kecukupan gizi (AKG) yakni ≥70%. Dan sisanya 46% sampel tidak memenuhi angka kecukupan gizi yakni <70% AKG. Rata-rata asupan nutrisi sampel adalah 1498,75 kkal. Dengan rentang antara 1028 kkal sampai 2985 kkal. Berdasarkan kebiasaan sarapan pagi, lebih dari setengah sampel yaitu sebesar 63% tidak memiliki kebiasaan sarapan sebelum berangkat ke sekolah dan 37% memiliki kebiasaan sarapan sebelum ke sekolah. Dimana dari 37% sampel yang memiliki kebiasaan sarapan, rata-rata frekuensi sarapan sebanyak ≥5 kali dalam seminggu.

5.4 Hasil Tabulasi Silang Variabel Status Nutrisi dengan Jenis Kelamin

Tabel 4 menggambarkan distribusi frekuensi status nutrisi sampel berdasarkan variabel jenis kelamin.

Tabel 4 Distribusi Status Nutrisi berdasarkan Jenis Kelamin

(31)

Gemuk 3 (42,9) 4 (57,1) 7 (100) Obesitas 1 (50) 1 (50) 2 (100) Total 30 (55,6) 24 (44,4) 54 (100)

Berdasarkan jenis kelamin pada tabel 4, untuk distribusi status nutrisi TB/U sampel laki-laki dan perempuan memiliki persebaran yang homogen pada kelompok normal yaitu sebesar 76,7% pada kelompok siswa laki-laki dan 83,3% pada kelompok siswa perempuan. Pada kelompok pendek sampel laki-laki memiliki persentase yang lebih tinggi dibanding siswa perempuan yaitu sebesar 23,3% dan pada siswa perempuan sebesar 16,7%.

Berdasarkan jenis kelamin pada tabel 4, untuk distribusi status nutrisi BB/U siswa laki-laki dan perempuan memiliki persebaran yang homogen pada keempat kelompok status nutrisi. Pada kelompok gizi baik siswa laki-laki memiliki persentase 56,7% dan pada siswa perempuan memiliki persentase 50%. Pada kelompok gizi kurang, siswa laki-laki memiliki persentase lebih tinggi dibanding siswa perempuan yaitu sebesar 30% dan pada siswa perempuan 29,2%. Untuk kelompok gizi lebih siswa laki-laki memiliki persentase lebih rendah dari siswa perempuan yaitu 10% sedangkan siswa perempuan 16,7%. Pada kelompok obesitas, persentase siswa laki-laki sebesar 3,3% dan siswa perempuan sebesar 4,2%.

Berdasarkan jenis kelamin pada tabel 4, untuk distribusi status nutrisi IMT/U pada kelompok normal siswa laki-laki memiliki persentasi 63,3% dan siswa perempuan memiliki persentasi 54,2%. Pada kelompok kurus terdapat persebaran yg homogen antara kedua kelompok siswa dimana pada siswa laki-laki memiliki persentase 23,3% dan pada siswa perempuan memiliki persentase 25%. Pada kelompok gemuk pada siswa laki-laki memiliki persentase 3% dan pada siswa perempuan memiliki persentase 4% lalu pada kelompok obesitas pada siswa laki-laki memiliki persentase 3,2% dan pada siswa perempuan memilik persentase 4,2%.

5.5 Hasil Tabulasi Silang Variabel Status Nutrisi dengan Usia

(32)

Tabel 5 DistribusiStatus Nutrisi Berdasarkan Usia

Variabel

Usia Total

7 8 9

(%) (%) (%) Total (%) Status

Nutrisi

Kriteria

TB/U Pendek 2 (27,3) 5 (54,5) 4 (18,2) 11 (100) Normal 19 (41,9) 14 (30,2) 10 (27,9) 43 (100) Total 21 (38,9) 19 (35,2) 14 (25,9) 54 (100)

BB/U Gizi Kurang 4 (25) 7 (43,8) 5 (31,2) 16 (100) Gizi Baik 15 (51,7) 10 (34,5) 4 (13,8) 29 (100) Gizi Lebih 2 (28,6) 3 (28,6) 3 (42,9) 7 (100)

Obesitas 0 0 2 (100) 2 (100)

Total 20 (38,9) 18 (35,2) 14 (25,9) 54 (100)

IMT/U Kurus 4 (30,8) 7 (53,8) 2 (15,4) 13 (100) Normal 15 (46,9) 10 (31,2) 7 (21,9) 32 (100) Gemuk 2 (28,6) 2 (28,6) 3 (42,9) 7 (100)

Obesitas 0 0 2 (100) 2 (100)

Total 21 (38,9) 19 (35,2) 14 (25,9) 54 (100)

Berdasarkan usia pada tabel 5.1, untuk distribusi status nutrisi TB/U pada kelompok usia 7 tahun menempati status nutrisi normal tertinggi yaitu sebesar 90,5%, sedangkan untuk kelompok usia 8 dan 9 tahun memiliki persentase yang homogen pada status nutrisi normal yaitu 73,7% pada usia 8 tahun dan 71,4% pada usia 9 tahun. Pada kelompok usia 9 tahun, memiliki persentase yang tertinggi untuk status nutrisi pendek sebesar 28,6%, sedangkan untuk usia 8 tahun memiliki persentase 26,3% dan pada usia 7 tahun memiliki persentase 9,5%.

(33)
(34)

5.6 Distribusi Variabel Status Nutrisi berdasarkan Kelas

Tabel 6 Tabel di bawah ini menggambarkan distribusi frekuensi status nutrisi sampel berdasarkan variabel kelas

Tabel 6 Distribusi Status Nutrisi berdasarkan Kelas

Variabel

Berdasarkan kelas pada tabel 6, untuk distribusi status nutrisi TB/U pada kelompok kelas 1 menempati status nutrisi normal tertinggi yaitu sebesar 80%, sedangkan untuk kelompok kelas 2 dan 3 memiliki persentase yang homogen pada status nutrisi normal yaitu 83,3% pada kelas 2 dan persentase 75% pada kelas 3. Pada kelompok usia 9 tahun, memiliki persentase yang tertinggi untuk status nutrisi pendek sebesar 28,6%, sedangkan untuk usia 8 tahun memiliki persentase 26,3% dan pada usia 7 tahun memiliki persentase 9,5%.

(35)

status gizi baik persentase tertinggi dimiliki oleh kelompok kelas 1 dan kelas 2 dengan persentase yg homogen sebesar 37,9%, sedangkan siswa kelas 3 memiliki persentase gizi baik 24,1%. Pada status gizi lebih persentase tertinggi dimiliki kelompok kelas 2 dengan persentase 42,9% lalu kelompok kelas 1 dan 3 memiliki persentase status gizi lebih yang homogen yaitu sebesar 28,6%. Untuk persentase status gizi obesitas hanya dimiliki oleh kelompok kelas 3 saja.

Berdasarkan usia pada tabel 6, untuk distribusi status nutrisi IMT/U pada kelompok kelas 2 memiliki persentase tertinggi pada status nutrisi normal dengan persentase 40,6% dan pada kelompok kelas 1 dan 3 masing2 memiliki nilai sebesar 34,4% dan 25%. Pada status nutrisi kurus, siswa kelas 1 memiliki persentase tertinggi sebesar 53,8%, siswa kelas 2 memiliki persentase 15,4% sedangkan siswa kelas 3 sebesar 30,8%. Untuk status nutrisi gemuk, pada kelompok kelas 1 memiliki persentase 10%, siswa kelas 2 memiliki persentase 16,7% dan siswa kelas 3 memiliki persentase 12,5%. Pada status nutrisi obesitas hanya dimiliki oleh kelompok siswa kelas 3 saja.

5.7 Hasil Tabulasi Silang Variabel Status Gizi dengan Asupan Nutrisi

Tabel 7 di bawah ini menggambarkan distribusi frekuensi status nutrisi sampel berdasarkan variabel asupan nutrisi.

Tabel 7 Distribusi Status Nutrisi berdasarkan Asupan Nutrisi

Asupan Nutrisi Total

(36)

Variabel ∑ (%) ∑ (%) Total (%) Status

Nutrisi

Kriteria

TB/U Pendek 4 (36,4) 7 (63,6) 11 (100) Normal 25 (58,1) 18 (41,9) 43 (100) Total 29 (53,7) 25 (46,3) 54 (100)

Berdasarkan asupan nutrisi harian yang memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) ≥70% dengan kriteria badan pendek yaitu sebesar 36,4% lebih kecil dari jumlah AKG <70% yaitu 63,6%. Pada kriteria tinggi tubuh normal, persentase yang memenuhi AKG ≥70% yaitu sebanyak 58,1% lebih tinggi dari persentase AKG <70% yaitu 41,9%.

Pada kriteria status gizi kurang, persentase yang memenuhi AKG <70% sebanyak 93,8% lebih tinggi nilainya jika dibandingkan dengan persentase AKG ≥70% yang hanya sebesar 6,2%. Jumlah persentase yang memenuhi AKG ≥70% pada kriteria gizi baik sebesar 65,5% sedangkan yang memenuhi AKG <70% berjumlah 34,5%. Pada kriteria gizi lebih dan obesitas, persentase yang memenuhi AKG ≥70% sama-sama berjumlah 100%.

Selanjutnya pada kriteria badan kurus, persentase yang memenuhi AKG <70% sebanyak 92,3% lebih tinggi dari persentase yang memenuhi AKG ≥70% dengan jumlah 7,7%. Kriteria badan normal memiliki persentase yang memenuhi AKG ≥70% adalah 59,4% sedangkan yang memenuhi AKG <70% sebanyak 34,5%. Pada kriteria gemuk dan obesitas, persentase yang memenuhi AKG ≥70% sama-sama berjumlah 100%.

(37)

Tabel 8 di bawah ini menggambarkan distribusi frekuensi status nutrisi sampel berdasarkan variabel kebiasaan sarapan

Tabel 8 Distribusi Status Nutrisi berdasarkan Kebiasaan Sarapan

Variabel

Kebiasaan Sarapan Total

Biasa tidak

∑ (%) ∑ (%) Total (%) Status

Nutrisi

Kriteria

TB/U Pendek 5 (45,5) 6 (54,65) 11 (100) Normal 15 (34,9) 28 (65,1) 43 (100) Total 20 (37) 34 (63) 54 (100)

BB/U Gizi Kurang 5 (31,2) 11 (68,8) 16 (100) Gizi Baik 8 (27,6) 21 (72,4) 29 (100) Gizi Lebih 5 (31,2) 2 (28,6) 7 (100)

Obesitas 2 (100) 0 2 (100)

Total 20 (37) 34 (63) 54 (100)

IMT/U Kurus 5 (38,5) 8 (61,5) 13 (100) Normal 8 (25) 24 (75) 32 (100) Gemuk 5 (71,4) 2 (28,6) 3 (100)

(38)

Total 20 (37) 34 (63) 54 (100)

Berdasarkan asupan nutrisi harian yang terbiasa sarapan dengan kriteria badan pendek yaitu sebesar 45,5%, sedikit lebih kecil dari jumlah yang tidak terbiasa sarapan yaitu 54,65%. Pada kriteria tinggi tubuh normal, persentase yang memiliki kebiasaan tidak sarapan yaitu sebanyak 65,1%, lebih tinggi dari persentase yang terbiasa sarapan dengan jumlah 34,9%.

Pada kriteria gizi kurang yang memilki kebiasaan sarapan sebanyak 31,2%, jauh lebih kecil dari persentase yang tidak terbiasa sarapan yaitu 68,8%. Kriteria gizi baik yang memilki kebiasaan sarapan sebanyak 27,6%, juga jauh lebih kecil dibandingkan persentase yang tidak memiliki kebiasaan sarapan yaitu sebesar 72,4%. Pada kriteria gizi lebih persentase yang terbiasa sarapan sebanyak 31,2% sedangkan yang tidak terbiasa sarapan sebesar 28,6%. Untuk kriteria obesitas sebanyak 100% memiliki kebiasaan sarapan.

(39)

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Distribusi Frekuensi Variabel 6.1.1 Status Gizi

(40)

pertumbuhan fisik di masa lampau apabila ditemukan adanya kriteria status nutrisi sangat pendek. Pada penelitian tidak ditemukan adanya gangguan proses pertumbuhan yang berlangsung kronis.

Untuk distribusi status nutrisi berdasarkan BB/U, didapatkan presentase angka kejadian gizi kurang sebesar 30%. Hasil ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan angka kejadian gizi kurang di Bali yaitu sebesar 5,7%. Pada hasil penelitian yang dilakukan di SD Negeri 3 Banyubiru, didapatkan siswa dengan status gizi lebih sebesar 13% dan obesitas sebesar 4%. Hasil ini juga lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kejadian gizi lebih di Bali sebesar 8%. Keadaan kurang gizi yang diukur dengan berat badan bersifat akut. Mengingat berat badan adalah parameter antropometri yang sangat sensitif dengan perubahan, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current national status). Indeks BB/U yang rendah dengan suatu keadaan gizi buruk menggambarkan adanya gangguan proses perkembangan yang berlangsung akut. Pada penelitian tidak ditemukan adanya gangguan proses perkembangan yang berlangsung akut.

Selanjutnya untuk distribusi penilaian status nutrisi berdasarkan IMT/U, didapatkan hasil angka kejadian kurus dengan persentase 24%. Dimana persentase tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan prevalensi angka kejadian kurus di Bali berdasarkan Riskesdas Provinsi Bali tahun 2013 sebesar 5,1%. Hasil ini melampaui pula angka kejadian kurus di Indonesia berdasarkan data Riskesdas RI tahun 2013, yaitu sebesar 7,2%.

(41)

dan 46,2% pada anak perempuan. Sedangkan pada Riskesdas 2013 Provinsi Bali tercatat jumlah status nutrisi kurus pada anak laki-laki 5,9% dan 4,1% pada anak perempuan (Riskesdas, 2013)

Angka kejadian gizi kurang dan buruk di Indonesia tersebar lebih banyak di daerah pedesaan daripada di perkotaan yakni diperkirakan sebesar 21% di desa dan 15% di perkotaan. (Riskesdas, 2013) Hal ini disebabkan oleh banyak faktor misalnya, daya beli masyarakat, harga bahan makanan, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendidikan masyarakat pedesaan relatif lebih rendah daripada masyarakat perkotaan. Berdasarkan teori Blum faktor lain yang dapat turut mempengaruhi, yaitu genetik, lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Namun penelitian ini hanya difokuskan pada kecenderungan asupan nutrisi.

6.1.2 Asupan Nutrisi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan energi rata-rata yang didapat sampel sejumlah 1498,75 kkal, angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan AKG yang dianjurkan sesuai kelompok umur sampel berdasarkan Kemenkes RI tahun 2013, yaitu 1850 kkal perhari. Nilai rata-rata tersebut juga lebih tinggi apabila dibandingkan dengan asupan minimal yang diperlukan dalam satu hari, yaitu 70% AKG dari total anjuran asupan kalori perhari atau setara dengan 1295 kkal. Setelah dilakukan pengelompokan diperoleh sampel yang mendapat asupan nutrisi <70% AKG sebanyak 46%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan data yang dirilis dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan RI 2013, yaitu 41,2% untuk anak usia sekolah.

(42)

memelihara protein yang ada dan menggunakan kembali asam amino yang diperoleh dari pemecahan jaringan untuk membangun kembali jaringan yang sama atau jaringan lain. Sedangkan salah satu fungsi karbohidrat yaitu sebagai sumber energi yang fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. (Almatsier, 2001).

Energi diperlukan untuk kelangsungan proses di dalam tubuh seperti proses peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses fisiologis lainnya, untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengkonsumsi makanan yang cukup dan seimbang. Protein diperlukan oleh tubuh untuk membangun sel - sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, membentuk zat anti energi dimana tiap gram protein menghasilkan sekitar 4,1 kalori. (Kartasapoetra, 2003).

6.1.3 Kebiasaan Sarapan

Hasil penelitian mendapatkan bahwa sampel sebagian besar tidak melaksanakan kebiasaan sarapan dengan persentase 63%. Hasil ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya tingkat pengetahuan akan arti penting sarapan khususnya sebelum memulai aktivitas belajar di sekolah. Selain itu, faktor lainnya yakni daya beli masyarakat, harga bahan makanan dan proses pengolahan makanan menjadi kendala dapat menjadi penyebab minimnya angka kebiasaan sarapan.

(43)

di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang seringkali menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk sarapan pagi. (Sulasminingsih, 2006)

Sarapan merupakan bagian penting dalam jadwal makan. Sarapan idealnya memiliki porsi 20% dari keseluruhan jumlah makanan dalam satu hari. Beberapa sumber menyebutkan sarapan memiliki hubungan terhadap status gizi dan tingkat prestasi siswa di sekolah, selain faktor eksternal lain seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan waktu belajar. (Kemenkes RI, 2010)

6.2 Distribusi Frekuensi Status Gizi

6.2.1 Distribusi Frekuensi Status Gizi berdasarkan Asupan Nutrisi

Berdasarkan asupan nutrisi, apabila dibandingkan dengan ketiga indikator status nutrisi, sampel status nutrisi BB/U menempati persentase tertinggi untuk yang memenuhi AKG dan tidak memenuhi AKG. Dimana pada kriteria gizi baik yang memenuhi AKG dengan persentase paling besar yaitu 65,5%, sedangkan yang tidak memenuhi AKG tertinggi dengan kriteria gizi kurang yaitu sebesar 93,8%. Hasil yang didapatkan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kecukupan asupan nutrisi merupakan faktor langsung penentu status gizi anak, selain faktor infeksi pada anak.

(44)

sarapan atau tidak, ternyata persentase menunjukkan relatif tidak ada perbedaan antara kebiasaan sarapan terhadap status gizi anak. Dalam hal ini dimungkinkan asupan nutrisi total anak yang idealnya berasal dari sarapan sebanyak 20% digantikan oleh jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi anak saat jadwal makan siang, makan malam atau cemilan anak. Kebiasaan ini apabila terus dibiarkan akan menjadi masalah. Khususnya terhadap tingkat konsentrasi siswa di kelas, sehingga ini akan berpengaruh terhadap capaian prestasi siswa. Rampersaud dkk serta Florence dkk menyebutkan kualitas diet, tidak terkecuali kualitas sarapan, merupakan faktor penentu status gizi siswa, sehingga meskipun sudah sarapan akan tetapi kualitas sarapannya tidak baik maka siswa juga tidak akan mendapatkan energy dan mikronutrien yang dibutuhkan. Dengan demikian informasi mengenai kebiasaan sarapan harus diperkuat dengan informasi mengenai jenis makanan yang dikonsumsi saat sarapan untuk mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai kebiasaan sarapan dan gambarannya terhadap status gizi siswa. (Florence, 2008 ; Rampersaud, 2005)

6.3 Kelemahan Penelitian

1. Metode yang dipergunakan untuk mengevaluasi asupan energi siswa, yaitu 24 hours dietary recall hanya dilakukan satu kali sehingga kurang merepresentasikan kebiasaan pola makan pada sampel. Selain itu ketepatan dalam menjawab pertanyaan saat wawancara berlangsung yang sangat tergantung pada daya ingat responden.

(45)

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang status gizi anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas I Negara, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Dari 54 sampel didapatkan sebagian besar siswa memiliki status nutrisi yang baik namun status nutrisi dengan kriteria dibawah normal dan lebih masih memiliki proporsi yang cukup besar.

2. Dari 54 sampel berdasarkan indikator status nutrisi TB/U, didapatkan sebagian besar siswa dengan kriteria normal dengan persentase 79% dan persentase siswa dengan kriteria pendek 21%.

3. Dari 54 sampel berdasarkan indikator status nutrisi BB/U, masih terdapat siswa dengan kriteria gizi kurang dengan persentase 30% serta gizi lebih dan obesitas dengan masing-masing persentase 13% dan 4%. 4. Dari 54 sampel berdasarkan indikator status nutrisi IMT/U, terdapat

siswa dengan kriteria gizi kurus dengan persentase 24% serta gemuk dan obesitas dengan masing-masing persentase 13% dan 4%.

5. Berdasarkan jenis kelamin, sampel terbanyak pada anak perempuan. Persebaran usia cukup homogen dengan usia terbanyak yaitu usia 7 tahun.

(46)

pada indikator BB/U dengan kriteria gizi baik. Untuk sampel dengan AKG <70% terbanyak juga pada kelompok status nutrisi dengan indikator BB/U dengan kriteria gizi kurang.

7. Distribusi frekuensi berdasarkan kebiasaan sarapan siswa lebih banyak pada kelompok siswa yang tidak biasa melakukan sarapan. Tidak terdapat perbedaan proporsi antara ketiga indikator status nutrisi antara siswa yang biasa dan tidak biasa melakukan sarapan.

7.2 Saran

1. Kepada puskesmas disarankan untuk meningkatkan program gizi pada anak sekolah terutama sekolah dasar baik dalam upaya pencegahan terjadinya malnutrisi, penemuan kasus malnutrisi pada anak sekolah serta manajemen dini terhadap kasus tersebut. Untuk itu kerja sama antara pemegang program pengembangan UKS dari pihak puskesmas dan UKS sekolah sangat diperlukan. Pihak puskesmas perlu menginformasikan kepada masyarakat mengenai kejadian malnutrisi pada anak serta pola makan yang tepat dan berimbang untuk mencegah terjadinya malnutrisi pada anak sekolah. Apabila dimungkinkan Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) dapat diselenggarakan kembali. 2. Kepada peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian dengan

cakupan sekolah lebih banyak untuk dapat lebih menggambarkan status gizi anak usia sekolah khususnya di wilayah kerja Puskesmas I Negara. Apabila metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode 24 hours dietary recall sebaiknya dilakukan minimal tiga kali kemudian dilakukan penghitungan rata-rata asupan kalori dan zat gizi makanan. Namun untuk lebih menggambarkan lagi asupan nutrisi dapat dilakukan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) untuk pengumpulan data. 3. Kepada keluarga sampel diharapkan lebih memperhatikan asupan nutrisi

Gambar

Tabel 2.1 Interpretasi Indikator Poin Penilaian berdasarkan z-scoreSumber: Riskesdas 2013
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
Tabel 1 Karakteristik Responden
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Variabel
+6

Referensi

Dokumen terkait

Melaporkan Setiap Permasalahan yang timbul terkait tentang pelayanan administrasi kepesertaan BPJS ke Seksi Kendali Biaya dan

Pada puncaknya, ketika keberadaan negara Republik Indonesia nyaris diragukan oleh dunia internasional akibat serangan militer Belanda II (pecah pada 19 Desember 1948),

Dalam riset yang dilakukan, dikembangkan pembangkit listrik skala mikro dengan memanfaatkan energi mekanis angin untuk memutar baling-baling yang terkopel

Langkah-langkah metode permainan what is it dengan media gambar dalam peningkatan keterampilan menyimak di kelas I sekolah dasar yaitu sebagai berikut: (1) siswa terbagi dalam

melakukan tindak pidana Pasal 252 RUU KUHP, alat bukti yang akan digunakan bila menggunakan saksi belum dapat ditentukan dengan pasti apakah keterangan dari

Dalam setiap kesempatan guru pembimbing memberikan arahan kepada praktikan agar melaksanakan PPL dengan baik. Guru pembimbing pemberikan gambaran mengenai kondisi siswa

Distributor Alat Penetas Telor Ayam Untuk Pemesanan Silakan SMS : 081 945

PELAKSANAAN KREDIT RINGAN BATARA (KBR)DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SURABAYA..